SGD Respi 2
SGD Respi 2
KEPERAWATAN RESPIRASI II
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PARU AKIBAT KERJA (SILIKOSIS,
ASBESITOSIS, CYSTIC FIBROSIS)
Dosen Pembimbing:
Erna Dwi Wahyuni, S.Kep.Ns.,M.Kep.
Disusun Oleh:
Kelas A-1 Kelompok 4
Nia Husninda Hawari
131411131007
131411131028
131411131043
131411131061
131411131082
131411131100
131411133014
Prasetiya Wahyuni
131411133032
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Asuhan
Keperawatan Pasien Paru Akibat Kerja (Silikosis, Asbesitosis, Sistik Fibrosis) dengan
baik dan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
kelompok yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Respirasi II
yaitu Ibu Erna Dwi Wahyuni, S.Kep.Ns.,M.Kep.
Makalah Asuhan Keperawatan Pasien Paru Akibat Kerja (Silikosis, Asbesitosis,
Sistik Fibrosis) ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat
membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dengan makalah ini diharapkan
pembaca dapat memahami Asuhan Keperawatan Pasien Paru Akibat Kerja (Silikosis,
Asbesitosis, Sistik Fibrosis). Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada dosen
pembimbing mata kuliah Keperawatan Respirasi II yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis unuk belajar makalah Asuhan Keperawatan Pasien Paru Akibat Kerja
(Silikosis, Asbesitosis, Sistik Fibrosis). Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada
seluruh pihak yang telah memberikan bantuan berupa konsep, pemikiran dalam
penyusunyan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan segala kerendahan
hati, saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari pembaca guna
meningkatkan pembuatan makalah pada tugas lain dan pada waktu mendatang.
Penulis
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini kami menyatakan bahwa:
Kami mempunyai kopi dari makalah ini yang bisa kami reproduksi jika makalah yang
dikumpulkan hilang atau rusak
Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang lain kecuali
yang telah dituliskan dalam referensi, serta tidak ada seorangpun yang membuatkan makalah
ini untuk kami.
Jika dikemudian hari terbukti adanya ke tidak jujuran akademik, kami bersedia mendapatkan
sangsi sesuai peraturan yang berlaku.
Surabaya, 11 November 2015
Nama
Nia Husninda
NIM
131411131007
Rofita Wahyu
131411131028
Alfi Dwi P.
131411131043
Vony Nurul K.
131411131061
Senja Putrisia
131411131082
Ridha Cahya
131411131100
Thaliah Jihan
131411133014
Prasetiya Wahyuni
131411133032
Aspek
yang
Bobo Nilai
t
Kriteria penilaian
M iii
dinilai
ak
s
Pendahulu
an
2%
Laporan
5%
analisi
Supervisial,
Sangat
Tidak spesifik
spesifik dan
relevan
Laporan lugas dan ringkasan serta
lengkap
s
masala
h
Intervensi
16%
16
Penjelasan
teori
konsep
kepera
keperawatan/
watan
patofisiologi terkait
yang
Analisis
peran
dasar
fisiologi/
perawat
dalam
diusul
intervensi
serta
kaitan
kan
intervensi
dengan
proses
keperawatan
Pengalaman atau realita di klinik
dan gap
Literature review
Ide logis dan ringkas
Menunjukkan kemampuan analisis
Argument logis dan rasional
Analisa kritis rencana aplikasi ide
atau hasil pembahasan
Literatur yang digunakan terkini
Kesimpula
2%
n
Pengurang
a. 7. -7.5
jurnal
Nilai
akan
mendapatkan
an
pengurangan
jika
nilai
kriteria
dari
20
halaman
batas
toleransi 5%)
Tidak mengikuti aturan penulisan
referensi dengan benar
Penulisan bahasa indonesia yang
baik dan benar,termasuk tanda
baca.
NILAI MAKSIMAL 25
Komentar Fasilitator:
......................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
Presentasi Kelompok (5%)
No
1
2
3
makalah
Kemampuan menggunakan media & IT
Kontribusi
yang
bermanfaat
bagi
kelompok
Kemampuan
berdiskusi
PROSENTASE
intisari
(responsive,
analitis)
TOTAL NILAI MAKSIMUM
1
1
1
2
5
POINT
PENILAIAN
Selama
proses
diskusi
(50%)
memberikan
10%
pendapat.
10%
ide/pendapat
Inovatif dan kreatif dalam
memberikan
PROSENTASE
30%
pertanyaan
20%
20 %
10%
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN...........................................................................................
1.1 Latar Belakang.........................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan......................................................................................
1.3 Manfaat Penulisan....................................................................................
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................
2.1 Definisi Silikosis, Asbesitosis dan Sistik Fibrosis...................................
2.2 Etiologi.....................................................................................................
2.3 Manifestasi Klinik....................................................................................
2.4 Patofisiologi.............................................................................................
2.5 WOC.........................................................................................................
2.6 Komplikasi...............................................................................................
2.7 Pemeriksaan Penunjang............................................................................
2.8 Penatalaksanaan.......................................................................................
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................................
3.1 Asuhan Keperawatan................................................................................
BAB 4. PENUTUP.......................................................................................................
4.1 Kesimpulan...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................
LAMPIRAN.................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
terdiri atas 56% asbestosis, 38% silikosis dan 6% pneumokoniosis batubara. (Susanto,
2011).
Penyebab utama dari cystic fibrosis adalah gen CFTR yang dibawa oleh orang tua.
Gen tersebut akan memicu adanya penumpukan secret di saluran napas. Secret yang
menumpuk banyak pada saluran napas akan menghambat aliran udara dari luar ke dalam
dan sebaliknya. Selain itu secret yang menumpuk akan menjadi media berkembangnya
bakteri dan berefek pada infeksi saluran pernapasan.
Oleh karena banyaknya anak yang mengidap penyakit fibrosis kistik ini, maka
perlu adanya intervensi yang diterapkan pada klien dengan penyakit fibrosis kistik ini.
Salah satu intervensi yang dapat diambil adalah dengan melakukan fisioterapi napas yang
bertujuan untuk membantu pengeluaran secret, fisioterapi dapat dikombinasikan dengan
nebulizing dan suctioning. Jadi secret tidak sampai menumpuk pada saluran napas dan
meminimalisir terjadinya infeksi paru akibat bakteri yang berkembang pada secret.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa definisi dari penyakit asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
2) Apa etiologi dari penyakit asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
3) Apa saja manifestasi klinis dari penyakit asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
4) Bagaimana patofisiologi dari penyakit asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
5) Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari penyakit asbestosis, silikosis, cystic
fibrosis
6) Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
7) Bagaimana asuhan keperawatan dari penyakit asbetosis, silikosis, cystic
fibrosis
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan paru akibat kerja
yaitu silikosis dan asbetosis serta cystic fibrosis
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui patofisiologi asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
2. Mengerhau Etiologi dari asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
3. Mengetahui manifestasi klinis asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
4. Mengetahui patofisiologi dari asbestosis, silikosis, cystic fibrosis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Asbetosis, Silikosis, Cystic Fibrosis
2.1.1 Definisi Asbestosis
Asbestosis merupakan penyakit kronis progesif, Penyakit ini disebabkan oleh
udara yang mengandung debu asbes. Umumnya debu masuk kedalam paru-paru pada
saat kita menarik nafas. Hal ini tergantung pada ukuran debu yang terhirup. Semakin
kecil ukuran debu yang masuk melalui saluran pernapasan, maka semakin besar pula
resiko terjadinya penimbunan debu dalam paru-paru.
2.1.2 Definisi Silikosis
Silikosis adalah pneumoconiosis yang sering ditemukan akibat terpajan oleh debu
silica. Silica merupakan istilah kimia untuk partikel-partikel yang mengandung silicon
dioksida. (Harrianto, 2012)
Silikosis adalah penyakit paru kronis yang disebabkan menghirup debu silica
/partikel silicon dioksida (Smeltzer,2001).
2.1.3 Definisi Cystic Fibrosis
Cystic Fibrosis merupakan kelainan yang disebabkan oleh gen yang bersifat
resesif heterogen dengan gambaran patobiologik yang mencerminkan mutasi pada gen
regulator transmembrane fibrosa kistik (cystis fibrosis transmembrane conductance
regulator CFTR). Kelainan ini ditemukan sebagai penyakit multisystem. Penyakit
CF menyebabkan system sistem lain di dalam tubuh juga ikut terganggu (Sudoyo,
2006).
2.2 Etiologi Asbestosis, Silikosis dan Cystic Fibrosis
2.2.1 Etiologi Asbestosis
Menghirup serat asbes bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut (fibrosis) di
dalam paru-paru. Jaringan paru-paru yang membentuk fibrosis tidak dapat mengembang
dan mengempis sebagaimana mestinya. Beratnya penyakit tergantung kepada lamanya
pemaparan dan jumlah serat yang terhirup.
Mesotelioma maligna
Efusi pleura
2. Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu silika
bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara
bersamasama dengan partikel lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan
karbon dalam bentuk 4abu. (Patrick, 2005).
2.2.3 Etiologi Cystic Fibrosis
Cystic fibrosis merupakan penyakit yang diwariskan secara resesive autosomal.
Gen yang bertanggung jawab terhadap terjadinya Cystic Fibrosis telah
diidentifikasi pada tahun 1989 sebagai cystic fibrosis transmembraneconductance regulator glycoprotein (CFTR gene) yang terletak pada lengan
panjang kromosom nomor 7. Gen CFTR akan mengalami mutasi dan
menyebabkan hilangnya fenilamin pada rantai asam amino 508.
Pada silikosis ini dapat ditemukan tanda dan gejala seperti klien mengeluh batuk
berdahak serta sesak napas. Biasanya keluhan ini disertai oleh penyakit yang
menyertainya seperti bronchitis kronik karena debu dan riwayat rokok. Sesak napas
awalnya terlihat pada waktu kerja kemudian pada saat istirahat.
Silikosis terakselerasi
Gejala yang terjadi lebih menahun tetapi perubahan klinis dan radiologis lebih cepat
menimbulkan fibrosis yang lebih difus. Biasanya terjadi gagal napas.
Silikosis akut
Sesak napas progresif,demam,batuk,penurunan berat badan,hipoksemia jika terpajan pada
silica konsentrasi tinggi(Ikhsan,2009).
2.3.3 Manifestasi Klinis Cystic Fibrosis
Manifestasi klinis dari fibrosis kistik merupakan gambaran dari kelainan multisystem,
walaupun keterlibatan paru adalah dominan dan sering dihubungkan dengan kematian
pada pasien ini (Sudoyo, 2006). Keluhan yang disampaikan pasien adalah sebagai
berikut:
1) Batuk yang kronik, berdahak, dan sering berulang.
Batuk merupakan salah satu respon dari tubuh jika pada system pernapasan terjadi
gangguan. Batuk disebabkan karena adanya suatu respon tubuh terhadap secret kental
pada saluran napas dan juga mengganggu pernapasan klien. Batuk pada klien dengan
fibrosis kistik ini biasanya berulang karena produksi secret yang terus-menerus dan
membuntu saluran napas dan biasanya juga disertai dengan sesak napas.
2) Infeksi saluran napas memburuk
Penumpukan secret yang kental akan memicu bakteri berkembang di saluran napas. Hal ini
akan menyebabkaan bakteri suka pada tempat yang lembab dan kotor. Media inilah
yang dimanfaatkan bakteri sebagai tempat berkembangnya dan akan memicu terjadinya
infeksi saluran napas.
3) Hemoptisis
Batuk darah berasal dari rusaknya pembuluh darah di area jalan napas yang disebabkan
adanya infeksi saluran napas. Infeksi tersebut bermula dari penumpukan secret kental di
saluran napas dan dijadikan bakteri sebagai tempat berkembangbiak, sehingga lamakelamaan kumpulan bakteri tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh
darah di saluran pernafasan.
4) Anoreksia
Anoreksia merupakan hilangnya nafsu
diakibatkan oleh sesak napas yang terjadi pada penderita dan juga kurang maksimalnya
pencernaan yang terjadi di usus halus, sehingga berpengaruh juga pada nafsu makannya.
5) Berat badan menurun
Batuk dan sesak napas adalah hal yang menyebabkan berat badan klien tidak bisa
bertambah. Suplai oksigen ke jaringan jaringan juga tidak bisa sempurna dan akan
menyebabkan kabutuhan oksigen jaringan tidak terpenuhi. Sehingga jaringan tidak
mampu untuk berkembang dan BB akan terus turun.
6) Demam
Kerena terjadinya infeksi pada saluran napas akibat bakteri yang berkembang pada secret
yang kental akan menyebabkan inflamasi pada tubuh penderita, inflamasi ini akan
menyebabkan naiknya metabolism penderita, karena kenaikan metabolism tersebut,
maka akan memicu naiknya suhu tubuh dan akan mengakibatkan deman pada klien
dengan fibrosis kistik.
7) Hipertensi paru
Semakin banyaknya secret yang ada di saluran napas, maka akan semakin banyak juga
udara yang tertahan di paru. Udara yang tertahan ini akan meningkatkan tekanan intra
pleural yang akan berdampak pada hipertensi paru.
8) Kor pulmonal
Adanya gangguan pada saluran napas pasti berhubungan dengan distribusi udara bersih ke
jantung. Oleh karenanya dengan adanya gangguan tersebut maka jantung kekurangan
suplai oksigen dan kinerja jantung pun menurun. Sehingga terjadilah kor pulmonal yaitu
penyakit jantung yang terjadi akibat gangguan pada paru.
9) Gagal napas (dypsnea)
Gagal napas adalah hal yang pasti terjadi pada klien dengan fibrosis kistik. Dimana hal ini
disebabkan oleh sulitnya napas klien akibat penumpukan secret kental di area saluran
napas. Jalan udara akan terganggu dengan adanya secret di saluran napas. Sehingga
keluar masuknya udara pernapas tidak bisa efektif.
Selain manifestasi di atas, terdapat manifestasi klinik Cystic Fibrosis pada bayi. Manifestasi
klinik cystic fibrosis pada bayi antara lain:
1) Tinja berwarna pucat
2) Diare persisten, berbau, besar dan busuk
3) Gassiness
4) Pembengkakan perut
5) Batuk kronis dengan lendir tebal
6) Sering mengi (timbul ronchi)
7) Muntah
8) Dehidrasi
9) Penyumbatan usus
10) Keringat asin
Manifestasi Klinik Cystic Fibrosis pada anak:
1) Kesulitan bernafas
2) Infeksi pernapasan
3) Batuk
4) Pernapasan cepat
5) Demam
6) Cuping hidung
7) Pertumbuhan yang buruk
8) Kekurangan gizi
9) Gassiness
10) Nyeri perut
Manifestasi Kelainan di Luar Paru
Gambaran morfologi fibrosis kistik sangat bervariasi menurut epithelium yang terkena
dan beratnya kelainan. Sejumlah organ yang dapat terkena adalah:
1. Pancreas
Kelainan terjadi pada 85% - 90% pasien; kelainan ini berawal dari akumulasi mucus
dalam saluran kecil dengan dilatasi yang ringan hingga atrofi total kelenjar eksokrin
pancreas sehingga yang tertinggal hanya pulau-pulau Langerhans di dalam stroma yang
mengandung jaringan fibrosis dan lemak (fibrofatty stroma). Tidak adanya sekresi
eksokrin dari pancreas akan menganggu absorbsi lemak; avitaminosis A yang
ditimbulkan menjelaskan sebagian mengenai metaplasia skuasoma yang sering
ditemukan pada struktur ductal.
2. Intestinum
Sumbatan mucus yang kental (ileus mekonium) dapat menyebabkan obstruksi usus halus
(pada 5% - 10% dari bayi-bayi yang terkena)
3. Hati
Penyumbatan kenalikuli biliaris oleh material musinosa (pada 5% pasien) akan
menimbulkan sirosis hepatis yang difus.
4. Kelenjar saliva
Kelenjar ini umumnya ikut terkena dengan disertai dilatasi duktus yang progresif,
metaplasia skuamosa pada duktus salivarius dan atrofi kelenjar saliva.
5. Paru
Paru turut terkena pada sebagian besar kasus dan perubahan tersebut merupakan
lomplikasi fibrosis kistik yang paling serius. Hyperplasia sel-sel yang menyekresikan
mucus dan secret yang kentalakan menyekat bronkiolus yang turut terjadi sering
ditemukan. Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza dan pseudomonas aeruginosa
merupakan tiga macam organism yang paling sering dijumpai; bukholderia cepacia
berkaitan dengan penyakit yang fulminant
6. Saluran kelamin laki-laki
Azoospermia dan infertilitas terjadi pada 95% laki-laki yang berhasil hidup hingga usia
dewasa; keadaan ini sering kali disertai tidak adanya vas deferens bilateral.
2.4 Patofisiologi Asbestosis, Silikosis dan Cystic Fibrosis
2.4.1 Patofisiologi Asbestosis
Asbestosis disebabkan oleh inhalasi jangka panjang dari serat asbes. Orang-orang dengan
resiko terpapar dan terkena oleh debu asbes akan meningkatkan resiko berkembangnya penyakit
ini menjadi lebih cepat. Terdapat peningkatan risiko kanker paru-paru dan mesothelioma terkait
dengan asbestosis. Biasanya mikroorganisme, debu, dan partikel asing lainnya yang ada di udara
saat kita bernafas akan disaring oleh rambut-rambut hidung, sehingga menimbulkan reflek batuk.
Sedangkan partikel asbes (amphiboles) panjang, sangat tipis, ringan, dan mikroskopis yang
masuk ke hidung, tidak dapat disaring oleh rambut-rambut hidung, menyebabkan partikel asbes
dapat masuk ke saluran pernapasan Ketika memasuki saluran pernapasan, partikel ini masuk ke
dalam paru-paru kesalah satu alveoli dari 300 juta gas yang ada dan melakukan pertukaran gas.
Setiap alveolus memiliki banyak sel-sel pembersih yang disebut macrophages menelan
partikel apapun yang dibuat ke bawah alveoli. Alveoli yang sangat tipis dan elastis yang
memungkinkan pertukaran gas yang penting untuk kesehatan. Oksigen mengalir dari alveoli ke
dalam darah untuk memelihara tubuh, dan karbon dioksida mengalir dari darah ke alveoli dan ke
bronchi untuk dibuang. Serat asbes dapat dengan mudah mengelupas dan cukup kecil untuk
terhirup masuk ke dalam paru-paru. Apabila mereka terhirup ke dalam paru-paru, dan serat
tersebut mencapai alveoli (kantung udara) dalam paru-paru, di mana oksigen dipindahkan ke
dalam darah, benda asing (asbes serat) menyebabkan aktivasi dari paru-paru.
Sel pertahanan paru-paru mencoba merusak serat asbes, tetapi mekanisme pertahanan tubuh
tidak dapat menghancurkan asbes, bahkan untuk macrophage. Macrophage berusaha untuk
menelan sebuah serat asbes, ia sering gagal karena serat yang terlalu panjang. Dalam prose
macrophage tersebut mengeluarkan zat untuk menghancurkan benda asing, tetapi juga dapat
membahayakan alveoli. Hal ini menyebabkan terjadinya perlukaan di alveoli dan membentuk
jaringan parut disebut sebagai proses fibrosis. Kemudian serat asbes yang tidk dapat tersaring
tetap berada di dalam dan menyebabkan radang paru-paru dan jaringan parut.
Malignant mesothelioma atau mesothelioma ganas adalah yang paling serius dari semua
penyakit yang terkait dengan asbestos. Meskipun jarang terjadi, kanker mesothelioma tidak lagi
dianggap langka. Penyebab utama dan faktorrisiko untuk mesothelioma adalah paparan asbes.
Kanker paru-paru berasal dari jaringan tipis paru-paru, pada umumnya berupa lapisan sel
yang terletak pada saluran udara. Dua tipe utama kanker ini adalah kanker paru-paru sel kecil
(SCLC) dan kanker paru-paru non-sel kecil (NSCLC). Tipe-tipe ini didiagnosa berdasarkan
bentuk sel yang terlihat di bawah mikroskop. Lebih dari 80% kanker paru-paru merupakan tipe
kanker paru-paru non-sel kecil. Tiga sub-tipe utama dari kanker paru-paru non-sel kecil adalah
adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel besar.
Jaringan paru menyebabkan dinding alveolar menebal dapat mengurangi elastisitas dan
kemampuan mereka untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Sehingga, terjadi penurunan
kapasitas paru-paru, pertukaran oksigen berkurang, dan akan terasa semakin kekurangan nafas.
Lebih dari 50% orang yang terkena dengan mengembangkan asbestosis plak di pleura parietal, di
dalam ruang antara dinding dada dan paru-paru. Pasien datang dengan inspirasi kering crackles,
clubbing finger, dan pola fibrotik menyebar di bagian bawah lobus paru-paru yang merupakan
tempat paling sering terserang asbestosis.
2.4.2 Patofisiologi Silikosis
Jika pertikel silika, yang mempunyai sifat fibrogenik, terhirup, akan dibentuk lesi
nodular di seluruh paru. Partikel yang telah terhirup ini banyak di buang bersama sputum
sedangakan sebagian kecil dari partikle tersebut akan masuk dalam aliran limfatik paru.
Yang selanjutnya menuju kelenjar limfatik. Makrofag yang memfagosistois partikel silika
yang
memebersihkan silika pada alveoli serta membentuk jaringan parut. Sitokin telah berperan
dalam patogenesis silikosis. Pappas merangkum sitokin yang dihasilkan oleh makrofag
alveolar dalam merespon partikel debu yang masuk ke paru yang selanjutya menyebabkan
fibrosis pada jaringan interstitial paru. Sitokin ini terdiri atas faktor fibrogenesus dan
fibronktin serta faktor proinflamasi. Disamping proses fagositosis debu oleh mskrofag
alveolar, yang lebih penting adalah intertisialisasi partikel debu tersebut. Bila partikel debu
telah fagositosis oleh makrofag dan di trasnfer ke sistem mukosilier maka proses
pembersihan debu yang masuk dalam salran napas di kategorikna berhasil. Hilangnya
integritas epitel akibat mediator inflamasi yang di lepaskan makrofag alveolar merupakan
kejadian awal proses fibrogenesis di intertitial paru. Bila partikel debu telah masuk dalam
interstitial maka nasibnya di tentukan oleh makrofag interital, di fagosistosis untuk
kemudian di trnsfer ke kelenjar getah bening mediatinum atau terjadi sekresi mediator
inflamasi kronik pada intertitial
Dengan berjalannya waktu dan pemajanan lebih lanjut, nodulus membesar dan bersatu.
Masa padat terbentuk pada bagian atas paru-h bening mediastinum atau terjadi sekrparu,
mengakibatkan penurunan volume paru-paru. Penyakit paru restriktif (ketidakmampuan
paru-paru untuk mengembang dengan sempurna) dan terjadi penyakit paru obstruktif yang
sekunder emfisema. Rongga dapat terbentuk sebagai akibat tuberkolosis yang membururuk.
Biasanya di butuhkan pemajanan selama 10 sampai 20 tahun sebelum penyakit terjadi dan
sesak nafas muncul. Destruksi fibrotik jaringan paru dapat mengarah pada emfisema,
hipertensi paru, dan korpulmonal.
Sepertinya, silika juga menyebabkan menyempitnya saluran bronchial yang merupakan
sebab utama dari dyspnea. Jika penderita silikosis terpapar oleh organisme penyebab
pathogen
seperti
Pseudomonas
Aeruginosa,
Burkholderia
Cepacia,
Staphylococcus Aureus dan Haemophilus Influenza biasa ditemukan dalam secret klien
dengan fibrosis kistik. Bakteri - bakteri tersebut berkembang baik dan tidak mudah untuk di
dihilangkan.. Penumpukan secret terjadi karena berkurangnya klorida transportasi di paru
paru. Radang paru adalah penyebab utama yang lain dari menurunnya fungsi paru pada
pasien fibrosis kistik dan mungkin akan menyebabkan infeksi kronis. Peningkatan kadar
interleukin-8, interleukin-6, tumor nekrosis faktor alfa dan leukotrien B4, bersamaan dengan
menurunnya kadar anti inflamasi sitokinin dan protease di jumpai pada saluran napas pasien
dengan fibrosis kistik. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen, paru paru klien dengan fibrosis
kistik akan bekerja lebih ekstra, inilah yang menyebabkan klien mengeluh sesak napas,
kearah kor pulmonal . terutama oximetry dilakukan pada saat istirahat dan selama
latihan (misalnya, 6-menit tes berjalan).
2. Spirometri
Gambaran spirometri yang khas adalah penurunan kavasitas vital dan kapasitas paru
total,volume residu biasanya normal atau sedikit menurun serta penurunan kapasitas
difusi.Dalam mendeteksi kelainan ini secara dini maka kita harus mengamati adanya
penurunan kapasitas vital dan kapasitas difusi
3.Bilas Bronkoalveolar
Merupakan indikator aktivitas penyakit (alveolitis). Cairan bilas bronkoalveolar
normal mengandung 90% macrophage,10% limfosit dan sesekali neutrofil.
4.Pemeriksaan darah
Gas darah arteri (ABG) digunakan untuk mendeteksi penurunan oksigen dalam darah
yang berhubungan dengan perubahan pernapasan yang terkait dengan penyakit yang
berhubungan dengan asbes. Nilai normal BGA (Blood Gas Analysa) adalah PCO2 :3545mmHg, PO2 : 80 100 mmHg, pH : 7,35 7,45. Pada klien dengan asbestosis
analisis gas darah arteri menunjukkan Partial pressure of arterial oxygen
decrtekanan parsial oksigen arteri menurun dan Partial pressure of arterial carbon
dioxide low due to hyperventilation tekanan parsial karbon dioksida arteri rendah
karena hiperventilasi.
2.5.2 Pemeriksaan Diagnostik Silikosis
a. Foto Thoraks
Pada pnemokoniosis digunakan klasifikasi standar menurut
International lobour (ILO) interprestasi gambaran radiologi kelainan
parenkim difus yang terkadi. Klasifikasi ini digunakan untuk keperluan
epidemiologik penyakit paru kaibat kerja dan mungkin untuk membantu
interpretasi klinis (Susanto 2011).
tumor, struktur
vaskuler),
dan
secara
umum
karena efek debu terinhalasi atau efek rokok. Banyak debu mineral
menghasilkan perubahan karakteristik dalam mekanisme pernapasan dan
volume paru-paru yang secara jelas menunjukkan pola restriktif. Demikian
pula, pemaparan debu organik atau bahan kimia dapat menyebabkan asma
kerja atau PPOK. Pengukuran perubahan volume ekspirasi paksa (FEV1)
sebelum dan setelah shift kerja dapat digunakan untuk mendeteksi respon
bronchoconstrictive atau peradangan akut. (Harrison, 2008).
2.5.3 Pemeriksaan Diagnostik Cystic Fibrosis
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis CF antara lain (Kris,
2008) :
1
Chest X-Ray
Test Prenatal
Pada masa kehamilan dapat dilakukan pemeriksaan melalui test villi korionik
(chronic villous testing) pada usia kehamilan sekitar 10-12 minggu. Pemeriksaan ini
hanya dilakukan untuk mendiagnosis CF. Pemeriksaan prenatal ini sudah jarang
dilakukan karena harapan hidup pasien-pasien dengan CF sekarang telah meningkat.
Test genetika
Test genetik melalui test darah dapat mendeteksi kondisi karier dengan keakuratan
sampai 95% Test ini direkomendasikan untuk individu-individu yang mempunyai riwayat
keluarga dengan CF dan untuk pasangan-pasangan yang merencanakan kehamilan,
namun tidak diindikasikan untuk keperluan skrining secara umum (NIH Consensus
Stetment, 1999)
Pemeriksaan Kultur
Aspirasi sinus penting dilakukan untuk pemeriksaan kultur pada pasien-pasien CF untuk
mendeteksi adanya keterlibatan infeksi kuman pseudomonas. Pengambilan kultur
sebaiknya dilakukan aspirasi transantral sinus maksila, bukan nasofaring, tenggorok atau
septum. Dari penelitian, organisme yang sering ditemukan pada pasien dengan CF adalah
pseudomonas (65%), haemophilus influenzae (50%), Alpha-haemolticstreptococci (25%)
dan kuman-kuman anaerob seperti peptostreptococcus serta Bactroides (25%). Pasienpasien dengan sinusitis akut tanpa CF kuman penyebabnya umumnya terdiri dari
Pneumococcus, H Influenza dan Moraxella catarrhalis, sedang jika sinusitis kronik selain
kuman diatas ditambah dengan organisme Staphylococcus aureus dan kuman anaerob
seperti Bacteroides, Veillonella dan Fusobacterium.
Analisa semen
Azoospermia obstruktif adalah bukti yang kuat dari fibrosis kistik. Ini harus
dikonfirmasi dengan biopsy testis harus tidak ada penjelasan lain untuk keadaan
azoospermia tersebut (misalnya vasektomi). Sindrom Young dapat juga menyebabkan
penyakit paru dan azoospermia.
Foto sinus
Pansinusitis adalah sering dijumpai pada fibrosis kistik,oleh karena ini tidak biasa
pada anak - anak atau dewasa muda. Keadaan ini sangat menyokong diagnosis fibrosis
kistik atau kelainan imunologi lain. Sinus yang normal pada foto adalah sangat kuat
walau bukan absolute, bukti bahwa tidak dijumpainya fibrosis kistik.
Inflamasi dari saluran napas umumnya dijumpai pada bayi dan anak yang lebih tua
pada pasien fibrosis kistik, dimana tidak ada bukti yang lain dari infeksi. BAL selalu
menunjukkan persentase yang tinggi dari neutrofil ( 50% pada pasien fibrosis kistik)
dan jumlah neutrofil sangat tinggi. Ditemukannya pseudomonas aeroginosa, yang mana
mungkin pertama kali dideteksi dalam BAL, juga menyokong diagnosis. Kadar antibody
terhadap pseudomonas yang meninggi dalam serum dapat dipakai untuk menduga adanya
infeksi walau kultur negative.
2.6 Penatalaksanaan Medis
2.6.1 Penatalaksanaan Medis Asbestosis
Tidak ada obat yang tersedia. Menghentikan paparan asbes lebih lanjut
ditunjukkan. Maka dilakukan perawatan yang bertujuan untuk membantu pasien dapat
bernapas dengan mudah, mencegah infeksi pernapasan, dan mencegah komplikasi lebih
lanjut. Pengguanaan antibiotik dimaksudkan untuk menyerang infeksi. Aspirin atau
Acetominophen(Tylenol) dapat membebaskan ketidaknyaman dan bronchodilators oral
atau inhalasi dan melebarkan saluran napas.Dapat diberikan obat semprot untuk
mengencerkan lendir. Pengobatan suportif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah
membuang lendir atau dahak dari paru-paru melalui prosedur postural drainase. Bila
asbestosis sudah memasuki stadium mesotelioma maka belum ada terapi yang berhasil
meningkatkan kesembuhan.
1.) Pencegahan
Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu asbes
dilingkungan kerja. Penggunaan kontrol debu dapat mengurangi penderita
asbestosis, tetapi mesotelioma masih terjadi pada orang yang pernah terpapar 40
tahun yang lalu, ventilasi udara yang cukup di ruang kerja, penggunaan masker bagi
pekerja yang beresiko tinggi dapat mengurangi pemaparan, Untuk mengurangi
resiko terjadinya kanker paru-paru dianjurkan pekerja pabrik untuk berhenti
2.) Perawatan
Perawatan
medis
untuk
infeksi
saluran
pernapasan,
dengan
sering
Pencegahan
Pengawasan terhadap di lingkungan kerja dapat membantu
mencegah terjadinya silikosis. Penekanan debu dengan pengendalian
teknis( pembasahan sebelumnya,pengeboran basah) perlu dilaksanakan
dengan ketat dan debu residu hendaknya dikontrol dengan ventilasi yang
sesuai. Kadar debu dan kandungan silika dalam debu yang masuk
pernapasan hendaknya dipantau secara teratur. Jika menggunakan bahan
peledak,para pekerja seharusnya dicegah masuk ke daerah berdebu sampai
debu dibersihkan melalui ventilasi. Debu hendaknya disaring dari dari
udara yang dikeluarkan.
Pekerja harus memakai masker dan tutup kepala bertekanan.
Selama kerusakan alat-alat pengendalian debu teknis atau pada keadaan
darurat. Kabin dengan pengatur udara (ber-AC) hendaknya disediakan
untuk para pengemudi truk dan operator alat berat pada operasi terbuka di
cuaca panas di mana penyemprotan dengan air tidak dimungkinkan.
Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada
secara rutin. Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja
lainnya setiap 2-5 tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara
dini.Jika
foto
rontgen
menunjukkan
silikosis,
dianjurkan
untuk
diri, bahwa APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh
tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Alat pelindung diri (APD) yang
baik adalah APD yang memenuhi standar
keamanan dan kenyamanan bagi pekerja (Safety and Acceptation), apabila
pekerja memakai APD yang tidak nyaman dan tidak bermanfaat maka
pekerja enggan memakai, hanya berpura-pura sebagai syarat agar masih
diperbolehkan untuk bekerja atau menghindari sanksi perusahaan
(Khumaidah, 2009).
Dengan demikian alat pelindung diri merupakan pertahanan terakhir, Oleh
karenanya alat pelindung diri tidak pernah dipertimbangkan sebagai suatu
pertahanan yang utama untuk menghilangkan atau mengendalikan bahaya
dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja (termasuk agar tenaga kerja
tidak menderita penyakit akibat kerja). Kebanyakan alat pelindung diri
mengakibatkan beberapa perasaan tidak enak dan menghalangi gerakan
atau tanggapan panca indera si pemakai. Oleh karena itu, umumnya tenaga
kerja akan menolak memakai alat pelindung diri bila diberi. (Suardi,
2005).
2.2.2. Syarat-syarat APD Menurut Budiono (2005), Pemilihan APD yang
cermat adalah merupakan persyaratan mutlak yang sangat mendasar.
Pemakaian APD yang tidak tepat dapatmmencelakakan tenaga kerja yang
memakainya karena mereka tidak terlindung dari bahaya potensial yang
ada di tempat mereka terpapar. Oleh karena itu agar dapat memilih APD
yang tepat, maka perusahan harus mampu mengidentifikasi bahaya
potensial yang ada, khususnya yang tidak dapat dihilangkan atau
dikendalikan, serta memahami dasar kerja setiap jenis APD yang akan
digunakan di tempat kerja dimana bahaya potensial tersebut ada dengan
ketentuan :
a) Dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya
yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
b) Berat alat hendaknya seringan mungkin, dan alat tersebut tidak
menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.
c) Dapat dipakai secara fleksibel
Topi keselamatan (safety helmet) berfungsi sebagai pelindung kepala dari benturan
maupun benda jatuh yang bisa mengenai kepala pekaerja secara langsungdi
tempat kerja, dan dilengkapi dengan ikatan ke dagu untuk menghalangi
terlepasnya helm dari kepala akibat menunduk atau kena benda jatuh.
Sumbat telinga yang baik adalah menahan frekuensi tertentu saja sedangkan
frekuensi untuk bicara biasanya tidak terganggu. Sumbat telinga biasanya
terbuat dari karet plastik keras, plastik lunak, lilin, dan kapas. Daya lindung
(kemampuan attenuasi) sekitar 25-30 dB.
2. Tutup Telinga (ear muff)
3. Terhadap cairan dan bahan-bahan kimiawi, pakaian terbuat dari plastik atau
karet
4. Sabuk pengaman (safety belt) untuk mencegah cedera yang lebih parah pada
pekerja yang bekerja di ketinggian lebih dari 2 meter.
1. Untuk mencegah tergelincir, dipakai sol anti slip luar karet alam atau
sintetik dengan bermotif timbul (permukaannya kasar)
2. Untuk mencegah tusukan dari benda-benda runcing, sol dilapisi logam
3. Terhadap bahaya listrik, spatu seluruhnya harus dijahit atau direkat, tidak
boleh menggunakan paku
4. Sepatu atau sandal yang beralaskan kayu baik dipakai pada tempat kerja
yang lembab, lantai yang panas, dan sepatu boot dari karet sintesis dipakai
untu melindungi dari bahan-bahan kimia.
Beberapa penatalaksanaan yang dapat diberikan kepada pasien fibrosis kistik adalah
sebagai berikut :
a. Antibiotika
Pasien fibrosis kistik sering mengalami infeksi yang berulang, yang dapat dilihat
dengan peningkatan keluhan dan gejala. Antibiotic yang benar dengan dosis yang tepat
yang biasanya terdiri dari 2 antibiotika diberikan secara parenteral selama 14-21 hari,
ditambah dengan pembersihan saluran napas dan pemberian bronkodilator. Karena
pseudomonas aeroginosa sering merupakan kuman penyebab, maka antibiotika pilihan
adalah kombinasi penisilin semi sintetik atau sefalosporin generasi III dan
aminoglikosida.
b. Bronkodilator
Beta 2-agonis dan anti kolinergik memperbaiki ekspirasi, dan kalau diberikan
secara bersamaan, akan memberikan efek potensiasi. Obat-obat ini juga diberi pada
keadaan eksaserbasi.
c. Steroid
Pada anak usia 1-12 tahun, ada manfaat dengan pemberian prednisone dosis tinggi
(3 mg/kgBB). Tetapi oleh karena efek samping seperti gangguan pertumbuhan, gangguan
metabolisme glukosa, maka pengobatan jangka panjang tidak dianjurkan, walau untuk
jangka pendek masih ada tempat. Pemberian selama 12 minggu prednisone, memperbaiki
faal paru.
d. Menurunkan kekentalan dahak
Kekentalan sekresi saluran napas pada fibrosis kistik disebabkan oleh karena
banyaknya PMNL (neutrofil) dan hasil - hasil pemecahannya. DNA dari neutrofil yang
mati juga akan meningkatkan kekentalan dahak. Recombinant human desoxyribonuclease
I (rhDNase I) yang dapat memakan DNAekstraseluler guna menurunkan kekentalan
sputum secara invitro dan memberikan perbaikan pada FEV1. Pemberian rhDNase sekali
dalam sehari juga dihubungkan dengan menurunnya resiko eksaserbasi yang memerlukan
antibiotika iv.
e. Modulasi farmakologi dari transport ion
Hasil defek fisiologis yang dihubungkan dengan gen CFTR yang abnormal adalah
kombinasi dari kurang baiknya sekresi Cl dan absorbsi Na yang berlebihan sehingga
mengakibatkan absorbs air secara pasif dari saluran napas manusia. Amiloride merupakan
suatu antagonis channel Na, menghambat absorbs Na yang berlebihan. Kerja obat
maksimal pada apeks paru. Untuk itu obat ini diberikan secara aerosol untuk mencapai
apeks. Amiloride cepat dibersihkan dari saluran napas manusia, maka harus diberikan
paling sedikit 4 kali sehari. Obat obat yang merangsang sekresi Cl lewat jalan yang tidak
tergantung pada cAMP juga dapat digunakan pada pasien fibrosis kistik. Untuk
mengaktifkan sekresi Cl, obat obat ini harus mencapai permukaan sel saluran napas apeks
paru. Hasil yang maksimal akan didapat bila diberikan secara bersamaan dengan
amiloride.
Beberapa nucleotide triphosphat (UTP = uridine triphosphat dan ATP) merangsang sekresi Cl
dengan mengaktivkan reseptor P2. Pada pasien fibrosis kistik, pemberian amiloride pada
selaput hidung yang diikuti oleh peningkatan konsentrasi UTP dan ATP akan
menginduksi sekresi Cl dan meningkatkan beda potensial trasepitel.
f. Fisioterapi
Dahak yang purulen dan kental pada pasien fibrosis kistik akan membuat
obstruksi saluran napas. Untuk membersihkan secret pada saluran
napas ini dapat dilakukan dengan fisioterapi dengan cara posturnal
drainase, perkusi dinding dada, latian napas dan olahraga
2.7 Komplikasi Asbestosis, Silikosis, Cystic Fibrosis
2.7.1 Komplikasi Asbestosis
Komplikasi lanjutan pada asbestosis antara lain:
1. Efusi pleura
2. Mesothelioma, meskipun jarang, asbes juga bisa menyebabkan tumor pada
pleura yang disebut mesotelioma atau pada selaput perut yang disebut
mesotelioma peritoneal. Mesotelioma yang disebabkan oleh asbes bersifat ganas
dan tidak dapat disembuhkan. Mesotelioma umumnya muncul setelah terpapar
krokidolit, satu dari 4 jenis asbes. Amosit, jenis yang lainnya, juga
menyebabkan mesotelioma. Krisotil mungkin tidak menyebabkan mesotelioma
tetapi kadang tercemar oleh tremolit yang dapat menyebabkan mesotelioma.
Mesotelioma biasanya terjadi setelah pemaparan selama 30-40 tahun.
3. Cor pulmonale
4. Fibrosis Pulmoner idiopatik
5. Pneumoconeosis
6. Kanker bronkus
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Studi Kasus