Anda di halaman 1dari 23

PROSEDURE UMUM PERHITUNGAN HIDROGRAPH SATUAN SINTETIS (HSS)

UNTUK PERHITUNGAN HIDROGRAPH BANJIR RENCANA. STUDI KASUS


PENERAPAN HSS ITB-1 DAN HSS ITB-2 DALAM PENENTUAN DEBIT BANJIR
UNTUK PERENCANAAN PELIMPAH BENDUNGAN BESAR
Dantje K. Natakusumah 1
Waluyo Hatmoko2
Dhemi Harlan3
Intisari
Hidrograph aliran suatu DAS merupakan bagian penting yang diperlukan dalam berbagai
perecanaan dibidang Sumber Daya Air. Jika hujan yang turun setinggi satu satuan dan
terdistribusi merata maka hidrograph yang dihasilkan disebut unit hidrograph yang
merupakan karakteristik khas untuk suatu DAS. Mengingat hydrograph satuan suatu DAS
tidak selalu tersedia, dalam perencanaan digunakan hidrograph satuan sintetis.
Konsep hidrograf satuan sintetis, yang banyak digunakan untuk melakukan transformasi
dari hujan menjadi debit aliran. Konsep ini diperkenalkan Pada tahun 1932, L.K. Sherman.
Metode hidrograph satuan sintetis telah banyak digunakan untuk memperkirakan banjir
rancangan dan memberikan hasil rancangan yang cukup teliti. Metoda analisis hidrograf
satuan sintetis yang umum digunakan di Indonesia antara lain adalah metoda SnyderAlexeyev, Snyder-SCS, Nakayasu, GAMA-1, Limantara dan Program HEC-HMS.
Makalah ini membahas suatu Prosedur Umum Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetis
(HSS) Untuk Perhitungan Hidrograph Banjir Rencana dan penerapannya dalam
pengembangan Hidrograph Satuan Sintetis yang diberi nama HSS ITB-1 dan HSS ITB-2.
Pengembangan HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 diharapkan dapat melengkapi Hidrograf
Satuan Sintetis (HSS) yang sudah lebih dahulu dikembangkan di Indonesia
Dalam makalah ini ditunjukan contoh penerapan HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 untuk
menghitung debit banjir DAS Cibatarua, cara melakukan kalibrasi hasil perhitungan banjir
DAS Ciliwung dilokasi Bendung Katulampa. Akhirnya ditunjukan pula perhitungan debit
banjir yang hasilnya menjadi input program HEC-RAS untuk menganalisa perambatan
banjir melalui reservoar bendungan Lawe-lawe. Hasil penelitian ini menunjukan
Perhitungan Banjir dngan HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 memerlukan data DAS minimal dan
bentuk kurva hidrograph satuan yang relatif sederhana, namun hasilnya sangat akurat.
Kata Kunci : Hidrograph Satuan Sintetis (HSS), HSS ITB-1 dan HSS ITB-2, Hidrologi.
Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air
3 Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung
1
2

1. LATAR BELAKANG
Makalah ini membahas Prosedur Umum Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetis (HSS)
Untuk Perhitungan Hidrograph Banjir Rencana dan penerapannya dalam pengembangan
Hidrograph Satuan Sintetis yang diberi nama HSS ITB-1 dan HSS ITB-2. Prosedure
umum ini dikembangkan berdasarkan pengalaman saat melakukan evaluasi atas
sejumlah hasil perhitungan hidrograph banjir rencana. Temuan yang diperoleh saat
melakukan evaluasi terhadap berbagai hasil perhitungan Hidrograph tersebut adalah sbb :

1) Akibat adanya kesalahan dalam berbagai tahapan perhitungan menyebabkan hasil


perhitungan hidrograph banjir dimana yang tidak memenuhi prinsip konservasi masa,
yaitu volume hidrograph banjir yang berbeda dengan volume hujan effektif. Kesalahan
seperti ini seringkali tidak terdeteksi karena bentuk hidrograph banjir yang dihasilkan
sepintas terlihat wajar dan tidak menunjukan kesalahan dalam volume hidrograph.

2) Hidrograph banjir rencana yang dihasilkan oleh HHS dengan input data dan bentuk
dasar HSS yang relatif sederhana, seringkali tidak terlalu berbeda jauh dengan HSS
dengan input data dan bentuk bentuk dasar HSS yang relatif rumit. HSS dengan input
data yang rumit sulit diterapkan pada daerah dengan data terbatas.

3) Dalam kuliah hidrologi selalu diajarkan prinsip konservasi massa yang berakibat
volume hujan efektif satu satuan yang jatuh merata diseluruh DAS (VDAS) harus sama
volume hidrograph satuan sintesis (VHS) dengan waktu puncak Tp. Namun dalam
praktek cukup sulit untuk menunjukan bagaimana prinsip ini diterapkan dalam
berbagai rumus perhitungan hidrograph banjir dengan cara hidrograph satuan sintetis,
Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, dalam penelitian ini telah dikembangkan
suatu prosedure perhitungan Hidrograph Satuan Sintetis dengan input yang sederhana
namun menghasilkan hidrograph banjir yang akurat dan memenuhi hukum konservasi
massa. Konsep awal Prosedure Umum Penentuan Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) yang
menjadi topik penelitian ini telah dipublikasikan sebelumnya dalam Seminar Nasional
Teknik Sumber Daya Air di Bandung, tanggal 11 Agustus 2009.
Penulis berharap HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 diharapkan dapat melengkapi Hidrograf
Satuan Sintetis (HSS) yang sudah ada dan dapat digunakan untuk menghitung debit
banjir rencana yang diperlukan berbagai kegiatan Perencanaan Sumber Daya Air di
Indonesia. Sifat umum prosedure perhitungan Hidrograph Satuan SintetiS (HSS) yang
dikembangkan dalam penelitian ini, diharapkan dapat membuka peluang diperolehnya
bentuk-bentuk hidrograph satuan sisntetis lain yang dapat dikembangkan oleh peneliti lain
ditanah air.

2. CARA PERHITUNGAN HIDROGRAPH SATUAN SINTETIS DENGAN CARA ITB


Untuk menganalisis hidrograph satuan sintetik dengan metoda perlu diketahui parameter
fisik dan non fisik. Dari karakteristik fisik DAS dapat dihitung tiga elemen elemen penting
yaitu 1) Waktu Puncak (Tp) dan Waktu Dasar, 2) Debit Puncak (Qp) dan 3) bentuk dari
hydrograph satuan itu sendiri. Selain parameter fisik terdapat pula parameter non-fisik
yang digunakan untuk proses kalibrasi.
2.1. Waktu Puncak (Tp) dan Waktu Dasar (Tb)
Waktu puncak Hidrograph Satuan Sintetis ditentukan oleh harga time lag. Time lag adalah
waktu tercapainya debit puncak dihitung dari pusat hujan satuan. Ada banyak rumus yang
telah diajukan oleh berbagai peneliti berdasarkan hasil penelitian di berbagai DAS baik
yang berada di Luar negeri.
Prosedure umum ini direncanakan cukup flexible dalam mengadopsi rumusan time lag.
Sebagai contoh ilustrasi dalam makalah ini Time Lag untuk HSS ITB-1 menggunakan
cara Snyder, sedang HSS ITB-2, menggunakan rumus Nakayasu yang telah dikoreksi.
Time Lag : HSS ITB-1 menggunakan rumus time lag menurut Snyder namun dengan
penyederhanaan harga Lc=0.5 L, sehingga dapat dituliskan sbb
TL C t 1.5 L

0 . 3

(1)

Sedang HSS ITB-2, menggunakan rumus time lag menurut Nakayasu (setelah harga
konstanta 0.48 dikoreksi menjadi 0.527, ini dimaksudkan agar hasil kedua segmen
persamaan tidak terputus).
0.21 L0.7
TL = Ct
0.527 + 0.058 L

(L < 15 km)
(L 15 km)

(2)

Dalam persamaan (1) dan (2) diatas


TL = time lag (jam);
Ct = koefisien untuk proses kalibrasi;
L = Panjang sungai terpanjang (km),
Time To Peak : Jika rumus time lag menngunakan rumus Snyder dan jika Tr adalah
durasi hujan satuan maka nilai waktu puncak adalah sbb
Tp = TL + 0.50 Tr

(3.a)

Jika time lag menggunakan rumus Nakayasu, maka nilai waktu puncak adalah sbb
Tp = TL + 0.60 TL = 1.6 TL

(3.b)

Time Base : Secara teoritis Tb berharga tak berhingga (seperi halnya cara Nakayasu),
namun prakteknya Tb dapat dibatasi sampai lengkung turun mendekati nol, misal
Tb = (10 s/d 20)*Tp

(4)

Durasi hujan satuan umumnya diambil Tr=1 jam, namun dapat dipilih durasi lainnya
asalkan dinyatakan dalam satuan jam (misal 0.5 jam , 10 menit=1/6 jam). Coeffisien Ct
diperlukan dalam proses kalibrasi harga Tp. Harga standar koefisien Ct

adalah 1.0,

namun jika saat proses kalibrasi dijumpai Tp perhitungan lebih kecil dari Tp pengamatan,
harga diambil Ct > 1.0 sehingga harga Tp akan membesar, sebaliknya jika Tp perhitungan
lebih besar dari Tp pengamatan, harga diambil Ct < 1.0 agar harga Tp akan mengecil.
Proses ini diulang agar Tp perhitungan mendekati Tp pengamatan.
2.2. Bentuk Dasar Hidrograph Satuan
Bentuk HSS dapat dinyatakan dengan berbagai persamaan-persamaan bentuk dasar
HSS. Dua bentuk dasar HSS yang digunakan untuk HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 sbb :

a) HSS ITB-1 memiliki persamaan lengkung naik dan lengkung turun seluruhnya yang
dinyatakan dengan satu persamaan yang sama yaitu
1

q( t ) exp2 t
t

Cp

(5)

b) HSS ITB-2 memiliki persamaan lengkung naik dan lengkung turun yang dinyatakan
dengan dua persamaan yang berbeda yaitu
Lengkung Naik : q( t ) t

Lengkung Turun : q( t ) exp 1 t

Cp

(0 t 1)

(6)

(t > 1 s/d )

(7)

Pada persamaan (5) s/d (7) diatas t=(T/Tp) adalah waktu yang telah dinormalkan dan
q=(Q/Qp) adalah debit yang telah dinormalkan (t=(T/Tp) dan q=(Q/Qp) berharga antara 0
dan 1). Harga koeffisien dan diatas bergantung pada rumus time lag yang
digunakan. Jika rumusan time lag yang digunakan adalah rumus Snyder dan Nakayasu,
maka harga standar koeffisien dan untuk HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 diberikan pada
Tabel 1. Jika sangat diperlukan harga koeffisien dan dapat dirubah, namun untuk
lebih memudahkan proses kalibrasi dilakukan dengan merubah coefisien Cp.
Tabel 1 : Harga Standar koeffisien dan
Rumusan Time Lag
Yang Digunakan
Snyder (Lc = 1/2 L)
Nakayasu

Harga Coeffisien Standar


HSS ITB-1
HSS ITB-2
= 1.500
= 2.500, = 1.000
= 0.620
= 2.500, = 0.720

Harga standar koefisien Cp adalah 1.0, jika harga debit puncak perhitungan lebih kecil
dari debit puncak pengamatan, maka harga diambil Cp > 1.0 ini akan membuat harga
debit puncak membesar, sebaliknya jika debit puncak perhitungan lebih besar dari hasil
pengamatan maka harga diambil Cp < 1.0 agar harga debit puncak mengecil.
2.3. Debit Puncak Hidrograph Satuan
Dari definisi hidrograph satuan sintetis dan prinsip konservasi massa maka dapat
disimpulkan bahwa volume hujan efektif satu satuan yang jatuh merata diseluruh DAS
(VDAS) harus sama volume hidrograph satuan sintesis (VHS) dengan waktu puncak Tp. Jika
bentuk dasar hidrograph satuan diketahui, dan harga waktu puncak dan waktu dasar
diketahui, maka debit puncak hidrograph satuan sintetis akibat tinggi hujan satu
satuan R=1 mm yang jatuh selama durasi hujan satu satuan Tr=1 jam, adalah sbb :
Qp

R A DAS
3.6 Tp A HSS

(8)

Dimana :
Qp

= Debit puncak hidrograph satuan (m3/s)

= Curah hujan satuan (mm)

Tp

= waktu mencapai puncak (jam)

ADAS = Luas DAS (km2)


AHSS = Luas kurva hidrograph satuan tak berdimensi (dimensionless unit hydrograph)
yang dilakukan secara numerik dengan metoda trapesium
Dengan rumusan diatas maka penerapan prinsip konservasi massa dalam perhitungan
hidrograph banjir akan lebih mudah dijelaskan karena bentuknya lebih eksplisit. Rumus
diatas berbeda dengan rumusan debit puncak hidrograph satuan lain yang sudah
ada. Perbandingan rumusan hidrograh satuan sintetis Snyder-Alexeyev, Snyder-SCS,
GAMA-1, Nakayasu, dan ITB ditunjukan dalam bentuk tabel dalam Lampiran-1.
3. CONTOH PERHITUNGAN HIDROGRAPH BANJIR DAS CIBATARUA
Prosedur pembuatan hidrograf satuan sintetis yang dikembangkan dalam penelitian ini,
selanjutnya akan digunakan untuk menentukan bentuk hidrograph banjir DAS Cibatarua
di Jawa barat. Batas DAS Cibatarua dan sungai-sungai didalamnya ditunjukan pada
Gambar 1. Hidrograph banjir yang dihitung dengan cara ITB akan dibandingkan dengan
hasil cara Snyder-Alexeyev, Nakayasu, Limantara dan GAMA-1. Input data yang
diperlukan masing-masing metoda ditunjukan pada tabel kecil disebelahnya. Dari tabel
tersebut terlihat bahwa HSS GAMA-1 memerlukan input data DAS yang relatif kompleks.

Sumber : Review Design bendung Cibatarua di Kabupaten Garut, Konsep


Laporan Akhir, PT. Aztindo Rekaperdana, BBWS Citarum, 2009.

Parameter
Arti Fisik
HSS Snyder Alexeyey
A
Catchment area
L
Panjang sungai
Lc
Panjang dari titik berat ke outlet
HSS Nakayasu
A
Catchment area
L
Panjang sungai
HSS Gama-1
A
Catchment area
L
Panjang sungai
S
Kemiringan sungai
J1
Jumlah sungai tingkat 1
Js
Jumlah sungai semua tingkat
L1
Panjang sungai tingkat 1
Ls
Panjang sungai semua tingkat
WL
Lebar DAS pada 0.25L
WU
Lebar DAS pada 0.75L
AU
Luas DAS di hulu titik berat
HSS Limantara
A
Catchment area
L
Panjang sungai
n
Kekasaran Sungai
S
Kemiringan Sungai
HSS ITB-1 dan HSS ITB-2
A
Catchment area
L
Panjang sungai

Nilai

Satuan

56.920
12.150
6.075

km2
km
km

56.920
12.150

km2
km

56.920
12.150
0.080
63.000
112.000
75.310
130.200
9.700
6.110
20.900

km2
km

56.920
12.150
0.034
0.0001

km2
km

56.920
12.150

km2
km

bh
bh
km
km
km
km
km2

Sumber : Hasil Analisa 2011

Gambar 1 : DAS Cibatarua dan tabel resume Input data berbagai HSS yang digunakan
3.1. Tabel Perhitungan HSS ITB-1 Dan HSS ITB-2
Perhitungan bentuk dan volume kurva hidrograph ditunjukan pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Input data yang diperlukan dan perhitungan waktu puncak dan waktu dasar ditunjukan
pada bagian dan bagian II pada kedua tabel tersebut. Selanjutnya untuk perhitungan
Debit Puncak dilakukan pada bagian III, sedang pada IV pada kolom 1 s/d kolom 6
digunakan untuk menghitung bentuk HSS ITB-1 dan HSS ITB-2, dengan penjelasan sbb :
1)

Kolom pertama menunjukan absis kurva hidrograph satuan untuk setiap satu satuan
waktu (jam) dimana didalamnya termasuk waktu puncak.

2)

Kolom kedua menunjukan absis kurva hidrograph satuan tak berdimesi yaitu
(t=T/Tp) yang didalamnya termasuk waktu puncak (t =1).

3)

Kolom ketiga merupakan ordinat hidrograph satuan tak berdimesi yang ditentukan
dengan menggunakan kurva betuk HSS ITB-1 dan HSS ITB-2..

4)

Kolom keempat merupakan luas areal dibawah kurva hidrograph satuan tak
berdimensi yang dihitung dengan rumus trapezium. Perlu dicatat bahwa volume yang
dihitung harus mencakup volum pada interval sebelum dan sesudah debit puncak Qp
Ai

5)

1
2

qi1 qi t i1 t i

(tanpa satuan)

(9)

Jumlah seluruh kolom keempat pada merupakan luas keseluruhan areal dibawah
kurva hidrograph satuan tak berdimensi.
A HSS

(tanpa satuan)

(10)

i 1

6)

Setelah luas hydrograph satuan tak berdimensi AHSS diketahui, berdasarkan prinsip
konservasi massa, maka debit puncak hidrograph satuan dapat dinyatakan sbb:
Qp

7)

R A DAS
3.6 Tp A HSS

(m3/sec)

(11)

Kolom kelima merupakan Ordinat hidrograph satuan yang sebenarnya dan


ditentukan dengan mengalikan ordinat kurva hidrograph satuan yang telah
dinormalisasi dengan factor pengali debit puncak, yaitu
Q i Q p qi

8)

(m3/sec)

(12)

Kolom Keenam merupakan luas areal dibawah kurva hidrogrph satuan terhadap
waktu yang sebenarnya (T). yang harus mencakup interval sebelum dan sesudah
debit puncak Tp. Luas dibawah kurwa dihitung dengan rumus trapezium.
Vi

9)

3600
2

Q i Q i1 Ti1 Ti

(m3)

(13)

Jumlah seluruh kolom keenam pada masing-masing tabel merupakan volume aliran
permukaan akibat hujan effektif satu satuan yang jatuh di DAS
VHSS

(m3)

(14)

i1

10) Jika h adalah tinggi hujan efektif satu satuan (h = 1 mm) dan A adalah luas DAS
(km2), maka volume hujan efektif satu satuan yang jatuh merata diseluruh DAS dapat
dihitung dengan menggunakan rumus
VDAS 1000 h A

(m3)

(15)

11) Berdasarkan prinsip konservasi massa, maka volume dibawah kurva hidrograph
satuan harus sama dengan volume hujan efektif diseluruh DAS (VHSS = VDAS),
12) Dari definisi hidrograph satuan, maka tinggi limpasan langsung (Direct Run Off)
HDRO harus sama dengan 1 mm (tinggi hujan satuan)
HDRO

VHSS
1
A DAS

(mm)

(16)

13) Dengan merujuk pada Tabel 2 dan Tabel 3, jika kolom pertama digunakan sebagai
absis dan kolom kelima sebagai ordinat didapat bentuk HSS ITB-1 dan HSS ITB-2
untuk DAS Cibatarua) seperti ditunjukan pada Gambar 2. Sebagai perbandingan
hasil pada Gambar 3 ditunjukan bentuk HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 dan hidrograph
satuan lain (sumbu-x berdimensi jam dan sumbu y berdimensi m3/s).
14) Jika luas dibawah kurva masing-masing Hidrograph Satuan Sintetis pada Gambar 2
atau Gambar 3 tersebut dihitung luasnya (secara numerik dengan cara trapesium
pada Tabel 2 dan Tabel 3) akan didapat volume hidrograph satuan dari DAS.
7

Tabel 2 : Tabel perhitungan HSS ITB-1 untuk DAS Cibatarua


I. Karakteristik DAS dan Hujan
1. Nama Sungai
2. Luas daerah aliran Sungai (A)
3. Panjang Sungai Utama (L)
4. Panjang ke titik berat (L C=0.5*L)
5 Tinggi Hujan
6. Durasi Hujan Tr

=
=
=
=
=
=

Cibatarua
56.92
12.15
6.08
1.00
1.00

II. Perhitungan Waktu Puncak (Tp) Dan Waktu Dasar (Tb)


1. Koefisien waktu (C t)
=
1.00
2. Time Lag (t P)
=
3.63
Tl = Ct ( 1.5 L)0.3
3. Waktu Puncak
Tp
=
4.13
4. Waktu Dasar
TB/TP
=
10
TB
=
41.34
III. Debit Puncak (QP)
1. Cp. Koefisien Puncak (C p)
2. Alpha
3. Luas HSS (Numerik)
4. Qp
5. Volume Hujan pada DAS (V DAS)
6. Volume Unit Hidrograph
7. Tinggi Limpasan

=
=
=
=
=
=
=

1.00
1.500
1.61341
2.370
56,920
56,920
1.000

Km2
Km
Km
mm
Jam

Jam
Jam
(Ratio TB/TP)
Jam

m3/s
m3
m3
mm

IV. Tabel perhitungan HSS ITB-1 :


T (jam)
(1)
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
4.13
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00
25.00
26.00
27.00
28.00
29.00
30.00
31.00
32.00
33.00
34.00
35.00
36.00
37.00
38.00
39.00
40.00
41.00
42.00
43.00
44.00
45.00
Sumber :

HSS Tak berdimensi


q=Q/Qp
A
(3)
(4)
0.00000
0.00000
0.02832
0.00343
0.43766
0.05636
0.85592
0.15645
0.99837
0.22426
1.00000
0.03243
0.94706
0.20388
0.81017
0.21252
0.65332
0.17700
0.50774
0.14042
0.38501
0.10797
0.28696
0.08127
0.21122
0.06025
0.15402
0.04417
0.11149
0.03211
0.08026
0.02319
0.05751
0.01666
0.04106
0.01192
0.02922
0.00850
0.02075
0.00604
0.01470
0.00429
0.01039
0.00303
0.00734
0.00214
0.00517
0.00151
0.00364
0.00107
0.00256
0.00075
0.00180
0.00053
0.00127
0.00037
0.00089
0.00026
0.00062
0.00018
0.00044
0.00013
0.00031
0.00009
0.00021
0.00006
0.00015
0.00004
0.00011
0.00003
0.00007
0.00002
0.00005
0.00002
0.00004
0.00001
0.00003
0.00001
0.00002
0.00001
0.00001
0.00000
0.00001
0.00000
0.00001
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
Luas H.S
1.6134067
Hasil Analisa 2011
t=T/Tp
(2)
0.00000
0.24188
0.48377
0.72565
0.96754
1.00000
1.20942
1.45131
1.69319
1.93508
2.17696
2.41885
2.66073
2.90262
3.14450
3.38639
3.62827
3.87016
4.11204
4.35393
4.59581
4.83770
5.07958
5.32147
5.56335
5.80524
6.04712
6.28900
6.53089
6.77277
7.01466
7.25654
7.49843
7.74031
7.98220
8.22408
8.46597
8.70785
8.94974
9.19162
9.43351
9.67539
9.91728
10.15916
10.40105
10.64293
10.88482

HSS berdimensi
V(m3)
Q=qQp
(5)
(6)
0.00000
0.00000
0.06713
120.84237
1.03745
1988.25531
2.02889
5519.41916
2.36656
7911.81550
2.37043
1144.26229
2.24493
7192.77038
1.92045
7497.68414
1.54865
6244.36840
1.20357
4953.98704
0.91265
3809.18774
0.68023
2867.16982
0.50068
2125.63542
0.36508
1558.37889
0.26429
1132.87315
0.19024
818.15863
0.13632
587.80963
0.09732
420.55141
0.06927
299.85924
0.04918
213.20035
0.03484
151.22755
0.02464
107.05465
0.01739
75.65533
0.01227
53.38717
0.00864
37.62555
0.00608
26.48795
0.00427
18.62912
0.00300
13.09075
0.00211
9.19195
0.00148
6.44996
0.00104
4.52319
0.00073
3.17027
0.00051
2.22093
0.00036
1.55519
0.00025
1.08857
0.00017
0.76168
0.00012
0.53277
0.00009
0.37255
0.00006
0.26043
0.00004
0.18201
0.00003
0.12717
0.00002
0.08884
0.00001
0.06205
0.00000
0.02551
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
Volume H.S
56920.000
Tinggi Limpasan

1.000

Tabel 3 : Tabel perhitungan HSS ITB-2 untuk DAS Cibatarua


I. Karakteristik DAS dan Hujan
1. Nama Sungai
2. Luas daerah aliran Sungai (A)
3. Panjang Sungai Utama (L)
4 Tinggi Hujan
5. Durasi Hujan Tr

=
=
=
=
=

Cibatarua
56.92 Km2
12.15 Km
1.00 mm
1.00 Jam

II. Perhitungan Waktu Puncak (Tp) Dan Waktu Dasar (Tb)


1. Koefisien waktu (C t)
=
1.00
2. Time Lag
Tl = Ct*0.21*L0.7
< 15 km
1.21
Ct*(0.4 + 0.058*L)
> 15 km
3. Waktu Puncak
TP = TL + 0.6 TL
=
1.93
4. Waktu Dasar
TB/TP
=
10
TB
=
19.30
III. Debit Puncak (QP)
1. Cp. Koefisien Puncak (C p)
2. Alpha
3. Betha
3. Luas HSS (Numerik)
4. Qp
5. Volume Hujan pada DAS (V DAS)
6. Volume Unit Hidrograph
7. Tinggi Limpasan

=
=
=
=
=
=
=

1.000
2.500
0.720
2.08998
3.919929
56,920.0
56,920.0
1.000

Jam
Jam
(Ratio TB/TP)
Jam

m3/s
m3
m3
mm

IV. Tabel perhitungan HSS ITB-2 :


T (jam)
(1)
0.00
1.00
1.93
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00
25.00
26.00
27.00
28.00
29.00
30.00
31.00
32.00
33.00
34.00
35.00
36.00
37.00
38.00
39.00
40.00
41.00
42.00
43.00
44.00
45.00
Sumber :

HSS Tak berdimensi


q=Q/Qp
A
(3)
(4)
0.00000
0.00000
0.19326
0.05007
1.00000
0.28749
0.97433
0.03584
0.68809
0.43069
0.50156
0.30821
0.37360
0.22673
0.28281
0.17006
0.21684
0.12945
0.16800
0.09970
0.13132
0.07755
0.10342
0.06081
0.08199
0.04804
0.06538
0.03818
0.05241
0.03052
0.04221
0.02451
0.03414
0.01978
0.02773
0.01603
0.02260
0.01304
0.01848
0.01064
0.01516
0.00871
0.00000
0.00393
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
Luas HSS
2.0899772
Hasil Analisa 2011
t=T/Tp
(2)
0.00000
0.51815
1.00000
1.03630
1.55446
2.07261
2.59076
3.10891
3.62707
4.14522
4.66337
5.18152
5.69967
6.21783
6.73598
7.25413
7.77228
8.29043
8.80859
9.32674
9.84489
10.36304
10.88120
11.39935
11.91750
12.43565
12.95380
13.47196
13.99011
14.50826
15.02641
15.54457
16.06272
16.58087
17.09902
17.61717
18.13533
18.65348
19.17163
19.68978
20.20793
20.72609
21.24424
21.76239
22.28054
22.79870
23.31685

HSS berdimensi
V(m3)
Q=qQp
(5)
(6)
0.00000
0.00000
0.75757
1363.62200
3.91993
7829.58154
3.81929
976.04800
2.69725
11729.77352
1.96610
8394.02414
1.46448
6175.03444
1.10861
4631.55488
0.84999
3525.48824
0.65856
2715.39704
0.51475
2111.95544
0.40540
1656.26700
0.32139
1308.22734
0.25629
1039.83196
0.20545
831.12409
0.16547
667.64078
0.13384
538.75062
0.10868
436.54282
0.08858
355.06830
0.07243
289.81128
0.05941
237.31544
0.00000
106.94113
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
Volume
56920.000
Tinggi Limpasan
1.000

5.00
HSS ITB-1
HSS ITB-2

4.50

4.00

3.50

Q (m3/s)

3.00

2.50

2.00

1.50

1.00

0.50

0.00
0.00

6.00

12.00

18.00

24.00

30.00

36.00

T (jam)

Gambar 2 : Bentuk HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 berdimensi untuk DAS Cibatarua (sumbu
x berdimensi jam, sumbu y berdimensi m3/s) (Hasil analisa 2011).
5.00
ITB-1
ITB-2

4.50

Alexeyev
Nakayasu

4.00

Limantara
Gama-1

3.50

Q (m3/s)

3.00

2.50

2.00

1.50

1.00

0.50

0.00
0.00

6.00

12.00

18.00

24.00

30.00

36.00

T (jam)

Gambar 3 : Bentuk HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 (berdimensi) untuk DAS Cibatarua
dibandingkan dengan HSS yang dihitung dengan cara Snyder-Alexeyev,
Nakayasu, Limantara dan GAMA-1 (Hasil analisa 2011).

10

3.2. Superposisi Hidrograph Satuan Sintetis


Dalam praktek proses superposisi hidrograph satuan menjadi hidrograph banjir dapat
dihitung dalam bentuk tabel seperti yang dijumpai dalam berbagai buku referensi tentang
hidrologi. Dalam contoh kasus ini akan digunakan distribusi hujan selama 6 jam seperti
ditunjukan pada Tabel 4.
Tabel 4 : Distibusi Hujan Effektif DAS Cibatarua
Jam

Reff (mm)

1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000

55.400
16.100
11.700
9.200
7.200
5.700

Sumber : Hasil Analisa 2011

Tabel superposisi hidrograp banjir yang disusun dengan HSS ITB-1 dan HSS ITB-2
ditunjukan pada Tabel 5 dan Tabel 6 dan selanjutnya digambarkan Gambar 4. Sebagai
indikator ketelitian dilakukan dengan menghitung rasio tinggi limpasan dan tinggi hujan
effektif. Dalam contoh ini rasio untuk hasil HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 masing-masing
99.9% dan 99.0% (lihat resume diujung bawah Tabel 5 dan Tabel 6).
Pada gambar ini juga ditunjukan perbandingan hidrograph banjir hasil superposisi HSS
ITB-1 (time lag Cara Snyder) dan hidrograph banjir hasil superposisi HSS ITB-2 (time lag
Cara Nakayasu) dengan hidrograph banjir hasil superposisi HSS Snyder-Alexeyev,
Nakayasu, Limantara, GAMA-1 dan program HEC-HMS. Dari Gambar 4 terlihat bahwa
hidrograph banjir hasil dengan HSS ITB-1 ternyata sangat mendekati hasil Cara Snyder.
Pada Gambar 4 terlihat hidrograph banjir hasil superposisi HSS ITB-2 sangat mendekati
bentuk hidrograph hasil Cara Nakaysu, padahal cara Nakayasu terdiri dari empat kurva
lengkung yang digabung menjadi satu (lihat Lampiran-1) sedang kurva HSS ITB hanya
terdiri dari dua kurva. Hasil ini menunjukan bahwa hidrograph banjir yang didapat dari
metoda dengan bentuk kurva dasar yang relatif kompleks ternyata tidak berbeda jauh
dengan hidrograph banjir yang didapat dengan kurva dasar yang jauh lebih sederhana.
Selanjutnya pada Gambar 5 ditunjukan hidrograph banjir hasil superposisi HSS ITB-1
(time lag dihitung dengan cara Nakayasu) dan hidrograph banjir hasil superposisi HSS
ITB-2 (time lag Cara Snyder) dibandingkan dengan hidrograph banjir hasil superposisi
denga cara HSS Snyder-Alexeyev, Nakayasu, Limantara, GAMA-1 dan hasil program
HEC-HMS. Dari Gambar 5 terlihat bahwa hidrograph banjir hasil superposisi HSS ITB-1
ternyata mendekati bentuk hidrograph hasil Cara Nakayasu sedang hidrograph banjir
hasil superposisi HSS ITB-2 sangat mendekati bentuk hidrograph hasil Cara Snyder.

11

Tabel 5 : Hasil Superposisi HSS ITB-1


Waktu
(jam)

HSS ITB-1

0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
10.0
11.0
12.0
13.0
14.0
15.0
16.0
17.0
18.0
19.0
20.0
21.0
22.0
23.0
24.0
25.0
26.0
27.0
28.0
29.0
30.0
31.0
32.0
33.0
34.0
35.0
36.0
37.0
38.0
39.0
40.0
41.0
42.0
43.0
44.0
45.0
46.0
47.0
48.0
49.0
50.0

0.00
0.07
1.04
2.03
2.37
2.24
1.92
1.55
1.20
0.91
0.68
0.50
0.37
0.26
0.19
0.14
0.10
0.07
0.05
0.03
0.02
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

1
55.400
0.00
3.72
57.47
112.40
131.11
124.37
106.39
85.79
66.68
50.56
37.68
27.74
20.23
14.64
10.54
7.55
5.39
3.84
2.72
1.93
1.36
0.96
0.68
0.48
0.34
0.24
0.17
0.12
0.08
0.06
0.04
0.03
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

2
16.100
0.00
1.08
16.70
32.67
38.10
36.14
30.92
24.93
19.38
14.69
10.95
8.06
5.88
4.26
3.06
2.19
1.57
1.12
0.79
0.56
0.40
0.28
0.20
0.14
0.10
0.07
0.05
0.03
0.02
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

Tinggi Hujan (mm/jam)


3
4
11.700
9.200

0.00
0.79
12.14
23.74
27.69
26.27
22.47
18.12
14.08
10.68
7.96
5.86
4.27
3.09
2.23
1.59
1.14
0.81
0.58
0.41
0.29
0.20
0.14
0.10
0.07
0.05
0.04
0.02
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

0.00
0.62
9.54
18.67
21.77
20.65
17.67
14.25
11.07
8.40
6.26
4.61
3.36
2.43
1.75
1.25
0.90
0.64
0.45
0.32
0.23
0.16
0.11
0.08
0.06
0.04
0.03
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

5
7.200

6
5.700

0.00
0.48
0.00
7.47
0.38
14.61
5.91
17.04
11.56
16.16
13.49
13.83
12.80
11.15
10.95
8.67
8.83
6.57
6.86
4.90
5.20
3.60
3.88
2.63
2.85
1.90
2.08
1.37
1.51
0.98
1.08
0.70
0.78
0.50
0.55
0.35
0.39
0.25
0.28
0.18
0.20
0.13
0.14
0.09
0.10
0.06
0.07
0.04
0.05
0.03
0.03
0.02
0.02
0.02
0.02
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Volume Limpasan
Luas DAS
Limpasan (DRO)
Rasio Limpasan/Hujan

Hujan
Total
105.300
0.00
3.72
58.56
129.89
176.53
196.24
196.74
185.27
163.34
135.38
107.33
82.54
62.13
46.07
33.77
24.55
17.73
12.73
9.11
6.49
4.62
3.27
2.32
1.64
1.16
0.81
0.57
0.40
0.28
0.20
0.14
0.10
0.07
0.05
0.03
0.02
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
m3
km2
mm
%

Volume
Limpasan
0.00
6694.67
112094.91
339200.59
551551.56
670977.56
707363.91
687630.35
627500.21
537688.30
436876.21
341762.07
260408.94
194762.85
143710.12
104976.15
76093.62
54826.96
39315.45
28083.69
19997.23
14201.82
10063.77
7118.14
5026.65
3544.82
2496.84
1756.86
1235.05
867.52
608.93
427.14
299.45
209.83
146.96
102.88
72.00
50.37
35.23
24.63
17.21
12.03
7.42
3.91
2.23
1.19
0.54
0.15
0.00
0.00
0.00
5.99E+06
56.92
105.23
99.94%

Sumber : Hasil Analisa 2011

12

Tabel 6 : Hasil Superposisi HSS ITB-2


Waktu
(jam)

HSS ITB-2

0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
10.0
11.0
12.0
13.0
14.0
15.0
16.0
17.0
18.0
19.0
20.0
21.0
22.0
23.0
24.0
25.0
26.0
27.0
28.0
29.0
30.0
31.0
32.0
33.0
34.0
35.0
36.0
37.0
38.0
39.0
40.0
41.0
42.0
43.0
44.0
45.0
46.0
47.0
48.0
49.0
50.0

0.00
0.76
3.82
2.70
1.97
1.46
1.11
0.85
0.66
0.51
0.41
0.32
0.26
0.21
0.17
0.13
0.11
0.09
0.07
0.06
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

1
55.400
0.00
41.97
211.59
149.43
108.92
81.13
61.42
47.09
36.48
28.52
22.46
17.81
14.20
11.38
9.17
7.41
6.02
4.91
4.01
3.29
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

2
16.100
0.00
12.20
61.49
43.43
31.65
23.58
17.85
13.68
10.60
8.29
6.53
5.17
4.13
3.31
2.66
2.15
1.75
1.43
1.17
0.96
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

Tinggi Hujan (mm/jam)


3
4
11.700
9.200

0.00
8.86
44.69
31.56
23.00
17.13
12.97
9.94
7.71
6.02
4.74
3.76
3.00
2.40
1.94
1.57
1.27
1.04
0.85
0.70
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

0.00
6.97
35.14
24.81
18.09
13.47
10.20
7.82
6.06
4.74
3.73
2.96
2.36
1.89
1.52
1.23
1.00
0.81
0.67
0.55
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

5
7.200

6
5.700

0.00
5.45
0.00
27.50
4.32
19.42
21.77
14.16
15.37
10.54
11.21
7.98
8.35
6.12
6.32
4.74
4.84
3.71
3.75
2.92
2.93
2.31
2.31
1.85
1.83
1.48
1.46
1.19
1.17
0.96
0.94
0.78
0.76
0.64
0.62
0.52
0.50
0.43
0.41
0.00
0.34
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Volume Limpasan
Luas DAS
Limpasan (DRO)
Rasio Limpasan/Hujan

Hujan
Total
105.300
0.00
41.97
223.79
219.78
204.00
184.94
164.63
141.35
106.14
81.02
62.60
48.85
38.44
30.46
24.28
19.47
15.68
12.69
10.30
8.40
4.16
2.62
1.57
0.84
0.34
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
m3
km2
mm
%

Volume
Limpasan
0.00
75544.66
478358.82
798421.24
762812.29
700089.93
629218.95
550765.96
445489.55
336884.93
258509.20
200616.60
157123.61
124013.33
98533.39
78746.37
63259.78
51055.94
41380.62
33668.29
22616.72
12209.39
7545.04
4344.45
2122.67
609.56
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
5.93E+06
56.92
104.25
99.00%

Sumber : Hasil Analisa 2011

13

300.0

0.0
Inf (mm)
Reff (mm)
ITB-1

250.0

100.0

ITB-2
Alexeyev
Nakayasu
Gama-1

200.0

200.0

Limantara

150.0

300.0

100.0

400.0

50.0

500.0

0.0

R (mm)

Q (jm3/s)

HEC-HMS

600.0
0.0

6.0

12.0

18.0

24.0

30.0

36.0

T (Jam)

Gambar 4 : Perbandingan hasil HSS ITB-1 (time lag Cara Snyder) dan HSS ITB-2 (time
lag Cara Nakayasu) dengan hasil cara Snyder-Alexeyev, Nakayasu,
Limantara, GAMA-1 dan hasil program HEC-HMS (Hasil analisa 2011).
300.0

0.0
Inf (mm)
Reff (mm)
ITB-1

250.0

100.0

ITB-2
Alexeyev
Nakayasu
Gama-1

200.0

200.0

Limantara

150.0

300.0

100.0

400.0

50.0

500.0

0.0

R (mm)

Q (jm3/s)

HEC-HMS

600.0
0.0

6.0

12.0

18.0

24.0

30.0

36.0

T (Jam)

Gambar 5 : Perbandingan hasil HSS ITB-1 (time lag Cara Nakayasu) dan HSS ITB-2
(time lag Cara Snyder) dengan hasil cara Snyder-Alexeyev, Nakayasu,
Limantara, GAMA-1 dan hasil program HEC-HMS (Hasil analisa 2011).

14

4. CONTOH KALIBRASI PADA DAS BENDUNG KATULAMPA


Prosedur pembuatan hidrograf satuan sintetis yang dikembangkan selanjutnya akan
digunakan untuk meentukan bentuk hidrograph banjir DAS Ciliwung hulu di bendung
Katulampa (Puncak, Jawa Barat) yang mempunyai Luas DAS 149.640 km2 dan Panjang
sungai diperkirakan 20 km dan memiliki catatan debit berdasarkan pengukuran muka air
di AWLR Bendung Katulampa dan pencatatan hujan di Stasiun Hujan Otomatis di
Darmaga (Bogor). Dalam perhitungan awal HSS ITB-1 menggunakan time lag menurut
cara Snyder sedang HSS ITB-2 menggunakan time lag menurur cara Nakayasu. Hasil
superposisi akhir HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 yang dihitung dengan mengunakan data
DAS tersebut ditunjukan pada Gambar 6.
Sebagai pembanding pada Gambar 6 yang sama ditunjukan pula bentuk hidrograph hasil
pengukuran debit dan hidrograph hasil perhitungan metoda Nakayasu dan SnyderAlexeyev. Keseluruhan hasil pada Gambar 6 tersebut menujukan adanya selisih yang
cukup besar pada waktu dan debit puncak dari semua metoda yang digunakan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada petunjuk yang mengindikasikan rumusan
time lag Nakayasu lebih baik dari Snyder atau sebaliknya. Anggapan bahwa jika suatu
metoda perhitungan hidrograph satuan telah di kalibrasi di berbagai DAS dianggap telah
valid adalah sebuah anggapan yang keliru. Dengan demikian proses kalibrasi masih tetap
perlu dilakukan bila data pencatatan debit dan hujan di DAS tersedia.
Detiap metoda perhitungan hidrograph banjir berdasaarkan superposisi hidrograph satuan
harus dilengkapi dengan fasilitas untuk proses kalibrasi. Pada metoda Nakayasu waktu
puncak tidak bisa dikalibrasu dan kalibrasi hanya dapat dilakukan dengan merubah-rubah
parameter , agar harga debit puncak hasil superposisi berubah naik atau turun. Pada
metoda Snyder-Alexeyev, kalibrasi mula-mula dilakukan dengan harga parameter Ct agar
waktu puncak dapat berubah mendekati waktu puncak hasil pengukuran dan selanjutnya
merubah-rubah harga parameter Cp agar harga debit puncak hasil superposisi berubah
naik atau turun mendekati debit puncak hasil pengukuran.
Dalam metoda yang diusulkan ini, proses kalibrasi untuk medapatkan hasil yang
mendekati debit hasil pengukuran, dilakukan dengan dengan merubah koeffisien Ct dan
Cp. Jika untuk HSS ITB-1 (time lag menggunakan rumus Snyder) harga Ct dirubah
menjadi Ct= 0.35 dan Cp=1.00 dan untuk HSS ITB-2 (time lag menggunakan rumus
Nakayasu) harga Ct dirubah menjadi Ct= 0.600 dan Cp=1.25, maka hasil superposisi
setelah kalibrasi tersebut ditunjukan pada Gambar 7. Dari gambar ini terlihat bahwa
hidrograph hasil superposisi HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 yng telah dikalibrasi cukup
mendekati hidrograph hasil pengukuran debit.

15

600.0

0.0
Reff (mm)
ITB-1
ITB-2

500.0

25.0

Alexeyev
Nakayasu

400.0

50.0

300.0

75.0

200.0

100.0

100.0

125.0

0.0

R (mm)

Q (jm3/s)

Pengamatan

150.0
0.0

6.0

12.0

18.0

24.0

30.0

36.0

T (Jam)

Gambar 6 : Hasil HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 sebelum dikalibrasi terhadap debit hasil
pengukuran debit di bendung Katulampa (Hasil analisa 2011).
600.0

0.0
Reff (mm)
ITB-1
ITB-2

500.0

25.0

Alexeyev
Nakayasu

400.0

50.0

300.0

75.0

200.0

100.0

100.0

125.0

0.0
0.0

R (mm)

Q (jm3/s)

Pengamatan

150.0
6.0

12.0

18.0

24.0

30.0

36.0

T (Jam)

Gambar 7 : Perbandingan hasil HSS ITB-1 (Ct=0.30, Cp=1.00) dan HSS ITB-2 (Ct=0.30,
Cp=1.00) setelah dikalibrasi hasilnya cukup medekati hasil pengukuran debit
di bendung Katulampa (Hasil analisa 2011).

16

5. CONTOH PENERAPAN PADA PERENCANAAN PELIMPAH BENDUNGAN


Dalam studi ini kasu ini akan dihitung hidrograph banjir untuk perencanaan pelimpah
bendungan Lawe-Lawe di Kabupaten Penjama Paser Utara, Proponsi Kalimantan Timur.
Sungai Lawe-Lawe di Lokasi bendungan memiliki luas DAS 27.467 km dan panjang
sungai 6.722 km. Bendungan Lawe-lawe adalah bendung Urungan tanah yang memiliki
volume tampungan effektif 8 juta m3. Bendungan ini direncanakan untuk memasok air
baku unytuk air bersih PDAM Lawe-lawe.
Pada Gambar 8 ditunjukan berbandingan hasil perhitungan debit banjit Q-PMF untuk
DAS bendungan Lawe-Lawe hasil perhitungan HSS ITB-1, HSS ITB-2, Nakayasu Snyder
Alexeyev dan Hasil Program HEC-HMS, Dari gambar tersebut terkihat bahwa hidrograph
banjir hasil superposisi HSS ITB-1 (time lag dihitung dengan cara Nakayasu) dan
hidrograph banjir hasil superposisi HSS ITB-2 (time lag Cara Snyder) dibandingkan
dengan hidrograph banjir hasil superposisi denga cara HSS Snyder-Alexeyev.
Pada Gambar 9 ditunjukan Model HEC-RAS Untuk daerah genangan bendungan dan
pelimpah bendungan Lawe-Lawe. Hydrograph Q-PMF hasil perhitungan dengan HSS
ITB-1 selanjutnya akan menjadi lateral inflow yang masuk ke reservoar bendungan LaweLawe. Selanjutnya pada Gambar 10 ditunjukan model yang lebih rinci dari Model HECRAS disekitar pelimpah bendungan Lawe-Lawe.
Pada Gambar 11 ditunjukan Perspektive 3-D dari Model HEC-RAS pelimpah bendungan
Lawe-Lawe sedang Gambar 12 ditunjukan Perspektive 3-D saat aliran Aliran Q-PMF
melewati pelimpah bendungan. Pada Gambar 13 ditunjukan hasil perhitungan profil muka
air diatas pelimpah bendungan Lawe-Lawe untuk debit dengan perioda ulang 2, 5, 10, 25,
50, 100, 200, 1000 dan PMF. Dari gambar ini terlihat bahwa bendungan Lawe-lawe
memiliki dimensi yang cukup besar untuk melewatkan debit Q-PMF, hal ini terlihat muka
air tertinggi masih jauh dibawah puncak bendunngan.
Akhirnya pada Gambar 14 ditunjukan hasil perhitungan program HEC-RAS untuk
perambatan banjir (flood Routing) Q-PMF untuk melewati reservoar dan pelimpah
bendungan Lawe-Lawe yang dihitung secara hidrolik dengan program HEC-RAS. Dari
gambar ini terlihat bahwa debit puncak banjir Q-PMF mengalami reduksi debit puncak
banjir akibat tampungan reservoar.
Perlu dicatat bahwa, perhitungan perambatan banjir ini dilakukan menggunakan program
HEC-RAS berdasarkan persamaan St Venant Unsteady flow. Persamaan St Venant
terdiri dari persamaan Kontinuitas dan Persamaan Momentum. Perambatan dengan
persamaan St Venant tentu akan lebih baik dibanding perambatan bajir secara hidrologi
yang hanya didasarkan pada persamaan kontinuitas aliran mewewati reservoar.
17

1000.0

0.0
Reff (mm)
ITB-1

900.0

200.0

ITB-2
Alexeyev

800.0

Nakayasu

400.0

700.0

600.0

600.0

800.0

500.0

1000.0

400.0

1200.0

300.0

1400.0

200.0

1600.0

100.0

1800.0

0.0
0.0

R (mm)

Q (jm3/s)

HEC-HMS

2000.0
6.0

12.0

18.0

24.0

30.0

36.0

T (Jam)

Gambar 8 : Hasil perhitungan Q-PMF untuk DAS bendungan Lawe-Lawe hasil


perhitungan HSS ITB-1, HSS ITB-2, Nakayasu, Snyder-Alexeyev dan Hasil
Program HEC-HMS (Hasil analisa 2011).

Genangan Tahap 2

32
Lawe-lawe

Gambar 9 : Model HEC-RAS Untuk daerah genanga dan pelimpah bendungan LaweLawe (Hasil analisa 2011).
18

S pLawe-lawe
il
lw
ay

Gambar 10 : Model HEC-RAS pelimpah bendungan Lawe-Lawe

Gambar 11 : Perspektive 3-D Model HEC-RAS pelimpah bendungan Lawe-Lawe

Gambar 12 : Perspektive 3-D Aliran Q-PMF melewati pelimpah bendungan Lawe-Lawe

19

S pi lway Lawe -Lawe

Pl an:

1) T 2-Q5

3/5/201 1

2) T 2-Q10

3/5/2011

3 ) T 2-Q25

3/5/201 1

4) T 2-Q50

3/5/2011

5 ) T 2-Q1 00

3/5/20 11

6) T 2 -Q200

3/5/2011

7 ) T 2-Q1 000

3/5 /2 011

8) T2-QP MF

4/12/201 1

Spillway Lawe-lawe
18

Legend
WS Max WS - T2-QPMF
WS Max WS - T2-Q1000

16

WS Max WS - T2-Q200
WS Max WS - T2-Q100
WS Max WS - T2-Q50
WS Max WS - T2-Q25

14

WS Max WS - T2-Q10
WS Max WS - T2-Q5
Ground
12

LOB

Elevation (m)

ROB

10

2
0

20

40

60

80

100

Main Channel Distance (m)

Gambar 13 : Hasil perhitungan program HEC-RAS untuk profil muka air diatas pelimpah
bendungan Lawe-Lawe untuk debit dengan perioda ulang 2, 5, 10, 25, 50,
100, 200, 1000 dan PMF (Hasil analisa 2011).
800.0

23.0

Q-Inflow (PMF)
Q-Outflow

700.0

22.0

600.0

21.0

500.0

20.0

400.0

19.0

300.0

18.0

200.0

17.0

100.0

16.0

0.0

15.0

-100.0

14.0

-200.0

Elev M.A (m)

Q (jm3/s)

Elev M.A

13.0
0

12

18

24

30

36

42

T (Jam)

Gambar 14 : Hasil perhitungan program HEC-RAS untuk perambatan banjir (flood


Routing) Q-PMF untuk melewati reservoar dan pelimpah bendungan LaweLawe (Hasil analisa 2011).

20

6. KESIMPULAN DAN SARAN


Dari hasil-hasil yang telah diberikan sebelumnya terdapat beberapa hal penting yang
dapat disimpulkan dan sejumlah saran sebagai berikut :
1)

Perhitungan hidrograph satuan sintetis dengan cara ITB memerlukan input data yng
sederhana dan dapat diterapkan pada berbagai bentuk dasar hidrograph satuan dan
menghasilkan hidrograph satuan yang mengikuti teori hidrograp satuan sintetis dan
memenuhi hukum konservasi massa yang ditunjukan dengan tinggi limpasan
langsung (Direct Run Off) yang besarnya sama dengan tinggi hujan satuan (1 mm)
yang jatuh di DAS.

2)

Sebagai tahapan lanjut perlu dilakukan penelitian khusus untuk memcari rumusan
time lag yang lebih akurat, dengan input karakteristik DAS lebih baik. Input sebaiknya
tidak terlalu kompleks sehingga tidak akan menyulitkan pemakai adalam memperoleh
data-data karakteristik DAS yang diperlukan. Dalam tahapan selanjutnya akan dicoba
menambahkan parameter kemiringan DAS dan tata guna lahan sebagai input
karakteristik DAS.

7. UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian, Institut Teknologi
Bandung atas dukungan Dana Penelitian dengan judul Prosedur Umum Perhitungan
Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Untuk Perhitungan Hidrograph Banjir Rencana. Studi
Kasus Pengembangan HSS ITB-1 Dan HSS ITB-2. yang diberikan melalui Program Riset
Peningkatan Kapasitas ITB 2010
8. DAFTAR PUSTAKA
1) Dantje K. Natakusumah, Prosedure Umum Penentuan Hidrograf Satuan Sintetis
Untuk Perhitungan Hidrograph Banjir Rencana, Seminar Nasional Teknik Sumber
Daya Air, Peran Masyarakat, Pemerintah dan Swasta sebagai Jejaring, dalam Mitigasi
Bahaya Banjir, Bandung, 11 Agustus 2009Harto, S., 1993: Analisis Hidrologi, Penerbit
P.T.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
2) Review Design bendung Cibatarua di Kabupaten Garut, Konsep Laporan Akhir, PT.
Aztindo Rekaperdana, BBWS Citarum, 2009.Harto, S., 1993: Analisis Hidrologi,
Penerbit P.T.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
3) Soemarto, C.D., 1995: Hidrologi Teknik, Penerbit Erlangga, Jakarta.
4) Subramanya, K., 1984: Engineering Hydrology, Penerbit Tata McGraw-Hill, New Delhi.
5) Triatmodjo, B., 2008: Hidrologi Terapan, Penerbit Beta Offset Yogyakarta, Yogyakarta.
21

Lampiran-1 : Perbandingan Rumusan Hidrograph Satuan Sintetis Snyder-Alexeyev, Nakayasu, Limantara, GAMA-1 dan Cara ITB
Parameter

Snyder-Alexeyev

Nakayasu

Limantara

GAMA-1

Input Fisk
DAS

A = Luas DAS
L = Panjang sungai terpanjang
Lc = Panjang sungai ke pusat DAS

A = Luas DAS
L = Panjang sungai

A = Luas DAS
L = Panjang sungai
Lc = Panjang sungai ke pusat DAS
S = Kemiringan sungai
n = Kekasaran

Input Non
Fisik DAS

R = Curah Hujan Satuan


Tr = Durasi hujan standar
Cp = Coef Debit Puncak (0.59-0.66)
Ct=Coef Waktu (1-1.2)
0.275 Cp A
Qp
Tp
Cp = Coef Debit (Untuk kalibrasi)

R = Curah Hujan Satuan


Cp = Coef Debit Puncak

R = Curah Hujan Satuan


Cp = Coef Debit Puncak

CAR
3.6 0.3 Tp 0.3
Cp = Coef Debit (Kalibrasi)

Qp 0.042 . A 0.451 . L0.497 .

Tg = 0.21 L0.7

Tg = 0.21 L0.7

Debit Puncak

Time Lag tp

tP Ct L L c n

Cp = Coef Waktu (Untuk kalibrasi)


n=0.2-0.3
Hujan effetif
Waktu
Puncak Tp
Time Base

Sifat Kurva

tP
5. 5
te > Tr Tp = tp + 0.25 (Tr te)
te < Tr Tp = tp + 0.50 Tr
te

Tb 5.0 ( Tp

Tr
)
2

Kurva tunggal berubah terhadap


karakteristik DAS

Qp

Tg = 0.4 + 0.058 L

(L< 15 km)
(L> 15 km)

L0.356
c

.S

- 0.131

.n

Tg = 0.4 + 0.058 L

A = Luas DAS
L = Panjang sungai

Qp 0.1836 A 0.5886 Tp

Qp

0.168

(L< 15 km)
(L> 15 km)

JN

L 3
)
100F
1.0665SIM 1.2775

Tp 0.43(

Tidak dirumuskan

Tidak dirumuskan

Tr = 0.75 Tg
T0.8 = 0.8 Tr
Tp = Tg+0.8Tr

Tr = 0.75 Tg
T0.8 = 0.8 Tr
Tp = Tg+0.8Tr

Tp 0.43(

Tb

Tb

Tb 27.4132 Tp0.1457
- 0.0986S

0.7344

RUA 0.2574
Kurva ganda berubah terhadap
karakteristik DAS

22

R = Curah Hujan Satuan


Tr = Durasi hujan standar
Ct = Coef Kalibrasi Waktu
R A DAS
3.6 Tp A HSS

Sangat Flexible, bisa menggunakan


rumus time lag yang ada dalam
literatur, misal rumus Snyder dan
Nakayasu atau lainnya
Tidak dirumuskan

L 3
)
100F
1.0665SIM 1.2775

Kurva ganda berubah terhadap


karakteristik DAS

-0.4008

- 0.2381

Tidak dirumuskan

Kurva majemuk (4 kurva) berubah


terhadap karakteristik DAS

ITB

A = Luas DAS
L = Panjang sungai
S = Kemiringan sungai
J1 = Jumlah sungai tingkat 1
Js = Jumlah sungai semua tingkat
L1 = Panjang sungai tingkat 1
Ls = Panjang sungai semua tingkat
WL = Lebar DPS pada 0.25 L
WU = Lebar DPS pada 0.75 L
AU = Luas DPS di hulu titik berat
R = Curah Hujan Satuan

Tp = tp + 0.50 Tr

Tb
Catatan : Prakteknya Tb dibatasi
sampai harga dimana lengkung turun
mendekati nol. (misal Tb/Tp=100)
Kurva yang berubah terhadap
karakteristik DAS
Kurva tunggal HSS ITB-1
Atau
Kurva Ganda HSS ITB-2
Atau
Menggunakan bentuk kurva dasar lain
yang sesuai

Lampiran-1 : Perbandingan Rumusan Hidrograph Satuan Sintetis Snyder-Alexeyev, Nakayasu, Limantara, GAMA-1 dan Cara ITB
Parameter
Koef Resesi

Nakayasu

Limantara

Tidak dinyatakan secara eksplisit tapi


mengikuti bentuk kurva HSS

Snyder-Alexeyev

Tidak dinyatakan secara eksplisit tapi


mengikuti bentuk kurva HSS

Tidak dinyatakan secara eksplisit tapi


mengikuti bentuk kurva HSS

GAMA-1
K 0.5617A

Kurva Tunggal

Kurva Majemuk (4 Kurva)

Kurva Ganda

Kurva Ganda

Kurva Tunggal atau Ganda

(0 t Tb)

1) (0 t Tp)

1) Lengkung naik (0 T Tp)

1) Lengkung naik (0 T Tp)


Qt QpT
2) Lengkung Turun (Tp T Tb)

1) Kurva tunggal HSS ITB-1

SF

Bentuk Kurva

(1- t) 2
a

t
Qt Qp 10

dimana
Q T
P P
h A

a 1.32 0.15 0.045


Catatan :
t T / Tp (tak berdimensi)

2.4

Qa QP
Tp
2) (Tp t Tp + T0.3)

Qd1 QP

Qt = Qp. [(T/Tp)]

2) Lengkung Turun (Tp T Tb)


Qt = Qp.10

1 Tp

0.3 0.3

Catatan : t= waktu (jam)

q( t ) 2 t 1/ t C p (t 0)

2) Atau kurva ganda HSS ITB-2


q( t ) t

(0 t 1)

q( t ) exp(1 t

Cp

) (t 1)

Catatan :
1) t T / Tp (tak berdimensi)
2) q Q / Qp (tak berdimensi)
3) Cp=Coef Kalibrasi Qp (0.11.7)
4) Harga Koeffisien dan

4) (t Tp + 1.5 T0.3)

Qd3 QP

Tidak dinyatakan secara eksplisit tapi


mengikuti bentuk kurva HSS

0.175(Tp - T)

1 Tp 0.5

1.5T

0.3
0.3

1 Tp 1.5 T0.3

2T0.3
0.3

ITB
- 0.1446

-1.0897 0.0452

Qt Qp e T / K

Catatan : t= waktu (jam)

3) (Tp + T0.3 t Tp +1.5 T0.3)

Qd2 QP

1.107

0.1798

Rumusan Time
Lag
Snyder

Catatan : T = waktu (jam)

Nakayasu

23

Harga Coeffisien Standard


HSS ITB-1
HSS ITB-2
= 1.500
= 2.500
= 1.000
= 0.620
= 2.500
= 0.720

Anda mungkin juga menyukai