Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Armada perkapalan yang semakin maju dari waktu ke waktu ternyata
juga membawa permasalahan baru, sama seperti semua jenis kemajuan
teknologi mengakibatkan efek samping, termasuk dengan meningkatnya
jumlah armada perkapalan.
Setelah pengoperasian kapal-kapal ternyata membawa permasalahan
baru, fenomena pencemaran minyak mulai muncul. Maka dibutuhkan
peraturan-peraturan yang mengatur pencegahan dan pembatasan hal-hal yang
berkaitan dengan tumpahan minyak.
Setelah terbentuk International Maritime Organization (IMO) dalam
badan United Nation (PBB) pada tahun 1998, usaha membuat peraturanperaturan itu muncul tetapi masih ditentang banyak pihak. Tahun 1959 di
Inggris lahir oil pollution convention untuk mencegah pembuangan
campuran minyak dari pengoperasian kapal tanker dan kamar mesin kapal
lainnya, diamandemen tahun 1962 dan 1969. Jadi, sebelum tahun 1970
pengaturan permasalahan marine pollution baru pada tingkat prosedur
pengoperasian.

Baru kemudian kita disadarkan tentang pentingnya memikirkan bersama


pencegahan pencemaran, dengan adanya pencemaran besar SS.Torey Cayon
tahun 1967 setelah diadakan sidang International Conference on Marine
Pollution dan lahirlah International Conference for the Prevention of oil
pollution from ships (dikenal 1dengan MARPOL) tahun 1973 dan
disempurnakan dengan Tanker Safety and Pollution Prevention (TSPP) dan
dikenal dengan Marpol 1973/1974, yang sampai saat ini masih menjadi
peraturan terbesar dibidangnya.
Polusi karena minyak secara umum terjadi disebabkan oleh :
1. tumpahan minyak akibat kecelakaan
2. tumpahan minyak akibat operasional
Tumpahan akibat kecelakaan meskipun jumlah yang tertumpuh biasanya
besar dan dampaknya terhadap lingkungan juga besar, tapi relatif jarang
terjadi.
Tumpahan minyak yang diakibatkan operasional kapal terjadi karena
adanya aktivitas rutin suatu instalasi. Meskipun umumnya relatif kecil, namun
lebih sering terjadi.
Dikarenakan jumlah armada yang dari waktu ke waktu semakin
bertambah banyak maka otomatis tingkat pencemaran oleh kegiatan
operasional kapal juga meningkat, yang meskipun sedikit-sedikit tetap saja
dikarenakan jumlah armada yang cukup besar menjadi jumlah yang
membahayakan lingkungan.

Selama penulis melakukan penelitian di atas kapal MT. BANDONDARI


milik perusahaan pelayaran PT. Berlian Laju Tanker menemukan adanya
permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pencemaran oleh kegiatan
operasional kapal.

Atas dasar permasalahan di atas, maka penulis ingin mengangkat


fenomena tersebut ke dalam sebuah skripsi yang berjudul: PERANAN OIL
POLLUTION

PREVENTATION

DRILL

DALAM

UPAYA

MENANGGULANGI PENCEMARAN MINYAK PADA KEGIATAN


OPERASIOANL KAPAL.

B. PERUMUSAN MASALAH
Permasalahan-permasalahan yang timbul disini terjadi selama kegiatan
operasional kapal, yang tentu sebagai operatornya adalah kru MT.
BANDONDARI.
Kapal ini dapat menjadi cermin juga untuk kapal-kapal lain pada
umumnya karena semua kapal juga melakukan kegiatan operasional yang
sama.
Sehingga permasalahan yang terjadi.
1. Mengapa penanganan tumpahan minyak pada saat kegiatan operasional di
atas kapal MT. BANDONDARI tidak optimal ?
2. Bagaimana sistem pelatihan penanganan pencegahan tumpahan minyak
yang seharusnya diterapkan di atas kapal MT. BANDONDARI ?

C. PEMBATASAN MASALAH

Dalam hal ini penulis membatasi masalah pada peranan dari latihan
penanganan tumpahan minyak untuk mencegah terjadinya pencemaran
minyak di laut pada saat kegiatan operasional di atas kapal MT.
BANDONDARI.

D. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini.
1. Secara Umum
Untuk melengkapi dan memenuhi sebagian persyaratan akademika
guna memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan di Politeknik Ilmu
Pelayaran Semarang.
2. Secara Khusus
a. Untuk mengetahui mengapa penanganan tumpahan minyak pada saat
kegiatan operasional di atas kapal MT. BANDONDARI tidak optimal
b. Untuk mengetahui bagaimanakah sistem pelatihan dan penanganan
pencegahan tumpahan minyak yang seharusnya dilakukan, sesuai
dengan prosedur yang ada di atas kapal MT. BANDONDARI.

E. MANFAAT PENELITAIN
Manfaat yang dapat penulis ambil dalam penelitian ini.
1. Untuk menambah kemampuan dan kesiapan kru kapal dalam menghadapi
keadaan darurat penanganan tumpahan minyak di atas kapal, baik pada
saat latihan maupun saat menghadapi keadaan yang sebenarnya.
2. Penulis dapat memperdalam pengetahuan di bidang penanganan
operasional kapal dengan benar, sehingga dapat mencegah terjadinya
tumpahan minyak.
3. Untuk mengetahui sebab dan akibat yang dapat terjadi karena penanganan
tumpahan minyak di atas kapal yang tidak optimal.
4. Menambah perbendaharaan karya ilmiah di kalangan Taruna Politeknik
Pelayaran Semarang, khususnya jangkar Nautika.
5. Memberi sumbangan pemikiran kepada masyarakat pelaut pada umumnya
dan dunia pendidikan pada khususnya.

F. RUANG LINGKUP PENELITIAN


1. Lingkup Keilmuan
Penelitian ini termasuk dalam ilmu kenautikaan pada khususnya dan
berkaitan dengan penanganan pencemaran lingkungan pada umumnya.
2. Lingkup Masalah
Dibatasi pada kegiatan-kegiatan yang terjadi di atas kapal pada saat
operasional.
3. Lingkup Lokasi
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan di atas kapal MT.
BANDONDARI, milik perusahaan PT. Berlian Laju Tanker tbk.
4. Lingkup Waktu
Waktu diadakannya penelitian ini selama penulis melaksanakan
Proyek Laut (Prola), dari tanggal 30 November 2004 sampai dengan 21
November 2005.

5. Lingkup Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode praktis
kualitatif

dengan

jenis

deskriptif

dan

menggunakan

pendekatan

observasional analitis.

G. HIPOTESA PENELITIAN
Beberapa hipotesis yang penulis ambil untuk dijabarkan nantinya dalam
analisa data hasil penelitian merupakan rangkuman penulis terhadap
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.
1. Shipboard Oil Pollution Emergency Plan (SOPEP) mempunyai peranan
besar dalam pencegahan dan prosedur tata cara penanganan tumpahan
minyak secara benar.
2. Latihan-latihan tumpahan minyak akan meningkatkan keterampilan dan
kesiapan kru dalam menghadapi keadaan sebenarnya.
3. Kru kapal MT. BANDONDARI yang merupakan operator dalam
menghadapi keadaan-keadaan darurat khususnya tumpahan minyak di
kapal sangat tergantung pada pengalaman dan tingkat kemampuan
individu masing-masing kru.
4. Di

atas kapal juga di kapal-kapal lain pada umumnya, penyebab

terjadinya keadaan darurat sebagian besar disebabkan oleh keadaan kapal


itu sendiri yang sudah tua atau peraturan yang kurang memadai lagi.

10

H. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk Memperjelas gambaran tentang skripsi ini, penulis bagi dalam 5
(lima) bab. Secara deskriptif sistematis, tiap bab terdiri dari sub-sub bab yang
menjelaskan komponen permasalahan yang menjadi tema penelitian ini.
BAB I

PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup
penelitian,

hipotesis

penelitian

dan

sistematika

penelitian,

dilanjutkan dengan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini menjelaskan tentang :
A. Maksud dan tujuan diadakan penanganan terhadap tumpahan
minyak di kapal, sumber-sumber pencemaran, bahan-bahan
pencemaran, dan sebab-sebab terjadinya tumpahan minyak di
atas kapal.
B. Menjelaskan tentang cara mencegah pencemaran, pembersihan
tumpahan minyak dan peralatan operasional, dilanjutkan dengan.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan tentang metode pendekatan, spesifikasi
penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, obyek
penelitian, metode analisa data / obyek penelitian, metode analisa
data / tahap-tahap penelitian dan metode penarikan kesimpulan,
dilanjutkan dengan.

11

BAB IV ANALISA DATA DAN HASIL PENELITIAN


Dalam bab ini menjelaskan tentang gambaran umum obyek
penelitian, proses penanganan tumpahan minyak di atas kapal, dan
upaya mengatasi permasalahan yang terjadi, dilanjutkan dengan.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini dikemukan simpulan hasil penelitian dan saran-saran
pemecahan masalah, dilanjutkan pada bagian akhir yang berisi
daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang mendukung penulisan
skripsi ini.

12

BAB II
LANDASAN TEORI

a)

KAJIAN PUSTAKA
Pemikiran untuk meningkatkan jaminan keselamatan hidup di laut
dimulai sejak 1914, karena saat itu mulai dirasakan bertambahnya banyak
kecelakaan kapal yang menelan banyak korban jiwa dimana-mana. SOLAS
(Safety of Life At Sea) merupakan peraturan yang mengatur keselamatan
paling utama.Tahap awal dari peraturan ini dengan memfokuskan pada
peraturan kelengkapan navigasi, kekedapan dinding penyekat kapal serta
peralatan komunikasi, kemudian berkembang ke konstruksi dan peralatan
lainya. Peraturan-peraturan di dalam SOLAS mengalami penyempurnaan
pada tahun 1974, konvensi baru SOLAS dengan prosedur baru bahwa setiap
amandementdi berlakukan sesuai target yang ditentukan.
Acmad Wahyudiono (1994 : 16) dijelaskan dalam bukunya tentang
Peraturan Keselamatan Playaran dan Pencegahan Pencemaran. Fenomena
pencemaran laut mulai muncul sejak tiga tahun diluncurkanya kapal
pengangkut minyak pertama GLUCKAUF pada tahun 1885 dan
penggunaan mesin diesel sebagai penggerak utama kapal tiga tahun
kemudian. Sebelum perang diunia kedau sudah ada usaha-usaha untuk
membuat peraturan-peraturan mengenai pencegahan dan penaggulangan
pencemaran laut oleh minyak. Akan tetapi baru terpikirkan setelah terbentuk
International Maritime Organitation ( IMO ) dalam Badan Perserikatan

13

Bangsa-bangsa (PBB) pada tahun 1984. Namun demikianpada saat itu usaha
untuk membuat peraturan yang dapat dipatuhi oeh semua pihak dalam
organisasi tersebut masih ditentang oleh banyak pihak. Baru pada tahun
1954atas prakarsa dan pengorganisasianyang dilakukan oleh pemerintah
Inggris (UK), lahirlah Oil Pollution Convention yang mencari cara
untuk mencegah pembuangan minyak daripengoperasian kapal tanker dan
dari kamar mesin. Cara tersebut dilakukan dengan.
1. Lokasi tempat pembuangan minyak atau campuran air dan minyak yang
melebihi 100ppm diperluas sejauh 15 nautical mile dari pantai.
2. Negara anggota diharuskan menyediakan fasilitas penampungan di darat
guna menampung campuran air dan minyak.
Kemudian

disusul

amandement

1962

dan

1969

untuk

menyempurnakankedua peraturan tersebut. Jadi sebelum tahun 1970masalah


maritime pollutin baru pada tingkat prosedur operasi.
Pada tahun 1967 terjadi pencemaran terbesar ketika kapal TORREY
CANYON yang kandas di pantai selatan Inggris menumpahkan 2,5 juta
gallon crude oil dan telah merubah pandanganmasyarakat internasional,
sejak saat itu mulai dipikirkan bersama pencegahan pencemaran secara
serius. Hasilnya adalah Intenational Convention for the Prevention of
Pollutionof the Ship tahun 1973, yang kemudian disempurnakan dengan
TSP ( Tanker Safety and Pollution Prevention ) protocol 1978 dan konvensi
ini di kenal dengan nama MARPOL 1973/1978 yang masih berlaku sampai
sekarang.

14

MARPOL 1973/1978 memuat 6 (enam) annex.


1. Annex I

- Peraturan tentang pencegahan pencemaran oleh minyak.

2. Annex II - Peraturan tentang pencegahan pencemaran oleh cairan


beracun ( NLS ).
3. Annex III - Peraturan tentang pencegahan pencemaran oleh barang
berbahaya ( Harmfull Substances ) dalam bentukterbungkus.
4. Annex IV - Peraturan tentang pencegahn pencemaran oleh kotoran
manusia/hewan ( Sewage ).
5. Annex V

- Peraturan tentang pencegahan pencemaran oleh sampah.

6. Annex VI

- Peraturan tentang pencegahan pencemaran oleh udara.

Konvensi ini berlaku secara internasional sejak tanggal 2 Oktober


1983, dan menjadi kaharusan (compultory). Isi dari teks konvensi MARPOL
73/78 sangat kompleks dan sulit untuk dipahami bila tidak ada usaha
mempelajari secara intensif. Implikasi langsung terhadap kepentinga
lingkungan maritim dari hasil. Pelaksanaannya memerlukan evaluasi
berkelanjutan baik pemerintah atau industri suatu negara.
Karena dalam pencegahan pencemaran perlu kerja sama yang baik
antara berbagai pihak agar mencapai hasil yang maksimal. Dalam hal ini
pemerintah atau pejabat yang berwenang perlu membuat aturan yag tepat
dalam menangani pencegahan pencemaran tersebut. Atas desakan dari
Amerika Serikat sebagai akibat banyaknya kecelakaan kapal tanker yang
mencemari perairan mereka. Maka pada tahun 1978, IMO untuk pertama

15

kalinya membuat peraturan secara global. Untuk menentukan standar


pengetahuan minimum yang harus dipenuhi oleh semua kapal dan disebut
International

Convention

Standart

of

Training

Certification

and

Watchkeeping forseaferer (SCTW).


Hal tersebut didukung adanya laporan penelitian mengenai
kecelakaan yang mengakibatkan pencemaran atas kapal tanker. EXXON
VALDES Nopember 1990, bahwa faktor utama yang menyebabkan kapal
kandas di Prince William South Alaska adalah karena Mualim Jaga yaitu
Mualim II yang sedang tugas jaga pada waktu kejadian tidak dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik. Karena capek terlalu banyak aktifitas
yang dikerjakan sebelumnya.
Komar Kantaatmadja (1981 : 92) dalam bukunya tentang ganti rugi
international pencemaran minyak. Dijelaskan yaitu pada tanggal 16 Januari
1975 telah kanda tanker raksasa (VLCC) Snowa Maru berbendera Jepang
milik perusahaan Taiheyo Kacen Co. Ltd. Tokyo dengan bobot mati sebesar
273.698 MT terdampar di sebuah karang dengan nama Buffalo Rock di
perairan dangkal Selat Singapura wilayah perairan Indonesia. Adapun posisi
kapal Snowa Maru pada saat kandas adalah 010 091 2411 LU / 1030 481 0611
BT. Kapal tersebut bertolak dari Ras Tanura (Teluk Parsi) dengan membawa
muatan berupa minyak dengan jenis Murben, Berri dan Arabian Light Crude
Oil sebanyak 232.339 MT dengan tujuan Jepang.
Mahkamah pelayaran dalam keputusannya No.020/ M.P/VI/75,
tanggal 30 Agustus 1976 berkesimpulan antara lain bahwa, peristiwa

16

kandasnya kapal tanker Showa Maru sebagai akibat dari rentetan tindakantindakan Nakhoda yang kurang bijaksana seperti hal-hal berikut :
1) Kelalaian untuk memplot posisi kapal secara terus menerus guna
mengetahui apakah kapal sudah berlayar pada trok yang telah
direncanakan semula sesuai rancangan pelayaran.
2) Kelalaian untuk memeriksa kembali posisi dengan memakai alat-alat
pedoman yang ada.
3) Kepercayaan untuk terlalu mempercayai terhadap alat bantu navigasi
elektronik sedangkan pada daerah pelayaran terdapat banyak titik
baringan yang dapat dipakai.
4) Kelalalainnya untuk tidak menyuruh perwira navigasi lain yang tugas
berada di anjungan untuk mengadakan baringan ulang.
5) Kelalaiannya untuk tidak mempelajari sifat-sifat dan periode dari suarsuar sebelum dibaring untuk dapat membedakan suar satu dengan yang
lain.
6) Kelalaiannya untuk tidak memakai alat Rorem & Doppler Sonar kg.

Dari uraian diatas maka penulis mempunyai gambaran bahwa


penyebab pencemaran di laut disebabkan karena operasional kapal dalam hal
ini dikarenakan karena kurang optimalnya pelaksanaan. Latihan diatas kapal
sehingga dalam hal ini penulis mengambil judul Peranan Oil Pollution
Prevention Drill dalam upaya menanggulangi pencemaran minyak pada saat
kegiatan operasional kapal.

17

b)

KERANGKA PIKIR
Pencemaran minyak

Personil

Prosedur

Peralatan

Pembekalan
semua
awak kapal dengan
pelatihan seperti TFC,
OT, CT, GT dan lainlain sesuai standar
SCTW

Melakukan penanganan
sumpahan minyak sesuai
dengan
klasifikasi
tumpahan minyak dalam
MARPOL 73/78

Pengecekan
peralatan
yang ada di atas kapal
harus sesuai dengan
MARPOL 73/78

Mencari kru kapal


yang
benar-benar
memahami
dengan
proses
seleksi
sebelum naik kapal

Memberikan pengarahan
informasi tentang tata
cara
/
prosedur
penanganan tumpahan
minyak

Pengenalan
kepada
semua
awak
kapal
tentang fungsi dan cara
penggunannya

Pelatihan pencegahan pencemaran minyak di


atas kapal secara berkesinambungan sesuai
prosedur yang ada sehingga hasil yang
optmal
sesuai
prosedur
penanganan
tumpahan minyak

18

Kerangka pikir yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah


dengan menggunakan segitiga unsur penanggulangan minyak.

PROSEDUR

PERSONIL

PERALATAN
Apabila salah satu dari ketiga unsur tersebut tidak ada, maka dengan
sendiranya operasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak tidak
dapat terlaksana.
Tahap pertama yang harus dilakukan dalam urutan penyusunan skripsi
ini adalah.
1.

Personil
Memberikan pembekalan kepada semua awak kapal dengan pelatihanpelatihan diklat ketrampilan sesuai STCW, seperti : TFC (Tanker
Familiarization Certificate), OTTP (Oil Tanker Trainning Program), CT
(Chemikal Tanker), GT (Gas Tanker), dan laenya.

2.

Prosedur
Prosedur dan cara-cara dalam penanganan tumpahan minyakyang sering
dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ada. Prosedur tetap
(Protap) penanggulangan tumpahan minyak.

19

1) Klasifikasi tumpahan minyak


a) Tumpahan kecil adalah tumpahan minyak yang dapat diatasi oleh
sekelompok jaga yang bertugas tanpa bantuan Tim Operasi
Penanggulangan.
b) Tumpahan sedang adalah tumpahan minyak dimana untuk
penanggulanganya

diperlukan

bantuan

Tim

Operasi

Penanggulangan.
c) Tumpahan besar adalah tumpahan minyak tidak dapat diatasi
oleh Tim Operasi Penanggulangan setempat dan diperlukan
bantuan dari luar.
2) Pihak kapal
a) Jika terjadi tumpahan minyak di dek harus segera dibersihkan
dan diusahakan agar tidak ada yang mengakir ke perairan atau
jatuh kelaut.
b) Jika terjadi tumpahan minyak dari kapal ke perairan, mualim jaga
harus segera melaporkan kepada petugas terminal. Sementara itru
mengusahakan mengatasinya dengan sarana yang tersedia.
c) Setiap petugas kapal yang melihat adanya lapisan minyak
disekitar kapalnya harus segera melaporkan secara lisan kepada
petugas terminal atau Pejabat pelabuhan setempat, kemudian
disusul dengan laporan secara tertulis.

20

3.

Peralatan
Peralatan pencegahan pencemaran tumpahan minyak yang ada diatas
kapal harus sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu MRPOL
1973/1978
Tahap yang kedua adalah melakukan seleksi terhadap kru kapal yang

akan naik ke kapal, dimana mereka benar-benar memahami dengan training


yang telah mereka dapatkan dari diklat-diklat ketrampilan. Dan juga
diberikan pengarahan atau informasi lebih lanjut di atas kapal mengenai tata
cara penanganan tumpahan minyak sesuai prosedur yang ada. Pengenalan
terhadap alat-alat pencegahan tumpahan minyak yaitu mengenai fungsi dan
cara penggunaanya juga perlu di lakukan kepada semua awak kapal.
Tahap yang terakhir adalah mengadakan latihan pencegahan pencemaran
minyak di atas kapal secara berkesinambungan, sehingga diharapkan
latihan-latihan tersebut akan lebih optimal hasilnya dan sesuai dengan apa
yang seharusnya ada dalam prosedur penanganan pencemaran minyak di
laut.

21

c)

DEFINISI
1. Pencemaran Lingkungan
Dalam Undang-undang No. 4 tahun 1982 dinyatakan batasan dari
Pencemaran lingkungan yaitu maksudnya atau dimasukannya makhluk
hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau
perubahan tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam,
sehingga

kualitas

lingkungan

sampai

ketingkat

tertentu

yang

menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi


sesuai peruntukannya.
Batas tersebut mencakup pencemaran lingkungan darat, lingkungan laut
dan lingkungan udara.
2. Pencemaran laut
Pengertian

pencemaran

laut

disini

adalah

masuknya

atau

dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke


dalam laut oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga
menyebabkan lingkungan laut menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya.1
Menurut Dimyati Hartono (1997 : 246) yaitu pencemaran laut oleh
minyak mempunyai 2 sifat : yaitu disengaja (Voluntary discharge) dan yang
bersifat terpaksa (Unvoluntary discharge). Sifat yang pertama terjadi
misalnya apabila dengan sengaja dilakukan. Pembuangan bahan-bahan
1

Capt. H. Turiman mijaya, Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Laut,


Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang, tahun 2004, Hal. 1

22

bekas pakai yang relatif tidak banyak seperti misalnya pencucian tanki
(burker tank washing) atau yang lebih serius, pembersihan secara
menyeluruh atau sebagian lantai muatan dari kapal-kapal tanki tersebut.
Sifat kedua yaitu pencemaran laut yang terpaksa, disebabkan antara lain oleh
peristiwa tabrakan kapal, terdampar dan karena kebocoran-kebocoran pada
instalasi di tempat exploitasi & sumber kekayaan alam dipantai oleh daerah
lepas pantai.
Menurut IMO (1987 : 297) pencemaran laut diberikan batasan
sebagai berikut : Marine Pollution has been defined as the introduction by
man, directly or indirectly of substance or energi into the marine
environment (including estuaries) resulting in such dileterious effect to
marine activities, including fishing, inpairment qualilty of sea water and
reduction of a menities.
Berdasarkan MARPOL 73/78 dan Turiman Mijaya (2004 : 96)
sebagai berikut :
b) Minyak (Oil) adalah minyak tanah, dalam segala bentuk termasuk
minyak mentah, bahan bakar minyak, endapan, minyak sisa dan produk
sulingan dan selain petrokimia tertentu.
c) Minyak mentah (Crude Oil) adalah setiap campuran hidrokarbon cair
yang terjadi secara alamiah didalam bumi apakah diberikan pengolahan
atau tidak yang sesuai untuk diangkut.

23

d) Bahan Bakar Minyak (Fuel Oil) adalah setiap minyak yang digunakan
sebagai bahan bakar tenaga penggerak atau permesinan bantu dari kapal
dimana minyak seperti itu di angkut.

24

BAB III
METODE PENELITIAN

A.

WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN


1. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah pada saat penulis melakukan praktek laut
selama satu tahun diatas kapal

MT. Bandondari dari tanggal 30

November 2004 sampai dengan 21 November 2005 sebagai kadet dek.


Dalam kurun waktu tersebut kegiatan yang dilakukan tidak hanya
meneliti permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, melainkan juga
harus mengerjakan tugas-tugas dari sekolah ( Politeknik Ilmu Pelayaran
Semarang

), maupun

dari

para

mualim

dalam

memperlancar

pengoperasian kapal yang mana membatasi waktu dalam perlaksanaan


penelitian.
3. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di atas kapal MT. Bandondari,
milik perusahaan PT. Berlian Laju Tanker, yaitu tempat dimana penulis
melakukan penelitian selama melaksanakan praktek berlayar.

B.

METODE PENELITIAN
Metode yang dilaksanakan oleh penulis dalam penelitian ini
merupakan studi penelitian bersifat kualitatif dengan pendekatan masalah
abservational analitis, dimana dilakukan observasi yang terjadi selama
21

25

kegiatan operasional kapal yang menjadi objek penelitian, pendekatan ini


dimulai dengan mengadakan analisa terhadap aturan-aturan yang baik dalam
penanganan tumpahan minyak dan prosedur-prosedur yang sesuai dengan
peraturan dalam penangganannya .
Selain itu penulisan skripsi ini juga menggunakan metode pendekatan
lain yang studi perbandingan yang membandingkan antara kinerja aktivitas
kru kapal dalam operasional kapal, antara lain ketika kapal mengisi bahan
bakar (bunkering) dan pada saat pencucian tanki muatan setelah kapal
selesai bongkar-bongkar upaya penyediaan ruang muat-muatan diisi muatan
selanjutnya.
Berdasarkan jenis penelitian tersebut, maka jenis penelitian ini
digolongkan

ke dalam penelitian deskriptif. Dimana tujuan dari penelitian

deskriptif adalah menggambarkan secara sistematis atau suatu kenyataan


dalam proses operasional kapal yang berhubungan dengan adanya tumpahan
minyak.
Penelitian ini kami khususkan dalam hal permasalahan yang ditemui
penulis yaitu adanya tumpahan minyak di kapal. Dengan permasalahanpermasalahan yang ditemui dalam penelitian kami menggunakan metode
deskriptif supaya mempunyai makna yang sama dan alami seperti data
diteliti.

26

C.

OBJEK PENELITIAN
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengambil objek penelitian antara
lain dari.
1. NAHKODA DAN CHIEF OFFICER
Nahkoda adalah sebagai pemimpin tertinggi di atas kapal pada
umumnya dan deck department pada khususnya dan juga sebagai
penanggungjawab manajemen di atas kapal. Selain itu segala sesuatu
yang harus dikerjakan di atas kapal harus melalui persetujuan dari
nahkoda. Penulis juga banyak mendapat pengetahuan yang berkenaan
dengan

objek penelitian darinya.

2. ENGINEER
Chief Engineer sebagai kepala kerja untuk bagian mesin antara lain
membimbing dan mengkoordinir kerja harian dari anak buah kapal.
Disampisang tanggungjawab dalam penanganan pengisian bahan bakar.
3. ANAK BUAH KAPAL
Dalam hal ini adalah anak buah kapal bagian mesin oleh karena itu
setiap individu harus mempunyai kesadaran dan kedisiplinan serta
tanggungjawab yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya masingmasing.

27

4. KRU KAPAL BUNKER (BUNKER BARGES)


Yaitu mereka yang melaksanakan kegiatan pengisian bahan bakar
ke kapal, dimana kegiatan dari bunker barges sampai manifold kapal
ditangani sepenuhnya oleh mereka. Sedangkan dari manifold pengisian
dan pengaturan tanki dilakukan oleh kru kapal.

D. SUMBER DATA
Berdasarkan

cara memperolehnya, data yang diperoleh selama

penelitian sebagai pendukung tersusunnya penulisan sklripsi ini.


1. DATA PRIMER
Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh
peneliti langsung dari responden atau objek penelitian. Yaitu hasil
observasi langsung terhadap kegiatan operasional kapal selama kapal di
pelabuhan maupun pada saat kapal berlayar. Juga dilakukan wawancarawawancara dimana pernyataan dilengkapi dengan bentuk variasi dan
disesuaikan dengan situasi saat pengamatan dan kondisi yang ada.
2

DATA SEKUNDER
Data sekunder yang diperoleh melalui studi dalam tata peraturan
dan prosedur yang sesuai dengan peraturan. Data sekunder dalam
penelitian ini diperoleh melalui buku-buku dan arsip peraturan baik
internasional maupun nasional yang menunjang serta dari manual-manual
di

atas

kapal

yang

berkaitan.

Dalam

hal

ini

manual

dari

28

PT. Berlian Laju Tanker .Singgapore selaku pihak manajemen yang


mengoperasikan kapal MT. Bandondari

METODE PENGUMPULAN DATA


Penggumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan
yang

relevan, alurat dan nyata. Untuk memperoleh data-data tersebut,

antara lain wawancara, observasi dan kepustakaan. Masing-masing data


memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Karena itu lebih baik
mempergunakan suatu pengumpulan data lebih dari satu, sehingga dapat
saling melengkapi satu sama lain untuk menuju kesempurnaan skripsi.
Di dalam penelitian ini penulis menggunakan beberasa teknik pengumpulan
data antara lain:
1. RISET LAPANGAN
Teknik pengumpulan data dengan mengadakan observasi langsung
ke
selama

objek penelitian yaitu dengan melaksanakan prola (proyek laut)


12 bulan di atas kapal MT.Bandondari, sehingga data-data

yang dikumpulkan sesuai dengan kenyataan yang ada pada saat


penelitian berlangsung.
Dengan demikian akan didapatkan data yang diyakini kebenarannya,
observasi yang kami jalankan pada penelitian ini dilakukan dengan 2
cara.

29

a. Metode Wawancara
Wawancara merupakan proses Tanya jawab secara lisan yang
dilakukan seseorng saling berhubungan dan saling menerima serta
memberikan informasi. Wawancara sebagai alat pengumpulan data
menghendaki adanya komunikasi langsung antara penelitian dengan
sasaran penelitian. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara
dengan mualim I, boatswain, pump man serta kru kapal yang lain.
b. Metode Observasi
Teknik

observasi

digunakan

dengan

maksud

untuk

mendapatkan atau mengumpulkan data secara langsung selama


melaksanakan prola (proyek laut) di atas kapal MT. Bandondari
mengenai

proses operasional kapal terutama pada saat penanganan

tumpahan minyak.
2. STUDI DOKUMENTASI DAN KEPUSTAKAAN
Cara mendapat atau mengumpulkan data sekunder dengan jalan
mempelajari teori-teori dari buku-buku, dokumen-dokumen kapal serta
prosedur-prosedur yang berkaitan dengan pokok masalah yang diteliti.
Untuk buku-buku dan peraturan-peraturan yang berlaku, dalam ruang
lingkup baik nasional maupun internasional.

30

F TEKNIK ANALISA DATA


Analisa data yang digunakan pada penelitian secara observasi adalah
dengan menggunakan metode- deskriptif berupa data tertulis atau lisan objek
yang diamati, yaitu dengan memberikan gambaran tentang fakta-fakta yang
terjadi dilapangan kemudian dibandingkan dengan teori yang ada sehingga
bisa diberikan solusi untuk masalah tersebut.
Lngkah-langkah yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. menganalisa proses pengisian bahan bakar (bunkering).
2. memaparkan tahap proses pengisian bahan bakar (bunkering).
3. faktor-faktor penyebab adanya tumpahan minyak.
4

kesesuaian prosedur dengan peraturan yang ada dan langkah-langkah


untuk mengantisipasi serta menanggulanginya.

G. TAHAP-TAHAP PENELITIAN
1

TAHAP ORIENTASI
Penulis mencari gambaran penelitian secara umum, dengan melalui
sumber

bacaan

sebanyak-banyaknya

misalnya

melalui

peraturan-

peraturan, dokumen-dokumen manual kapal dan lain sebagainya. Penulis


melakukan pra-surey di lapangan mengenai kegiatan dan prosedur
penanganan bunkering, penanganan tumpahan minyak dan kegiatan
operasional kapal pada umumnya. Pada wawancara di lapangan, penulis

31

mengadakan pengenalan dengan pertanyaan yang sesuai dengan situasi


dan kondisi saat itu.
2. TAHAP EKSPLORASI
Observasi dilakukan terhadap hal-hal yang dianggap ada kaitannya
dengan fokus, wawancara yang mendalam dan terstruktur untuk
memperoleh informasi-informasi yang penting. Di sini penulis mencari
pihak yang berkompeten dalam menunjang penelitian.
3

TAHAP MEMBER CHECK


Hasil penelitian dan wawancara terkumpul, penulis tuangkan dalam
laporan. Dari hasil tersebut dibandingkan dengan kesesuaian yang ada
dengan peraturan-peraturan dan prosedur yang ada.

H. METODE PENARIKAN KESIMPULAN


Dalam skripsi ini metode penarikan kesimpulan yang penulis gunakan
adalah dengan membandingkan antara kegiatan yang ada di atas kapal
sebenarnya dengan peraturan-peraturan dan prosedur yang benar.

Anda mungkin juga menyukai