Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit Meniere adalah kelainan telinga bagian dalam yang menyebabkan timbulnya
episode vertigo (pusing berputar), tinnitus (telinga berdenging), perasaan penuh dalam
telinga, dan gangguan pendengaran yang bersifat fluktuatif. sehingga menyebabkan
penderitanya tidak mampu mempertahankan posisi dalam bediri tegak. Adapun struktur
anatomi telinga yang terkena dampaknya adalah seluruh labirin yang meliputi kanalis
semisirkularis dan kokhlea.
Penyakit ini ditemukan oleh Meniere (1861), dan dia yakin bahwa penyakit ini berada
di dalam telinga, sedangkan pada waktu itu para ahli banyak menduga bahwa penyakit itu
berada pata otak. Pendapat Meniere dibuktikan oleh Hallpike dan Crain (1938), dengan
ditemukannya hidrops endolimfa, setelah memeriksa tulang temporal pasien Meniere.
Hidrops endolimfatik didefinisikan sebagai peningkatan dari tekanan hidrolik pada telinga
tengah dari sistem endolimfatik.
Sebagian besar kasus bersifat unilateral dan sekitar 10-20% kasus bersifat bilateral.
Insiden penyakit ini mencapai 0,5-0,75 : 1000 di Inggris dan Swedia. Pada sebagian besar
kasus timbul pada laki-laki atau perempuan dewasa. Paling banyak ditemukan pada usia 2050 tahun. Diagnosis penyakit Meniere ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan,
yaitu berupa pemeriksaan audiometri, CT-Scan kepala atau MRI yang dapat menyingkirkan
penyebab seperti tumor yang mengenai nervus delapan (vestibulokokhlearis). Karena tidak
adanya uji yang definitive untuk penyakit Meniere, maka penyakit ini biasanya didiagnosis
ketika semua penyebab lain telah disingkirkan.
Secara umum, penatalaksanaan penyakit Meniere dibagi menjadi terapi nonintervensional dan invensional. Terapi non-intervensional meliputi perubahan gaya hidup,
terapi farmakologis, dan rehabilitasi. Sedangkan terapi intervensional meliputi terapi
pembedahan dekompresi kantung endolimfatik, pemotongan saraf vestibular, labirinektomi,
dan terapi tekanan denyut yang direkomendasikan bila pengobatan medikamentosa tidak
dapat menanggulangi vertigo.

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA DALAM
2.1.

Anatomi Telinga Dalam

Gambar 1. Anatomi telinga dalam


(Sumber : Clinical Anatomy, Apllied Anatomy for Student and Junior Doctor)
Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut labirin. Telinga
dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler
yang dibentuk oleh utrikulus, sakulus dan kanalis semisirkularis. Labirin (telinga dalam)
mengandung organ pendengaran dan keseimbangan, terletak pada pars petrosus os temporal.
Labirin terdiri dari :
1. Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum, dan koklea
2. Labirin bagian membran, yang terletak di dalam labirin bagian tulang, terdiri dari :
kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus, dan duktus endolimfatikus serta koklea
Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi cairan
perilimfa yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Di dalam labirin
bagian membran terdapat cairan endolimfa yang diproduksi oleh stria vaskularis dan
diresorbsi pada sakkus endolimfatikus.
Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala
timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah
atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan

garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk
pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners membrane)
sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ korti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel
rambut luar dan kanalis korti, yang membentuk organ korti.
Membran basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi) dan melebar pada apeksnya
(nada rendah). Terletak diatas membran basilaris dari basis ke apeks adalah organ korti yang
mengadung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran.
Organ korti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3.000) dan tiga baris sel rambut
luar (12.000). Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut.
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh utrikulus, sakulus, dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut.
Menutupi sel-sel rambut adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia dan pada
lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan akan menimbulkan rangsangan
pada reseptor. Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang
merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang
tegak lurus dengan makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus.
Masing-masing kanalis memiliki satu ujung yang melebar yang membentuk ampula dan
mengandung sel-sel rambut krista dan diselubungi oleh lapisan gelatinosa yang disebut
kupula. Gerakan dari endolimfa dalam kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula
yang selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel
reseptor.
Vaskularisasi Telinga Dalam
Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirintin cabang A. Cerebelaris
anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Vertebralis. Arteri ini masuk ke meatus
akustikus internus dan terpisah menjadi A. Vestibularis anterior dan A. Koklearis communis
yang bercabang pula menjadi A. Koklearis dan A. Vestibulokoklearis. A. Vestibularis anterior
memperdarahi N. Vestibularis, urtikulus

dan sebagian dukuts semisirkularis. A.

Vestibulokoklearis sampai di mediolus daerah putaran basal koklea terpisah menjadi cabang
terminal vestibularis dan cabang koklear. Cabang vestibular memperdarahi sakulus, sebagian
besar kanalis semisirkularis dan ujung basal kohlea. Cabang koklear memperdarahi ganglion

spiralis, lamina spiralis ossea, limbus dan ligament spiralis. A. Koklearis berjalan mengitari
N. Akustikus di kanalis akustikus internus dan didalam kohlea mengitari modiolus.
Vena dialirkan ke V. Labirintin yang diteruskan ke sinus petrosus inferior atau sinus
sigmoideus. Vena-vena kecil melewati akuaduktus vestibularis dan kohlearis ke sinus
petrosus superior dan inferior.
Persarafan Telinga Dalam
N. Vestibulokoklearis (N. Akustikus) yang dibentuk oleh bagian koklear dan
vestibular, didalam meatus akustikus internus bersatu pada sisi lateral akar N. Fasialis dan
masuk batang otak antara pons dan medulla. Sel-sel sensoris vestibularis dipersarafi oleh N.
Koklearis dengan ganglion vestibularis (scarpa) terletak di dasar dari meatus akustikus
internus. Sel-sel sensoris pendengaran dipersarafi N. Koklearis dengan ganglion spiralis korti
terletak di modiolus.
2.2.

Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam

bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran (maleus, inkus dan stapes) yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya
ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan foramen
ovale. Tulang-tulang pendengaran akan meningkatkan efisiensi dari getaran sebanyak 1,3 kali
dan

perbandingan

luas

permukaan

membran timpani

dan foramen

ovale

akan

mengamplifikasi pendengaran sebanyak 20 kali. Energi getar yang telah diamplifikasi ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan foramen ovale sehingga perilimfa pada skala
vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran
tektoria.
Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan
listrik dari badan sel. Untuk suara dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan defleksi
dominan pada bagian basis dari membrana basilaris sedangkan untuk frekuensi sedang di
tengah dan frekuensi rendah di apeks. Keadaan ini menimbulkan depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial

aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

Gambar 2. Fisiologi pendengaran


(Sumber : Buku Ajar Penyakit THT)

BAB III
PENYAKIT MENIERE
3.1.

Definisi
Penyakit Meniere adalah kelainan telinga bagian dalam yang menyebabkan timbulnya

episode vertigo (pusing berputar), tinitus (telinga berdenging), perasaan penuh dalam telinga,
dan gangguan pendengaran yang bersifat fluktuatif.
3.2.

Epidemiologi
Penyakit meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada telinga dalam.

sebagian besar kasus bersifat unilateral dan sekitar 10-20% kasus bersifat bilateral. Insiden
penyakit ini mencapai 0,5-7,5 : 1000 di Inggris dan Swedia.
Penyakit meniere jarang ditemukan pada anak-anak. Pada sebagian besar kasus timbul
pada laki-laki atau perempuan usia dewasia. Paling banyak ditemukan pada usia 20-50 tahun.
Kemungkinan ada komponen genetik yang berperan dalam penyakit meniere karena ada
riwayat keluarga yang positif sekitar 21% pada pasien dengan penyakit meniere. Pasien yang
dengan resiko besar terkena penyakit meniere adalah orang-orang yang memiliki riwayat
alergi, merokok, stres, kelelahan alkoholisme dan pasien yang rutin mengkonsumsi Aspirin.
3.3.

Etiologi
Penyebab pasti penyakit meniere belum diketahui. Penambahan volume endolimfa

diperkirakan oleh adanya gangguan biokimia cairan endolimfa dan gangguan klinik pada
membran labirin.
Namun terdapat berbagai teori termasuk pengaruh neurokimia dan hormonal
abnormal pada aliran darah yang menuju labirin dan terjadi gangguan elektrolit dalam cairan
labirin, reaksi alergi dan autoimun. Penyakit meniere masa kini dianggap sebagai keadaan
dimana terjadi ketidakseimbangan cairan telinga dalam yang abnormal dan diduga
disebabkan oleh terjadinya malabsoprsi dalam sakus endolimfatikus. Selain itu para ahli juga
mengatakan terjadinya suatu robekan pada membran di labirin koklea sehingga menyebabkan
endolimfa dan perilimfa bercampur. Hal ini menurut para ahli dapat menimbulkan gejala dari
penyakit meniere. Para peneliti juga sedang melakukan penyelidikan dan penelitian terhadap
kemungkinan lain penyebab penyakit meniere dan masing-masing memiliki keyakinan
tersendiri terhadap penyebab dari penyakit ini, termasuk faktor lingkungan seperti suara
bising, infeksi virus HSV, penekanan pembuluh darah terhadap syaraf (microvascular

compression syndrome). Selain itu gejala penyakit meniere dapat ditimbulkan oleh trauma
kepala, infeksi saluran pernafasan atas, aspirin, merokok, alkohol atau konsumsi garam
berlebihan. Namun pada dasarnya adalah belum ada yang tahu secara pasti apa penyebab
penyakit meniere.
3.4.

Patofisiologi
Gejala klinis penyakit meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa

(peningkatan endolimfa yang menyebabkan labirin membranosa berdilatasi) pada koklea dan
vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan oleh
meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri, berkurangnya tekanan osmotik di dalam
kapiler, meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler, dan jalan keluar sakus
endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan cairan endolimfa.

Gambar 3. Patofisiologi meniere


(Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT FKUI Edisi 6)
Hidrops endolimfa ini lama kelamaan menyebabkan penekanan yang bila mencapai
dilatasi maksimal akan terjadi ruptur labirin membran dan endolimfa akan bercampur dengan
perilimfa. Percampuran ini menyebabkan potensial aksi di telinga dalam sehingga
menimbulkan gejala vertigo, tinitus dan gangguan pendengaran serta rasa penuh di telinga.
Ketika tekanan sudah sama, maka membran akan sembuh dengan sendirinya dan cairan

perilimfa dan endolimfa tidak bercampur kembali namun penyembuhan ini tidak selalu
sempurna.
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal, ditemukan pelebaran dan perubahan
morfologi pada membran reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibuli, terutama di
daerah apeks koklea helikotrema. Sakulus juga mengalami pelebaran yang dapat menekan
utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari daerah apeks koklea, kemudian
dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal koklea. Hal ini yang dapat menjelaskan
terjadinya tuli saraf nada rendah pada penyakit meniere.
3.5.

Gejala Klinis
Penyakit meniere dimulai dengan satu gejala lalu secara progresif gejala lain

bertambah. Gejala-gejala klinis dari penyakit meniere yang khas disebut trias atau sindrom
meniere yaitu vertigo, tinitus dan tuli sensorineural terutama nada rendah. Serangan pertama
sangat berat, yaitu vertigo disertai muntah. Setiap kali berusaha untuk berdiri pasien merasa
berputar, mual dan terus muntah lagi. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu, meskipun keadaannya berangsur baik. Penyakit ini bisa sembuh tanpa obat dan
gejala penyakit bisa hilang sama sekali. Pada serangan ke dua kalinya dan selanjutnya
dirasakan lebih ringan, tidak seperti serangan yang pertama kali. Pada penyakit meniere
vertigonya periodik yang makin mereda pada serangan-serangan berikutnya.
Pada setiap serangan biasanya disertai gangguan pendengaran dan dalam keadaan
tidak ada serangan, pendengaran dirasakan baik kembali. Gejala lain yang menyertai
serangan adalah tinitus, yang kadang-kadang menetap, meskipun di luar serangan. Gejala
yang lain menjadi tanda khusus adalah perasaan penuh dalam telinga.
Vertigo periodik biasanya dirasakan dalam 20 menit hingga 2 jam atau lebih dalam
periode serangan seminggu atau sebulan yang diselingi periode remisi. Vertigo menyebabkan
nistagmus, mual, muntah. Pada setiap serangan biasanya disertai gangguan pendengaran dan
keseimbangan sehingga tidak dapat beraktivitas dan dalam keadaan tidak ada serangan
pendengaran akan pulih kembali. Dari keluhan vertigonya sudah dapat membedakan dengan
penyakit yang lainnya yang juga memiliki gejala vertigo seperti tumor N.VIII, sklerosis
multipel, neuritis vestibuler atau vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ).
Pada tumor N.VIII serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan makin lama
makin kuat. Pada sklerosis multipel, vertigo periodik, tetapi intensitas serangan sama pada
tiap serangan. Pada neuritis vestibuler serangan vertigo tidak periodik dan makin lama makin
menghilang. Penyakit ini diduga disebabkan virus. Biasanya penyakit ini timbul setelah

menderita influenza. Vertigo hanya didapatkan pada permulaan penyakit. Penyakit ini akan
sembuh total bila tidak disertai dengan komplikasi. Pada vertigo posisi paroksismal jinak
(VPPJ) keluhan vertigo datang secara tiba-tiba terutama pada perubahan posisi kepala dan
keluhan vertigonya terasa sangat berat, kadang-kadang disertai rasa mual sampai muntah,
berlangsung tidak lama.
Tinitus kadang menetap (periode detik hingga menit), meskipun diluar serangan.
Tinitus sering memburuk sebelum terjadi serangan vertigo. Tinitus sering dideskripsikan
pasien sebagai suara motor, mesin, bergemuruh, berdering, dengung, dan denging dalam
telinga.
Gangguan pendengaran mungkin terasa hanya berkurang sedikit pada saat awal
serangan, namun seiring berjalannya waktu dapat terjadi kehilangan pendengaran yang tetap.
Penyakit meniere mungkin melibatkan semua kerusakan saraf di semua frekuensi suara
pendengaran namun paling umum terjadi pada frekuensi yang rendah. Suara yang keras
mungkin menjadi tidak nyaman dan sangat mengganggu pada telinga yang terpengaruh.
Rasa penuh pada telinga dirasakan seperti saat kita mengalami perubahan tekanan
udara (menaiki dan menuruni bukit, pesawat terbang, dan sebagainya) namun perbedaannya
rasa penuh ini tidak hilang dengan perasat Valsava dan Toynbee.
3.6.

Diagnosis
Diagnosis dipermudah dengan dibakukan kriteria diagnosis, yaitu : (1) vertigo hilang

timbul (2) fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf (3) menyingkirkan kemungkinan
penyebab dari sentral, misalnya tumor N.VIII. Bila gejala-gejala khas penyakit meniere pada
anamnesis ditemukan, maka diagnosis penyakit meniere dapat ditegakkan.
Pemeriksaan fisik diperlukan hanya untuk menguatkan diagnosis penyakit ini. Bila
dalam anamnesis terdapat riwayat fluktuasi pendengaran, sedangkan pada pemeriksaan
ternyata terdapat tuli sensorineural, maka kita sudah dapat mendiagnosis penyakit meniere,
sebab tidak ada penyakit lain yang bisa menyebabkan adanya perbaikan dalam tuli
sensorineural, kecuali pada penyakit meniere. Dalam hal yang meragukan dapat
membuktikan adanya hidrops dengan tes gliserin. Selain itu tes gliserin ini berguna untuk
menentukan prognosis tindakan operatif pada pembuatan shunt. Bila terdapat hidrops,
maka operasi diduga akan berhasil dengan baik.
A. Anamnesis
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar, tujuh keliling,
rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi

timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan. Pada
vertigo meniere, penderita merasakan seolah-olah ruang disekitarnya berputar, atau
seolah-olah lantai di bawah kakinya bergelombang. Selain itu, pada vertigo meniere
posisi kepala tertentu dapat memperparah atau memperingan dari gejala vertigonya
sehingga seringkali penderita tidur dengan kepala dengan kedudukan tertentu.
Onset: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksimal, kronik,
progresif atau membaik. Pada vertigo meniere, onsetnya terjadi beberapa menit, jam,
atau beberapa hari, dan biasanya menetap. Apakah juga ada gangguan pendengaran yang
biasanya menyertai atau ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis. Pada
vertigo meniere biasanya terjadi tinitus.
Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lainlain yang diketahui ototoksik atau vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti
anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru juga perlu ditanyakan.
Juga kemungkinan trauma akustik. Kesadaran penderita tetap baik. Penderita mengeluh
tentang mual, yang mungkin pula disusul oleh muntah. Sewaktu-waktu juga ada diare.
Selain itu, penderita juga mengeluh terjadinya gangguan keseimbangan.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg: penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 2030 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya
(misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan
vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi
garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap
tegak, sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik
pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler
perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan
cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger: berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan
di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada
kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi
dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke
arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun

10

dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah
lesi.
d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany): dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan
lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian
diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan
berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan
terlihat penyimpangan lengan penderita kea rah lesi.
e. Uji Babinsky-Weil: pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima
langkah ke depan dan lima langkah ke belakang selama setengah menit; jika ada
gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk
bintang.
2. Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis
a. Uji Dix Hallpike: dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke
belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45

di bawah garis

horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45 ke kanan lalu ke kiri.


Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat
dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
b. Tes Kalori: penderita berbaring dengan kepala fleksi 30 , sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian
dengan air dingin (30 ) dan air hangat (44 ) masing-masing selama 40
detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya
sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150
detik).
3. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala: tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli
perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif tes
Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang tuli, dan Schwabach memendek.
b. Tes Audiometri: Audiogram biasanya menunjukkan kehilangan sensorineural
pada telinga yang sakit.

C. Pemeriksaan Penunjang
1.

Pemeriksaan audiometri, menunjukan tuli sensorineural. Kemampuan pendengaran


dalam membedakan kata-kata yang mirip pengucapannya sering menghilang. Selain
itu ditemukan gambaran penurunan kemampuan pendengaran pada frekuensi rendah.

11

Gambar 4. Audiogram tuli sensorineural pada penyakit meniere


(Sumber : http;//www.dizziness-andbalance.com/disorders/menieres/menieres_english.html)
2.

Elektronistagmografi (ENG) dan tes keseimbangan, untuk mengetahui secara


objektif kuantitas dari gangguan keseimbangan pada pasien. Pada sebagian besar
pasien dengan penyakit meniere mengalami penurunan respons nistagmus terhadap
stimulasi dengan air panas dan air dingin yang digunakan pada tes ini.

4. Elektrokokleografi (ECOG), mengukur akumulasi cairan di telinga dalam dengan


cara merekam potensial aksi neuron auditoris melalui elektroda yang ditempatkan
dekat dengan koklea. Pada pasien dengan penyakit meniere, tes ini juga
menunjukkan peningkatan tekanan yang disebabkan oleh cairan yang berlebih pada
telinga dalam yang ditunjukkan dengan adanya pelebaran bentuk gelombang dengan
puncak yang multipel.
5. Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA), biasanya normal pada pasien
dengan penyakit meniere, walaupun terkadang terdapat penurunan pendengaran
ringan pada pasien dengan kelainan pada sistem saraf pusat.
6. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan kontras yang disebut gadolinium
spesifik memvisualisasikan N.VII. Jika ada bagian serabut saraf yang tidak terisi

12

kontras menunjukkan adanya neuroma akustik. Selain itu pemeriksaan MRI juga
dapat memvisualisasikan koklea dan kanalis semisirkularis.

Diagnosis Banding
1. Benign Paroxysmal Positional Vertigo
Benign paroxysmal positional vertigo adalah salah satu jenis vertigo vestibuler tipe
perifer ditandai dengan adanya vertigo tetapi tidak berhubungan dengan tinitus dan tuli
saraf.
2. Labirintis
Labirintis adalah proses inflamasi dari elemen membran telinga bagian dalam yang dapat
disebabkan oleh bakteri ataupun virus. Labirintis gejalanya sama dengan penyakit
meniere yaitu vertigo yang lebih berat selama 2-3 hari hingga 2-3 minggu dan biasanya
berulang.
3. Vertigo Migrain
Gejala dari vertigo migrain mirip dengan penyakit meniere yaitu adanya vertigo episodik
disertai dengan gangguan pada pendengaran, tetapi yang membedakannya adalah vertigo
migraine biasanya diikuti dengan aural dan gangguan pada penglihatan.

3.7.

Penatalaksanaan
Pada saat datang biasanya diberikan obat-obat simtomatik, seperti sedatif, dan bila

diperlukan dapat diberikan anti muntah. Bila diagnosis telah ditemukan, pengobatan yang
paling baik adalah sesuai dengan penyebabnya

13

Gambar 5. Algoritma pengobatan penyakit meniere


(Sumber : J Am Acad Audiol)
Beberapa jenis pengobatan medis dan bedah telah ditawarkan pada pasien dengan
penyakit meniere selama 150 tahun terakhir. Banyaknya pilihan terapi menandakan bahwa
tidak ada pengobatan efektif yang tersedia untuk pasien ini. Namun, sebagian akan dibantu
oleh kombinasi terapi medis, konseling psikologis-keyakinan, gaya hidup dan perubahan pola
makan. Hingga saat ini obat untuk penyakit meniere belum ditemukan. Pilihan pengobatan
yang tersedia sebaiknya disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala pasien dan kegagalan
respon terapi yang sesuai.
Prinsip pengobatan penyakit meniere harus dianggap sebagai kondisi kronis,
pengobatan berhasil bisa meringankan gejala namun tidak mengatasi kelainan yang
mendasari patofisiologi. Tujuan pengobatan adalah untuk:
1. Mengurangi frekuensi dan keparahan serangan vertigo
2. Mengurangi atau menghilangkan gangguan pendengaran dan tinitus yang terkait dengan
3.
4.

serangan
Mengurangi gejala kronis (tinitus dan masalah keseimbangan)
Minimalkan cacat

14

5.

Mencegah

perkembangan

penyakit,

terutama

gangguan

pendengaran

dan

ketidakseimbangan
Edukasi pasien merupakan bagian penting dari manajemen konservatif, dan termasuk
menguraikan sebuah penjelasan tentang penyakit, harapan untuk respon dan pilihan
pengobatan. Hingga 90% pasien dengan penyakit meniere mampu mempertahankan kegiatan
normal sehari-hari dengan manajemen medis. Serangan vertigo dapat dikontrol dalam 9095% pasien dengan pengobatan medis konservatif, meskipun gangguan pendengaran yang
progresif jarang merespon terhadap pengobatan. Secara umum, penatalaksanaan penyakit
meniere meliputi penatalaksanaan non-intervensional dan intervensional.
3.7.1.Penatalaksanaan Non-intervensional
Pengobatan non-intervensional untuk penyakit meniere termasuk gaya hidup
penyesuaian, terapi medis, dan rehabilitasi.
A. Perubahan Gaya Hidup
Terdapat hubungan yang kuat dengan alergi musiman dan kompleks sistem imun pada
pasien dengan diagnosis penyakit meniere yang jelas. Menghindari alergi sederhana dan
perubahan gaya hidup dapat mengurangi beberapa gejala alergi yang terkait dengan
penyakit ini dan memungkinkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Beberapa
penelitian telah melaporkan penurunan frekuensi dan tingkat keparahan serangan vertigo
yang signifikan (hingga 62%) pada pasien dengan penyakit meniere setelah memulai
imunoterapi untuk alergi. Pasien dengan gejala penyakit meniere bereaksi buruk dengan
mengkonsumsi kafein, coklat, alkohol, dan garam dalam jumlah besar. Namun,
mekanisme induksi alergi yang sebenarnya dan patofisiologi reaksi yang merugikan
belum diketahui.
Beberapa pasien mungkin memiliki alergi terhadap beberapa jenis alergen tertentu. Oleh
karena itu, alergi makanan harus diselidiki pada pasien dengan penyakit meniere, harus
dirawat, dan dihindari sebisa mungkin. Semua pasien dengan penyakit meniere
dianjurkan untuk mengurang asupan garam maksimal 2 gram per hari, dan untuk 1,5
gram per hari jika ditoleransi (Tabel 1). Selain itu sebaiknya menghindari semua sumber
produk berkafein, mengurangi asupan coklat, dan menghindari semua produk tembakau
dan alkohol sebanyak mungkin.
Tabel 1. Konsentrasi natrium pada beberapa jenis makanan

15

(Sumber : Lancet-2008)
Kafein dan nikotin merupakan vasokonstriktor yang dapat mengurangi aliran
mikrovaskular di sistem labirin. Alkohol juga menyebabkan pergeseran cairan dan
elektrolit yang dapat menyebabkan stres pada telinga. Membatasi kafein (kopi, teh, atau
cola) setiap hari dan membatasi alkohol setiap hari biasanya direkomendasikan.
B. Penatalaksanaan Farmakologis
Terapi dianjurkan untuk menangani gejala segera dan mencegah rekurensi. Medikasi
yang direkomendasikan untuk mengantisipasi mula dan gejala lain dari vertigo dan
meringankan vertigo dapat dilakukan dengan mengurangi tekanan pada telinga dalam
melalui pemberian antihistamin, barbiturat atau diazepam, antikolinergik, steroid dan
diuretik.

Tabel 2. Medikasi yang Diberikan pada Penyakit Meniere

16

(Sumber : UpTodate 2010)


Episode akut vertigo harus dikelola dengan penekan vestibular dan antiemetik. Dosis
harus dimulai rendah dan meningkat menjadi efek positif atau efek samping. Penekan
vestibular termasuk benzodiazepine, yang memiliki keuntungan dari sifat anxiolytic
untuk penggunaan jangka pendek, antihistamin (meclizine dan dimenhydrinate), dan
antikolinergik (skopolamin). Prometazin dan proklorperazin dapat digunakan untuk
pengobatan akut mual dan muntah dan tersedia dalam bentuk supositoria. Lorazepan
telah diberikan secara sublingual dengan dosis 0,5-1 mg empat kali sehari dapat
mencapai keringanan serangan vertigo akut.
1. Terapi Diuretik
Pada penggunaan diuretik sebagai terapi penyakit meniere diperlukan tes darah rutin
seminggu kemudian untuk memastikan konsentrasi kalium dalam darah tidak
menurun. Obat diuretik yang biasanya digunakan adalah kombinasi dari
hydrochlorothiazide dan triamterene. Pasien yang alergi terhadap sulfa bisa
menggunakan acetazolamide atau chlorthalidone.
2. Terapi Steroid
Terapi steroid telah digunakan dalam pengobatan gejala akut dan kronis penyakit
meniere, baik steroid oral maupun injeksi steroid intratimpanik. Pada serangan akut,
intramuskular atau intravena metilprednisolon dapat digunakan untuk mengontrol
gangguan pendengaran berat dan vertigo diikuti dengan prednisolone oral dosis 1

17

mg/kg, diberikan setiap hari selama 10-14 hari sebelum dosis tapering lambat dapat
memberi efek selama 2 minggu ke depan. Jika pasien tidak merespon steroid oral dan
pendengarannya terus memburuk, injeksi metilprednisolon atau deksametason
intratimpanik dapat diberikan. Pada prospective placebo-controlled double-blinded
randomized trial selama 2 tahun yang dilakukan oleh Garduno-Anaya et al,
disimpulkan bahwa deksametason 4 g/L disuntikkan ke dalam telinga secara
transtimpanik dengan anastesi lokal menunjukkan 82% kontrol penuh dari vertigo
dibandingkan dengan 57% kontrol pada kelompok plasebo. Selain itu dicatat pula
peningkatan subjektif 48% pada tinitus, 35% perbaikan gangguan pendengaran, dan
48% perbaikan kepenuhan aural dibandingkan dengan proporsi lebih rendah yang
signifikan pada kelompok kontrol.
C. Rehabilitasi Vestibular

Gambar 6. Terapi rehabilitasi vestibular


(Sumber : Department of Otorhinolaryngology-2003)
Rehabilitasi vestibular merupakan bentuk terapi fisik yang dirancang untuk
meningkatkan fungsi vestibular, mekanisme adaptasi pusat dan kompensasi. Metode ini
dapat membantu pasien mencegah gejala sisa kehilangan vestibular dan vertigo yang
signifikan dimana latihan adaptasi vestibular untuk mencegah jatuh telah terbukti sangat
efektif. Namun, pengobatan ini hanya berhasil untuk pasien stabil dan dengan kehilangan
vestibular yang tidak berfluktuasi.
Ada beberapa latihan yaitu: Canalit Reposition Treatment (CRT)/Epley manuver dan
latihan Brand-Darroff. Dari beberapa latihan ini kadang memerlukan seseorang untuk

18

membantunya tapi ada juga yang dapat dikerjakan sendiri. Dari beberapa latihan,
umumnya yang dilakukan pertama adalah CRT jika masih terasa ada sisa baru dilakukan
latihan Brand-Darroff.
1. Canalit Reposition Treatment (CRT) / Epley manuver
Pertama posisi duduk, kepala menoleh ke kiri (pada gangguan keseimbangan /
vertigo telinga kiri) (1), kemudian langsung tidur sampai kepala menggantung di
pinggir tempat tidur (2), tunggu jika terasa berputar / vertigo sampai hilang,
kemudian putar kepala ke arah kana perlahan sampai muka menghadap ke lantai (3),
tunggu sampai hilang rasa vertigo, kemudian duduk dengan kepala tetap pada posisi
menoleh ke kanan dan kemudian ke arah lantai (4), masing-masing gerakan ditunggu
lebih kurang 3060 detik. Dapat dilakukan juga untuk sisi yang lain berulang kali
sampai terasa vertigo hilang.

Gambar 7. CRT/Epley Manouver


(Sumber : http://d132a.wordpress.com/2008/12/26/pengobatan-gangguan-keseimbanganvertigo/.)
2. Latihan Brand-Darroff
Pertama posisi duduk, arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan,
kemudian balik posisi duduk, arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi
kiri, masing-masing gerakan ditunggu kira-kira 1 menit, dapat dilakukan berulang
kali, pertama cukup 1-2 kali kiri kanan, besoknya makin bertambah. Sebaiknya juga
harus diperiksakan terlebih dahulu untuk memastikan penyebab vertigo / gangguan
keseimbangannya.

19

Gambar 8. Latihan Brand-Darroff


(Sumber : http://d132a.wordpress.com/2008/12/26/pengobatan-gangguan-keseimbanganvertigo/.)

3.7.2.Penatalaksanaan Intervensional
Penatalaksanaan intervensional meliputi pembedahan (destruktif dan non-destruktif)
serta terapi tekanan denyut. Manajemen operasi hanya dilakukan pada pasien dengan
penyakit meniere yang refrakter terhadap terapi medis dan bergantung dari tingkat keparah
penyakit.
The American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Foundation (AAO-HNS)
telah menetapkan kriteria disabilitas penyakit meniere yaitu:
1. Ringan: intermiten atau terus-menerus pusing yang menghalangi aktivitas kerja di
lingkungan berisiko
2. Sedang: pusing intermiten atau terus-menerus yang menghasilkan pekerjaan menetap
3. Berat: gejala sangat parah hingga mengecualikan pekerjaan
A. Perfusi Gentamisin Transtimpanik
Pengobatan yang bersifat destruktif dapat digunakan pada pasien dengan vertigo berat
seperti contohnya aminoglikosida intratimpanik yang telah digunakan pada penyakit
meniere unilateral selama lebih dari 30 tahun yang lalu. Pilihan obat jenis ini seperti
gentamisin akan menyebabkan kerusakan langsung untuk pada epitel sensorineural dan
sel-sel gelap labirin yang berpengaruh pada fungsi vestibular dan koklear. Penggunaan

20

gentamisin dosis tunggal rendah termasuk prosedur yang aman dan sederhana yang
efektif dalam pengendalian episode vertigo definitif pada pasien penyakit meniere
unilateral. Para peneliti menyimpulkan metode ini efektif dan aman untuk mengobati
serangan pusing berputar pada pasien dengan penyakit meniere. Risiko utama
pengobatan gentamisin intratimpanik untuk vertigo adalah hilangnya pendengaran
sensorineural dan disekulibrium terkait, yang merupakan keluhan umum stelah terapi ini
(Wreksoatnodjo BR, 2004).

Gambar 9. Perfusi gentamisin transtimpanik


(Sumber : Cermin Dunia Kedokteran 2004)
Banyak penelitian menunjukkan bahwa ablasi lengkap tidak diperlukan untuk
mengendalikan vertigo dimana hanya dengan ablasi parsial dapat mengurangi risiko
gangguan pendengaran 20-21%. Terapi gentamisin transtimpanik menyediakan sarana
rawat invasif minimal dengan morbiditas dan efek samping yang rendah serta biaya yang
terjangkau. Namun pasien perlu diberikan konseling tentang risiko yang besar dari
gangguan pendengaran sensorineural dan ketidakseimbangan yang mungkin timbul
setelah terapi gentamisin, dimana terapi gentamisin transtimpanik merupakan metode
ablasi sistem vestibular secara kimiawi sehingga tetap termasuk prosedur yang destruktif.
B. Operasi Kantung Endolimfatik
Operasi kantung endolimfatik untuk penyakit meniere pertama kali diusulkan oleh
Portmann delapan puluh tahun yang lalu dengan perbaikan substansial pada pendengaran
dan serangan vertigo. Operasi perbaikan kantung endolimfatik mastoid telah terbukti
aman dan efektif untuk mengatasi vertigo dimana dilaporkan sebesar 75% pasien
berhasil sembuh total dari vertigo dan 90% mengalami perbaikan setelah menjalani

21

operasi penambahan kantung. Fitur teknis utama dari operasi kantung endolimfatik yakni
dekompresi luas sinus sigmoid, lokalisasi kantung endolimfatik, dan penyisipan custommade Silastic sheeting dengan Silastic spacers pada kantung dan daerah perisaccular.
Risiko kehilangan pendengaran sensorineural setelah dekompresi kantung endolimfatik
kurang dari 2%.

Gambar 10. Dekompresi kantung endolimfatik


(Sumber : Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf)
Operasi kantung endolimfatik adalah pendekatan konservatif non-destruktif yang
melibatkan dekompresi kantung endolimfatik dan drainase endolimfa sekaligus
mempertahankan neuroepithelium vestibular dan keutuhan persarafan. Tindakan ini
berefek langsung pada patofisiologi dari telinga bagian dalam dengan mengembalikan
tekanan endolimfatik normal dan memperbaiki disfungsi koklea dan vestibular. Indikasi
paling umum dari operasi kantung endolimfatik adalah vertigo keras pada pasien dengan
penyakit klasik meniere (keluhan vestibular, koklea dan kepenuhan aural).
C. Pembedahan Saraf Vestibular
Pembedahan pada saraf kranial VIII (vestibulokoklear) menunjukkan fluktuasi yang
signifikan dan ketertarikan pada pembedahan saraf vestibular selama abad ke-20. Pada
tahun 1985, Silverstein et al. memodifikasi teknik pembedahan dengan menambahkan
pendekatan retro sigmoid atau kanal internal auditorik. Modifikasi ini terbukti efektif
terhadap paparan belahan vestibulokoklear dan memberikan akses ke sudut
cerebelopontin sehingga teknik ini menggantikan metode retro labirintin. Metode
kombinasi pembedahan saraf vestibular dengan teknik retro sigmoid dan retro labirin
memberikan kesembuhan vertigo total pada 85% pasien dan 7% lainnya mengalami
perbaikan substansial. Pemeliharaan pendengaran tetap baik dimana hanya 20% pasien

22

menunjukkan sedikit perubahan tingkat pendengaran dibandingkan saat sebelum operasi


dan hanya 4% yang mengalami kehilangan pendengaran. Teknik destruktif ini
merupakan baku emas untuk prosedur neurotomi vestibular. Perawatan medis yang
efektif dan kontrol diet, dikombinasikan dengan penggunaan intermiten steroid oral dan
perfusi steroid telinga tengah atau penggunaan gentamisin telah secara substansial
mengurangi jumlah pasien dengan vertigo berat yang membutuhkan neurotomi
vestibular. Tujuan dari prosedur ini adalah eliminasi vertigo dan menjaga fungsi
pendengaran yang dilakukan dengan memotong secara selektif sebagian dari saraf
vestibular (N.VIII), menjaga bagian koklea utuh, sehingga mencegah rangsangan aferen
vestibular mencapai otak.
D. Labirintektomi
Labirintektomi melibatkan bedah destruktif eksenterasi dari neuroepithelium labirin
dalam upaya untuk menghilangkan vertigo dan memungkinkan proses kompensasi
sentral. Gangguan pendengaran sangat melekat dalam prosedur ini sehingga hanya
diindikasikan pada pasien dengan gangguan pendengaran yang berat, pengenalan kata
yang sangat sulit, dan vertigo keras. Karena bersifat sangat destruktif, labirintektomi
hanya dilakukan pada kasus unilateral. Pusat kompensasi setelah labirintektomi adalah
pemulihan keseimbangan pasca operasi.
E. Terapi Tekanan Denyut
Merupakan metode non-invasif dan non-destruktif yang cukup baru untuk pengobatan
vertigo berat pada pasien dengan penyakit meniere yang dilakukan dengan memberikan
tekanan positif melalui generator pulsa ke dalam kanal telinga. Perangkat untuk prosedur
ini disebut meniett. Beberapa penelitian mencatat penurunan signifikan pada frekuensi
dan intesitas vertigo, tinnitus, dan aural pada pasien yang menggunakan perangkat
meniett.
3.8.

Komplikasi
1. vestibular schwannoma
2. multiple sclerosis
3. Transient Ishemick Attacks (TIA)

3.9.Pencegahan
1. Tidurlah dengan posisi kepala yang agak tinggi
2. Bangunlah secara perlahan dan duduk terlebih dahulu sebelum penderita bediri
dari tempat tidur
3. Hindari posisi membungkuk bila mengangkat barang

23

4. Hindari posisi mendongakan kepala, misalnya untuk mengambil suatu benda dari
ketinggian
5. Gerakan kepala secara hati-hati jika kepala dalam posisi datar (horizontal) atau
bila leher dalam posisi mendongak
6. Lindungi pendengaran di tempat kerja. Gunakan sumbat-sumbat telinga atau alatalat penutup telinga
7. Ketika berada di sekitar segala bunyi yang mengganggu telinga-telinga penderita
(konser, acara olahraga, berburu) pakailah pelindung pendengaran atau
mengurangi tingkat-tingkat bunyi
3.10.
Prognosis
Penyakit meniere belum dapat disembuhkan dan bersifat progresif, tapi tidak fatal dan
banyak pilihan terapi untuk mengobati gejalanya. Penyakit ini berbeda untuk tiap
pasien. Beberapa pasien mengalami remisi spontan dalam jangka waktu hari hingga
tahun. Pasien lain mengalami perburukan gejala secara cepat. Namun ada juga pasien
yang perkembangan penyakitnya lambat.
Belum ada terapi yang efektif untuk penyakit ini namun berbagai tindakan dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan dan progresivitas penyakit. Sebaiknya
pasien dengan vertigo berat disarankan untuk tidak mengendarai mobil, naik tangga
dan berenang.

24

BAB IV
KESIMPULAN
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui dan
mempunyai trias gejala yang khas yaitu berkurangnya pendengaran secara progresif, tinitus
dan serangan vertigo. Terapi dianjurkan untuk menangani gejala segera dan mencegah
rekurensi seperti terapi vestibular, terapi tinitus, manajemen stress, terapi penurunan
pendengaran, serta obat-obatan untuk mengantisipasi mula dan gejala lain dari vertigo.
Secara umum, penatalaksanaan penyakit Meniere dibagi menjadi terapi non-intervensional
dan invensional. Terapi non-intervensional meliputi perubahan gaya hidup, menghindari
faktor pencetus, terapi farmakologis, dan rehabilitasi. Terapi farmakologis meliputi
pengobatan vertigo, pemberian obat diuretic, injeksi steroid transtimpanik, dan injeksi perfusi
gentamisin transtimpanik. Sedangkan terapi intervensional meliputi terapi pembedahan
dekompresi kantung endolimfatik, pemotongan saraf vestibular, labirinektomi, dan terapi
tekanan denyut yang direkomendasikan bila pengobatan medikamentosa tidak dapat
menanggulangi vertigo.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Budi Riyanto Wreksoatnodjo. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokteran
2004; (14):41-46.
2. Coelho D. H. dan A. K. Lalwani. Medical Management Of Menieres Disease. The
Laryngoscope 2008; Hlm. 1099-1108
3. Delgado L. P., J. F. Rodrigo, P. A. Pea. Intratympanic Gentamicin In Mnires Disease:
Our Experience. The Journal Of Laryngology & Otology 2011; 125:363-369.
4. Dinces E. A., S. D. Rauch, D. G. Deschler, dan P. Eamranond. Menieres Disease.
UpTodate 2010; Hlm.1-22.
5. Gates G. A. Mnires Disease Review 2005. J Am Acad Audiol 2006; 17:16 26.
6. Ghossaini S. N. dan J. J. Wazen. An Update on the Surgical Treatment of Mnires
Diseases. J Am Acad Audiol 2006; 17:3844.
7. Kotimki J. Meniere's Disease In Finland: An Epidemiological and Clinical Study on
Occurrence, Clinical Picture and Policy. Oulu: Department Of Otorhinolaryngology.
2003. Hlm. 34-46.
8. Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. Dasar dasar Ilmu Penyakit Saraf . Surabaya: Universitas
Airlangga. 1991. Hlm. 205-210.
9. Pullens B. dan P. P. van Benthem. Intratympanic gentamicin for Mnires disease or
syndrome. The Cochrane Collaboration 2011. Hlm. 1-23.
10. Sajjadi H. dan M. M. Paparella. Menieres disease. Lancet 2008; 372:406-414.
11. Wittner S. Diagnosis and treatment of Menieres disease. JAAPA 2006; 19(5):34-39.

26

Anda mungkin juga menyukai