Anda di halaman 1dari 45

1

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia biasanya
mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan dalam proses menelan.
Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan seseorang karena risiko pneumonia
aspirasi, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah
etiologi telah dikaitkan dengan disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan
nonneurologic.
Gangguan yang dapat menyebabkan disfagia dapat mempengaruhi proses menelan pada
fase oral, faring, atau esofagus. Anamnesis secara menyeluruh dan pemeriksaan fisik
dengan teliti sangat penting dalam diagnosis dan pengobatan disfagia. Pemeriksaan fisik
harus mencakup pemeriksaan leher, mulut, orofaring, dan laring. Pemeriksaan neurologis
juga harus dilakukan.
Pemeriksaan endoskopi serat optik pada proses menelan mungkin diperlukan. Gangguan
menelan mulut dan faring biasanya memerlukan rehabilitasi, termasuk modifikasi diet dan
pelatihan teknik dan manuver menelan. Pembedahan jarang diindikasikan untuk pasien
dengan gangguan menelan. Pada pasien dengan gangguan berat, makanan sulit melewati
rongga mulut dan faring secara keseluruhan dan pemberian nutrisi enteral mungkin
diperlukan. Pilihan meliputi gastrostomy endoskopi perkutan dan kateterisasi intermiten
oroesophageal.1

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI

Gambar 1. Anatomi faring


Diunduh dari http://www.northhertsradiologygroup.co.uk/anatomy.html. Pada tanggal 19 September 2015,
pukul 20.00 WIB.

1. EMBRIOLOGI
a. RONGGA MULUT
Rongga mulut, faring dan esofagus berasal dari foregut embrionik. Foregut
berkembang menjadi rongga hidung, gigi, kelenjar liur, hipofise anterior, tiroid, laring,
trakea, bronkus, dan alveoli paru. Mulut terbentuk dari stomodeum primitif yang
merupakan gabungan ektodermal dan endodermal, yang membelah. Bibir bagian atas
dibentuk oleh bagian prosesus nasalis medial dan lateral dan prosesus maksilaris. Celah
bibir biasanya tidak terletak di garis tengah tetapi di lateral dari prosesus nasalis media,
yang membentuk premaksila. Bibir bagian bawah berkembang dari bagian prosesus
mandibula. Otot bibir berasal dari daerah brankial kedua dan dipersarafi oleh saraf
fasialis.11

3
Gigi berasal dari lamina dentalis, yang berkembang menjadi sementum dan
enamel dari gigi tetap. Perkembangan gigi manusia dari gigi susu sampai pertumbuhan
gigi molar ketiga dewasa berhubungan dengan usia penderita, dan grafik dapat mengikuti
pertumbuhan gigi yang normal. Terdapat beberapa macam kista dan tumor jinak maupun
ganas yang berasal dari sisa lamina dentalis. Gigi dipersarafi oleh cabang dari saraf
trigeminus cabang maksilaris dan mandibularis. Pada rahang atas, ada beberapa variasi
dan tumpang tindih pada daerah yang dipersarafi oleh cabang saraf maksilaris. 11
Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal
dari prosesus nasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum
mole, dibentuk oleh gabungan dari prosesus palatum. Oleh karena itu, celah palatum
terdapat garis tengah belakang tetapi dapat terjadi kearah maksila depan. Pada tahap
pertama, lempeng palatum terdapat dilateral lidah dan jika lidah tidak turun maka
lempeng palatum tidak dapat menyatu. Hal ini merupakan dasar di mana celah palatum
berhubungan dengan mikrognasia dari Sindrom Pierre Robin. 11
Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian depan
terutama berasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh saraf lingualis, dengan
cabang korda timpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar
submandibula. Saraf glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian
belakang. Otot lidah berasal dari miotom posbrankial yang bermigrasi ke depan, bersama
saraf hipoglosus. Migrasi saraf hipoglosus diduga mempunyai hubungan dengan fistula
brankial. Tiroid berkembang dari foramen sekum yang terdapat di lidah bagian belakang
dan bermigrasi sepanjang duktus tiroglosus ke leher. Jika migrasi ini tidak terjadi,
mengakibatkan tiroid lingualis. Sisa dari duktus tiroglosus dapat menetap, dan letaknya di
belakang korpus tulang hyoid. 11
Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong dari epitel mulut dan terletak dekat sebelah
depan saraf-saraf penting. Duktus submandibularis dilalui oleh saraf lingualis. Saraf
fasialis melekat pada kelenjar parotis.
b. LARING
Faring, laring trakea dan paru-paru merupakan derivate foregut embrional yang
terbentuk setelah 18 hari setelah konsepsi. Tak lama sesudahnya, terbentuk alur faring
median yang berisi petunjuk-petunjuk pertama system pernapasan dan benih laring.

4
Sulkus atau alur laringotrakea menjadi nyata pada sekitar hari ke -21 kehidupan embrio.
Perluasan alur kearah kaudal merupakan primordial paru. Alur menjadi lebih dalam dan
berbentuk kantung dan kemudian menjadi dua lobus pada hari ke 27 atau ke 28. Bagian
yang paling proksimal dari tuba yang membesar ini akan menjadi laring. Pembesaran
aritenoid dan lamina epithelial dapat dikenali menjelang 33 hari, sedangkan kartilago ,
otot dan sebagian besar pita suara ( korda vokalis) terbentuk dalam tiga atau empat
minggu berikutnya. 11
Hanya kartilago epiglottis yang tidak terbentuk hingga massa midfetal. Karena
perkembangan laring berkaitan erat dengan perkembangan arkus brankialis embrio, maka
banyak striktur laring merupakan derivate dari apparatus brankialis.
c. TRAKHEA

Trakhea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya.

Dibentuk oleh cartilago & jaringan ikat

Tepi caudal cartilago cricoidea (setinggi VC -6) tepi cranial V Th- 5

Trakhea berawal dibawah kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan
meluas keanterior pada esophagus, turun kedalam thoraks dimana ia membelah
menjadi dua bronkus utama pada karina.

Td 20 cincin cartilago, bentuk huruf U,

Kelenjar tiroid terletak diatas trakea disebelah depan dan lateral

Ismus melintang trakea disebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua
hingga kelima

Saraf laringeus rekurens terletak pada sulkus trakeosofagus.

d. ESOPHAGUS
Berjalan dari cranial didepan fascia vertebralis, terletak di linea mediana
dibelakang trachea. Pada saat trakhea bercabang menjadi bifurcatio trachea , esophagus
berjalan agak kekiri, sehingga sedikit di sebelah kiri aorta, kemudian terus ke bawah
menembus diaphragma melalui hiatus oesophagus ( setinggi V.Th. 10 ), bersama-sama n.
vagus.3
Esofagus adalah tabung muskular yang menghubungkan faring dengan lambung.
Esophagus berukuran panjang sekitar 8 inci dan dilapisi oleh jaringan merah muda yang

5
lembab disebut mukosa. Esophagus berjalan di belakang trakea dan jantung, dan di
depan tulang belakang. Tepat sebelum memasuki lambung, esofagus melewati diafragma.
3

Gambar 2. Anatomi Esofagus


Diunduh dari http://www.webmd.com/digestive-disorders/picture-of-the-esophagus. pada tanggal 19
September 2015, pukul 20.00 WIB.

Sfingter esofagus bagian atas (UES) adalah sekumpulan muskulus di bagian atas
esofagus. Otot-otot UES berada di bawah kendali sadar (involunter), digunakan ketika
bernapas, makan, bersendawa, dan muntah. 3
Sfingter esophagus bagian bawah (Lower esophageal sphincter/LES) adalah
sekumpulan otot pada akhir bawah dari esofagus, yang mana berbatasan langsung dengan
gaster. Ketika LES ditutup, dapat mencegah asam dan isi gaster naik kembali ke
esofagus. Otot-otot LES tidak berada di bawah kontrol volunter. 3
1) Vaskularisasi Faring dan Esofagus
a)

Faring

Pasokan arteri ke faring berasal dari 4 cabang dari arteri karotis eksternal. Kontribusi
utama adalah dari arteri faring asenden, yang berasal dari arteri karotis eksternal yang
tepat berada diatas bifurkasio (percabangan) karotis dan melewati posterior selubung
karotis, memberikan cabang ke faring dan tonsil. 2

6
Cabang arteri palatina memasuki faring tepat diatas dari muskulus konstriktor faring
superior. Arteri fasialis juga bercabang menjadi arteri palatina asenden dan arteri
tonsilaris, yang membantu pasokan untuk muskulus konstriktor faring superior dan
palatum. Arteri maksilaris bercabang menjadi arteri palatina mayor dan cabang
pterygoideus, dan arteri lingualis dorsalis berasal dari arteri lingual memberi sedikit
kontribusi. 2
Darah mengalir dari faring melalui pleksus submukosa interna dan pleksus faring
eksterna yang terkandung dalam fasia buccopharyngeal terluar. Pleksus mengalir ke vena
jugularis interna dan, sesekali, vena fasialis anterior. Hubungan yang luas terjadi antara
vena yang terdapat di tenggorokan dan vena-vena pada lidah, esofagus, dan laring. 2
b) Esofagus
Esofagus mendapat perdarahan dari arteri secara segmental. Cabang-cabang dari arteri
tiroid inferior memberikan pasokan darah ke sfingter esofagus atas dan esofagus servikal.
Kedua arteri aorta esofagus atau cabang-cabang terminal dari arteri bronkial
memperdarahi esofagus bagian toraks. Arteri gaster sinistra dan cabang dari arteri
frenikus sinistra memperdarahi sfingter esophagus bagian bawah dan segmen yang paling
distal dari esofagus. Arteri yang memperdarahi akhir esofagus dalam jaringan sangat
luas dan padat di submukosa tersebut. Suplai darah berlebihan dan jaringan pembuluh
darah yang berpotensi membentuk anastomosis dapat menjelaskan kelangkaan dari infark
esofagus. 4

Gambar 3. Vaskularisasi esofagus. Aliran darah arteri (kiri) dan aliran darah vena (kanan). Diunduh dari
http://www.nature.com/gimo/contents/pt1/full/gimo6.html. pada tanggal 20 September 2015, pukul 20.00
WIB

Vaskularisasi vena juga mengalir secara segmental. Dari pleksus vena submukosa yang
padat darah mengalir ke vena cava superior. Vena esofagus proksimal dan distal mengalir
ke dalam sistem azygos. Kolateral dari vena gaster sinistra, cabang dari vena portal,
menerima drainase vena dari mid-esofagus. Hubungan submukosa antara sistem portal
dan sistem vena sistemik di distal esofagus membentuk varises esofagus pada hipertensi
portal. Varises submukosa ini yang merupakan sumber perdarahan GI utama dalam
kondisi seperti sirosis. 4
2)

Persarafan Faring dan Esofagus

a) Faring
Pleksus saraf faring memberi pasokan saraf eferen dan aferen faring dan dibentuk
oleh cabang dari nervus glossopharingeus (saraf kranial IX), nervus vagus (saraf
kranial X), dan serat simpatis dari rantai servikal. Selain muskulus stylopharyngeus,
yang dipersarafi oleh saraf glossopharingeus, semua otot-otot faring dipersarafi oleh
nervus vagus.2
Semua otot-otot intrinsik laring dipersarafi oleh nervus laringeus, cabang nervus
vagus, kecuali untuk otot krikotiroid, yang menerima persarafan dari cabang
eksternal dari nervus laringeus superior, juga dari cabang nervus vagus.2
Pleksus faring menerima cabang-cabang nervus vagus dan glossopharingeus untuk
persarafan sensorik faring. Sepertiga lidah posterior, di orofaring, menerima baik
sensasi rasa dan sensasi somatik dari nervus glossopharingeus. Otot krikofaringeus
(UES) menerima persarafan parasimpatis untuk relaksasi dari nervus vagus dan
persarafan simpatis untuk kontraksi dari serabut post ganglionik dari ganglion
servikalis superior.2
b) Esofagus

Gambar 4. Persarafan esofagus. Diunduh dari http://www.nature.com/gimo/contents/pt1/full/gimo6.html.


pada tanggal 20 September 2015, pukul 20.00 WIB

Persarafan motor esophagus didominasi melalui nervus vagus. Esophagus menerima


persarafan parasimpatis dari nucleus ambiguus dan inti motorik dorsal nervus vagus
dan memberikan persarafan motor ke mantel otot esofagus dan persarafan
secretomotor ke kelenjar. Persarafan simpatis berasal dari servikal dan rantai
simpatis torakalis yang mengatur penyempitan pembuluh darah, kontraksi sfingter
esofagus, relaksasi dinding otot, dan meningkatkan aktivitas kelenjar dan peristaltik.4
Pleksus Auerbach, yaitu ganglia yang terletak antara lapisan longitudinal dan
melingkar dari tunika muskularis myenteric bekerja mengatur kontraksi lapisan otot
luar. Pleksus Meissner, yaitu ganglia yang terletak dalam submukosa bekerja
mengatur sekresi dan kontraksi peristaltik dari mukosa muskularis.4
B. TENGGOROKAN
Tenggorokan bagian dari leher depan sampai kolumna vertebra. Terdiri dari faring dan laring.
Bagian yang terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup jika ada makanan dan
minuman yang lewat dan akan menuju ke esophagus. 11
1. KAVUM ORIS
Batas anterior : bibir
Posterior

: arkus anterior

Inferior

: dasar mulut

9
Superior

: palatum mole dan paltum durum

Batas kavum oris dan orofaring disebut ismus fausium, yang dibatasi
Lateral : lengkungan arkus anterior
Inferior : pangkal lidah
Medial : uvula, selalu menunjuk vertical kebawah
Pada saat bicara aaa naik simetris kanan dan kiri
2. FARING
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di
bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus
menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikalis ke-6. Ke atas, faring berhubungan
dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut
melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melaui aditus
laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring
pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang
terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia
faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. 11
Unsur unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot.
a. MUKOSA
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena
fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedang epitelnya torak
berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan
laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan
tidak bersilia.
Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam
rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Oleh karena
itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.
b. PALUT LENDIR (MUCOUS BLANKET)

10
Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Di
bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak diatas silia dan
bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk
menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini
mengandung enzim Lyzozyme yang penting untuk proteksi.
c.

OTOT

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang


(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari m.konstriktor faring superior, media
dan inferior. Otot-otot ini terletak disebelah luar. Otot otot ini berbentuk kipas
dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang.
Disebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan dibelakang bertemu pada
jaringan ikat yang disebut rafe faring (raphe pharyngis). Kerja otot konstriktor
untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi oleh n.vagus (n.X).
Otot-otot yang longitudial adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. Letak otot-otot ini
sebelah dalam. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring,
sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian
bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot
itu penting pada waktu menelan. M.stilofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan
m.palatofaring dipersarafi n. X.
Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung
fasia dari mukosa yaitu m. Levator veli palatini, m. Tensor veni palatini, m.
Palatoglosus, m. Palatofaring dan m. Azigos uvula.
M.levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk
menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba eustacius. Otot ini
dipersarafi oleh n.X. M. tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan
kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba
eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.X
M. palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan ismus
faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X. M. palatofaring membentuk arkus posterior
faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X. M. azigos uvula merupakan otot yang kecil,

11
kerjanya memperpendek dan menaikkan uvula ke belakang atas. Otot ini dipersarafi
oleh n.X.
d. PENDARAHAN
Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring asendens dan
cabang fausial) serta dari cabang a.maksila interna yakni cabang palatina superior.
e. PERSARAFAN
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus, cabang dari
n.glosofaring dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik.
Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring
kecuali m.stilofaring yang dipersarafi lansung g oleh cabang n.glosofaring (n.IX).
f. KELENJAR

GETAH BENING

Aliran limfa dari dinding faring dapat melaui 3 saluran yakni superior, media dan
inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan
kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar
getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran
limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.
Berdasarkan letak, faring dibagi atas tiga bagian, yaitu nasofaring atau epifaring,
orofaring atau mesofaring, dan laringofaring atau hipofaring.
1)

Nasofaring
Nasofaring terletak tinggi diantara bagian bagian lain dari faring, tepatnya
disebelah dorsal kavum nasi dan dihubungkan dengan kavum nasi oleh koane.
Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernapasan dan ikut
menetukan kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan
rongga yang mempunyai batas-batas sebagi berikut :
Atas

: Basis kranii

Bawah

: palatum mole

Depan

: Koane

12
Belakang

: vertebra servikalis

Lateral

: Ostium tuba

Eustachius, torus tubarius, fosa Rosenmuller

( resesus faring ).
Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan
beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan limfoid pada dinding
lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa rosenmuller, kantong
rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus
tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba
eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus
vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis interna bagian
petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba eustachius

2)

Orofaring
Orofaring terdapat disebelah dorsal dari kavum oris oleh ismus fausum.
Orofaring bergerak, berfungsi dalam proses pernapasan dan hal-hal yang terkait
dengan pernapsan, serta berfungsi pula dalam proses menelan.2
Atas

: palatum mole,

Bawah

: tepi atas epiglotis

Depan

: rongga mulut

Belakang

: vertebra servikal.

Lateral

: m. Konstriktor faring superior.

Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual
dan foramen sekum.2
3)

Dinding posterior faring


Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang
akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian

13
tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum
mole berhubungan dengan gangguan n.vagus.
4)

Fosa tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya
adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas
(upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil. Fosa
ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke
luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari
fasia bukofaring dan disebu kapsul yang sebenar-benarnya bukan merupakan
kapsul yang sebenar-benarnya

5) Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.
Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil
lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.
Fungsi cincin Waldeyer adalah sebagai benteng bagi saluran makanan maupun
saluran napas terhadap serangan kuman-kuman yang ikut masuk bersama
makanan/ minuman dan udara pernapasan. Selain itu, anggota-anggota cincin
Waldeyer ini dapat menghasilkan antobodi dan limfosit. Tonsil palatina yang
biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil
seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang
kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial
tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus.
Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di
dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang
terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia
faring yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada
otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.
Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil
a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal. Tonsil lingual

14
terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika.
Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada
apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadangkadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan
tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus
tiroglosus.5
6)

Laringofaring (hipofaring)
Laringofaring merupakan bagian paling kaudal dari faring. Letaknya sangat
bersekatan dengan laring. Laringofaring ini dapat bergerak, berfungsi pada
proses pernapsan dan proses menelan. Laringofaring mempunyai batas-batas :2
Atas

: tepi atas epiglotis

Bawah

: esofagus

Depan

: laring

Belakang

: vertebra servikalis

Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring


tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka
struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini
merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika
medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut
juga kantong pil ( pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang
bila menelan pil akan tersangkut disitu.
Dibawah valekula terdapat epiglotis. Epiglotis berfungsi untuk melindungi
(proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus
tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus.
Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia lokal di
faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.2

15
3. RUANG FARINGEAL
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti
penting, yaitu retrofaring dan ruang parafaring. 11
a. Ruang retrofaring (retropharyngeal space)
Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa
faring, fasia faringobasilaris dan otot- otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang
dan fasia prevertebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai
batas paling bawah dari fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah
mengikatnya pada vertebra. Disebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa
faringomaksila. Abses retrofaring sering ditemukan pada bayi atau anak.
Kejadiaannya ialah karena diruang retrofaring terdapat kelenjar-kelenjar limfa. Pada
peradangan kelenjar limfa itu, dapat terjadi supurasi, yang bilamana pecah, nanahnya
akan tertumpah di dalam ruang retrofaring. Kelenjar limfa diruang retrofaring ini
akan banyak menghilang pada pertumbuhan anak.
b. Ruang parafaring (fosa faringomaksila = pharyngo-maxillary fossa)
Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak
dekat foramen jugularis dan puncaknya pada kornu mayus os hioid. Ruang ini
dibatasi di bagian dalam oleh m.konstriktor faring superior, batas luarnya adalah
ramus ascenden mandibula yang melekat dengan m. pterigoid interna dan bagian
posterior kelenjar parotis.
Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan
melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas dan
dapat mengalami supuratif sebagai akibat tonsil meradang, beberapa bentuk mastoid
atau petrositis, atau dari karies dentis.
Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (posterior stiloid) berisi a.karotis
interna, v.jugularis interna, n.vagus yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut
selubung karotis (carotid sheath). Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh
suatu lapisan fasia yang tipis.

16

4. LARING
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya
menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian
bawah.
Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal
kartilago krikoid.
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan beberapa
buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan atasnya
dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh tendo dan otot-otot. Sewaktu
menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila
laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membuka mulut dan membantu
menggerakkan lidah.
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago tiroid, kartilago
krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis.11
a. Tulang Rawan Laring
1) Kartilago krikoid
Dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid. Bentuk
kartilago krikoid berupa lingkaran.
2) Kartilago aritenoid
Terdapat 2 buah (sepasang) yang terletak dekat permukaan belakang laring, dan
membentuk sendi dengan kartilago krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid.
3) Kartilago kornikulata (kiri dan kanan)
Sepasang kartilago kornikulata (kiri dan kanan) melekat pada kartilago aritenoid
di daerah apeks.
4) Kartilago kuneiformis
Sepasang dan terdapat didalam lipatan ariepiglotik.
5) Kartilago tritisea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.
6) Kartilago tiroid , berbentuk seperti perisai yang bagian depannya menonjol
disebut Laryngeal prominence, Adams apple. Dibalik Adams apple ini terletak
korda vokalis.
7) Kartilago epiglotis
Di dorsal radix lingua / corpus ossis hyoidei ,menonjol ke cranio-dorsal, ujung
caudal lancip , diliputi mucosa membentuk epiglottis.

17
Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid.
Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid (anterior,
lateral dan posterior), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum krikotiroid posterior,
ligamentum kornikulofaringal, ligamentum hiotiroid lateral, ligamentum hiotiroid medial,
ligamentum

hioepiglotika,

menghubungkan

kartilago

ligamentum
aritenoid

ventrikularis,

dengan

kartilago

ligamentum
tiroid,

dan

vokale

yang

ligamentum

tiroepiglotika.
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik.
Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot-otot
intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri.
Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid), dan ada
yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid).
Otot-otot ekstrinsik yang suprahioid ialah m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid dan
m.milohioid. Otot yang infrahioid ialah m.sternohioid, m.omohioid dan m.tirohjoid.
Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah, sedangkan
yang infrahioid menarik laring ke atas.
Otot-otot intrinsik laring ialah m.krikoaritenoid lateral, m.tiroepiglotika, m.vokalis,
m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika dan m.krikotiroid. Otot-otot ini terletak di bagian lateral
laring.
Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior, ialah m.aritenoid transversum,
m.aritenoid oblik dan m.krikoaritenoid posterior.

5. RONGGA LARING
Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas bawahnya ialah
bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah permukaan
belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua
belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membran

18
kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus dan arkus kartilago krikoid,
sedangkan batas belakangnya ialah m.aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid.
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare,
maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu).
Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotis, sedangkan antara kedua
plika ventrikularis, disebut rima vestibuli.
Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu
vestibulum laring, glotik dan subglotik.
Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika ventrikularis. Daerah ini
disebut supraglotik.
Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus laring
Morgagni.
Rima glotis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian interkartilago.
Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plika vokalis, dan terletak di bagian
anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago aritenoid,
dan terletak di bagian posterior. Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di
bawah pita suara (plika vokalis).

a. Persarafan laring
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringis superior dan
n.laringis inferior yang merupakan cabang N. X ( Vagus). Inervasi muskulus laring
sangat kompleks baik ditinjau dari segi anatomi maupun fisiologi. Kedua saraf ini
merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.
Dari sudut anatomi, N. Laringis inferior sinistra lebih panjang karena harus
membelok diaorta dahulu sebelum naik keatas. Akibatnya saraf ini mudah mengalami
gangguan.

19
Nervus laringis superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga memberikan sensasi
pada mukosa laring di bawah pita suara. Saraf ini mula-mula terletak di atas
m.konstriktor faring medial, di sebelah medial a.karotis interna dan eksterna,
kemudian menuju ke kornu mayor tulang hioid, dan setelah menerima hubungan
dengan ganglion servikal superior, membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus
eksternus dan ramus internus.
Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring inferior dan
menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid terletak
di sebelah medial a.tiroid superior, menembus membran hiotitiroid, dan bersamasama dengan a.laringis superior menuju ke mukosa laring.
Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu
memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan
cabang dari n. vagus.
Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan di bawahnya, sedangkan
n.rekuren kiri akan menyilang arkus aorta. Nervus laringis inferior berjalan di antara
cabang-cabang a.tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid
akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Di sebelah posterior dari sendi
krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus posterior.
Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian lateral, sedangkan
ramus posterior mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian superior dan
mengadakan anastomosis dengan n.laringis superior ramus internus.
b. Pendarahan
Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan a.laringis
inferior.
Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri laringis
superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran tirohioid
bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian menembus
membran ini untuk berjalan ke bawah di submukosa dari dinding lateral dan lantai
dari sinus piriformis, untuk mempendarahi mukosa dan otot-otot laring.

20
Arteri laringis inferior merupakan cabang. dari a.tiroid inferior dan bersama-sama
dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui
daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di dalam laring arteri itu
bercabang-cabang, mempendarahi mukosa dan otot serta beranastomosis dengan
a.laringis superior.
Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan cabang
yang berjalan mendatari sepanjang membran itu sampai mendekati tiroid. Kadangkadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membran krikotiroid untuk
mengadakan anastomosis dengan a.laringis superior.
Vena laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis
superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan
inferior.
c. Pembuluh limfa
Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vokal. Disini
mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vokal
pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior.
Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan
a.laringis superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari bagian
superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan ke
bawah dengan a.laringis inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan
beberapa di antaranya menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular.

C. FISIOLOGI MENELAN
Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu fase oral, fase faringeal dan fase
esofagal.5
1. Fase oral

21
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan liur
akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum
lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik lidah.5
Kontraksi m. levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah
diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding posterior faring akan terangkat
pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini
terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontaksi m. levator veli palatini. Selanjutnya
terjadi kontraksi m. palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh
kontraksi m. palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.5
2. Fase faringeal
Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus
makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring bergerak keatas oleh kontraksi m.
stilofaring, m. salpingofaring, m. tirohioid dan m. palatofaring. Aditus laring tertutup oleh
epiglotis, sedangakan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika ventrikularis
dan plika vokalis tertutup oleh kontraksi m. ariepiglotika dan m. aritenoid obligus.5
Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentin udara ke laring karena refleks yang
menghambat menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke
dalam saluran nafas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur kearah esofagus, karena
valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.5
3. Fase esofagal
Fase esofagal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung. Dalam
keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertututp. Dengan adanya rangsangan bolus
makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi m. krikofaring, sehingga
introitus esofagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esofagus. Setelah bolus
makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitus
esofagus pada waktu istirahat sehingga makanan tidak akan kembali ke faring dengan
demikian refluks dapat dihindari.5
Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi m.
konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan akan
didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus.5
Dalam keadaan istirahat, sfingter esofagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan
rata-rata 8 mmHg lebih dari tekanan di dalam lambung, sehingga tidak akan terjadi
regurgitasi isi lambung.5

22
Pada akhir fase esofagal, sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika dimulainya
peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya
setelah bolus makanan lewat, maka sfingter ini akan menutup kembali.5
D. TEKHNIK PEMERIKSAAN
1. ANAMNESIS
a. Faring dan Rongga mulut
Keluhan kelainan di daerah faring umumnya yaitu
1)

nyeri tenggorok

2)

rasa banyak dahak di tenggorok

3)

rasa ada yang menyumbat

4)

sulit menelan

5)

nyeri menelan.

Nyeri tenggorok apakah keluhan ini hilang timbul atau menetap, disertai rasa nyeri
sampai ke telinga atau tidak. Apakah nyeri tenggorok ini disertai demam, batuk,
serak dan tenggorok terasa kering.apakah pasien merokok dan berapa jumlahnya
perhari.
Dahak di tenggorok merupakan keluhan yang sering timbul. Apakah dahak ini
lendir saja, pus atau bercampur darah dan keluar hanya bila dibatukkan atau terasa
turun di tenggorok.
Rasa sumbatan di leher sudah berapa lama, tempatnya dimana. Sulit menelan
(disfagia) sudah berapa lama dan untuk jenis makanan apa, cair atau padat. Apakah
jugadisertai muntah dan berat badan menurun.
Nyeri menelan (odinofagia) apakah rasa nyeri waktu menelan ini disertai batuk
dan demam.

23
b. Laring dan Hipofaring
Keluhan pasien dapat berupa
1) suara serak
2) batuk
3) disfagia
4) rasa ada sesuatu di leher.
Suara serak (disfoni) atau tidak keluar suara sama sekali (afoni) sudah berapa
lama dan apakah didahului dengan peradangan hidung dan tenggorok. Apakah juga
disertai dengan batuk, rasa nyeri dan penurunan berat badan.
Batuk yang diderita pasien sudah berapa lama dan apakah ada faktor sebagai
pencetus batuk tersebut. Apa yang dibatukkan, dahak kental, bercampur darah dan
jumlahnya. Apakah pasien seorang perokok.
Disfagia atau sulit menelan sudah diderita berapa lama, apakah tergantung dari
jenis makanan dan keluhan ini makin lama, apakah tergantung dari jenis makanan
dan keluhan ini makin lama makin bertambaha. Apakah sebelumnya pernah
menderita penyakit gangguan neuromuskuler.
Rasa ada sesuatu di tenggorok merupakan keluhan yang sering dijumpai dan
perlu ditanyakan sudah berapa lama diderita dan apakah ada keluhan lain yang
menyertainya dan adakah hubungannya dengan keletihan mental dan fisik.

2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Trakhea
Dengan ujung-ujung jari, temukan tulang hyoid yang keras tetapi agak dibelakang,
inferior tehadap dasar mulut. Beregerak kebawah kekartilago tiroid yang lebih
besar . Sekurangnya dua cincin trakea harus dapat diraba dibawah kartilago tiroid
yang lebih besar. Sekurangnya dua cincin trakea harus dapat diraba dibawah
kartilago.

24
b. Tonsil dan Faring
Penderita diinstruksikan untuk membuka mulut, perhatikan struktur di kavum oris
mulai dari gigi geligi, palatum, lidah, bukkal. Lihat ada tidaknya kelainan berupa
pembengkakan, hiperemis, massa, atau kelainan kongenital. Lakukan penekanan
pada lidah secara lembut dengan spatel lidah. Perhatikan strukturarkus anterior dan
superior, tonsil, dinding dorsal faring. Deskripsikan kelainan-kelainan yang
tampak.
Dengan menggunakan sarung tangan lakukan palasi pada daerah mukosa bukkal,
dasar lidah daerah palatum untuk menilai adanya kelainan-kelaian dalam rongga
mulut.
1) Memeriksa besar tonsil, besar tonsil ditentukan sebagai berikut :
T0 : tonsil sudah diangkat
T1 : tonsil masih dalam fossa tonsilaris
T2 : tonsil melewati arkus posterior hingga mencapai linea paramediana
T3 : tonsil melewati linea paramediana hingga mencapai linea mediana
(pertengahan uvula)
T4 : tonsil melewati linea mediana (uvula)
2) Memeriksa mobilitas tonsil
Digunakan 2 spatula
a) Spatula 1 : posisi sama dengan diatas
b) Spatula 2 : posisi ujungnya vertical menekan jaringan peritonsil, sedikit
lateral dari arkus anterior
c) Pada tumor tonsil : fiksasi
d) Pada tonsillitis kronik : mobil dan sakit
3) Memeriksa patologi faring :
a) Faringitis akut : semua merah
b) Faringitis kronik : hanya granulae merah
c. Laring
Pemeriksaan dari luar :
Inspeksi :
Diperhatikan warna dan keutuhan kulit, serta benjolan yang ada pada daerah leher
sekitar laring. Suatu benjolan yang mengikuti gerakan laring adalah struma dan
kista duktus tireoglossus.
Palpasi berguna untuk :
1) Mengenal bagian- bagian dari kerangka laring ( kartilago hyoid, kartilago
2)

tiroid, kartilago krikoid) dan gelang-gelang trakea.


Apakah ada udem, struma , kista, metastase. Susunan abnormal dijumpai pada
fraktur dan dislokasi.

25
3)

Laring yang normal, mudah sekali digerakkan kekanan dan kekiri oleh tangan
pemeriksa.

Laringoskopi Indirekta
Sambil membuka mulut, instruksikan penderita untuk menjulurkan lidah sejauh mungkin
ke depan. Setelah dibalut dengan kasa steril lidah kemudian difiksasi diantara ibu jari dan
jari tengah. Pasien diinstruksikan untuk bernafas secara normal.
Kemudian masukkan cermin laring yang sesuai yang sebelumnya telah dilidah apikan ke
dalam orofaring. Arahkan cermin laring ke daerah hipofaring sedemikian rupa sehingga
tampak struktur di daerah hipofaring yaitu : epiglottis, valekula, fossa piriformis, plika
eriepiglotika, aritaenoid, plika ventrikularis dan plika vocalis. Penilaian mobilitas plika
vocalis dengan menyuruh panderita mengucapkan huruf I berulang kali.

BAB III
KESULITAN MENELAN

26
A. Definisi
Keluhan kesulitan menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit
di orofaring dan esophagus. Keluhan ini timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot
menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung.5
B. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas:
1. Disfagia mekanik
Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esophagus. Penyebab utama
disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esophagus oleh massa tumor dan benda
asing. Penyebab lain adalah akibar peradangan mukosa esophagus, striktur lumen
esophagus, serta akibat penekanan lumen esophagus dari luar, misalnya pembesaran
kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelemjar getah bening di mediastinum, pembesaran
jantung, dan elongasi aorta.5
2. Disfagia motorik
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang berperan
dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n. V,
n. VII, n. IX, n. X dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan
peristaltic esophagus dapat menyebabkan disfagia. Penyebab utama dari disfagia
motorik adalah akalasia, spasme difus esophagus, kelumpuhan otot faring dan
skleroderma esophagus.5
3. Disfagia oleh gangguan emosi
Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa
yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globus histerikus.5
Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas:
1. Disfagia orofaringeal
Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan dari orofaring ke dalam
kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari proksimal ke

27
kerongkongan. Pasien mengeluh kesulitan memulai menelan, regurgitasi nasal, dan
aspirasi trakea diikuti oleh batuk.6
2. Disfagia esophageal
Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi makanan ke kerongkongan. Hal ini
diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau obstruksi mekanis.6
C. Patogenesis
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan dalam
proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Keberhasilan
mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor, yaitu: 5
1. Ukuran bolus makanan
2. Diameter lumen esophagus yang dilalui bolus
3. Kontraksi peristaltik esophagus
4. Fungsi sfingter esophagus bagian atas dan bagian bawah
5. Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuscular mulai dari
susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula, persarafan
ekstrinsik esophagus serta persarafan intrinsik otot-otot esophagus bekerja dengan baik,
sehingga aktivitas motorik berjalan lancar. Kerusakan pusat menelan dapat menyebabkan
kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot lurik esophagus dan sfingter esophagus
bagian atas. Oleh karena otot lurik esophagus dan sfingter esophagus bagian atas juga
mendapat persarafan dari inti motor n. vagus, maka aktivitas peristaltik esophagus
masih tampak pada kelainan di otak. Relaksasi sfingter esophagus bagian bawah terjadi
akibat perenggangan langsung dinding esophagus.5
D. Diagnosis
Pasien yang memiliki disfagia dapat datang dengan berbagai tanda dan gejala. Mereka
biasanya mengeluhkan batuk atau tersedak atau sensasi abnormal menempel makanan di
belakang tenggorokan atau dada bagian atas ketika mereka mencoba menelan, namun,

28
beberapa kasus bisa dengan keluhan yang sangat minimal atau bahkan tidak ada keluhan
(misalnya, pada mereka dengan aspirasi diam).7
Pemeriksaan fisik untuk disfagia meliputi:7
1. Selama pemeriksaan fisik, mencari mekanisme oral-motor dan laring. Pengujian n.V
tengkorak dan n.VII-XII sangat penting untuk menentukan apakah bukti fisik disfagia
orofaringeal ada
2. Pengamatan langsung penutupan bibir, penutupan rahang, mengunyah dan
pengunyahan, mobilitas lidah dan kekuatan, elevasi palatal dan laring, air liur, dan
kepekaan oral diperlukan.
3. Periksa tingkat kewaspadaan dan status kognitif pasien, karena dapat berdampak pada
keselamatan menelan dan kemampuan untuk belajar langkah-langkah kompensasi.
4. Disfonia dan disartria adalah tanda-tanda disfungsi motor struktur yang terlibat dalam
mulut dan faring menelan.
5. Periksa rongga mulut dan faring untuk integritas mukosa dan gigi.
6. Periksa langit-langit lunak untuk posisi dan kesimetrisan selama fonasi dan
beristirahat.
7. Evaluasi elevasi faring dengan menempatkan 2 jari di laring dan menilai gerakan
selama menelan volunter. Teknik ini membantu untuk mengidentifikasi ada atau tidak
adanya hambatan mekanisme pelindung laring.
8. Refleks muntah yang ditimbulkan oleh menyentuh mukosa faring dengan spatula
lidah. Pengujian untuk refleks muntah sangat membantu, tetapi tidak adanya refleks
muntah tidak selalu menunjukkan bahwa pasien tidak mampu menelan dengan aman.
Memang, banyak orang dengan tidak ada refleks muntah memiliki kemampuan
menelan yang normal, dan beberapa pasien dengan disfagia memiliki refleks muntah
yang normal.
9. Auskultasi servikal menjadi bagian dari evaluasi klinis pasien disfagia. Menilai
kekuatan dan kejelasan suara, waktu episode apneic, dan kecepatan menelan.
10. Menilai fungsi pernafasan juga sangat penting. Jika kekuatan pernapasan batuk atau
kliring tenggorokan tidak memadai, risiko aspirasi meningkat.
11. Langkah terakhir dalam pemeriksaan fisik adalah pengamatan langsung dari tindakan
menelan. Minimal, menonton pasien sementara dia minum air. Jika memungkinkan,
menilai makan pasien berbagai tekstur makanan. Sialorrhea, inisiasi menelan

29
tertunda, batuk, atau kualitas suara serak basah atau mungkin menunjukkan masalah.
Setelah menelan, mengamati pasien selama 1 menit atau lebih untuk melihat apakah
respon batuk tertunda hadir.
Berbagai tes dapat digunakan untuk disfagia:8
1. Endoskopi atau esophagoscopy, tabung dimasukkan ke kerongkongan untuk membantu
mengevaluasi kondisi kerongkongan, dan mencoba untuk membuka bagian-bagian yang
mungkin tertutup.
2. Manometry esofagus, tabung dimasukkan ke dalam perut untuk mengukur perbedaan
tekanan di berbagai daerah.
3. X-ray leher, dada, atau perut dapat diambil.
4. Barium x-ray, gambar bergerak atau video x-ray diambil dari kerongkongan saat menelan
barium, yang terlihat pada x-ray.

E. Disfagia Orofaringeal
Disfagia orofaringeal (Oropharyngeal dysphagia/OPD) terjadi ketika mekanisme
orofaringeal dalam proses menelan yang dalam keadaan normal menjamin perjalanan
lengkap bolus dari mulut ke kerongkongan dan secara bersamaan melindungi jalan napas,
menjadi terganggu. Aspirasi pneumonia, malnutrisi, dan kualitas hidup berkurang dapat
terjadi akibat OPD. Walaupun terdapat banyak penyebab OPD, trauma serebrovaskular
merupakan penyebab kasus terbanyak, dan pneumonia aspirasi merupakan penyebab
umum kematian pada pasien ini. Kondisi neurologis lain seperti penyakit Parkinson
bertanggung jawab atas sejumlah kasus OPD, dengan gangguan miopati dan lesi
struktural yang menjadi sebagian besar penyebab lainnya. Meskipun segudang penyebab
OPD, hasil akhir patofisiologis jatuh ke salah satu dari dua kategori yang saling terkait:
1) kelainan transfer bolus, dan 2) kelainan perlindungan jalan napas. Kelainan transfer
bolus dapat dikelompokkan lagi ke dalam yang disebabkan oleh: 1) Kegagalan pompa
orofaringeal, 2) gangguan koordinasi oral/faring, dan 3) obstruksi aliran keluar faring.9

30

Gambar 5. Penyebab disfagia orofaring. Diunduh dari http://www.sld.cu/galerias/pdf/sitios/rehabilitacionlogo/disfagia_orofaringea.pdf. Pada tanggal 18 September 2015, pukul 22.00 WIB.

Gangguan menelan dapat terjadi pada ketidaknormalan setiap organ yang berperan dalam
proses menelan. Dampak yang timbul akibat ketidaknormalan fase oral antara lain: 5
1.

Keluar air liur (drooling = sialorrhea) yang disebabkan gangguan sensori dan motorik
pada lidah, bibir dan wajah.

2.

Ketidaksanggupan membersihkan residu makanan di mulut dapat disebabkan oleh


defisiensi sensori pada rongga mulut dan/atau gangguan motorik lidah.

3.

Karies gigi yang mengakibatkan gangguan distribusi saliva dan meningkatkan


sensitivitas gigi terhadap panas, dingin dan rasa manis.

4.

Hilangnya rasa pengecapan dan penciuman akibat keterlibatan langsung dari saraf
kranial.

5.

Gangguan proses mengunyah dan ketidaksanggupan memanipulasi bolus.

6.

Gangguan mendorong bolus ke faring.

31
7.

Aspirasi cairan sebelum proses menelan dimulai yang terjadi karena gangguan motorik
dari fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke faring sebelum refleks menelan
muncul.

8.

Rasa tersedak oleh batuk pada saat fase faring.


Sedangkan dampak ketidaknormalan pada fase faringeal adalah chocking, coughing
dan aspirasi.5

Gejala disfagia orofaringeal adalah ketidakmampuan untuk menjaga bolus dalam rongga
mulut, kesulitan mengumpulkan bolus di belakang lidah, ragu-ragu atau ketidakmampuan
untuk memulai menelan, makanan menempel di tenggorokan, regurgitasi nasal,
ketidakmampuan untuk mendorong bolus makanan ke dalam faring, kesulitan menelan
makanan padat, sering menelan berulang-ulang, sering membersihkan tenggorokan, suara
berkumur (gargly voice) setelah makan, suara serak, suara bindeng (nasal speech) dan
disartria, batuk saat menelan: sebelum, selama, atau setelah menelan, menghindari makan
bersama orang lain, berat badan menurun dan pneumonia berulang.9
Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia fase oral dan fase faring adalah: 5

a. Videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS)


Pemeriksaan ini dikenal sebagai Modified Barium Swallow (MBS) adalah
pemeriksaan yang sering dilakukan dalam mengevaluasi disfagia dan aspirasi.
Pemeriksaan ini menggambarkan struktur dan fisiologi menelan rongga mulut,
faring, laring dan esofagus bagian atas. Pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan bolus kecil dengan berbagai konsistensi yang dicampur dengan
barium. VFSS dapat untuk panduan dalam terapi menelan dengan memberikan
bermacam bentuk makanan pada berbagai posisi kepala dan melakukan beberapa
manuver untuk mencegah aspirasi untuk memperoleh kondisi optimal dalam proses
menelan.5
b. Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing ( FEES)

32
Pemeriksaan evaluasi fungsi menelan dengan menggunakan nasofaringoskop serat
optik lentur. Pasien diberikan berbagai jenis konsistensi makanan dari jenis
makanan cair sampai padat dan dinilai kemampuan pasien dalam proses menelan.5
F. Disfagia Esofageal
Disfagia esofagus mengacu pada sensasi makanan menempel atau mendapatkan
digantung di pangkal tenggorokan atau dada. Penyebab umum dari disfagia esofagus
meliputi:10
1.

Akalasia. Hal ini terjadi ketika otot esophagus bawah (sfingter) tidak benar-benar
rileks untuk membiarkan makanan masuk ke lambung. Otot-otot di dinding esofagus
sering lemah juga. Hal ini dapat menyebabkan regurgitasi makanan belum tercampur
dengan isi perut, kadang-kadang menyebabkan untuk membawa makanan kembali
ke dalam tenggorokan.

2.

Proses penuaan. Dengan usia, kerongkongan cenderung kehilangan beberapa


kekuatan otot dan koordinasi yang diperlukan untuk mendorong makanan ke dalam
perut.

3.

Spasme difus. Kondisi ini menghasilkan beberapa, tekanan tinggi, kontraksi kurang
terkoordinasi kerongkongan biasanya setelah menelan. Spasme difus pada esofagus
adalah gangguan langka yang mempengaruhi otot polos di dinding esofagus bawah
secara involunter. Kontraksi sering terjadi sesekali, dan mungkin menjadi lebih parah
selama periode tahun.

4.

Striktur esofagus. Penyempitan kerongkongan (striktur) menyebabkan potongan


besar makanan tidak dapat lewat. Persempitan lumen ini mungkin akibat dari
pembentukan jaringan parut, sering disebabkan oleh penyakit gastroesophageal
reflux (GERD), atau dari tumor.

5.

Tumor. Kesulitan menelan cenderung untuk mendapatkan semakin buruk ketika


terdapat tumor esofagus.

6.

Benda asing. Terkadang, makanan, seperti sepotong besar daging, atau objek lain
dapat menjadi tersangkut di tenggorokan atau kerongkongan. Orang dewasa dengan
gigi palsu dan orang-orang yang mengalami kesulitan mengunyah makanan mereka

33
dengan baik mungkin lebih cenderung memiliki gangguan pada tenggorokan atau
kerongkongan. Anak-anak mungkin akan menelan benda-benda kecil, seperti peniti,
koin atau potongan mainan, yang dapat menjadi terjebak.
7.

Cincin esofagus. Pada daerah ini terdapat penyempitan di esofagus bagian bawah
yang dapat menyebabkan kesulitan menelan makanan padat.

8.

Gastroesophageal reflux disease (GERD). Kerusakan jaringan esofagus dari asam


lambung yang naik (refluks) ke dalam kerongkongan dapat menyebabkan spasme
atau jaringan parut dan penyempitan kerongkongan bawah membuat sulit menelan.

9.

Eosinofilik esofagitis. Kondisi ini, disebabkan oleh kelebihan populasi sel yang
disebut eosinofil di kerongkongan, dapat menyebabkan kesulitan menelan. Ini
mungkin terkait dengan alergi makanan, tetapi sering tidak ada penyebab yang
ditemukan.

10. Scleroderma. Penyakit ini ditandai oleh perkembangan bekas luka-seperti jaringan,
menyebabkan kekakuan dan pengerasan jaringan. Hal ini dapat melemahkan lower
esophageal sphincter, sehingga asam lambung dapat refluks ke kerongkongan dan
menyebabkan gejala dan komplikasi mirip dengan GERD.
11.

Terapi radiasi. Hal ini pengobatan kanker dapat menyebabkan peradangan dan
jaringan parut pada kerongkongan, yang dapat menyebabkan kesulitan menelan.

G. PENYAKIT TERBANYAK DIBAGIAN TENGGOROKAN


1.

TONSILITIS
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina. Penyebaran infeksi melalui udara ( air
borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada
anak.5
Tonsilitis Akut
a. Penyebab

34
Tonsilitis akut ini dapat disebabkan kuman grup A Streptococcus hemolitikus,
pneumokokus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes. Haemophilus
influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. 5
b. Patogenesis
Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang
berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini
merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara
klinis, detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila
bercak-bercak detritus ini menjadi satu dan membentuk alur-alur maka terjadi
tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membran
semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil. 5
c. Gejala dan tanda
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu
menelan, demam tinggi, rasa lesu, nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan, dan rasa
nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih (referred pain)
melalui nervus glosofaringius (N. IX). Pada pemeriksaan, tampak tonsil yang
membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus , lakuna, atau tertutup oleh membran
semu (pseudomembran). Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan. 5
d. Terapi
Antibiotik spektrum luas atau sulfonamid, antipiretik, analgesik dan obat kumur
yang mengandung desinfektan.
e. Komplikasi
Pada anak-anak, sering menimbulkan komplikasi menjadi otitis media akut, sinusitis,
abses peritonsil, abses parafaring, bronchitis. Akibat hipertrofi tonsil

akan

meyebabkan pasien bernapas melalui mulut, tidur mendengakur ( ngorok), gangguan


tidur karena terjadinya sleep apnea yang dikenal sebagai Obstrctive Sleep Apnea
Syndrome (OSAS). 5

Tonsilitis Membranosa
Penyakit yang termasuk dalam golongan tonsilitis membranosa adalah, antara lain:
Tonsilitis difteri

35
a. Penyebab
Frekuensi penyakit ini sudah menurun karena keberhasilan imunisasi pada bayi dan
anak. Penyebab tonsilitis difteri adalah Corynebacterium diphteriae, kuman yang
termasuk gram positif dan dapat mengenai saluran napas bagian atas yaitu hidung,
faring, dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi
sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah seseorang. Titer anti
toksin sebesar 0,03 per cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas.
Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan
frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada usia dewasa masih mungkin
menderita penyakit ini.5
b. Gejala dan tanda
Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu: 5
1) Gejala umum, seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh
biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi
2)

lambat, serta keluhan nyeri menelan.


Gejala lokal, yang tampak adalah berupa tonsil membengkak ditutupi bercak
putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk
membran semu (pseudomembran). Membran ini dapat meluas ke palatum
mole, uvula, nasofaring, laring, trakea dan bronkus dan dapat menyumbat
saluran napas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila
diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila
infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak sehingga

3)

menyerupai leher sapi (bull neck).


Gejala akibat eksotoksin, yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi
miokarditis sampai decompensation cordis, mengenai saraf kranial
menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan, dan pada
ginjal menimbulkan albuminoria.

c. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan preparat
langsung kuman yang diambil dari pseudomembran tonsil yang dimana akan
ditemukan kuman difteri ini.
d. Terapi

36
Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur dengan
dosis tergantung dari umur dan beratnya penyakit, antibiotik spektrum luas,
kortikosteroid, antipiretik digunakan jika perlu untuk menurunkan demam nya.
Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan non farmalokologi
adalah istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu. 5
e. Komplikasi
Penyakit ini dapat berlangsung cepat, pseudomembran akan menjalar ke laring dan
menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda usia pasien terkena penyakit ini maka
akan makin cepat timbul komplikasi. 5
Tonsilitis septik
Penyebab dari tonsilitis septik ialah Streptococcus haemoliticus yang terdapat dalam
susu sapi sehingga dapat timbul epidemi. Oleh karena di Indonesia, susu sapi
dimasak dengan cara pasteurisasi terlebih dahulu sebelum diminum sehingga
penyakit ini jarang ditemukan. 5
Stomatitis ulseromembranosa (Angina Plaut Vincent)
a. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan
pada penderita dengan kurangnya higienis mulut, defisiensi vitamin C. 5
a. Gejala
Demam sampai 39C, nyeri kepala, badan lemah, dan kadang-kadang terdapat
gangguan pencernaan, rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah
berdarah. 5
b. Pemeriksaan
Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di atas tonsil,
uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, foetor ex ore (mulut berbau) dan
kelenjar submandibula membesar. 5
c. Terapi
Memperbaiki higienis mulut, antibiotik spektrum luas, vitamin C dan vitamin B
kompleks. 5
Tonsilitis Kronis
a. Penyebab
Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman
berubah menjadi kuman golongan Gram negatif. 5

37
b. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. 5
c. Patologi
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan
limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti oleh
jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara
klinik, kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus
kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa
tonsilaris. 5
d. Gejala dan tanda
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,
kriptus melebar, dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di
tenggorok, tenggorok dirasakan kering dan napas berbau. 5
e. Terapi
Terapi lokal ditujukan kepada higiene mulut dengan berkumur atau obat hisap.
f. Komplikasi
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa
rinitis kronis, sinusitis, atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh
terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis,
nefritis, dan yang lainnya. Tonsilektomi dilakukan jika terjadi infeksi yang berulang
atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma. 5

Gambar 6. Ukuran Tonsil. Diunduh pada tanggal 20 September 2015, pukul 21.00 WIB.

Ukuran Tonsil
T0 : Bila fosa tonsil kosong

38
T1 : Bila ukuran tonsil normal
T2 : Bila ukuran tonsil besar dari fosa tonsil
T3 : Bila ukuran tonsil sangat besar hampir mencapai uvula
T4 : Bila ukuran tonsil mencapai uvula atau lebih
Indikasi Tonsilektomi
1) Serengan tonsillitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat.
2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofasial.
3) Sumbatan hiperplasia tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep apneu,
gangguan menelan, gangguan berbicara, cor pulmonale.
4) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis dengan abses peritonsil yang
tidak berhasil hilang dengan pengobatan.
5) Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus
hemoliticus.
7) Hipertofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
8) Ototis media efusa/ otitis media supuratif.

2.

LARINGITIS

Dapat berupa laringitis akut atau laringitis kronik


Laringitis akut
a. Definisi
Laringitis akut adalah infeksi akut pada mukosa laring. Infeksi ini pada umumnya
merupakan kelanjutan dari rhinofaringitis ( common cold) . Walaupun epiglotis
termasuk laring, batasan ini untuk epiglotitis akut. 5
Pada laringitis akut ini dapat menimbulkan sumbatan jalan napas, sedangkan pada
orang dewasa tidak secepat pada anak.
b. Etiologi

39
Sebagai penyebab radang ini ialah bakteri, yang menyebabkan radang lokal atau virus
yang menyebabkan peradangan sistemik.
Tersering : virus Parainfluenza, Adenovirus, streptokok
c. Gejala dan tanda
Pada laringitis akut terdapat gejala radang umum, seperti demam, malaise, serta gejala
lokal, seperti suara parau sampai tidak bersuara sama sekali (afoni), nyeri ketika
menelan atau berbicara, serta gejala sumbatan laring. Selain itu terdapat batuk kering,
dan lama-kelamaan disertai dengan dahak kental. Pada pemeriksaan didapatkan
mukosa laring dan korda vokalis hiperemi dan udema ( terutama di atas dan di bawah
pita suara), biasanya terdapat juga tanda radang akut di hidung atau sinus paranasal
atau paru. 5
d. Penatalaksanaan
1)

Istirahat, khususnya istirahat bicara (selama 2-3 hari)

2)

Menghindari iritasi pada faring dan laring, misalnya merokok, makanan pedas
atau minum jika

3)

Menghirup udara lembab

4)

Antibiotika diberikan apabila peradangan berasal dari paru atau trakeostomi

5)

Bila terdapat sumbatan laring, dilakukan pemasangan pipa endotrakeal

Laringitis Kronik
Laringitis kronis sering disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip
hidung atau bronchitis kronis. Mungkin juga disebabkan oleh penyalahgunaan suara
(vocal abuse) seperti berteriak-teriak atau biasa berbicara keras. Pada peradangan ini
seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal. Kadang-kadang pada pemeriksaan
patologik terdapat metaplasia skuamosa.
Gejalanya ialah suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok, sehingga pasien
sering mendehem tanpa mengeluarkan sekret, karena mukosa yang menebal.

40
Pada pemeriksaan tampak mukosa menebal, permukaannya tidak rata dan hiperemis. Bila
terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka perlu dilakukan biopsi.
Terapi yang terpenting ialah mengobati peradangan di hidung, faring serta bronkus yang
mungkin menjadi penyebab laryngitis kronis itu. Pasien diminta untuk tidak banyak
berbicara (vocal rest). 5

3. FARINGITIS
Faringitis Akut
Faringitis akut adalah suatu keadaan akut pada mukosa faring dan jaringan limfoid pada
di ding faring. Penyebabnya adalah Streptokokus hemolitikus dan virus. Kadang-kadang
juga oleh S.pneumonia atau Hemofilus influenza. Penularan terjadi melalui droplet
infection atau lewat makanan. 5
Diagnosis
Sering didahului oleh rinore atau dapat pula sebaliknya yaitu timbul rasa kering dan
panas ditenggorokkan dan selanjutnya diikuti dengan rinore. Keluhan lain adalah nyeri
nyeri menelan tetapi tidak sehebat nyeri pada tonsillitis akut, subfebris, nyeri kepala dan
malaise.
Pada pemeriksaan akan ditemukan mukosa faring berwarna merah, udem terutama
dilateral band, granula tampak lebih besar, sering disertai pembengkakan kelenjar getah
regional yang sedikit nyeri jika ditekan. 5
Komplikasi
Otitis media, rhinitis akut, sinusitis akut, laryngitis, trakeitis, bronchitis, pneumoni.
Terapi
Penyakit ini tergolong penyakit yang dapat sembuh sendiri. Penderita cukup diberi terapi
simtomatik berupa analgetik-antipiretik, obat kumur. Fungsi obat kumur adalah untuk
melemaskan otot faring dan mengencerkan lender yang melekat pada faring. 5

Gambar 7. Faringitis diunduh dari google. Pada tanggal 20 September 2015, pukul 21.00 WIB.

Faringitis Kronik

41
Bukan merupakan suatu bentuk peradangan, tetapi merupakan penyakit yang
kekambuhannya banyak dipengaruhi oleh iritasi bahan tertentu. Bahan tersebut adalah
asap rokok, debu, rumah, asap, secret hidung( post nasal drip) dari sinusitis maksila atau
rhinitis kronik. 5
Diagnosis
Pada penderita yang neurotic keluhan terasa lebih hebat, barupa rasa gatal, panas dan
kering difaring, tenggorokan terasa sakit, banyak lender dan kadang-kadang sisertai
batuk. Pada pemeriksaan faring tampak granula membesar dan seringkali hiperemis. 5
Terapi
Yang dapat dilakukan adalah mengurangi keluhan penderita, dengan cara menyembuhkan
penyakit penyebab, menghindari bahan iritan dan menghilangkan allergen. Obat
antihistamin diberikan guna mengurangi rasa gatal tenggorokan. Tablet hisap atau obat
kumur tidak diperlukan sebab kegunaannya tidak banyak. Jika granula terlihat besar
dapat dilakukan kaustik dengan Ag NO3 50%.

4. ABSES PERITONSIL
a. Etiologi
Terjadi akibat komplikasi tonsillitis akut atau infeksi yang bersumber dari tonsil
biasanya kuman penyebab sama dengan tonsillitis dapat ditemukan kuman aerob dan
anaerob.

b. Gejala dan tanda


Selain gejala dan tanda tonsillitis akut terdapat odinofagi, nyeri menelan yang hebat,
biasanya pada sisi yang sama juga terjadi nyeri telinga, mungkin terdapat muntah,
mulut berbau( foetor ex ore), hipersalivasi, suara guman (hot potato voice), kadang
kadang trismus, serta pembengkakan, kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.

c. Pemeriksaan

42
Palatum molle tanpak membengkak dan menonjol kedepan, dapat terdapat fluktuasi.
Uvula bengkak, dan terdorong kesisi kontralateral. Tonsil membengkang, hiperemis,
mungkin banyak detritus, dan terdorong keara tengah, depan dan bawah.
d. Terapi
Pada stadium infiltrasi diberikan antibiotic golongan ampisilin atau klindamisin, dan
obat simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin
pada leher. Bila terbentuk abses dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian
diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi adalah di daerah yang menonjol
dan lunak atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan
geraham atas terakhir pada sisi yang sakit. Pasien dianjurka untuk operasi
tonsilektomi, umumnya dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah
drenase abses. 5
e. Komplikasi
1) Abses pecah spontan perdarahan aspirasi paru
2) Penjalaran infeksi dan abses di daerah parafaring abses parafarinng
3) Bila terjadi penjalaran kedaerah intrakkranial thrombus sinus cavernosus,
meningitis dan abses otak.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Keluhan kesulitan menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau
penyakit di orofaring dan esophagus.

43
2. Keluhan ini timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan
gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung.
3. Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas: disfagia mekanik, disfagia
motorik dan disfagia oleh gangguan emosi.
4. Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas: disfagia orofaringeal dan disfagia
esophageal.
5. Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia fase oral dan fase faring
adalah Videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS) dan Flexible Endoscopy
Evaluation of Swallowing ( FEES).

DAFTAR PUSTAKA

1. Dysphagia.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/324096-

overview#showall. Pada tanggal 20 September 2015, pukul 20.00 WIB.


2. Throat

anatomy.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/1899345-

overview#showall. Pada tanggal 19 September 2015, pukul 20.00 WIB.

44
3. Digestive

Disorders

Health

Center:

Human

Anatomy.

Diunduh

dari

http://www.webmd.com/digestive-disorders/picture-of-the-esophagus. pada tanggal


19 September 2015, pukul 20.00 WIB.
4. Esophagus

anatomy

and

development.

Diunduh

dari

http://www.nature.com/gimo/contents/pt1/full/gimo6.html. pada tanggal 20 September


2015, pukul 20.00 WIB
5. Soepardi EA. Disfagia. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Editor: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke
7. Jakarta: FKUI. 2012.
6. Dysphagia.
http://www.merckmanuals.com/professional/sec02/ch012/ch012b.html#v891324.

Pada

tanggal 18 September 2015, pukul 21.00 WIB.


7. Dysphagia.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/324096-

overview#aw2aab6b3. Pada tanggal 18 September 2015, pukul 22.00 WIB.


8. Dysphagia. Diunduh dari http://www.umm.edu/altmed/articles/dysphagia-000053.htm.
Pada tanggal 18 September 2015, pukul 22.00 WIB.
9. Saeian K, Shaker R, editor. Oropharyngeal Dysphagia. USA: Current Science; 2000.
Diunduh

dari

http://www.sld.cu/galerias/pdf/sitios/rehabilitacion-

logo/disfagia_orofaringea.pdf. Pada tanggal 18 September 2015, pukul 22.00 WIB.

45
10. Difficulty swallowing. Diunduh dari http://www.mayoclinic.com/health/difficultyswallowing/DS00523/DSECTION=causes. Pada tanggal 18 September 2015, pukul
22.00 WIB.
11. Higler Boies Adam, dkk. Rongga Mulut dan Faring. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.
1997. Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai