Anda di halaman 1dari 13

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Fraktur didefinisikan sebagai suatu perpatahan pada continuitas
struktur tulang yang diakibatkan oleh trauma langsung atau tidak langsung,
biasanya disertai dengan cedera di jaringan sekitarnya.
B. Etiologi
Beberapa penyebab dari fraktur diantaranya :
1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat
dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan
yang mengakibatkan patah tulang, cedera;jatuh/kecelakaan).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, yaitu terkena bukan pada
bagian langsung yang terkena trauma. misalnya penderita jatuh dengan
lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan
tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada underlying disesase dan hal ini disebut dengan fraktur
patologis, misalnya; osteoporosis, kanker tulang metastase.

4. Penyebab lainnya, misalnya; Patah karena letih, Olahraga atau latihan


yang berlebihan
C. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper
mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya:
patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat

setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisasisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan
berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan
fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya
serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
D. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah sebagai berikut :
1. Nyeri; nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
di imobilisasi.

2. Memar/ekimosis, Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari


extravasi daerah di jaringan
3. Hilangnya fungsi; setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat
digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran
fragmen menyebabkan deformitas ( terlihat maupun teraba ) ekstremitas
yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
Hal ini menyebabkan ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
4. Pemendekan tulang; pada fraktur panjang karena kontraksi otot yang
melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.
5. Mobilitas abnormal, Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian
yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada
fraktur tulang panjang.
6. Krepitus; adanya derik tulang yang teraba akibat gesekan antara fragmen
satu dengan yang lainnya pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan.
7. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit; terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
8. Shock hipovolemik, Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi
perdarahan hebat.
E. Komplikasi
1. Perdarahan, dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler. Hal ini dapat
dikoreksi dengan transfusi darah yang memadai.
2. Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai.
3. Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma
kecepatan tinggi dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak di antara
fragmen. Fraktur yang tidak menyatu memerlukan bone grafting dan
fiksasi interna.
4. Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi
antagonis pada fragmen atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk
aduktor. Deformitas varus diakibatkan oleh kombinasi gaya ini.
5. Trauma arteri dan saraf jarang, tetapi mungkin terjadi.
F. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan ronsen
: menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ trauma
2. Skan tulang, tomogram, skan CT/ MRI : memperlihatkan fraktur; juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi
3. Arteriogram
: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Hitung darah lengkap
: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi setiap fraktur atau organ jah
pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress
normal setelah trauma.
5. Kreatinin : trauma otot meningkat, beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse
multiple, atau cedera hati.
G. Penatalaksanaan
1. Reduksi fraktur, berarti

mengembalikan

fragmen

tulang

pada

kesejajarannya dan rotasi anatomis:


a. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya dengan manipulasi dan traksi manual.
b. Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
c. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi.
Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau
batangan logam yang dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
solid terjadi.
2. imobilisasi fraktur, mempertahnkan reduksi sampai terjadi penyembuhan.
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai trejadi
penyatuan. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu, pin, dan teknik gips atau fiksator eksterna. Sedangkan
fiksasi interna dapat digunakan implant logam yang dapat berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
3. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah
dilakukan reduksi dan imobilisasi.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengakajian
1. Aktivitas/ Istirahat
Tanda
: Keterbatasan/kehilangan fungsi bagian yang terkena
2. Sirkulasi
Tanda
: Hipertensi (Madang-kadang terlihat sebagai respons
terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
Takikardia (respons stres, hipovolemia)
Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera;
pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena
Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi
cedera
3. Neurosensori
Gejala
: Hilang gerakan/sensasi, spasme otot
Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda
: Deformitas local; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi

(bunyi

berderit),

spasme

otot,

terlihat

kelemahan/hilang fungs
4. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala
: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada
immobilisasi); taka da nyeri akibat kerusakan saraf
5. Keamanan
Tanda
: Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna
Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap dan
tiba-tiba)

B. Diagnose dan Intervensi keperawatan


1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/ imobilisasi, stres, ansietas
ditandai dengan keluhan nyeri, distraksi; focus pada diri sendiri/ focus
menyempit, wajah menunjukkan nyeri, perilaku berhati-hati, melindungi;
perubahan tonus otot; respon otonomik
KH: Menyatakan nyeri hilang
Menunjukkan tindakan santai; mampu berpartisipasi dalam
aktivitas/ tidur/ istirahat dengan tepat
Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas
terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
Intervensi
1. Pantau tanda-tanda vital

2. Pertahankan imobilisasi bagian yang


sakit dengan tirah baring/ ekstremitas
sesuai indikasi.
3. Tinggikan dan dukung ekstremitas
yang terkena

4. Evaluasi

keluhan

ketidaknyamanan,

perhatikan

dan karakteristik, termasuk intensitas


5. Dorong pasien untuk mendiskusikan

selanjutnya
Menghilangkan nyeri dan mencegah
kesalahan

posisi

tulang/

jaringan yang cedera


Meningkatkan aliran

tegangan

balik

vena,

nyeri.
Mempengaruhi

pilihan/

pengawasan

kefektifan intervensi

masalah sehubungan dengan cedera


6. Lakukan dan awasi latihan rentang
gerak aktif/ pasif

intervensi

menurunkan edema dan menurunkan

nyeri/
lokasi

Membantu

Rasional
menentukan

Membantu

untuk

menghilangkan

ansietas
Mempertahankan kekuatan/ mobilitas
fisik otot yang sakit dan memudahkan

7. Dorong

menggunakan

resolusi inflamasi pada jaringan yang

teknik

manajemen stress, latihan napas dalam

cedera.
Memfokuskan

kembali

perhatian,

meningkatkan rasa control dan dapat

meningkatkan

kemampuan

koping

dalam manajemen nyeri yang mungkin


menetap periode lebih lama.

2. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan


dengan penurunan/ interupsi aliran darah; cedera vaskuler langsung,
edema berlebihan, pembentukan thrombus, hivopolemia.
KH: Mempertahankan difusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nasi,
kulit hangat/ kering, sensasi normal, sensori biasa, tanda vital stabil,
dan haluaran urine adekuat untuk situasi individu.
Intervensi
1. Evaluasi adanya/ kualias nadi perifer
distal

terhadap

cedera

melalui

menggambarkan cedera vaskuler dan

palpasi/Doppler. Bandingkan dengan


ekstremitas yang sakit
2. Lakukan pengkajian
Perhatiakan

perlunya evaluasi.

neuromaskuler.

perubahan

motor/sensorik. Minta

Rasional
Penurunan atau tak adanya nadi dapat

Gangguan perasaan kebas, kesemutan,


peningkatan penyebaran nyeri

fungsi

pasien untuk

melokalisasi nyeri/ ketidaknyamanan


3. Pertahankan peninggian ekstremitas

Meningkatkan

drenase

vena/

menurunkan edema.

yang cedera kecuali dikontraindikasikan


dengan manyakinkan adanya sindrom
kopertemen.
4. Perhatikan keluhan nyeri ekstrem untuk
tipe cedera atau peningkatan nyeri pada
gerakan pasif ekstremitas

Perdarahan/

pembentukan

edema

berlanjut dalam otot tertutup dengan


fasia ketat dapat menyebabkan anguan
aliran darah dan iskemia miositis atau
sindrom kompertemen, perlu intervensi

5. Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba

darurat untuk menghilangkan tekanan/

tiba.

memprbaiki sirkulasi.

Dislokasi

fraktur

sendi

dapat

menyebabakan kerusakan arteri yang


berdekatan, dengan akibat hilangnya
aliran darah ke distal.

3. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan


perubahan aliran: darah/ emboli lemak, perubahan membran alveolar/
kapiler; interstisial, edema paru, kongesti
KH: Mempertahankan fungsi pernapasan adekuat, dibuktikan oleh tak
adanya dispnea/ sianosis; frekwensi pernapasan dan GDA dalam
batas normal.

1. Awasi

Intervensi
frekuensi pernapasan

upayanya,

perhatikan

penggunaan otot

dan

stridor

mental

bantu , retreaksi

bunyi

hiperosonan, juga adanya gemericik,


mengi dan inspirasi mengorok/ bunyi
sesak napas
3. Instruksikan dan bantu dalam latihan
nafas dalam dan batuk. Reposisi
dengan sering

tanda
dan

dini

insufiensi

mungkin

hanya

indicator terjadinya emboli paru pada

2. Auskultasi bunyi napas perhatikan


ketidaksamaan,

dan

pernapasan

terjadinya seanosis sentral.

terjadinya

Rasional
Takipnea,dispnea dan perubahan dalam

tahap awal
Perubahan

dalam/adanya

bunyi

adventisius

menunjukkan

terjadinya

komplikasi

pernapasan

contoh

pneumonia, etaliktaksis
Meningkatkan ventilasi alveolar dan
perfusi. Reposisi meningkatkan drainase
secret dan menurunkan kongesti pada

4. Perhatikan peningkatan kegelisahan,


kacau, letargi dan strupor

area paru dependen.


Ganguan pertukaran gas/adanya emboli
paru dapat menyebabkan penyimpanga
pada tingkat kesadaran pasien serperti

5. Observasi sputum tanda adanya darah


6. Inspeksi kulit untuk petikei di atas
garis putting ,pada aksila meluas ke

terjadinya hipoksemia /asidosis


Hemodialisa dapat terjdi dengan emboli

paru
Ini adalah karakteristik paling nyata dari
tanda emboli lemak, yang tampak dalam

abdomen , mukosa mulut, palatum

2- 3 hari setelah cederah

keras, kantung konjungtiva dan retina.

4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka


neuromuscular: nyeri/ ketidaknyamanan; terapi restriktif ditandai dengan
ketidak mampuan untuk bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan fisik,
dilakukan pembatasan, menolak untuk bergerak; keterbatasan rentang
gerak, penurunan kekuatan/ control otot.
KH: Meningkatkan/ mempertahankan mobilitas pada tingkat paling
tinggi yang mungkin
Mempertahankan posisi fungsional
Meningkatkan kekuatan/ fungsi yang sakit dan mengkompensasi
bagian tubuh
Menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.
Intervensi
1. Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
oleh cedera/ pengobatan dan perhatikan

Pasien

Rasional
mungkin
dibatasi

oleh

pandangan diri/ persepsi diri tentang

persepsi pasien terhadap imobilisasi


2. Dorong pasrtisipasi pada aktivitas
terapeutik / rekreasi.

keterbatasan fisik factual.


Memberikan
kesempatan

3. Intrusksikan pasien untuk / bantu dalam

menurunkan isolasi social


Meningkatkan aliran darah ke otot dan

rentang

gerak

pasien/

aktif

pada

ekstremitas yang sakit dan yang tak

untuk

mengeluarkan energy dan membantu

tulang untuk meningkatkan tonus otot

sakit
4. Berikan diet tinggi protein, karbohidrat,
vitamin dan mineral.
5. Konsul dengan ahli terapi fisik/ okupasi
dan/ atau reahbilitasi spesifik.

Pada adanay cedera muskulskeletal


nutrisi diperlukan untuk penyembuhan.
Berguna dalam membuat aktivitas
individual / program latihan.

5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya


pertahanan primer; kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada
lingkungan, prosedur invasive, traksi tulang.
KH: Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen
atau eritema dan demam
Intervensi
1. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau

Rasional
Pen atau kawat tidak harus dimasukkan

robekan kontuinitas
2. Kaji sisi pen/ kulit perhatikan keluhan

melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan

peningkatan nyeri/ rasa terbakar atau


adanya edema, eritema, drainase/ bau
tak enak.
3. Berikan perawatan pen/ kawat steril
sesuai protocol dan latihan mencuci
tangan
4. Kaji tonus otot, reflex tendon dalam
dan kemampuan untuk berbicara
5. Selidiki nyeri tiba-tiba/ keterbatasan
gerakan dengan edema local/ eritema
ekstremitas cedera.
6. Berikan obat sesuai indikasi
- Anti biotic

atau abrasi.
Dapat mengindikasi timbulnya infeksi
local/ nekrosis jaringan yang dapat
menimbulkan osteomilitis
Dapat mencegah kontaminasi silang dan
kemungkinan infeksi
Kekakuan otot, spasme tonik otot
rahang,

dan

disfagia

menunjukkan

terjadinya tetanus
Dapat
mengindikasikan

terjadinya

osteomilitis

Antibiotic

spectrum

luas

dapat

digunakan secara profilaktik atau


dapat

ditujukan

pada

Tetanus toksoid

mikroorganisme khusus
Diberikan secara profilaktik karena
kemungkinan adanya tetanus pada
luka terbuka

DAFTAR PUSTAKA

Dongoes, Marilynn E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
6 Volume 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai

  • Trauma Ginjal
    Trauma Ginjal
    Dokumen17 halaman
    Trauma Ginjal
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • TRAUMAGINJAL
    TRAUMAGINJAL
    Dokumen17 halaman
    TRAUMAGINJAL
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • TRAUMAGINJAL
    TRAUMAGINJAL
    Dokumen17 halaman
    TRAUMAGINJAL
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • TRAUMAGINJAL
    TRAUMAGINJAL
    Dokumen17 halaman
    TRAUMAGINJAL
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • TRAUMAGINJAL
    TRAUMAGINJAL
    Dokumen17 halaman
    TRAUMAGINJAL
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • TRAUMAGINJAL
    TRAUMAGINJAL
    Dokumen17 halaman
    TRAUMAGINJAL
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • TRAUMAGINJAL
    TRAUMAGINJAL
    Dokumen17 halaman
    TRAUMAGINJAL
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • TRAUMAGINJAL
    TRAUMAGINJAL
    Dokumen17 halaman
    TRAUMAGINJAL
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • TRAUMAGINJAL
    TRAUMAGINJAL
    Dokumen17 halaman
    TRAUMAGINJAL
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • Trauma Ginjal
    Trauma Ginjal
    Dokumen18 halaman
    Trauma Ginjal
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • TRAUMAGINJAL
    TRAUMAGINJAL
    Dokumen17 halaman
    TRAUMAGINJAL
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • TRAUMAGINJAL
    TRAUMAGINJAL
    Dokumen17 halaman
    TRAUMAGINJAL
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • TRAUMAGINJAL
    TRAUMAGINJAL
    Dokumen17 halaman
    TRAUMAGINJAL
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • TRAUMAGINJAL
    TRAUMAGINJAL
    Dokumen17 halaman
    TRAUMAGINJAL
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • TRAUMAGINJAL
    TRAUMAGINJAL
    Dokumen17 halaman
    TRAUMAGINJAL
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • Trauma Ginjal
    Trauma Ginjal
    Dokumen17 halaman
    Trauma Ginjal
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • Trauma Ginjal
    Trauma Ginjal
    Dokumen17 halaman
    Trauma Ginjal
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • Trauma Ginjal
    Trauma Ginjal
    Dokumen17 halaman
    Trauma Ginjal
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • Trauma Ginjal
    Trauma Ginjal
    Dokumen17 halaman
    Trauma Ginjal
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • Trauma Ginjal
    Trauma Ginjal
    Dokumen17 halaman
    Trauma Ginjal
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • Trauma Ginjal
    Trauma Ginjal
    Dokumen17 halaman
    Trauma Ginjal
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • Trauma Ginjal
    Trauma Ginjal
    Dokumen17 halaman
    Trauma Ginjal
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • Trauma Ginjal
    Trauma Ginjal
    Dokumen17 halaman
    Trauma Ginjal
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • Trauma Ginjal
    Trauma Ginjal
    Dokumen17 halaman
    Trauma Ginjal
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • TRAUMAGINJAL
    TRAUMAGINJAL
    Dokumen17 halaman
    TRAUMAGINJAL
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • TRAUMAGINJAL
    TRAUMAGINJAL
    Dokumen17 halaman
    TRAUMAGINJAL
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • Trauma Ginjal
    Trauma Ginjal
    Dokumen17 halaman
    Trauma Ginjal
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • TRAUMAGINJAL
    TRAUMAGINJAL
    Dokumen17 halaman
    TRAUMAGINJAL
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • Trauma Ginjal
    Trauma Ginjal
    Dokumen18 halaman
    Trauma Ginjal
    Marcelino
    Belum ada peringkat
  • Trauma Ginjal
    Trauma Ginjal
    Dokumen18 halaman
    Trauma Ginjal
    Marcelino
    Belum ada peringkat