Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
PROSES KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN REPRODUKSI PRIA
A. BPH (Benigna Prostat Hipertropi)
1. Pengertian
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah masalah umum system genitourinari
pada pria dewasa yang ditunjukan dengan peningkatan jumlah sel epitel dan
khususnya jaringan stroma didalam kelenjar prostat (Lewis : 2000:1553).
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran progresif dari kelenjar
prostat, secara umum pada pria yang berumur lebih dari 50 tahun dan
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius
(Doengus, 2000 : 671). BPH adalah kondisi patologis yang umum pada pria lansia
diatas 60 tahun dimana kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke
atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutup
orifisium uretra (Smeltzer, 2001 : 1625).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian benigna prostat
hiperplasia adalah kondisi patologis pada sistem genitourinary dimana kelenjar
prostat mengalami pembesaran menyebabkan berbagai obstruksi pada uretra.
2. Etiologi
Hasil pemeriksaan menunjukan adanya prostat yang membesar, berwarna
kemerahan dan tidak nyeri tekan. Penyebabkan tidak pasti, tetapi bukti-bukti
menunjukan bahwa hormon menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga
stromal dan elemen glandular pada prostat. Lobus yang mengalami hipertropi
dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra prostatik, dengan demikian
menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin. Akibatnya terjadi
dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap. Infeksi
saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, dimana sebagian urin tetap berada
dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme infektif.
3. Manifestasi klinik
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1625) tanda dan gejala dari BPH adalah :
1) Gejala obstruktif dan iritatif (prostatisme). Gejalanya mencakup
peningkatan frekuensi berkemih, nokturia, dorongan ingin berkemih

anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urin menurun dan harus


mengejan jika ingin berkemih, aliran urin tidak lancar, dribbling (urin terus
menetes setelah berkemih) rasa seperti kandung kemih tidak kosong
dengan baik, retensi urin akut (bila lebih dari 60 ml urin tetap berada
dalam kandung kemih setelah berkemih), kekambuhan infeksi saluran
kemih.
2) Gejala lain yang mungkin tampak adalah keletihan, anoreksia, mual,
muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
4. Patofisiologi
Menurut Suharyanto (2009;250), umunya gangguan ini terjadi setelah usia
pertengahan akibat perubahan abnormal. Bagian paling dalam prostat
membesar. Pembesaran ini mendesak jaringan prostat yang normal ke arah tepi
dan juga menyempitkan uretra.
Pembesaran tersebut menimbulkan dorongan sampai dibawah basis vesica
urinari sehingga mengakibatkan kesulitan buang air kemih. Kandung kemih
mengatasi tahanan tersebut dengan berkontraksi lebih kuat. Namun keadaan ini
menyebabkan buang air kemih yang tidak efisien karena air kemih yang
dikeluarkan hanya sedikit dan menimbulkan urin sisa yang tertinggal didalam
kandung kemih.
5. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doengees (2000) pemeriksaan penunjang dari BPH yang dapat
dilakukan adalah :
1) Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, warna merah gelap atau terang
(berdarah).
2) Kultur urin : dapat menunjukan mikroorganisme.
3) Sitologi urin : untuk mengesampingkan kanker kandung kemih
4) Blood Ureum Nitrogen : meingkatkan bila fungsi ginjal menurun
5) Asam polat serum : meningkat karena pertumbuhan seluler dan pengruh
hormon pada kanker prostat
6) Leukosit, jika > 11.000 mengidentifikasi infeksi
7) IVP (Inter Venosa Pielografi) dengan film paska berkemih : menunjukan
perlambatan pengosongan kandung kemih dan penebalan otot kandung
kemih.
8) Sistourografi berkemih : digunakan sebagai ganti IVP untuk
memvisualisasi kandung kemih dan uretra karena menggunakan bahan
kontraks lokal
9) Sostogram : mengukur tekanan volume dalam kandung kemih.
10)
Sostouregtroskopi : menggambarkan derajat pembesaran prostat
dan perubahan dinding kandung kemih.
11)
Sistomeri : mengevaluasi fungsi oto destrusor dan tonusnya
12)
Ultransontransektal : mengukur ukuran prostat, jumlah residu urin,
melokalisasi lesi yang tak berhubungan dengan BPH.
6. Penatalaksanaan medik dan keperawatan
Menurut Sjamsu Hidayat (2015), pembagian besar prostat derajat I-IV digunakan
untuk menentukan cara penanganan BPH :

1) Derajat 1. Belum diperlukan tindakan pembedahan, biasanya diberikan


pengobatan konserpatif dengan memberikan obat penghambat
adrenoresptor alfa (alfatosi, terazoin, paratosin) atau obat anti androgen
yang menekan hormon I.H
2) Derajat 2. Dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra
3) Derajat 3. Residu urin >100 ml. Merupakan batas indikasi dilakukannya
endoskopi melalui uretra.
4) Derajat 4. Tindakan pertama adalah dengan katerisasi, selain itu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis kemudian defenitif
dengan TUR (TransUretra Resection) atau pembedahan terbuka.
Pembedahan menurut Duengees (2000;679) :
a. Prostatectomi
Reseksi bedah benigna prostat yang memotong uretra untuk memperbaiki aliran
urin dan menghilangkan retensi urinaria kaut.
b. Transuretal Resection O the prostate (TURP)
Jaringan prostat obstruktif dari lobus medial sekitar uretra diangkat dengan
sitoskop/retroskop dimasukan melalui uretra.
c. Suprapubis/open Prostatectomi
Diindakasikan untuk massa lebih dari 60 Gr/60 cc. Penghambat jaringan prostat
diangkat melalui insisi garis tengah bawah dibuat melalui kandung kemih.
Pendekatan ini lebih ditunjukan pada aikibat batu kandung kemih.
d. Retropubis Prostatectomi
Massa jaringan prostat hipertropi (lokasi tinggi sebagai pelvis) diangkat melalui
insisi abdomen bawah tanpa pembukaan kandung kemih.
e. Parical prostatectomi
Massa prostat besar dibawah area pelvis diangkat melalui insisi diantara skrotum
dan rectum. Prosedur radikal ini dilakukan untuk kanker dan dapat
mengakibatkan impotensi. Pasien yang keadaan umumnya tidak memungkinkan
untuk dilakukan pembedahan dapat diusahakan dengan :
1) TUMT (Transuretral NicrowaveTermotrhrapi) pemanasan prostat dengan
gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang
dipasang pada ujug kateter.
2) TULIP (Transuretral Ultrason Guarded Laser Induced Prostatectomi)
penggunaan sinar laser
3) TUBD (Transuretral Ballon Dilatation) uretra pars prostatic dilatasi dengan
balon yang dikembangkan didalamnya.
7. Pengkajian Data Dasar
Menurut Nursalam (2009) fokus pengkajian keperawatan BPH meliputi :

1) Kaji adanya gejala meliputi serangan, frekuensi urinaria setiap hari, sering
berkemih dimalam hari, sering berkemih, perasaan tidak dapat
mengosongkan vesika urinaria, dan menurunkan pancaran urin.
2) Gunakan indeks gejala untuk menentukan gejala berat dan dampak
terhadap hidup pasien.
3) Lakukan pemeriksaan rektal (palpasi ukuran, bentuk, dan konsistensi) dan
pemeriksaa abdome untuk mendeteksi distensi kandung kemih serta
derajat [embesaran prostat.
4) Lakukan pengukuran erodinamik yang sedrhana, uroflowmetri, dan
pengukuran residual prostat diindikasikan.
8. Diagnosa keperawatan

Anda mungkin juga menyukai