Mengalisis Hukum Bunga Bank Konvemsional Dan Praktek Perbankan Syari'ah
Mengalisis Hukum Bunga Bank Konvemsional Dan Praktek Perbankan Syari'ah
(1132310107)
MK : Fiqh Muammalah II
DOSEN PENGAMPU
Nurul Rahmawati, M.HI
FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PONTIANAK
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Karena atas berkah dan
karunia-Nya kami dari kelompok 1 dapat menyelesaikan makalah ini, yang
berjudul Mengalisis hukum bunga bank konvemsional dan praktek
perbankan Syariah.
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR.i
DAFTAR ISIii
BAB 1 PENDAHULUAN ..1
BAB 2 PEMBAHASAN
A.
Macam-macam
Riba
dan
Illat..
B.
Fase-fase
pengharaman
Riba. C.
Bunga
Konsep
D.
Pendapat
E.
Kesimpulan
....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Hal paling umum yang menjadi salah satu penggerak ekonomi
konvensional adalah riba atau interst. Suku bunga yang menjadi mesin
penggerak
perekonomian
kenvensoinal
memang
menjadi
rancu
meningkat
(increase)
baik
menyangkut
kualitas
maupun
rate
sebagai
peranya
dalam
menggerakkan
perekonomian
BAB II
PEMBAHASAN
Mengenai judul makalah di atas, sebaiknya kita mengetahui dulu
mengenai Bank syariah itu dan konvensional itu sendiri.
Sejatinya bank syariah adalah suatu bank yang dalam aktifitasnya
baik dalam menghimpun dana maupun dalam rangka penyaluran dananya
memberikan dan mengenkan imbalan atas dasar prinsip dasar syariah
Pada dasarnya ketiga fungsi utama perbankan (menerima titipan
dana, meminjamkan uang dan jasa pengiriman uang) adalah boleh di
lakukan, kecualali bila dalam melaksanakan fungsi perbankan melakukan
hal-hal yang di larang syariah, Dalam praktek perbankan konvensional
yang di kenal saat ini, fungsi tersebut di lakukan berdasarkan prinsip
bunga, banak konvensional memang tidak serta merta identik dengan
riba, namun kebanyakan bank keonvensional dapat di golongkan sebagai
transaksi ribawi.
Unutk lebih jelas liaht table di bawah ini:
No
Perbedaan
Bank Konvensional
Bank Syariah
Bunga
Berbasis bunga
Resiko
Anti risk
Risk sharing
Operasional
Beroperasi dengan
pendekatan sektor
keuangan, tidak langsung
terkait dengan sektor riil
Produk
Pendapatan
Dasar Hukum
Bank
Indonesia
Pemerintah
Falsafah
Berdasarkan
(riba)
Operasional
10
Aspek sosial
Tidak
tegas
11
Organisasi
Uang
12
atas
diketahui
Tidak
berdasarkan
bunga(riba),
spekulasi
(maisir),
dan
ketidakjelasan(gharar)
tetapi
Riba fadhl adalah tukar menukar atau jual beli antara dua buah barang yang sama
jenisnya, namun tidak sama ukuranya yang di syaratkan oleh orang yang menukarnya, atau
jual beli yang mengandung unsur riba pada barang yang sejenis dengan adanya tambahan
pada salah satu benda tersebut. Sebagai contohnya adalah tukar-menukar emas dengan emas
atau beras dengan beras, dan ada kelebihan yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan,
kelebihan yang di syaratkan itu di sebut riba fadhl. Supaya tukar-menukar seperti ini tidak
termaksud riba, maka ada harus tiga syarat yaitu (Syafei, Rahmat, 2007:267) :
1) Barang yang di tukarkan tersebut harus sama
2) Timbangan atau takaranya harus sama
3) Serah terima di lakukan pada saat itu juga.
Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa riba fadhl ialah kelebihan
yang terdapat dalam tukar-menukar antara beda-benda sejenis seperti emas-dengan emas,
perak dengan perak, maupun beras dengan beras.
B. Riba al-Nasiah
Riba al-Nasiah berkaitan dengan riba dalam pertukaran uang, apabila ada penundaan
pertukaran, dan beban tambahan diasosiasikan dengan penundaan tersebut. Istilah nasaa
yang berarti penundaan, penangguhan atau menunngu, dan merujuk kepada waktu penundaan
yang di izinkan bagi peminjam untuk membayar kembali pinjaman dengan syarat ada
penambahanataupremi (Zmir Iqbal, Abbas Mirakhor. 72)
Contohnya: fulana membeli dan mengambil emas seberat 3gram pada bulan ini, akan
tetapi uangya di serahkan pada bulan depan. Hal ini di karenakan harga emas bulan ini belum
tentu sama dengan harga emas dengan bulan berikutnya.
C Riba Yad
Riba yang di sebabkan karena penundaan pembayaran dalam pertukarn barang-barang.
Dengan kata lain, kedua belah pihak melakukan pertukaran uang atau barang telah berpisah
dari tempat akad sebelum di adakan serah terima. Larangan riba yadd di tetapkan berdasarkan
hadits-hadits berikut ini :
emas dengan emas riba kecuali di bayarkan kontan, gandum dengan
gandum riba kecuali dibayarkan dengan kontan; kurma dengan kurma riba
kecuali dibayarkan dengan kontan; kismis dengan kismis riba kecuali di
bayarkan dengan kontan (HR.al.Bukhari dari Umar bin Al-Khattab)
D. RIba Qardl.
Pelarangan riba qardl juga sejalan dengan kaedah ushul fiqh, kullu
Qardl jarra manfaatin fahuwa riba. (setiap pinjaman yang menarik
keuntungan
adalah
riba.(Sayyid
Saabiq,
fiqh
al-Sunnah,
(edisi
Abdullah
bin
Sala.
Lantas
orang
ini
berkata
kepadaku;
1. Tahap pertama
Surat Ar-Rum ayat 39
Artinya : Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi
Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Ayat ini menjelaskan bahwa riba itu tidak akan menambah harta yang
mereka punya, dan juga riba tidak membuat harta mereka berkembang
dengan pesat. Akan tetapi sebaliknya, riba akan membuat harta mereka
hilang dengan sendirinya karena tidak ada keridhoan Allah di dalam
hartanya tersebut.
Berbeda dengan harta zakat, harta zakat pada zohirnya berkurang, tapi
pada hakikatnya harta zakat itu berkembang. Karena harta zakat itu
diridhoi oleh Allah SWT.
Pada ayat ini Allah SWT belum memberikan hukum kepada harta riba.
Allah hanya memberitakan kepada manusia bahwa harta riba itu tidak
baik dan hanya menyusahkan orang lain.
2.
Tahap kedua
Surat An-Nisa ayat 160-161
Artinya
: Maka
disebabkan
kezaliman
orang-orang
Yahudi,
kami
banyak
menghalangi
Tahap Ketiga
Surat Ali-Imran ayat 130
bunga berlipat ganda maka riba, tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini
merupakan sifat umum dari praktek pembungaan uang pada saat itu.
Karena mereka memahami ayat ini, jika memakan harta riba dengan
berlipat ganda barulah dilarang, namun jika tidak berlipat ganda tidak
dilarang atau mereka menganggap itu bukan riba.
Dalam ayat ini Allah memanggil orang-orang yang beriman. Pertanda
bahwa riba juga diharamkan bagi mereka orang-orang yang beriman,
bukan hanya diharamkan kepada orang-orang Yahudi saja.
4.
Tahap terakhir
Surat Al-Baqarah ayat 275-280
orang
yang
kemasukan
syaiton
atau
sering
kita
sebut
kesurupan. yaitu Allah memasukan riba ke dalam perut mereka itu, lalu
barang itu memberatkan mereka.hingga mereka sempoyongan bangun
jatuh.
Itu
menjadi
tanda
dihari
kiamat
sehingga
semua
orang
beli. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Dan jika mereka berhenti untuk tidak sanakan riba, Allah menyiapkan
untuk
mereka
neraka
yang
penuh
dengan
azab
dan
mereka
melaksanakan riba lagi, maka Allah akan ridho kepadanya. Namun jika
mereka terus melak kekal di dalamnya.
Artinya : Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu
berbuat dosa.
Dijelaskan bahwa perbedaan antara riba dan sedekah itu sangatlah
berbeda. Karena riba berfungsi memusnahkan harta, sedangkan sedekah
berfungsi menyuburkan harta.
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal
saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala
di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.
Dijelaskan bahwa orang-orang yang beriman,mereka tidak memiliki
kehawatiran dab bersedih hati. Karena mereka sudah begitu dekat kepada
Allah, sehingga menutup kemungkinan mereka berbuat praktek ribawi.
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman.
Dijelaskan bahwa Allah menyuruh orang-orang yang beriman untuk
bertaqwa kepada Allah dan meninggalkan praktek ribawi.
Artinya : Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),
maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan
nuzulnya.
Abu
Jafar
Muhammad
bin
Jarir
meriwayatkan
Ath
Thabary
bahwa:
mereka
dikembalikan
yang
ber-dasarkan
hanya
riba
agar
pokoknya
dibekukan
dan
saja.
ribawi, insyaAllah kita akan mendapat ridho dari Allah dan Allah akan
menjaga harta kita serta kita dijauhkan dari siksa-Nya yang sangat pedih.
Artinya : Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka
berilah
tangguh
sampai
dia
berkelapangan.
Dan
menyedekahkan
bagimu,
jika
kamu
mengetahui.
Maksud darai perkataan wa inkana dzuu usratin fa nadhiratun ila
maysarah itu memberikan semangat kepada pihak yang menghutangi
supaya benar benar memberikan tempo kepada pihak yang berhutang
sampai ia benar benar mampu.
C. Konsep Bunga
Secara bahasa bunga bank merupakan terjemahan dari kata dalam
Bahasa Inggris yaitu interest. Sedangkan secara istilah, Bunga Bank
merupakan tanggungan yang di bebankan pada peminjam uang, yang
biasanya di tunjukkna berdasarkan besar uang yang di pinjamkan.
Ssetalah kita memahami pengertian dari bunga, sehingga timbul
permasalahan, apakah Bunga Bank itu sama dengan Riba? Pengertian
tambahan yang di bebankan menurtu konteks Riba Ialah tamabahan uang
atas modal yang di peroleh dengan cara tidak di benarkan syara. Maksud
dari pernyataan tersebut adalah tambahan nilai terhadap uang yang di
pinjamkan akibat transaksi hutang piutang yang harus di kembalikan oleh
peminjam ketika mengembalikan uang yang di pinjamkan kepada pemilik
pada saat jatuh tempo.
D. Pendapat Fuqaha Mengenai Bunga bank
Yang dimaksud dengan Bank sesuai undang-undang no. 7
tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun
untuk
keperluan
produktif
seperti
modal
berdagang,
pengembangan usaha dan lain-lain. Namun ada juga pinjaman atau kredit
yang diberikan bank untuk keperluan konsumtif seperti kredit Pemilikan
Rumah (KPR). Uang simpanan nasabah di dalam suatu bank tidak akan
didiamkan begitu saja tetapi uang itu akan dijalankan untuk melancarkan
perekonomian atau melaksanakan pembangunan. Dari keuntungan bank
inilah sebagian diberikan kepada nasabah sebagai bunga bank.
Prinsip perbankan Islam adalah menjauhkan riba dan menerapkan sistem
bagi hasil dan jual beli. Ditinjau dari bahasa Arab, riba bermakna:
tambahan, tumbuh, dan menjadi tinggi. Menurut ensiklopedi Islam
Indonesia, Ar-Riba makna asalnya ialah tambah, tumbuh, dan subur.
Adapun pengertian tambah dalam konteks riba ialah tambahan uang atas
modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara, apakah
tambahan itu berjumlah sedikit maupun berjumlah banyak, seperti yang
diisyaratkan dalam Al-Quran (Wirdyaningsih 2005;25)
Tentang permasalahan bunga bank ini para ahli berbeda pendapat. Secara garis besar
terdapat tiga pendapat yang berbeda yaitu: Haram, halal dan syubhat (belum jelas halal dan
haramnya). Kita tidak perlu mempermasalahkan perbedaan tersebut, karena masalah bunga
bank itu ada dalam tataran hukum fiqih. Artinya masalah ini merupakan masalah khilafiyyah,
seperti halnya mengenai jumlah rakaat dalam sholat tarawih, ada yang berpendapat 8 rakaat,
20 rakaat, bahkan ada yang lebih dari itu. Perbedaan tersebut seyogyanya kita sikapi dengan
lapang dada dan jangan sampai menjadikan perpecahan diantara kita ummat Islam. Karena
sesungguhnya perbedaan itu merupakan rahmat (kenimatan) buat kita.
Jumhur (mayoritas/kebanyakan) Ulama sepakat bahwa bunga bank adalah riba, oleh
karena itulah hukumnya haram. Pertemuan 150 Ulama terkemuka dalam konferensi
Penelitian Islam di bulan Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati
secara aklamasi bahwa segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan
praktek riba yang diharamkan termasuk bunga bank (Ahmad Bin Abdul Aziz Al-Hamdana.
1993;75) berbagai forum ulama internasional yang juga mengeluarkan fatwa pengharaman
bunga bank, yaitu:
1. Majmaal Fiqh al-Islamy, Negara-negara OKI yang diselenggarakan di Jeddah pada
tanggal 10-16 Rabiul Awal 1406 H/22 Desember 1985;
2. Majma Fiqh Rabithah alAlam al-Islamy, Keputusan 6 Sidang IX yang diselenggarakan di
Makkah, 12-19 Rajab 1406 H;
3. Keputusan Dar It-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia, 1979;
4. Keputusan Supreme Shariah Court, Pakistan, 22 Desember 1999;
5. Majmaul Buhuts al-Islamyyah, di Al-Azhar, Mesir, 1965.
Walaupun Indonesia termasuk Negara dengan penduduk mayoritas muslim yang terlambat
mempromosikan gagasan perbankan Islam (Mervyn K lewvis dan M.Agoud, 2007;15) namun
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Keputusan Fatwa Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Bunga (Interest/Faidah) berpendapat:
1. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman
Rasulullah, yaitu Riba Nasiah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk
salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya.
2. Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram, baik di lakukan oleh Bank,
Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun
dilakukan oleh individu.
Majelis Ulama Indonesia berpendapat demikian dengan berdasarkan pada dalil dari
Al-Quran dan As-Sunnah, serta Kesepakatan para Ulama. Berikut petikan Fatwa MUI
tentang Bunga (Interest/Faidah).
Pendapat para Ulama ahli fiqh bahwa bunga yang dikenakan dalam transaksi
pinjaman (utang piutang, al-qardh wa al-iqtiradh) telah memenuhi kriteria riba yang
diharamkan Allah SWT, seperti dikemukakan oleh :
BAB III
KESIMPULAN
1) Pengertian, riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun
pinjam meminjam dengan cara membungakan harta atau uang yang dipinjam tersebut
secara bathil yang bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
2) Macam-macam Riba:
a) Riba Fadhl
b) Riba Nasiah
c) Riba Yad
d) Riba Qardh
3) Dasar Hukum Riba Berdasarkan Al-Quran dan Hadis :
Artinya : Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. Yang
demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba.
Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang
siapa mendapatkan peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang
telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya, dan urusannya (terserah) kepada
Allah. Barang siapa yang mengulangi (mengambil riba), maka mereka itu
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al-Baqarah: 275)
Di dalam Sunnah, Nabi Muhammad saw
Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba),
maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina. (HR Ahmad dari Abdullah bin
Hanzhalah).
1) Pandangan Islam atas bunga bank konvensional dan transaksi berbasis bunga
Tentang permasalahan bunga bank ini para ahli berbeda pendapat. Secara garis besar
terdapat tiga pendapat yang berbeda yaitu: Haram, halal dan syubhat (belum jelas
halal dan haramnya). Prof.Dr.Yusuf Qaradhawi berkata bahwa perkataan sebagian
orang dan Ulama yang melakukan justifikasi atas kehalalan sistem bunga bank
konvensional dengan berdalih bahwa riba yang diharamkan Allah dan Rasul Nya,
adalah jenis yang dikenal sebagai bunga konsumtif saja, tidak dapat dibenarkan.
Sebenarnya tidak ada perbedaan di kalangan ahli syariah pun sepanjang tiga belas
abad yang silam. Ini jelas merupakan pembatasan terhadap nash-nash yang umum
berdasarkan selera dan asumsi belaka.
DAFTAR PUSTAKA
Suhendi, hendi, 2011. Fiqh Muamalah. Jakarta : Rajawali Press.
Ghazaly, Abdul Rahman, dkk, 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta : Kencana Prenada Media.
Syafei ,Rahmat, 2007. Fiqh Muamalah. Bandung : Pustaka Setia.
Zamir Iqbal, Abbas Mirakhor, pengantar keuangan islam teori dan praktek
Wirdyaningsih et,al., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005)
Ahmad bin Abdul Aziz Al-Hamdana, Kepada Para Nasabah dan Pegawai Bank, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1993)
Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algoud, Perbankan Syariah Prinsip, Praktik, dan Prospek
(Islamic Banking), diterjemahkan oleh Burhan Subrata, cet. ke-1, (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2007).