Anda di halaman 1dari 5

Efikasi Terapi Progesteron pada Abortus Imminens

A. Abadi, Ali Baziad, Andon Hestiantoro

Abstrak
Penyebab abortus iminens multifaktor. Penyebab terbesar adalah rendahnya kadar
progesteron serum. Kadar kritis terendah progesteron serum untuk kelangsungan kehamilan
adalah 10 ng/ml. 80 % pasien yang mengalami abortus kadar progesteronnya berada < 10
ng/ml. Pasien yang mengetahui kehamilannya mengalami perdarahan umumnya akan
mengalami stress. Stress merupakan juga salah satu faktor terjadinya abortus. Pemberian
substitusi progesteron alami (bukan progestogen) mempercepat hilangnya kontraksi uterus,
dan mempercepat hilangnya perdarahan. Selain itu progesteron juga memiliki khasiat
antikecemasan. Pemberian progesteron oral akan mengalami metabolisme di usus dan hati,
sehingga tidak dapat dicapai kadar progesteron serum yang fisiologis, sedangkan pemberian
progesteron supositoria diperoleh kadar serum yang fisiologik sehingga sangat efektif
mencegah abortus iminens. (Med J Indones 2005; 14:258-62)
Kata kunci: progesteron, abortus imminens
Abortus imminens diindikasikan jika terdapat perdarahan pervaginam sebelum 20
minggu usia kehamilan, tanpa nyeri dan ukuran uterus masih sesuai dengan usia kehamilan
dan serviks masih tertutup. Rata-rata insiden dari abortus tipe ini sebesar 16 dan 21%.
Penyebab dari abortus imminens yaitu multi-faktorial, seperti faktor fetal, faktor
maternal, dan faktor paternal. Faktor-faktor maternal daoat mengawali terjadinya abortus
iminens termasuk infeksi, penyakit kronik, abnormalitas hormonal, penggunaan obat-obatan,
dan faktor lingkungan. Abnormalitas hormonal dapat menyebabkan terjadinya abortus
imminens sebesar 35-50%.1 Hormon progesteron berperan penting dalam mempertahankan
kehamilan dan bayi lahir terlambat yang disebabkan oleh hambatan kontraksi uterus, dan
peningkatan sensitivitas dari otot-otot uterus terhadap hormon relaxin. Disamping itu,
progesteron memiliki efek sedasi yang dapat membuat keadaan relaksasi pada pasien. 2
Pasien-pasien dengan abortus imminens pada umumnya mengalami stres psikologis yang
berat dan selma itu terjadi pelepasan adrenalin secara berlebihan. Adrenalin menyebabkan
vasokonstriksi dari vaskular, yaitu dapat terjadi penurunan oksigenasi fetus.

Jika plasenta mengalami hipoksia, tubuh akan memproduksi CRF dalam jumlah yang
besar dan dapat terjadi kontraksi uterus. 3 Glukokortikoid, prostaglandin, sitokin, dan adrenalin
sebagai pemacu untuk sekresi CRF pada plasenta.
Progesteron diproduksi oleh korpus luteum hingga usia kehamilan mencapai 7
minggu. Setelah mencapai usia kehamilan 7 minggu, plasenta menggantikan fungsi korpus
luteum dalam memproduksi progesteron. Pada awal kehamilan, kadar progesteron minimal
sebesar 5,1 ng/ml yang dibutuhkan dalam kehamilan. Bagaimanapun, kadar serum
progesteron ditemukan > 25 ng /mL hampir 97% dapat mempertahankan kehamilan. 1,4,5,6,7 Jika
selama kehamilan trimester 1, kadar serum progesteron kurang dari 18,9 ng/ml, risiko
kegagalan pada kehamilan sebesar 4,6 kali lebih tinggi. 1,5 Progesteron dapat mempercepat
hilangnya kontraksi uterus, dan mempercepat dalam menghentikan perdarahan. 4,8,9
Terapi untuk abortus iminens yaitu tablet progesteron, seperti alilestrenol. Namun
tablet oral progesteron menghasilkan berbagai masalah yang berat seperti gangguan
gastrointestinal dan metabolisme yang cepat dalam usus dan hepar. Bahkan, progesteron
tersebut tidak dapat diproduksi oleh korpus luteum. Untuk mencegah metabolisme dalam usus
dan hepar, progesteron suposutoria telah dikembangkan. Sejak saat itu, tidak terjadi lagi
metabolisme usus dan hepar, kadar progesteron serum dapat mencapai optimal.
Progesteron pada Abortus Iminens
Pada usia kehamilan 0-20 minggu dengan kadar progesteron < 10 ng/ml, prognosis
dari kehamilan ini sulit untuk diprediksi, atau 80% dari ibu hamil dapat mengalami abortus. 1,4,10
Progesteron dapat dikonsumsi secara oral, injeksi, atau dengan supositoria. Progesteron oral
dapat meningkatkan aktivitas metabolisme intestinal dan hepar, seperti kadar progesteron dalam
serum yang dapat memepengaruhi terjadinya insufisiensi plasenta. 4,7,11,12 Terapi progesteron
secara supositoria, bahkan pervaginam atau oral dapat mempengaruhi kadar serum fisiologis,
dan bahkan dalam kadar yang tinggi; Mukosa vagina dan rektal tidak memiliki enzim yang
dapat menginduksi aktivitas metabolisme progesteron, sehingga tidak ada perubahan aktivitas
agen progesteron. Dosis progesteron sebesar 100-400 mg (Cyclogest), bahkan secara rektal dan
vagina, menghasilkan kadar serum progesteron yang tinggi pada fase luteal.
Abortus Imminens pada Imunologi
Secara imunologis, progesteron memicu terbentuknya Progesteron-Induced Blocking
Factor (PIBF) dan kaderin (Gambar 1).3,13,14
PIBF menghambat aktivitas dari Natural Killer Cell (NKC), dimana penelitian
sebelumnya (terhdap hewan ccoba tikus) secara in vitro telah menunjukkan bahwa aktivitas sel
2

tersebut dapat mencegah efek abortus. Pada abortus iminens, pada saat observasi telah terjadi
peningkatan aktivitas NKC.
Pada abortus spontan, terjadi peningkatan produksi sitokin dari T cell helper (Th 1)
yang ditemukan. Sitokin ini bersifat sitotoksik, seperti interleukin-2 (IL-2) dan interferon-Y
(IFN-Y), dan tumor necrosis factor- (TNF- ). T helper-2 (Th-2) memproduksi IL-4, IL-6, IL5 dan IL-10, yang sangat bermanfaat dalam kehamilan. Kemudian survival dalam kehamilan
bergantung pada keseimbangan Th-1 dan Th-2.
Kaderin merupakan adesiva protein. Fungsi dari endometrium secara umum
bergantung pada adanya adesiva protein. Protein ini berperan penting dalam proses implantasi
ke dalam endometrium.3 Progesteron menstimulasi terjadinya pembenntukan kadarin. Jika
kadar progesteron tidak cukup, produksi kadarin akan menurun, dan merusak sel-sel
endometrial dan pada akhirnya proses embriogenesis akan terganggu. Progesteron menekan
produksi TNF-a. Jika terjadi penurunan dari kadar progesteron, produksi TNF-a akan
meningkat, dan TNF-a ini akan menginduksi terjadinya apoptosis dari sel-sel endometrial dan
perubahan integritas vaskular, seperti penurunan densitas dari sel-sel endometrial. Kaderin
terdiri dari berbagai tipe-tipe yang berat, yakni Cadherine-E yang dapat ditemukan dalam
endometrium, Cadherine-P dalam jantung, paru, dan intestinal, Cadherine-N di sistem saraf
pusat dan mesoderm, Cadherin R di retina dan mesoderm, Cadherine-M di sel-sel mioblas.
Progesteron dan Ansietas
Wanita hamil yang mengalami perdarahan pada umumnya mengalami stres
psikologis, khususnya yang sangat ingin memiliki keturunan. Ansietas tidak hanya dirasakan
oleh wanita, tapi juga dirasakan oleh janin. Pada wanita hamil, stres dapat menyebabkan
produksi dari adrenalin dan noaddrenalin. Dua jenis hormon ini menyebabkan vasokonstriksi
dari vaskular plasenta, seperti hipoksia fetus juga dapat terjadi. Pada tahap hipoksia, plasenta
memproduksi CRF (Corticosteroid-Release Hormone). CRF parakrin terhadap desidua dan
miometrium, dan peningkatan

produksi prostaglandin, dan menghasilkan peningkatan

kontraksi otot uterus. Reseptor CRF juga ditemukan dalam endometrium, yang memiliki
kegunaan sebagai synthesizing prostaglandin dan dan menguatkan efek oksitosin.
Glukokortikoid, prostaglandin, sitokin, dan katekolamin meningkatkan sekresi dari CRF di
plasenta, sementara itu tidak ada hambatan dalam sekresi CRF.

Progesteron memiliki efek anti stres pada sistem saraf pusat. Progesteron sebagai
mediator untuk mengatasi stres. Salah satu mediatornya yaitu Gama Butyric Amino Acid
(GABA-A).15 Progesteron dan metaboliknya, yaitu termasuk Barbiturate dan Benzodiazepin,
sebagai GABA-A. Melalui aktivasi reseptor GABA-A, progesteron memiliki efek sedativa.
Salah satu metabolit progesteron, 5a-pregnan-3a- Ol,20 (3a-OH DHP). Memiliki efek sedativa
sebanyak 8 kali (sama kuatnya dengan barbiturat)2.

Disamping itu,

GABA-A juga memiliki efek anti stres, efek hipnotik dan anti

konvulsan. Efek biologik dari reseptor GABA-A mengikuti mekanisme sirkadian. High Dose
Calcium memicu terjadinya sekresi GABA-A dan sel-sel saraf.
Glisin juga merupakan mediator sedativa untuk sistem saraf pusat. Jika progesteron
mengaktivasi reseptor GABA-A, pada pasien yang berbeda glisin juga dapat menginhibisi
aktivitas glisin. Progesteron secara khusus sangat berbeda dengan progesteron sintetis karena
progesteron sintetis ini tidak memiliki kemampuan dalam mengaktivasi reseptor GABA-A,
seperti tidak memiliki efek sedativa. Itulah sebabnya progesteron sintetis kurang efektif
terhadap abortus iminens jika dibandingkan dengan progesteron. Sehingga progesteron sintetis
menyebabkan ansietas yang berlebihan.2
Sel-sel glia memiliki kemampuan dalam mensintesis progesteron. Enzim 3-hydroxysteroid dehydrogenase, sel-sel glia merubah pregnenolon menjadi progesteron, dan
enzim 5 a-reductase terbentuk lagi oleh 3 enzim -hydroxysteroid dehydrogenase, metabolit
progesteron terbentuk dan sangat potensial yang bekerja pada reseptor GABA-A.
Kesimpulan
Progesteron supositoria mempengaruhi kadar serum progesteron secara fisiologikal,
sehingga dapat meningkatkan efektivitas dari terapi abortus iminens. Derivat progesteron
oraldiigunakan untuk terapi abortus iminens. Progesteron alamiah, khususnya metabolitmetabolit tertentu, memiliki efek sedativa pada sistem saraf pusat, seperti mengeliminasi
ansietas pada wanita hamil dengan abortus iminens. Dalam hal lainnnya, derivat progesteron
dan metabolit-metabolitnya tidak memiliki efek sedativa.

Anda mungkin juga menyukai