Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

KEPERAWATAN RESPIRASI II
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PARU AKIBAT KERJA (SILIKOSIS,
ASBESITOSIS, CYSTIC FIBROSIS)

Dosen Pembimbing:
Erna Dwi Wahyuni, S.Kep.Ns.,M.Kep.
Disusun Oleh:
Kelas A-1 Kelompok 4
Nia Husninda Hawari

131411131007

Rofita Wahyu Andriani

131411131028

Alfi Dwi Putri

131411131043

Vony Nurul Khasanah

131411131061

Senja Putrisia Fajar E

131411131082

Ridha Cahya Prakhasita

131411131100

Thaliah Jihan Nabilah

131411133014

Prasetiya Wahyuni

131411133032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Asuhan
Keperawatan Pasien Paru Akibat Kerja (Silikosis, Asbesitosis, Sistik Fibrosis) dengan
baik dan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
kelompok yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Respirasi II
yaitu Ibu Erna Dwi Wahyuni, S.Kep.Ns.,M.Kep.
Makalah Asuhan Keperawatan Pasien Paru Akibat Kerja (Silikosis, Asbesitosis,
Sistik Fibrosis) ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat
membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dengan makalah ini diharapkan
pembaca dapat memahami Asuhan Keperawatan Pasien Paru Akibat Kerja (Silikosis,
Asbesitosis, Sistik Fibrosis). Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada dosen
pembimbing mata kuliah Keperawatan Respirasi II yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis unuk belajar makalah Asuhan Keperawatan Pasien Paru Akibat Kerja
(Silikosis, Asbesitosis, Sistik Fibrosis). Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada
seluruh pihak yang telah memberikan bantuan berupa konsep, pemikiran dalam
penyusunyan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan segala kerendahan
hati, saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari pembaca guna
meningkatkan pembuatan makalah pada tugas lain dan pada waktu mendatang.

Penulis

LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini kami menyatakan bahwa:
Kami mempunyai kopi dari makalah ini yang bisa kami reproduksi jika makalah yang
dikumpulkan hilang atau rusak
Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang lain kecuali
yang telah dituliskan dalam referensi, serta tidak ada seorangpun yang membuatkan makalah
ini untuk kami.
Jika dikemudian hari terbukti adanya ke tidak jujuran akademik, kami bersedia mendapatkan
sangsi sesuai peraturan yang berlaku.
Surabaya, 11 November 2015
Nama
Nia Husninda

NIM

Tanda tangan mahasiswa

131411131007

Rofita Wahyu

131411131028

Alfi Dwi P.

131411131043

Vony Nurul K.

131411131061

Senja Putrisia

131411131082

Ridha Cahya

131411131100

Thaliah Jihan

131411133014

Prasetiya Wahyuni

131411133032

LEMBAR PENILAIAN MAKALAH DAN PRESENTASI KELOMPOK


No.

Aspek
yang

Bobo Nilai
t

Kriteria penilaian

M iii

dinilai

ak
s

Pendahulu
an

2%

Menjelaskan topik, tujuan, dan


deskripsi singkat makalah

Laporan

5%

analisi

Supervisial,

Sangat

Tidak spesifik

spesifik dan

relevan
Laporan lugas dan ringkasan serta
lengkap

s
masala
h
Intervensi

16%

16

Penjelasan

teori

konsep

kepera

keperawatan/

watan

patofisiologi terkait

yang

Analisis

peran

dasar

fisiologi/
perawat

dalam

diusul

intervensi

serta

kaitan

kan

intervensi

dengan

proses

keperawatan
Pengalaman atau realita di klinik
dan gap
Literature review
Ide logis dan ringkas
Menunjukkan kemampuan analisis
Argument logis dan rasional
Analisa kritis rencana aplikasi ide
atau hasil pembahasan
Literatur yang digunakan terkini
Kesimpula

2%

n
Pengurang

dan berkualitas serta extensif


Menyimpulkan
makalah
dan
menulis refleksi atas kritik

a. 7. -7.5

jurnal
Nilai
akan

mendapatkan

an

pengurangan

jika

nilai

berikut tidak terpenuhi:

kriteria

Jumlah halaman < 10 atau lebih

dari

20

halaman

batas

toleransi 5%)
Tidak mengikuti aturan penulisan
referensi dengan benar
Penulisan bahasa indonesia yang
baik dan benar,termasuk tanda
baca.
NILAI MAKSIMAL 25

Komentar Fasilitator:
......................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
Presentasi Kelompok (5%)
No
1

ASPEK YANG DINILAI


Kemampuan mengemukakan

2
3

makalah
Kemampuan menggunakan media & IT
Kontribusi
yang
bermanfaat
bagi

kelompok
Kemampuan

berdiskusi

PROSENTASE
intisari

(responsive,

analitis)
TOTAL NILAI MAKSIMUM

1
1
1
2
5

Soft skill yang dinilai selama diskusi: teamwork, komunikas


Komentar Fasilitator:
.................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
...........................................................................................................................................
.....

Penilaian mahasiswa lain: (nilai maksimum 10)


NO.

POINT
PENILAIAN

ASPEK YANG DINILAI


Aktif bertanya
Aktif

Selama
proses

diskusi
(50%)

memberikan

10%

pendapat.

Kemapuan analitik dalam


mengajukan

10%

ide/pendapat
Inovatif dan kreatif dalam
memberikan

PROSENTASE

30%

pertanyaan

dan memberikan solusi


Ringkas dan padat
Resume
Isi resume
(50%)
Simpulan & saran
TOTAL NILAI MAKSIMUM

20%
20 %
10%
10

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN...........................................................................................
1.1 Latar Belakang.........................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan......................................................................................
1.3 Manfaat Penulisan....................................................................................
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................
2.1 Definisi Silikosis, Asbesitosis dan Sistik Fibrosis...................................
2.2 Etiologi.....................................................................................................
2.3 Manifestasi Klinik....................................................................................
2.4 Patofisiologi.............................................................................................
2.5 WOC.........................................................................................................
2.6 Komplikasi...............................................................................................
2.7 Pemeriksaan Penunjang............................................................................
2.8 Penatalaksanaan.......................................................................................
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................................
3.1 Asuhan Keperawatan................................................................................
BAB 4. PENUTUP.......................................................................................................
4.1 Kesimpulan...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................
LAMPIRAN.................................................................................................................

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dewasa ini gangguan maupun penyakit pernafasan sangat beragam yang di


sebabkan oleh bermacam-macam partikel, seperti debu, asap dan lain-lain. Sehingga
dapat menyebabkan penyakit pada saluran pernapasan seperti, penyakit asbestosis,
silikosis. Selain itu juga ada penyakit pernafasan yang disebabkan oleh gangguan sekresi
mucus. Fibrosis kistik juga merupakan penyakit keturunan yang disebabkan oleh gen
resesif autosomal. Penyakit ini memperlihatkan adanya infeksi paru akibat penumpukan
secret dan mengganggu tumbuh kembang dari klien penderita fibrosis kistik.
Asbestosis adalah inflamasi kronis pada paru-paru yang mempengaruhi
parenkimjaringan dari paru-paru. Asbestosis disebabkan oleh debu asbes dengan masa
latennya 10-20 tahun. Asbes adalah campuran berbagai silikat yang terpenting adalah
campuran magnesium. Ini terjadi setelah jangka panjang, paparan berat asbes, misalnya di
pertambangan, dan karena itu dianggap sebagai pekerjaan penyakit paru-paru.Asbestosis
lebih sering diderita oleh kalangan pekerja bangunan atau yang sering berhubungan
dengan asbes. Mereka tidak menyadari bahwa jika setiap hari mereka menghirup serat
asbes dapat sangat membahayakan, karena asbes terdiri dari serat silikat mineral dengan
komposisi kimiawi yang berbeda. Jika terhisap, serat asbes mengendap di dalam paruparu, menyebabkan parut. Asbestosis terjadi pada 4 dari setiap 10.000 orang.
Data prevalensi pneumokoniosis bervariasi pada tiap negara di dunia. Data
SWORD di Inggris tahun 1990-1998 menunjukkan kasus pneumokoniosis sebesar 10%.
Di Kanada, kasus pneumokoniosis pada tahun 1992-1993 sebesar 10%, sedangkan data di
Afrika Selatan tahun 1996-1999 sebesar 61%.9 Jumlah kasus kumulatif pneumoconiosis
di Cina dari tahun 1949-2001 mencapai 569 129 dan sampai tahun 2008 mencapai 10 963
kasus. Di Amerika Serikat kematian akibat pneumokoniosis tahun 1968-2004 mengalami
penurunan, pada tahun 2004 ditemukan sebanyak 2 531 kasus kematian. Silikosis,
asbestosis dan pneumokoniosis batubara merupakan jenis pneumokoniosis terbanyak.
Data di Australia tahun 1979-2002 menyebutkan, terdapat >1000 kasus pneumokoniosis

terdiri atas 56% asbestosis, 38% silikosis dan 6% pneumokoniosis batubara. (Susanto,
2011).
Penyebab utama dari cystic fibrosis adalah gen CFTR yang dibawa oleh orang tua.
Gen tersebut akan memicu adanya penumpukan secret di saluran napas. Secret yang
menumpuk banyak pada saluran napas akan menghambat aliran udara dari luar ke dalam
dan sebaliknya. Selain itu secret yang menumpuk akan menjadi media berkembangnya
bakteri dan berefek pada infeksi saluran pernapasan.
Oleh karena banyaknya anak yang mengidap penyakit fibrosis kistik ini, maka
perlu adanya intervensi yang diterapkan pada klien dengan penyakit fibrosis kistik ini.
Salah satu intervensi yang dapat diambil adalah dengan melakukan fisioterapi napas yang
bertujuan untuk membantu pengeluaran secret, fisioterapi dapat dikombinasikan dengan
nebulizing dan suctioning. Jadi secret tidak sampai menumpuk pada saluran napas dan
meminimalisir terjadinya infeksi paru akibat bakteri yang berkembang pada secret.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa definisi dari penyakit asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
2) Apa etiologi dari penyakit asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
3) Apa saja manifestasi klinis dari penyakit asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
4) Bagaimana patofisiologi dari penyakit asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
5) Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari penyakit asbestosis, silikosis, cystic
fibrosis
6) Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
7) Bagaimana asuhan keperawatan dari penyakit asbetosis, silikosis, cystic
fibrosis
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan paru akibat kerja
yaitu silikosis dan asbetosis serta cystic fibrosis
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui patofisiologi asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
2. Mengerhau Etiologi dari asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
3. Mengetahui manifestasi klinis asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
4. Mengetahui patofisiologi dari asbestosis, silikosis, cystic fibrosis

5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada asbestosis, silikosis, cystic fibrosis


6. Mamahami penatalaksanaan yang di berikan pada klien asbestosis, silikosis,
cystic fibrosis

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Asbetosis, Silikosis, Cystic Fibrosis
2.1.1 Definisi Asbestosis
Asbestosis merupakan penyakit kronis progesif, Penyakit ini disebabkan oleh
udara yang mengandung debu asbes. Umumnya debu masuk kedalam paru-paru pada
saat kita menarik nafas. Hal ini tergantung pada ukuran debu yang terhirup. Semakin
kecil ukuran debu yang masuk melalui saluran pernapasan, maka semakin besar pula
resiko terjadinya penimbunan debu dalam paru-paru.
2.1.2 Definisi Silikosis
Silikosis adalah pneumoconiosis yang sering ditemukan akibat terpajan oleh debu
silica. Silica merupakan istilah kimia untuk partikel-partikel yang mengandung silicon
dioksida. (Harrianto, 2012)
Silikosis adalah penyakit paru kronis yang disebabkan menghirup debu silica
/partikel silicon dioksida (Smeltzer,2001).
2.1.3 Definisi Cystic Fibrosis
Cystic Fibrosis merupakan kelainan yang disebabkan oleh gen yang bersifat
resesif heterogen dengan gambaran patobiologik yang mencerminkan mutasi pada gen
regulator transmembrane fibrosa kistik (cystis fibrosis transmembrane conductance
regulator CFTR). Kelainan ini ditemukan sebagai penyakit multisystem. Penyakit
CF menyebabkan system sistem lain di dalam tubuh juga ikut terganggu (Sudoyo,
2006).
2.2 Etiologi Asbestosis, Silikosis dan Cystic Fibrosis
2.2.1 Etiologi Asbestosis
Menghirup serat asbes bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut (fibrosis) di
dalam paru-paru. Jaringan paru-paru yang membentuk fibrosis tidak dapat mengembang
dan mengempis sebagaimana mestinya. Beratnya penyakit tergantung kepada lamanya
pemaparan dan jumlah serat yang terhirup.

Faktor resiko terjadinya asbestosis adalah


1. Pemaparan asbes bisa ditemukan di industri pertambangan dan penggilingan,
konstruksi dan industri lainnya.
2. Pemaparan pada keluarga pekerja asbes juga bisa terjadi dari partikel yang terbawa
ke rumah di dalam pakaian pekerja.
3. Perokok tembakau lebih cenderung menderita penyakit yang berhubungan dengan
asbes dibandingkan dengan non-perokok.
Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh asbes diantaranya:

Plak pleura (klasifikasi)

Mesotelioma maligna

Efusi pleura

2.2.2 Etilogi Silikosis


Silikosis terjadi pada orang-orang yang telah menghirup debu silika
selama beberapa tahun. Silika adalah unsur utama dari pasir, sehingga pemaparan
biasanya terjadi pada:
- buruh tambang logam,
- pekerja pemotong batu dan granit,
- pekerja pengecoran logam, dan
- pembuat tembikar.
Penyakit silikosis disebabkan oleh beberapa faktor penyebab antara lain:
1. Pencemaran debu silika bebasberupa SiO 2 yang terhisap masuk ke dalam paruparu dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik
besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi
(mengikir, menggerinda, dll).

2. Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu silika
bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara
bersamasama dengan partikel lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan
karbon dalam bentuk 4abu. (Patrick, 2005).
2.2.3 Etiologi Cystic Fibrosis
Cystic fibrosis merupakan penyakit yang diwariskan secara resesive autosomal.
Gen yang bertanggung jawab terhadap terjadinya Cystic Fibrosis telah
diidentifikasi pada tahun 1989 sebagai cystic fibrosis transmembraneconductance regulator glycoprotein (CFTR gene) yang terletak pada lengan
panjang kromosom nomor 7. Gen CFTR akan mengalami mutasi dan
menyebabkan hilangnya fenilamin pada rantai asam amino 508.

Gambar 2. Gen CFTR


Penyebab munculnya penyakit Cystic Fibrosis adalah:
1) Protein CFTR
Protein CFTR merupakan rantai polipeptida tunggal, mengandung 1480 asam
amino, yang memiliki fungsi untuk regulasi yaitu kanal klorida, inhibisi transport
sodium melalui kanal sodium epitel, regulasi kanal ATP, regulasi transport vesikel
intraseluler. Selain itu CFTR juga berperan dalm pertukaran bikarbonat klorida
dalam tubuh.
Bentuk CFTR yang terproses lengkap ditemukan pada membran plasma di
epithelial normal. Penelitian biokimia mengindikasikan bahwa mutasi F508

menyebabkan kerusakan proses dan degradasi intraseluler pada protein CFTR.


Mutasi F508 kelompok I-II juga menyebabkan munculnya patofisiologi
molecular. Sedangkan, mutasi kelompok III-IV menghasilkan protein CFTR yang
telah diproses lengkap dan tidak berfungsi.

Gambar 3. Mutasi Gen CFTR


Orang dengan cystic fibrosis, gen tersebut tidak bekerja dengan efektif. Hal ini
menyebabkan kental dan lengketnya mucus serta sangat asinya keringat yang
dapat menjadi ciri utama dari cystic fibrosis.
2) Disfungsi Epitel
Epitel yang dirusak oleh fibrosis kistik menyebabkan fungsi yang berbeda,
misalnya bersifat volume absorbs (epitel saluran napas dan usus distal), bersifat
volume sekretoris (pankreas) dan bersifat garam absorbs tetapi tidak volume
absorbs (saluran keringat) dimana pada kelenjar keringat konsentrasi Na+ dan Cldisekresikan ke lumen kelenjar normal, tetapi epitel yang melapisi duktus kelenjar
tidak permeable terhadap Cl-. Keringat bergerak menuju ke permukaan.
Reabsorbsi normal Cl- melalui CFTR yang diikuti kation Na + terjadi kegagalan.
Inilah yang bertanggung jawab terhadap konsentrasi NaCl yang tinggi di keringat
pasien fibrosis kistik. Karena bermacam aktivitas ini, maka terjadilah efek
berbeda terhadap penghantaran elektrolit dan air, tetapi semua jaringan yang rusak
memperlihatkan aktivitas saluran Cl- diatur CAMP yang abnormal.
2.3 Manifestasi Klinis Asbestosis, Silikosis, Cystic Fibrosis
2.3.1 Manifestasi klinis Asbestosis

Gejala asbestosis muncul secara bertahap dan baru muncul setelah


terbentuknya jaringan parut dalam jumlah banyak dan paru-paru kehilangan
elastisitasnya. Gejala pertama adalah sesak nafas ringan dan berkurangnya
kemampuan untuk melakukan gerak badan juga ditandai dengan batuk kering.
Sekitar 15% penderita, akan mengalami sesak nafas yang berat dan mengalami
kegagalan pernafasan. Berlangsung sebagai

penyakit paru- paru dan kerusakan

meningkat, sesak nafas terjadi walaupun pada pasien istirahat.


Perokok berat dengan bronkitis kronis dan asbestosis, akan menderita batukbatuk dan sesak napas. Menghirup serat asbes kadang-kadang dapat menyebabkan
terkumpulnya cairan pada ruang antara kedua selaput yang melapisi paru-paru.
Keluhan dan gejala timbulnya sangat lambat, membutuhkan waktu 7-10 tahun.
Terutama sesak nafas bila melakukan aktifitas. Batuk non produktif, lebih sering dan
lebih hebat dibanding silikosis. Bila terjadi batuk darah biasanya sudah ada
neoplasma paru. Nyeri dada retrosternal, berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisik pada fase dini biasanya belum dijumpai kelainan selain
adanya benda asbestos didalam dahak pekerja (2 bulan). Pada fase lanjut didapatkan
sianosis dan jari tabuh. Jari tabuh umumnya dihubungkan dengan penyakit yang
lanjut. Bila ada pada pekerja dengan kelainan fibrosis interstisialis yang ringan maka
lebih banyak dihubungkan dengan kanker paru.
Gerak pernafasan menurun, simetris, tanda-tanda fibrosis hebat. Sianosis akan
bertambah hebat apabila melakukan kegiatan fisik, bisa juga didapatkan suara mengi.
Dapat terdengar ronkhi (pada akhir inspirasi atau selama inspirasi) dibasal paru,
terjadi pada > 60% penderita dengan asbestosis. Ronkhi ini tergantung pada dosis
paparan dan dapat terjadi pada x-foto toraks normal. Pada asbestosis risiko terjadinya
tuberculosis paru tidak didapatkan, tetapi disini didapatkan risiko kanker paru lebih
besar. Risiko terjadinya mesothelioma atau penebalan pleura sangat besar. Kelainan
kuku atau clubbing of fingers (bentuk jari-jari tangan yang menyerupai tabuh
genderang) juga dapat terjadi.
2.3.2 Manifestasi Klinis Silikosis

Pada silikosis ini dapat ditemukan tanda dan gejala seperti klien mengeluh batuk
berdahak serta sesak napas. Biasanya keluhan ini disertai oleh penyakit yang
menyertainya seperti bronchitis kronik karena debu dan riwayat rokok. Sesak napas
awalnya terlihat pada waktu kerja kemudian pada saat istirahat.
Silikosis terakselerasi
Gejala yang terjadi lebih menahun tetapi perubahan klinis dan radiologis lebih cepat
menimbulkan fibrosis yang lebih difus. Biasanya terjadi gagal napas.
Silikosis akut
Sesak napas progresif,demam,batuk,penurunan berat badan,hipoksemia jika terpajan pada
silica konsentrasi tinggi(Ikhsan,2009).
2.3.3 Manifestasi Klinis Cystic Fibrosis
Manifestasi klinis dari fibrosis kistik merupakan gambaran dari kelainan multisystem,
walaupun keterlibatan paru adalah dominan dan sering dihubungkan dengan kematian
pada pasien ini (Sudoyo, 2006). Keluhan yang disampaikan pasien adalah sebagai
berikut:
1) Batuk yang kronik, berdahak, dan sering berulang.
Batuk merupakan salah satu respon dari tubuh jika pada system pernapasan terjadi
gangguan. Batuk disebabkan karena adanya suatu respon tubuh terhadap secret kental
pada saluran napas dan juga mengganggu pernapasan klien. Batuk pada klien dengan
fibrosis kistik ini biasanya berulang karena produksi secret yang terus-menerus dan
membuntu saluran napas dan biasanya juga disertai dengan sesak napas.
2) Infeksi saluran napas memburuk
Penumpukan secret yang kental akan memicu bakteri berkembang di saluran napas. Hal ini
akan menyebabkaan bakteri suka pada tempat yang lembab dan kotor. Media inilah
yang dimanfaatkan bakteri sebagai tempat berkembangnya dan akan memicu terjadinya
infeksi saluran napas.
3) Hemoptisis

Batuk darah berasal dari rusaknya pembuluh darah di area jalan napas yang disebabkan
adanya infeksi saluran napas. Infeksi tersebut bermula dari penumpukan secret kental di
saluran napas dan dijadikan bakteri sebagai tempat berkembangbiak, sehingga lamakelamaan kumpulan bakteri tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh
darah di saluran pernafasan.
4) Anoreksia
Anoreksia merupakan hilangnya nafsu

makan. Dalam hal ini hilangnya nafsu makan

diakibatkan oleh sesak napas yang terjadi pada penderita dan juga kurang maksimalnya
pencernaan yang terjadi di usus halus, sehingga berpengaruh juga pada nafsu makannya.
5) Berat badan menurun
Batuk dan sesak napas adalah hal yang menyebabkan berat badan klien tidak bisa
bertambah. Suplai oksigen ke jaringan jaringan juga tidak bisa sempurna dan akan
menyebabkan kabutuhan oksigen jaringan tidak terpenuhi. Sehingga jaringan tidak
mampu untuk berkembang dan BB akan terus turun.
6) Demam
Kerena terjadinya infeksi pada saluran napas akibat bakteri yang berkembang pada secret
yang kental akan menyebabkan inflamasi pada tubuh penderita, inflamasi ini akan
menyebabkan naiknya metabolism penderita, karena kenaikan metabolism tersebut,
maka akan memicu naiknya suhu tubuh dan akan mengakibatkan deman pada klien
dengan fibrosis kistik.
7) Hipertensi paru
Semakin banyaknya secret yang ada di saluran napas, maka akan semakin banyak juga
udara yang tertahan di paru. Udara yang tertahan ini akan meningkatkan tekanan intra
pleural yang akan berdampak pada hipertensi paru.
8) Kor pulmonal
Adanya gangguan pada saluran napas pasti berhubungan dengan distribusi udara bersih ke
jantung. Oleh karenanya dengan adanya gangguan tersebut maka jantung kekurangan
suplai oksigen dan kinerja jantung pun menurun. Sehingga terjadilah kor pulmonal yaitu
penyakit jantung yang terjadi akibat gangguan pada paru.
9) Gagal napas (dypsnea)

Gagal napas adalah hal yang pasti terjadi pada klien dengan fibrosis kistik. Dimana hal ini
disebabkan oleh sulitnya napas klien akibat penumpukan secret kental di area saluran
napas. Jalan udara akan terganggu dengan adanya secret di saluran napas. Sehingga
keluar masuknya udara pernapas tidak bisa efektif.
Selain manifestasi di atas, terdapat manifestasi klinik Cystic Fibrosis pada bayi. Manifestasi
klinik cystic fibrosis pada bayi antara lain:
1) Tinja berwarna pucat
2) Diare persisten, berbau, besar dan busuk
3) Gassiness
4) Pembengkakan perut
5) Batuk kronis dengan lendir tebal
6) Sering mengi (timbul ronchi)
7) Muntah
8) Dehidrasi
9) Penyumbatan usus
10) Keringat asin
Manifestasi Klinik Cystic Fibrosis pada anak:
1) Kesulitan bernafas
2) Infeksi pernapasan
3) Batuk
4) Pernapasan cepat
5) Demam
6) Cuping hidung
7) Pertumbuhan yang buruk
8) Kekurangan gizi
9) Gassiness
10) Nyeri perut
Manifestasi Kelainan di Luar Paru
Gambaran morfologi fibrosis kistik sangat bervariasi menurut epithelium yang terkena
dan beratnya kelainan. Sejumlah organ yang dapat terkena adalah:
1. Pancreas

Kelainan terjadi pada 85% - 90% pasien; kelainan ini berawal dari akumulasi mucus
dalam saluran kecil dengan dilatasi yang ringan hingga atrofi total kelenjar eksokrin
pancreas sehingga yang tertinggal hanya pulau-pulau Langerhans di dalam stroma yang
mengandung jaringan fibrosis dan lemak (fibrofatty stroma). Tidak adanya sekresi
eksokrin dari pancreas akan menganggu absorbsi lemak; avitaminosis A yang
ditimbulkan menjelaskan sebagian mengenai metaplasia skuasoma yang sering
ditemukan pada struktur ductal.
2. Intestinum
Sumbatan mucus yang kental (ileus mekonium) dapat menyebabkan obstruksi usus halus
(pada 5% - 10% dari bayi-bayi yang terkena)
3. Hati
Penyumbatan kenalikuli biliaris oleh material musinosa (pada 5% pasien) akan
menimbulkan sirosis hepatis yang difus.
4. Kelenjar saliva
Kelenjar ini umumnya ikut terkena dengan disertai dilatasi duktus yang progresif,
metaplasia skuamosa pada duktus salivarius dan atrofi kelenjar saliva.
5. Paru
Paru turut terkena pada sebagian besar kasus dan perubahan tersebut merupakan
lomplikasi fibrosis kistik yang paling serius. Hyperplasia sel-sel yang menyekresikan
mucus dan secret yang kentalakan menyekat bronkiolus yang turut terjadi sering
ditemukan. Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza dan pseudomonas aeruginosa
merupakan tiga macam organism yang paling sering dijumpai; bukholderia cepacia
berkaitan dengan penyakit yang fulminant
6. Saluran kelamin laki-laki
Azoospermia dan infertilitas terjadi pada 95% laki-laki yang berhasil hidup hingga usia
dewasa; keadaan ini sering kali disertai tidak adanya vas deferens bilateral.
2.4 Patofisiologi Asbestosis, Silikosis dan Cystic Fibrosis
2.4.1 Patofisiologi Asbestosis

Asbestosis disebabkan oleh inhalasi jangka panjang dari serat asbes. Orang-orang dengan
resiko terpapar dan terkena oleh debu asbes akan meningkatkan resiko berkembangnya penyakit
ini menjadi lebih cepat. Terdapat peningkatan risiko kanker paru-paru dan mesothelioma terkait
dengan asbestosis. Biasanya mikroorganisme, debu, dan partikel asing lainnya yang ada di udara
saat kita bernafas akan disaring oleh rambut-rambut hidung, sehingga menimbulkan reflek batuk.
Sedangkan partikel asbes (amphiboles) panjang, sangat tipis, ringan, dan mikroskopis yang
masuk ke hidung, tidak dapat disaring oleh rambut-rambut hidung, menyebabkan partikel asbes
dapat masuk ke saluran pernapasan Ketika memasuki saluran pernapasan, partikel ini masuk ke
dalam paru-paru kesalah satu alveoli dari 300 juta gas yang ada dan melakukan pertukaran gas.
Setiap alveolus memiliki banyak sel-sel pembersih yang disebut macrophages menelan
partikel apapun yang dibuat ke bawah alveoli. Alveoli yang sangat tipis dan elastis yang
memungkinkan pertukaran gas yang penting untuk kesehatan. Oksigen mengalir dari alveoli ke
dalam darah untuk memelihara tubuh, dan karbon dioksida mengalir dari darah ke alveoli dan ke
bronchi untuk dibuang. Serat asbes dapat dengan mudah mengelupas dan cukup kecil untuk
terhirup masuk ke dalam paru-paru. Apabila mereka terhirup ke dalam paru-paru, dan serat
tersebut mencapai alveoli (kantung udara) dalam paru-paru, di mana oksigen dipindahkan ke
dalam darah, benda asing (asbes serat) menyebabkan aktivasi dari paru-paru.

Sel pertahanan paru-paru mencoba merusak serat asbes, tetapi mekanisme pertahanan tubuh
tidak dapat menghancurkan asbes, bahkan untuk macrophage. Macrophage berusaha untuk
menelan sebuah serat asbes, ia sering gagal karena serat yang terlalu panjang. Dalam prose
macrophage tersebut mengeluarkan zat untuk menghancurkan benda asing, tetapi juga dapat
membahayakan alveoli. Hal ini menyebabkan terjadinya perlukaan di alveoli dan membentuk
jaringan parut disebut sebagai proses fibrosis. Kemudian serat asbes yang tidk dapat tersaring
tetap berada di dalam dan menyebabkan radang paru-paru dan jaringan parut.
Malignant mesothelioma atau mesothelioma ganas adalah yang paling serius dari semua
penyakit yang terkait dengan asbestos. Meskipun jarang terjadi, kanker mesothelioma tidak lagi
dianggap langka. Penyebab utama dan faktorrisiko untuk mesothelioma adalah paparan asbes.

Kanker paru-paru berasal dari jaringan tipis paru-paru, pada umumnya berupa lapisan sel
yang terletak pada saluran udara. Dua tipe utama kanker ini adalah kanker paru-paru sel kecil
(SCLC) dan kanker paru-paru non-sel kecil (NSCLC). Tipe-tipe ini didiagnosa berdasarkan
bentuk sel yang terlihat di bawah mikroskop. Lebih dari 80% kanker paru-paru merupakan tipe
kanker paru-paru non-sel kecil. Tiga sub-tipe utama dari kanker paru-paru non-sel kecil adalah
adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel besar.
Jaringan paru menyebabkan dinding alveolar menebal dapat mengurangi elastisitas dan
kemampuan mereka untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Sehingga, terjadi penurunan
kapasitas paru-paru, pertukaran oksigen berkurang, dan akan terasa semakin kekurangan nafas.
Lebih dari 50% orang yang terkena dengan mengembangkan asbestosis plak di pleura parietal, di
dalam ruang antara dinding dada dan paru-paru. Pasien datang dengan inspirasi kering crackles,

clubbing finger, dan pola fibrotik menyebar di bagian bawah lobus paru-paru yang merupakan
tempat paling sering terserang asbestosis.
2.4.2 Patofisiologi Silikosis
Jika pertikel silika, yang mempunyai sifat fibrogenik, terhirup, akan dibentuk lesi
nodular di seluruh paru. Partikel yang telah terhirup ini banyak di buang bersama sputum
sedangakan sebagian kecil dari partikle tersebut akan masuk dalam aliran limfatik paru.
Yang selanjutnya menuju kelenjar limfatik. Makrofag yang memfagosistois partikel silika
yang

masuk juga menghasilkan enzim sitotoksik sebgai mekanisme pertahanan untuk

memebersihkan silika pada alveoli serta membentuk jaringan parut. Sitokin telah berperan
dalam patogenesis silikosis. Pappas merangkum sitokin yang dihasilkan oleh makrofag
alveolar dalam merespon partikel debu yang masuk ke paru yang selanjutya menyebabkan
fibrosis pada jaringan interstitial paru. Sitokin ini terdiri atas faktor fibrogenesus dan
fibronktin serta faktor proinflamasi. Disamping proses fagositosis debu oleh mskrofag
alveolar, yang lebih penting adalah intertisialisasi partikel debu tersebut. Bila partikel debu
telah fagositosis oleh makrofag dan di trasnfer ke sistem mukosilier maka proses
pembersihan debu yang masuk dalam salran napas di kategorikna berhasil. Hilangnya
integritas epitel akibat mediator inflamasi yang di lepaskan makrofag alveolar merupakan
kejadian awal proses fibrogenesis di intertitial paru. Bila partikel debu telah masuk dalam
interstitial maka nasibnya di tentukan oleh makrofag interital, di fagosistosis untuk
kemudian di trnsfer ke kelenjar getah bening mediatinum atau terjadi sekresi mediator
inflamasi kronik pada intertitial
Dengan berjalannya waktu dan pemajanan lebih lanjut, nodulus membesar dan bersatu.
Masa padat terbentuk pada bagian atas paru-h bening mediastinum atau terjadi sekrparu,
mengakibatkan penurunan volume paru-paru. Penyakit paru restriktif (ketidakmampuan
paru-paru untuk mengembang dengan sempurna) dan terjadi penyakit paru obstruktif yang
sekunder emfisema. Rongga dapat terbentuk sebagai akibat tuberkolosis yang membururuk.
Biasanya di butuhkan pemajanan selama 10 sampai 20 tahun sebelum penyakit terjadi dan
sesak nafas muncul. Destruksi fibrotik jaringan paru dapat mengarah pada emfisema,
hipertensi paru, dan korpulmonal.
Sepertinya, silika juga menyebabkan menyempitnya saluran bronchial yang merupakan
sebab utama dari dyspnea. Jika penderita silikosis terpapar oleh organisme penyebab

tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis) penderita silikosis mempunyai resiko 3 kali lebih


besar untuk menderita tuberkulosis.
2.4.3 Patofisiologi Cystic Fibrosis
Infeksi yang terdapat pada Cystic Fibrosis saluran napas cenderung melibatkan lapisan mukosa
dibandingkan invasi epitel. Predisposisi dari Cystic Fibrosis saluran napas terhadap infeksi
kronis Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa selaras dengan kegagalan
membersihkan mucus.
Tanda biofisika diagnostic pada CF epitel saluran napas yaitu adanya peningkatan perbedaan
potensi listrik trans epitelial (Potential difference/PD). Transepitelial PD menunjukkan
jumlah transport ion aktif dan resistensi epithelial terhadap aliran ion. CF saluran napas
memperlihatkan ketidaknormalan pada absorbsi Na+ dan Sekresi Cl- aktif.
Kuman

pathogen

seperti

Pseudomonas

Aeruginosa,

Burkholderia

Cepacia,

Staphylococcus Aureus dan Haemophilus Influenza biasa ditemukan dalam secret klien
dengan fibrosis kistik. Bakteri - bakteri tersebut berkembang baik dan tidak mudah untuk di
dihilangkan.. Penumpukan secret terjadi karena berkurangnya klorida transportasi di paru
paru. Radang paru adalah penyebab utama yang lain dari menurunnya fungsi paru pada
pasien fibrosis kistik dan mungkin akan menyebabkan infeksi kronis. Peningkatan kadar
interleukin-8, interleukin-6, tumor nekrosis faktor alfa dan leukotrien B4, bersamaan dengan
menurunnya kadar anti inflamasi sitokinin dan protease di jumpai pada saluran napas pasien
dengan fibrosis kistik. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen, paru paru klien dengan fibrosis
kistik akan bekerja lebih ekstra, inilah yang menyebabkan klien mengeluh sesak napas,

Gambar 4. Keadaan Paru dan Pankreas pada Pasien CF

Melemahnya fungsi paru akibat penumpukan secret di jalan napas merupakan


indikator utama terganggunya system lain dalam tubuh, yaitu pancreas dan usus. Pancreas
dalam hal ini berfungsi untuk menghasilkan enzim pencernaan yang berfungsi untuk
memecah lemak dan protein di dalam usus halus. Pancreas memiliki saluran tersendiri yang
menghubungkan antara pancreas sendiri dan usus halus. Namun, karena adanya
penumpukan secret di paru dan menjalar ke saluran tersebut maka pancreas tidak bisa
mendistribusikan enzim yang mencerna lemak dan protein tadi ke usus halus. Sehingga di
usus halus tidak terjadi pencernaan protein dan lemak akibat tidak tesedianya enzim yang
dihasilkan panceas. Oleh karena itu, hal tersebut menyebabkan adanya gangguan pada
system pencernaan (David hull, 2008)
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
2.5.1 Pemeriksaan Diagnostik Asbestosis
a. Radiologis
Penderita dapat mengalami sesak nafas tanpa adanya kelainan radiologis. Didapatkan
infiltrat halus tersebar difus, lokasi kelainan pada umumnya didaerah lateral dan basal.
Pada lapangan paru bawah bilateral terdapat bercak-bercak nodular. Pada fase lanjut
infiltrat makin banyak dan luas. Bila penyakit bertambah berat batas infiltrat makin
tidak jelas dan jantung membesar. Bila ada penyulit maka akan didapatkan gambaran
tumor paru, pelebaran pleura, ektasis dengan gambaran sarang lebah, cairan dalam
rongga pleura. Pemeriksaan CT-scan meningkatkan diagnostik dengan mendeteksi
perubahan pada pleura dan parenkim yang tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan
radiologis biasa.
b. Tes fungsi paru dengan
1. Oximetry
Evaluasi oksigenasi penting sebab hypoxemia yang belum dikoreksi akan
menyebabkan hipertensi yang berkenaan dengan paru-paru dan dapat mendorong

kearah kor pulmonal . terutama oximetry dilakukan pada saat istirahat dan selama
latihan (misalnya, 6-menit tes berjalan).

2. Spirometri
Gambaran spirometri yang khas adalah penurunan kavasitas vital dan kapasitas paru
total,volume residu biasanya normal atau sedikit menurun serta penurunan kapasitas
difusi.Dalam mendeteksi kelainan ini secara dini maka kita harus mengamati adanya
penurunan kapasitas vital dan kapasitas difusi
3.Bilas Bronkoalveolar
Merupakan indikator aktivitas penyakit (alveolitis). Cairan bilas bronkoalveolar
normal mengandung 90% macrophage,10% limfosit dan sesekali neutrofil.
4.Pemeriksaan darah
Gas darah arteri (ABG) digunakan untuk mendeteksi penurunan oksigen dalam darah
yang berhubungan dengan perubahan pernapasan yang terkait dengan penyakit yang
berhubungan dengan asbes. Nilai normal BGA (Blood Gas Analysa) adalah PCO2 :3545mmHg, PO2 : 80 100 mmHg, pH : 7,35 7,45. Pada klien dengan asbestosis
analisis gas darah arteri menunjukkan Partial pressure of arterial oxygen
decrtekanan parsial oksigen arteri menurun dan Partial pressure of arterial carbon
dioxide low due to hyperventilation tekanan parsial karbon dioksida arteri rendah
karena hiperventilasi.
2.5.2 Pemeriksaan Diagnostik Silikosis

a. Foto Thoraks
Pada pnemokoniosis digunakan klasifikasi standar menurut
International lobour (ILO) interprestasi gambaran radiologi kelainan
parenkim difus yang terkadi. Klasifikasi ini digunakan untuk keperluan
epidemiologik penyakit paru kaibat kerja dan mungkin untuk membantu
interpretasi klinis (Susanto 2011).

b. Computed Tomography (CT) Scan


Tomografi komputer (CT scan) merupakan satu teknik radiologik
yang serangkian radiografnya, masing-masing merupakan gambar dari
suatu irisan paru yang diambil sedemikian rupa sehingga dapat dibentuk
suatu gambaran yang cukup rinci. Banyak bayangan abu-abu yang terlihat
denga C thoraks lain T Scan yang di padukan dengan radiograf dada rutin.
Ct scan berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi

trakea serta cabang utama bronkus menentukan lesi pada pleuraatau


mediatinum(nodus,

tumor, struktur

vaskuler),

dan

secara

umum

mengungkapakan sifat serta derajatkelainan bayangan yang terdapat pada


paru dan jaring. Denga CT scan resolusi tinggi (HRCT),ketebalan
potongan melintangadalam 1 mm hingga 2 m, lebih tipis di banding
potongan biasanya yaitu 7 mm sampai 8 mm. Gambaran paling sering
HRCT pada pnemoniosis adalah nodular sentrilobular atau high
attenuation pada area percabangan seperti gambaran lesi bronkiolar.
Gambaran HRCT yang khas pada silikosis, pnemokoniosis batubara dan
asbestosis adalah terdapat opasitas halus yang dominan di bagian paru
atas.

c. Tes fungsi paru


Pada pneumokoniosis dapat ditemukan nilai faal paru normal atau
bisa juga terjadi obstruksi, restriksi ataupun campuran.3Sebagian besar
penyakit paru difus yang disebabkan debu mineral ber-hubungan dengan
kelainan restriksi karena terjadi fibrosis di parenkim paru. Pada kasus
dengan fibrosis interstisial yang luas umumnya terjadi penurunan
kapasitas difusi.Inflamasi, fibrosis dan distorsi pada saluran napas dengan
konsekuensi terjadi obstruksi saluran napas dapat ditemukan pada
beberapa kondisi. Karena tingginya prevalensi perokok pada populasi
pekerja industri, sering sulit dibedakan apakah obstruksi yang terjadi

karena efek debu terinhalasi atau efek rokok. Banyak debu mineral
menghasilkan perubahan karakteristik dalam mekanisme pernapasan dan
volume paru-paru yang secara jelas menunjukkan pola restriktif. Demikian
pula, pemaparan debu organik atau bahan kimia dapat menyebabkan asma
kerja atau PPOK. Pengukuran perubahan volume ekspirasi paksa (FEV1)
sebelum dan setelah shift kerja dapat digunakan untuk mendeteksi respon
bronchoconstrictive atau peradangan akut. (Harrison, 2008).
2.5.3 Pemeriksaan Diagnostik Cystic Fibrosis
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis CF antara lain (Kris,
2008) :
1

Tes Keringat (Klorida)


Analisis kimiawi terhadap keringat jarang dilakukan, kecuali pada diagnosis cystic
fibrosis. Analisis kimia ini sering diperkuat oleh analisis genetic CF. analisis elektrolik
dalam keringat bermanfaat bagi CF dan biasanya dilakukan pada anak yang
memperlihatkan infeksi paru rekuren atau mereka yang terganggu tumbuh kembangnya
atau memiliki riwayat CF dalam keluarga. Pasien dengan CF biasanya memproduksi
keringat dengan kandungan natrium dan klorida yang sangat tinggi. Metode yang
digunakan adalah dengan induksi keringat dengan iontoforesis atau penyuntikan
pilokarpin ke dalam kulit lengan bawah (metode Gibson dan cook). Uji ini memiliki
banyak kesulitan teknis, tetapi nilai prediksi positifnya tinggi. Elektrolit dikumpulkan
dengan kertas saring atau kasa bebas elektrolit dari daerah yang dirangsang. Elektrolit
keringat dapat secara langsung diukur melalui pemakaian elektroda spesifik-ion yang
diletakkan di kulit. Rentang acuan klorida di dalam keringat adalah 5-45 mmol/L pada
anak. Angka pada bayi yang terjangkit biasanya lebih besar dari 60 mmol/L. angka dari
orang dewasa biasanya lebih dari 10 mmol/L.
Keadaan - keadaan lain yang juga harus dibedakan dari fibrosis kistik yang juga
dapat meningkatkan elektrolit keringat antara lain hipotiroid, insufisiensi adrenal, dan
malnutrisi.

Chest X-Ray

Foto toraks menunjukkan hiperinflasi, dengan diafragma yang mendatar. Dinding


bronkus menebal, yang dalam potongan melintang terlihat seperti cincin dan dalam posisi
longitudinal terlihat seperti garis yang pararel. Pada penyakit yang lebih lanjut, perubahan
- perubahan kistik akan dijumpai dan sering dijumpai pada lobus atas. Jika kista penuh
berisi pus, gambaran kista akan terlihat seperti nodul.

Gambar 5. Hasil Radiologi dada Penderita CF


3

Uji faal paru


Gambaran obstruktis merupakan gambaran yang khas. Volume residu meningkat
mencerminkan udara yang terperangkap. Kapasitas difusi tetap normal dan akan menurun
bila penyakit sudah dalam tahap lanjut. Analisa gas darah arteri normal pada penyakit
yang ringan, tapi akan muncul hipoksemia yang progresif oleh karena gangguan faal
paru. Serta hiperkapnia dijumpai dalam fase lanjut.

Test Prenatal
Pada masa kehamilan dapat dilakukan pemeriksaan melalui test villi korionik
(chronic villous testing) pada usia kehamilan sekitar 10-12 minggu. Pemeriksaan ini
hanya dilakukan untuk mendiagnosis CF. Pemeriksaan prenatal ini sudah jarang
dilakukan karena harapan hidup pasien-pasien dengan CF sekarang telah meningkat.

Test genetika
Test genetik melalui test darah dapat mendeteksi kondisi karier dengan keakuratan
sampai 95% Test ini direkomendasikan untuk individu-individu yang mempunyai riwayat
keluarga dengan CF dan untuk pasangan-pasangan yang merencanakan kehamilan,
namun tidak diindikasikan untuk keperluan skrining secara umum (NIH Consensus
Stetment, 1999)

Pemeriksaan radiologis CT scan


Pemeriksaan CT scan paranasal dilakukan melalui potongan aksial dan koronal tanpa
kontras. Lebih dari 90% menunjukkan bukti adanya sinusitis kronik yang ditandai dengan
opaksifikasi, pergeseran ke medial dinding lateral kavum nasi pada daerah meatus media,
serta demineralisasi prosesus unsinatus. Pasien-pasien adolesen dengan CF sering
didapatkan tidak terbentuknya sinus frontalis pada gambaran CT scannya.

Pemeriksaan Kultur
Aspirasi sinus penting dilakukan untuk pemeriksaan kultur pada pasien-pasien CF untuk
mendeteksi adanya keterlibatan infeksi kuman pseudomonas. Pengambilan kultur
sebaiknya dilakukan aspirasi transantral sinus maksila, bukan nasofaring, tenggorok atau
septum. Dari penelitian, organisme yang sering ditemukan pada pasien dengan CF adalah
pseudomonas (65%), haemophilus influenzae (50%), Alpha-haemolticstreptococci (25%)
dan kuman-kuman anaerob seperti peptostreptococcus serta Bactroides (25%). Pasienpasien dengan sinusitis akut tanpa CF kuman penyebabnya umumnya terdiri dari
Pneumococcus, H Influenza dan Moraxella catarrhalis, sedang jika sinusitis kronik selain
kuman diatas ditambah dengan organisme Staphylococcus aureus dan kuman anaerob
seperti Bacteroides, Veillonella dan Fusobacterium.

Analisa semen
Azoospermia obstruktif adalah bukti yang kuat dari fibrosis kistik. Ini harus
dikonfirmasi dengan biopsy testis harus tidak ada penjelasan lain untuk keadaan
azoospermia tersebut (misalnya vasektomi). Sindrom Young dapat juga menyebabkan
penyakit paru dan azoospermia.

Foto sinus
Pansinusitis adalah sering dijumpai pada fibrosis kistik,oleh karena ini tidak biasa
pada anak - anak atau dewasa muda. Keadaan ini sangat menyokong diagnosis fibrosis
kistik atau kelainan imunologi lain. Sinus yang normal pada foto adalah sangat kuat
walau bukan absolute, bukti bahwa tidak dijumpainya fibrosis kistik.

10 Bronchoalveolar lavage (BAL)

Inflamasi dari saluran napas umumnya dijumpai pada bayi dan anak yang lebih tua
pada pasien fibrosis kistik, dimana tidak ada bukti yang lain dari infeksi. BAL selalu
menunjukkan persentase yang tinggi dari neutrofil ( 50% pada pasien fibrosis kistik)
dan jumlah neutrofil sangat tinggi. Ditemukannya pseudomonas aeroginosa, yang mana
mungkin pertama kali dideteksi dalam BAL, juga menyokong diagnosis. Kadar antibody
terhadap pseudomonas yang meninggi dalam serum dapat dipakai untuk menduga adanya
infeksi walau kultur negative.
2.6 Penatalaksanaan Medis
2.6.1 Penatalaksanaan Medis Asbestosis
Tidak ada obat yang tersedia. Menghentikan paparan asbes lebih lanjut
ditunjukkan. Maka dilakukan perawatan yang bertujuan untuk membantu pasien dapat
bernapas dengan mudah, mencegah infeksi pernapasan, dan mencegah komplikasi lebih
lanjut. Pengguanaan antibiotik dimaksudkan untuk menyerang infeksi. Aspirin atau
Acetominophen(Tylenol) dapat membebaskan ketidaknyaman dan bronchodilators oral
atau inhalasi dan melebarkan saluran napas.Dapat diberikan obat semprot untuk
mengencerkan lendir. Pengobatan suportif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah
membuang lendir atau dahak dari paru-paru melalui prosedur postural drainase. Bila
asbestosis sudah memasuki stadium mesotelioma maka belum ada terapi yang berhasil
meningkatkan kesembuhan.

1.) Pencegahan
Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu asbes
dilingkungan kerja. Penggunaan kontrol debu dapat mengurangi penderita
asbestosis, tetapi mesotelioma masih terjadi pada orang yang pernah terpapar 40
tahun yang lalu, ventilasi udara yang cukup di ruang kerja, penggunaan masker bagi
pekerja yang beresiko tinggi dapat mengurangi pemaparan, Untuk mengurangi
resiko terjadinya kanker paru-paru dianjurkan pekerja pabrik untuk berhenti

merokok. Pasien harus menghindari situasi yang mungkin mengekspos mereka


untuk infeksi saluran pernapasan seperti banyak orang.

2.) Perawatan
Perawatan

medis

untuk

infeksi

saluran

pernapasan,

dengan

sering

menggunakan antibiotik ketika diperlukan. Mereka juga harus berpartisipasi dalam


terapi pernapasan seperti bronkial drainase atau penggunaan humidifier kabut
ultrasonik yang membantu dalam pembersihan lendir dari paru-paru.
Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada secara rutin.
Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja lainnya setiap 2-5
tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara dini.
2.6.2 Penatalaksanaan Medis Silikosis
Pneumokoniosis tidak akan mengalami regresi, menghilang ataupun berkurang
progresivitasnya hanya dengan menjauhi pajanan. Tata laksana medis umumnya
terbatas hanya pengobatan simptomatik. Tidak ada pengobatan yang efektif yang
dapat menginduksi regresi kelainan ataupun menghentikan progesivitas
pneumokoniosis. Pencegahan merupakan tindakan yang paling penting. Regulasi
dalam pekerjaan dan kontrol pajanan debu telah dilakukan sejak lama terutama di
negara industri dan terus dilakukan dengan perbaikan-perbaikan. Pada bentuk
pneumokoniosis subakut dengan manfaat yang didapat untuk efek jangka
panjangnya terutama jika bahan penyebab masih ada di paru. Menjaga kesehatan
dapat dilakukan seperti berhenti merokok, pengobatan adekuat dilakukan bila
dicurigai terdapat penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan pence-gahan
infeksi dengan vaksinasi dapat diper- timbangkan.
Perawatan pada Klien Silikosis
a. Perawatan pada klien silikosis

b. Pengobatan ditujukan untuk mengurangi parmasalahan lebih lanjut dan


factor aktif lain,seperti merokok
c. Pencegahan dan pengobatan untuk komplikasi misalnya pneumonia
dengan antibiotic juga perlu dilakukan.
d. Penekanan debu dengan pengendalian teknis dimana Pekerja harus
memakai masker, tutup kepala bertekanan.
e. Pemberian oksigen jika terjadi komplikasi lebih lanjut.
f. Bila terjadi gagal nafas, berikan nutrisi dengan kalori yang cukup.

Pencegahan
Pengawasan terhadap di lingkungan kerja dapat membantu
mencegah terjadinya silikosis. Penekanan debu dengan pengendalian
teknis( pembasahan sebelumnya,pengeboran basah) perlu dilaksanakan
dengan ketat dan debu residu hendaknya dikontrol dengan ventilasi yang
sesuai. Kadar debu dan kandungan silika dalam debu yang masuk
pernapasan hendaknya dipantau secara teratur. Jika menggunakan bahan
peledak,para pekerja seharusnya dicegah masuk ke daerah berdebu sampai
debu dibersihkan melalui ventilasi. Debu hendaknya disaring dari dari
udara yang dikeluarkan.
Pekerja harus memakai masker dan tutup kepala bertekanan.
Selama kerusakan alat-alat pengendalian debu teknis atau pada keadaan
darurat. Kabin dengan pengatur udara (ber-AC) hendaknya disediakan
untuk para pengemudi truk dan operator alat berat pada operasi terbuka di
cuaca panas di mana penyemprotan dengan air tidak dimungkinkan.
Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada
secara rutin. Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja
lainnya setiap 2-5 tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara
dini.Jika

foto

rontgen

menunjukkan

silikosis,

dianjurkan

untuk

menghindari pemaparan terhadap silika.


Alat Pelindung Diri
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor Per.08/Men/VII/2010 tentang alat pelindung

diri, bahwa APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh
tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Alat pelindung diri (APD) yang
baik adalah APD yang memenuhi standar
keamanan dan kenyamanan bagi pekerja (Safety and Acceptation), apabila
pekerja memakai APD yang tidak nyaman dan tidak bermanfaat maka
pekerja enggan memakai, hanya berpura-pura sebagai syarat agar masih
diperbolehkan untuk bekerja atau menghindari sanksi perusahaan
(Khumaidah, 2009).
Dengan demikian alat pelindung diri merupakan pertahanan terakhir, Oleh
karenanya alat pelindung diri tidak pernah dipertimbangkan sebagai suatu
pertahanan yang utama untuk menghilangkan atau mengendalikan bahaya
dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja (termasuk agar tenaga kerja
tidak menderita penyakit akibat kerja). Kebanyakan alat pelindung diri
mengakibatkan beberapa perasaan tidak enak dan menghalangi gerakan
atau tanggapan panca indera si pemakai. Oleh karena itu, umumnya tenaga
kerja akan menolak memakai alat pelindung diri bila diberi. (Suardi,
2005).
2.2.2. Syarat-syarat APD Menurut Budiono (2005), Pemilihan APD yang
cermat adalah merupakan persyaratan mutlak yang sangat mendasar.
Pemakaian APD yang tidak tepat dapatmmencelakakan tenaga kerja yang
memakainya karena mereka tidak terlindung dari bahaya potensial yang
ada di tempat mereka terpapar. Oleh karena itu agar dapat memilih APD
yang tepat, maka perusahan harus mampu mengidentifikasi bahaya
potensial yang ada, khususnya yang tidak dapat dihilangkan atau
dikendalikan, serta memahami dasar kerja setiap jenis APD yang akan
digunakan di tempat kerja dimana bahaya potensial tersebut ada dengan
ketentuan :
a) Dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya
yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
b) Berat alat hendaknya seringan mungkin, dan alat tersebut tidak
menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.
c) Dapat dipakai secara fleksibel

d) Bentuknya harus cukup menarik


e) Tahan untuk pemakaian yang lama
f) Tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakainya, yang
dikarenakan bentuk dan bahayanya tidak tepat atau karena salah
dalam penggunaannya.
g) Harus memenuhi standar yang telah ada
h) Tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya
i) .Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah
pemeliharaannya
Menurut Sumamur (1992), menyatakan bahwa persyaratan yang harus
dipenuhi APD :
a. Enak dipakai
b. Tidak mengganggu kerja
c. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya
Adapun alat-alat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Alat Pelindung Kepala (safety helmet)
Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi
kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda
keras yang melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api,
percikan bahan-bahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang
ekstrim.

Topi keselamatan (safety helmet) berfungsi sebagai pelindung kepala dari benturan
maupun benda jatuh yang bisa mengenai kepala pekaerja secara langsungdi
tempat kerja, dan dilengkapi dengan ikatan ke dagu untuk menghalangi
terlepasnya helm dari kepala akibat menunduk atau kena benda jatuh.

Gambar 1. Safety Helmet (Sumber: www.medicatherapy.com)

b. Alat Pelindung Muka dan Mata


Alat pelindung muka dan mata berfungsi untuk melindungi muka dan
mata dari lemparan benda-benda kecil, benda panas, pengaruh cahaya ataupun
radiasi tertentu. Paparan panas, sinar yang menyilaukan dan debu dapat
merusak mata, oleh karena itu berbagai jenis kacamata pengaman (protective
goggles) telah disediakanmempunyai kegunaan yang berbeda. Kacamata debu
berguna melindungi mata dari bahaya debu, bram (tatal) pada saat menggerinda,
memahat dan mengebor, serta kaca mata pelindung dari percikan logam cair,
percikan bahan kimia. Muka pekerja juga harus terlindungi yaitu dengan masker
pelindung pengelasan yang telah dilengkapi dengan kaca pengaman (shade of
lens) yang disesuaikan dengan diameter batang las (welding rod).

Gambar 2. Protective Goggles dan Masker Pelindung Pengelasan


(Sumber: http://chemistryofdrizzle.blogspot.com/2013/04/alat-pelindungdiri.html)

c. Alat Pelindung Tangan


Pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas, suhu
dingin,radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia,
benturan,pukulan dan tergores, terinfeksi zat patogen (virus, bakteri) dan jasad
renik (Deptakertan,2010).Alat pelindung tangan befungsi untuk melindungi
tangan dan jari-jari dari debu, ataupun:
1. Suhu ekstrem (panas dan dingin)
2. Radiasi elektromagnetik
3. Radiasi mengion, dll
Sarung tangan untuk pekerjaan yang dapat menimbulkan cedera lecet atau terluka
pada tangan seperti pekerjaan pembesian fabrikasi dan penyetelan, pekerjaan las,
membawa barang-barang berbahaya dan korosif seperti asam dan alkali. Bentuk

sarung tangan terbuat dari bermacam-macam bahan disesuaikankebutuhan


seperti:

Gambar 3. Sarung tangan


(Sumber: http://danakkale.blogspot.com/2012/12/apd-alatpelindung-diri.html)

d. Alat Pelindung Pernapasan

Alat pelindung pernapasan berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap


sumber-sumber bahaya udara di tempat kerja. Masker gas dan masker debu
adalah alat perlindungan untuk melindungi pernapsan dari gas beracun dan
debu.
Ada tiga jenis alat pernapasan berupa respirator yang berfungsi untuk memurnikan
udara, yaitu:
1. Respirator dengan filter bahan kimia
2. Respirator dengan filter mekanik
3. Respirator dengan filter mekanik dan bahan kimia

Gambar 5. Masker Gas dan Masker Debu


(Sumber:www.medicatherapy.com)

e. Alat Pelindung Telinga


Alat pelindung telinga digunakan untuk mencegah rusaknya pendengaran akibat
suara bising di atas ambang aman seperji pekerjaan plat logam. Terdapat dua
jenis alat peindung telinga, yaitu:
1. Sumbat Telinga (ear plug)

Sumbat telinga yang baik adalah menahan frekuensi tertentu saja sedangkan
frekuensi untuk bicara biasanya tidak terganggu. Sumbat telinga biasanya
terbuat dari karet plastik keras, plastik lunak, lilin, dan kapas. Daya lindung
(kemampuan attenuasi) sekitar 25-30 dB.
2. Tutup Telinga (ear muff)

Gambar 6. Peleindung Telinga


(Sumber:http://www.usahakaryajaya.com/alat-pelindung-diri-telinga)

f. Alat Pelindung Tubuh


Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan sebagian atau seluruhbagian
badan dari bahaya temperatur panas atau dingin yang ekstrim, pajananapi dan
benda-benda panas, percikan bahan-bahan kimia, cairan dan logam panas, uap
panas, benturan (impact) dengan mesin, peralatan dan bahan, tergores, radiasi,
binatang, mikro-organisme patogen dari manusia, binatang,tumbuhan dan
lingkungan seperti virus, bakteri dan jamur.Terdapat pakaian kerja yang sesuai
dengan sumber bahaya yang dapat dijumpai, seperti:
1. Terhadap radiasi panas, bahan pakaian dapat merefleksikan panas dan
biasanya dilapisi aluminium serta berkilat
2. Terhadap radiasi mengion, pakaian dilapisi timbal (timah hitam)

3. Terhadap cairan dan bahan-bahan kimiawi, pakaian terbuat dari plastik atau
karet
4. Sabuk pengaman (safety belt) untuk mencegah cedera yang lebih parah pada
pekerja yang bekerja di ketinggian lebih dari 2 meter.

Gambar 6. Baju pelindung tubuh dan ikat badan


(Sumber: www.medicatherapy.com)

g. Alat Pelindung Kaki


Fungsi
Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau
berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan
panas atau dingin, uap panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia
berbahaya dan jasad renik, tergelincir.
Jenis
Jenis Pelindung kaki berupa sepatu keselamatan pada pekerjaan
peleburan,pengecoran logam, industri, kontruksi bangunan, pekerjaan yang
berpotensi bahaya peledakan, bahaya listrik, tempat kerja yang basah atau
licin, bahan kimia dan jasad renik, dan/atau bahaya binatang dan lainlain.Sepatu keselamatan disesuaikan dengan jenis resiko, seperti:

1. Untuk mencegah tergelincir, dipakai sol anti slip luar karet alam atau
sintetik dengan bermotif timbul (permukaannya kasar)
2. Untuk mencegah tusukan dari benda-benda runcing, sol dilapisi logam
3. Terhadap bahaya listrik, spatu seluruhnya harus dijahit atau direkat, tidak
boleh menggunakan paku
4. Sepatu atau sandal yang beralaskan kayu baik dipakai pada tempat kerja
yang lembab, lantai yang panas, dan sepatu boot dari karet sintesis dipakai
untu melindungi dari bahan-bahan kimia.

Gambar 7. Safety Boots


(sumber: www.medicatherapy.com,)
2.6.3

Penatalaksanaan Medis Cystic Fibrosis

Beberapa penatalaksanaan yang dapat diberikan kepada pasien fibrosis kistik adalah
sebagai berikut :
a. Antibiotika
Pasien fibrosis kistik sering mengalami infeksi yang berulang, yang dapat dilihat
dengan peningkatan keluhan dan gejala. Antibiotic yang benar dengan dosis yang tepat

yang biasanya terdiri dari 2 antibiotika diberikan secara parenteral selama 14-21 hari,
ditambah dengan pembersihan saluran napas dan pemberian bronkodilator. Karena
pseudomonas aeroginosa sering merupakan kuman penyebab, maka antibiotika pilihan
adalah kombinasi penisilin semi sintetik atau sefalosporin generasi III dan
aminoglikosida.
b. Bronkodilator
Beta 2-agonis dan anti kolinergik memperbaiki ekspirasi, dan kalau diberikan
secara bersamaan, akan memberikan efek potensiasi. Obat-obat ini juga diberi pada
keadaan eksaserbasi.
c. Steroid
Pada anak usia 1-12 tahun, ada manfaat dengan pemberian prednisone dosis tinggi
(3 mg/kgBB). Tetapi oleh karena efek samping seperti gangguan pertumbuhan, gangguan
metabolisme glukosa, maka pengobatan jangka panjang tidak dianjurkan, walau untuk
jangka pendek masih ada tempat. Pemberian selama 12 minggu prednisone, memperbaiki
faal paru.
d. Menurunkan kekentalan dahak
Kekentalan sekresi saluran napas pada fibrosis kistik disebabkan oleh karena
banyaknya PMNL (neutrofil) dan hasil - hasil pemecahannya. DNA dari neutrofil yang
mati juga akan meningkatkan kekentalan dahak. Recombinant human desoxyribonuclease
I (rhDNase I) yang dapat memakan DNAekstraseluler guna menurunkan kekentalan
sputum secara invitro dan memberikan perbaikan pada FEV1. Pemberian rhDNase sekali
dalam sehari juga dihubungkan dengan menurunnya resiko eksaserbasi yang memerlukan
antibiotika iv.
e. Modulasi farmakologi dari transport ion
Hasil defek fisiologis yang dihubungkan dengan gen CFTR yang abnormal adalah
kombinasi dari kurang baiknya sekresi Cl dan absorbsi Na yang berlebihan sehingga
mengakibatkan absorbs air secara pasif dari saluran napas manusia. Amiloride merupakan
suatu antagonis channel Na, menghambat absorbs Na yang berlebihan. Kerja obat
maksimal pada apeks paru. Untuk itu obat ini diberikan secara aerosol untuk mencapai
apeks. Amiloride cepat dibersihkan dari saluran napas manusia, maka harus diberikan
paling sedikit 4 kali sehari. Obat obat yang merangsang sekresi Cl lewat jalan yang tidak

tergantung pada cAMP juga dapat digunakan pada pasien fibrosis kistik. Untuk
mengaktifkan sekresi Cl, obat obat ini harus mencapai permukaan sel saluran napas apeks
paru. Hasil yang maksimal akan didapat bila diberikan secara bersamaan dengan
amiloride.
Beberapa nucleotide triphosphat (UTP = uridine triphosphat dan ATP) merangsang sekresi Cl
dengan mengaktivkan reseptor P2. Pada pasien fibrosis kistik, pemberian amiloride pada
selaput hidung yang diikuti oleh peningkatan konsentrasi UTP dan ATP akan
menginduksi sekresi Cl dan meningkatkan beda potensial trasepitel.
f. Fisioterapi
Dahak yang purulen dan kental pada pasien fibrosis kistik akan membuat
obstruksi saluran napas. Untuk membersihkan secret pada saluran
napas ini dapat dilakukan dengan fisioterapi dengan cara posturnal
drainase, perkusi dinding dada, latian napas dan olahraga
2.7 Komplikasi Asbestosis, Silikosis, Cystic Fibrosis
2.7.1 Komplikasi Asbestosis
Komplikasi lanjutan pada asbestosis antara lain:
1. Efusi pleura
2. Mesothelioma, meskipun jarang, asbes juga bisa menyebabkan tumor pada
pleura yang disebut mesotelioma atau pada selaput perut yang disebut
mesotelioma peritoneal. Mesotelioma yang disebabkan oleh asbes bersifat ganas
dan tidak dapat disembuhkan. Mesotelioma umumnya muncul setelah terpapar
krokidolit, satu dari 4 jenis asbes. Amosit, jenis yang lainnya, juga
menyebabkan mesotelioma. Krisotil mungkin tidak menyebabkan mesotelioma
tetapi kadang tercemar oleh tremolit yang dapat menyebabkan mesotelioma.
Mesotelioma biasanya terjadi setelah pemaparan selama 30-40 tahun.
3. Cor pulmonale
4. Fibrosis Pulmoner idiopatik
5. Pneumoconeosis
6. Kanker bronkus

2.7.2 Komplikasi Silikosis


Komplikasi :
1. Bronkitis
2. Emphysenic(kembang paru-paru)
3. Kegagalan jantung berfungsi
2.7.3

Komplikasi Cystic Fibrosis

Komplikais yang dapat terjadi pada cystic fibrosis adalah :


1. Sinusitis
Disebabkan oleh produksi nucus yang berlebihan sehingga menutupi dan menginfeksi
sinus
2. Bronchiectasis
Bronkus akan teregang dan membentuk kantong- kantong ketika terkumpul mucus,
sehingga mukus akan menyebabkan bakteri terkumpul dan terjadilah infeksi.
3. Pancreatitis
4. Polip hidung
5. Clubbing
Ini terjadi karena tidak adanya perpindahan oksigen dari paru- paru ke aliran darah.
6. Kolaps paru
7. Prolaps rektal
Batuk persisten atau penekanan mungkin dapat menyebabkan jaringan rektum timbul
keluar.
8. Penyakit liver
9. Diabetes
10. Pneumothorax sering terjadi (>10% pasien)
11. Komplikasi paling buruk dari cystic fibrosis adalah kegagalan pernapasan dan cor
pulmonale.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Studi Kasus

Anda mungkin juga menyukai