ASMA BRONKIAL
Oleh :
ARY ANGGI KRISTIANA
NIM 1008120644
Pembimbing :
dr. INDRA YOVI, Sp.P
1.1
Latar belakang
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
tercatat ada 300 juta orang penderita asma diseluruh dunia dan
diperkirakan akan terus meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025.2,3
Asma masih menjadi sepuluh besar penyakit penyebab kesakitan dan
kematian di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Litbang
Kesehatan Depkes RI tahun 2009, persentase penyakit asma di Provinsi Riau
adalah 3,30%.4 Pasien asma rawat jalan adalah sebesar 3-6% (3.773 kasus) yang
termasuk 15 penyakit terbesar di Poli Paru Rumah Sakit Provinsi Riau.5
Gejala asma yang paling sering timbul adalah sesak napas dan mengi.
Diagnosis asma dapat ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan fisik yang
teliti. Penatalaksanaan pada asma terdiri dari pengontrol dan pelega.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
1.
Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
Epidemiologi
Asma merupakan masalah diseluruh dunia. Diperkirakan 300 juta
asma
sebesar 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Sedangkan
hasil survey asma pada anak sekolah usia 6-12 tahun di beberapa kota di
Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang,
Denpasar) prevalensi asma berkisar antara 3,7%-6,4%. Pada anak SMP di Jakarta
Pusat pada tahun 1995 sebesar 5,8% dan pada tahun 2001 di Jakarta Timur
sebesar 8,6%.8
Prevalensi asma pada dewasa berdasarkan penelitian UPF Paru RSUD dr.
Sutomo Surabaya pada tahun 1993 di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur
dengan menggunakan kuisioner modifikasi ATS dengan 6662 responden usia 1370 tahun (rata-rata 35,6 tahun) didapatkan prevalensi asma sebesar 7,7%, dengan
rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6%.3
Sedangkan data yang diperoleh dari Badan Litbang Kesehatan Depkes RI
tahun 2009, persentase penyakit asma di Provinsi Riau adalah 3,30%. 4 Pasien
asma rawat jalan sebesar 3-6% (3.773 kasus) dan asma termasuk 15 penyakit
terbesar di Poli Paru Rumah Sakit Provinsi Riau.5
3.
Klasifikasi
Berat ringannya asma di tentukan oleh berbagai faktor, antara lain
Gejala
Bulanan
- gejala < 1x/minggu -
Gejala malam
2 kali sebulan
Faal paru
APE80%
-VEP1 80% nilai
prediksi
serangan
- Serangan singkat
terbaik
-Variabiliti
Persisten ringan
Mingguan
- Gejala > 1 kali
Persisten sedang
APE
<
20%
APE > 80%
-VEP1 80% nilai
prediksi
kali sehari
APE
- Serangan dapat
terbaik
mengganggu aktivitas
dan tidur
Harian
- Gejala setiap hari
30%
APE 60-80%
-VEP1 60-80% nilai
80%
nilsi
- Serangan
mengganggu aktivitas
nilai terbaik
dan tidur
-Variabiliti
- Membutuhkan
30%
APE
>
bronkodilator setiap
hari
Kontinu
-Gejala terus-menerus
Persisten berat
APE 60%
-VEP1 60% nilai
Sering
-Sering kambuh
nilai terbaik
-Variabiliti
APE
>
30%
Menurut GINA, klasifikasi asma dibagi menjadi 3 yaitu asma terkontrol,
asma terkontrol sebagian dan asma tidak terkontrol.
Tabel 2.2 Klasifikasi asma menurut GINA
Karakteristik
Gejala siang hari
Asma terkontrol
Asma terkontrol
sebagian
2x/minggu
Tidak ada
(2x/minggu)
terkontrol
Lebih
dari
gambaran
Aktivitas terbatas
Tidak ada
Ada
Gejala malam
Tidak ada
Ada
Membutuhkan
>2x/minggu
Normal
Nilai
4
3
asma
terkontrol sebagian
pelega
Faal paru
Asma tidak
prediksi/terbaik
(APE/VEP1)
80%
Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat bersifat fatal
atau mengancam jiwa. Berikut klasifikasi berat serangan asma akut menurut PDPI.
Keadaan
mengancam jiwa
Berbicara
Duduk
Istirahat
Duduk membungkuk
Cara berbicara
Kesadaran
Berjalan
Dapat tidur
terlentang
Satu kalimat
Mungkin gelisah
Beberapa kata
Gelisah
Frekuensi napas
<20/ menit
20-30/ menit
> 30/menit
Nadi
< 100
100 120
> 120
Pulsus paradoksus
10 mmHg
-
+/10 20 mmHg
+
+
> 25 mmHg
+
APE
PaO2
PaCO2
SaO2
4.
< 45 mmHg
> 95%
< 45 mmHg
91 95%
Mengantuk, gelisah,
kesadaran menurun
Bradikardia
Kelelahan otot
Torakoabdominal
paradoksal
Inspirasi dan
ekspirasi
< 60%
< 60 mmHg
> 45 mmHg
< 90%
Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas.Berbagai sel inflamasi
berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel
epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada
berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten.
Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma
nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin. 6 Gejala asma, yaitu
batuk sesak dan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang didasari
oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus. Hiperaktivitas bronkus
merupakan ciri khas pada asma, besarnya hiperaktivitas pada bronkus dapat di
ukur secara tidak langsung.Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk
mengukur beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seorang pasien.
Berbagai cara yang digunakan adalah uji provokasi beban kerja, inhalasi udara
dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik.8
5
sitokin
antara
lain
IL-3,
IL-4,
IL-5,
IL-13,
dan
asma
sebagian
mengalami
sheeding.Mekanisme
terjadinya
masih
sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator
lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF
meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein
(ECP), major basic protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil
derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas.6
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afinitas yang tinggi.Crosslinking reseptor IgE dengan factors pada sel mast mengaktifkan sel mast.
Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti
histamin dan protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin
D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3,
IL-4, IL-5 dan GM-CSF.6
Makrofag merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan,
baik pada normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh
percabangan bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai mediator antara
lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan dalam proses inflamasi,
makrofag juga berperan pada regulasi airway remodeling. Peran tersebut melalui
a.1 sekresi growth-promoting factors untuk fibrolast, sitokin, PDGF dan TGF-.6
Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan
yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan yang menghasilkan
perbaikan dan pergantian sel-sel mati/rusak dengan sel-sel yang baru. Proses
penyembuhan tersebut melibatkan regenerasi/perbaikan jaringan yang rusak/injuri
dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak/injuri
dengan jaringan penyambung yang menghasilkan jaringan parut. Pada asma,
kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi
yang kemudian akan menghasilkan perubahan struktur yang mempunyai
mekanisme sangat kompleks dan banyak belum diketahui yang dikenal dengan
airway remodeling. Mekanisme tersebut sangat heterogen dengan proses yang
sangat dinamis dari diferensiasi, migrasi, maturasi, dideferensiasi sel sebagaimana
deposit jaringan penyambung dengan diikuti oleh restitusi/pergantian atau
perubahan struktur dan fungsi yang dipahami sebagai fibrosis dan peningkatan
otot polos dan kelenjar mukus. Pada asma terdapat saling ketergantungan antara
proses inflamasi dan remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses
remodeling, juga komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membrane
reticular basal, matriks interstisial, fibrogenic growth factor, protease dan
inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus. Perubahan struktur
yang terjadi :
Konsekuensi klinis airway remodeling adalah peningkatan gajala dan tanda asma
seperti hipereaktivitas jalan napas, masalah distensibilitas/regangan jalan dan
obstruksi jalan napas. Sehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat dalam
manajemen asma terutama pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut.6
5. Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan.
Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan
dan gejala tak ada yang khas.9
Keluhan : 7,9,10
Nafas berbunyi
Sesak nafas
Batuk
Tanda-tanda fisik : 7,9,10
Cemas/gelisah/panik/berkeringat
Nadi meningkat
Sianosis
Wheezing
6. Diagnosis
Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh
gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada
dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk
menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran
faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.11
a. Anamnesis
b. Pemeriksan fisik
c. Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman,
kristal Charcot Leyden).12
d. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi
paru. Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma
dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)
dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20%atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.13
2.
3.
Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain
yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomedistinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. 13, 14
7. Diagnosis Banding15
Bronkitis kronis
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum
3 bulan dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama batuk yang
disetai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama
kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.
Emfisema paru
Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya.
10
Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung.
Disamping gejala sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah
(haemoptoe).
8.
Penatalaksanaan
Tujuan
utama
penatalaksanaan
asma
adalah
meningkatkan
dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma:10
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
g. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa
dan pengobatan medikamentosa :
1. Pengobatan non medikamentosa9,10
Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :
-
Penyuluhan
Pengendalian emosi
Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit
serta mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang
merupakan pengobatan saat serangan untuk mencegah eksaserbasi/serangan
dikenal dengan pelega.1,9,10
1. Anti inflamasi (pengontrol)
-
Kortikosteroid
11
gejala
asma,
memperbaiki
aliran
udara,
mengurangi
Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolinbelum sepenuhnya dipahami, tetapi
diketahui merupakan antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan
mediator dari sel mast.
Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi.
Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relati baru dan pemberian nya melalui oral.
Sealin bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi.
2.
Bronkodilator (pelega)
Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah
dibanding agonis beta 2.
-
Antikolinergik
12
Pemberian
secara
inhalasi.
Mekanisme
kerjanya
memblok
efek
Berat
Mengancam nyawa
urgent
memburuk
13
Kirim ke fasilitas
perawatan akut
Selama menunggu
berikan SABA, O2,
dan Kortikosteroid
sistemik
memburuk
membaik
Nilai untuk menghentikan terapi
Gejala membaik, tidak memerlukan SABA
PEF membaik
Saturasi oksigen >95%
9.
Komplikasi 9,15
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
10.
Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang
berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka
kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asam pria. Juga suatu
kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia lebih tua lebih
banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan
mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang
tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan
commond cold 29% akan mengalami serangan ulangan.3
Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan)
angka kematiannya 2%, sedangkan angka keamatian pada penderita yang dengan
serangan terus menerus angka kematiannya 9%. 3
14
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Ny. RS
Umur
: 35 Tahun
: IRT
Status
:Menikah
Alamat
Masuk RS
: 30 Oktober 2014
15
Pasien memiliki riwayat asma sejak 10 tahun yang lalu, terakhir masuk
IGD karena asma akut 4 bulan yang lalu.
16
Pemeriksaan Umum
- Kesadaran
: komposmentis
- Keadaan umum
- Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
- Nadi
: 104x/menit
- Napas
: 28x/menit
- Suhu
: 38,20C
Pemeriksaan Fisik
Kepala
-
Toraks
Paru:
o Inspeksi
o Palpasi
o Perkusi
: Sonor
o Palpasi
o Perkusi
Palpasi
: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: 11,9 gr %
Leukosit : 7.700/mm3
Eritrosit
: 4.230.000/mm3
Trombosit : 310.000/mm3
Hematokrit: 35,0 gr %
RESUME
Ny. RS, 35 tahun datang dengan keluhan utama sesak napas sejak 2 jam
SMRS. Dari anamnesis didapatkan sesak sudah dirasakan sejak 2 hari yang lalu
hilang timbul, terutama muncul pada malam hari. Sesak napas timbul bila pasien
demam, cuaca dingin, dan terkena debu. Sesak napas yang berat pada malam hari
dirasakan 1 kali dalam sebulan dan menganggu aktifitas dan tidur. Pasien juga
18
mengeluhkan batuk berdahak, dahak berwarna kuning, tidak berdarah dan disertai
demam. Sesak napas bertambah bila pasien batuk, dan napas berbunyi ngik.
Dari pemeriksaan fisik didapakan suara nafas tambahan yaitu wheezing
pada kedua lapangan paru. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 11,9
g/dl.
DAFTAR MASALAH
1. Asma bronkial akut sedang
2. demam
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi : hindari faktor pencetus, tirah baring.
Farmakologi :
-
Follow Up
Jumat, 31 Oktober 2014
S : Sesak napas berkurang, batuk berdahak (+), nyeri dada (-)
O : Kesadaran : Komposmentis
TD : 120/80 mmHg
RR : 24 x/mnt
N : 96 x/menit
T : 37,20C
O2 3 L/menit
Nebulizer (combivent)
19
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial akut sedang karena
pada pemeriksaan didapatkan pasien sesak napas dengan posisi duduk, berbicara
terputus-putus pada beberapa kata, pasien gelisah, frekuensi napas <20 kali
permenit, frekuensi nadi antara 100-120 kali permenit, adanya penggunaan otot
bantu napas, dan mengi pada ekspirasi. Sesak napas timbul 1 kali dalam sebulan
sehingga mengganggu aktivitas dan tidur. Sesak terutama timbul pada malam hari.
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan adanya wheezing pada kedua lapangan
paru. Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas, batuk,
dada sesak dan adanya wheezing episodik. Gejala asma dapat terjadi secara
spontan ataupun diperberat dengan pemicu yang berbeda antar pasien. Frekuensi
asma mungkin memburuk di malam hari oleh karena tonus bronkomotor dan
reaktifitas bronkus mencapai titik terendah antara jam 2-4 pagi, meningkatkan
gejala bronkokontriksi.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan
Asma di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2006: 1-105.
2. Global Initiative For Asthma. Global strategy for asthma management and
prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org.
3. Ratnawati, Editorial epidemiology of asthma. Jurnal Respirologi Indonesia.
2011;31(4):172-5.
4. Oemiyati R. Pengaruh faktor lingkungan terhadap penyakit asma di Indonesia.
Jurnal Penyakit Tidak Menular Indonesia.2009;1(1):12-18.
5. Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Profil kesehatan provinsi Riau tahun 2010.
Riau: 2011;89-91.
6. Central for Disease Control and Prevention. Asthma prevalance, health care
use,and mortality: United States, 2005-2009. 2011;12(32)
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengendalian penyakit
asma. Jakarta: 2008; 3.
8. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press. 1989. 1-11
21
12. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2001.21-27.
22