Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

ASMA BRONKIAL

Oleh :
ARY ANGGI KRISTIANA
NIM 1008120644

Pembimbing :
dr. INDRA YOVI, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
RSUD ARIFIN ACHMAD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan

banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif


jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik
tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan .1 Berdasarkan Global

Initiative for Asthma (GINA) asma termasuk masalah kesehatan masyarakat


utama dan

tercatat ada 300 juta orang penderita asma diseluruh dunia dan

diperkirakan akan terus meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025.2,3
Asma masih menjadi sepuluh besar penyakit penyebab kesakitan dan
kematian di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Litbang
Kesehatan Depkes RI tahun 2009, persentase penyakit asma di Provinsi Riau
adalah 3,30%.4 Pasien asma rawat jalan adalah sebesar 3-6% (3.773 kasus) yang
termasuk 15 penyakit terbesar di Poli Paru Rumah Sakit Provinsi Riau.5
Gejala asma yang paling sering timbul adalah sesak napas dan mengi.
Diagnosis asma dapat ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan fisik yang
teliti. Penatalaksanaan pada asma terdiri dari pengontrol dan pelega.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1

1.

Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan

banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif


jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik
tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. 1

Menurut Global Initiative For Asthma (GINA) asma adalah gangguan


inflamasi kronis saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemen seluler.
Peradangan ini berkaitan dengan hiperresponsif saluran napas yang menimbulkan
gejala episodik berulang seperti mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk.
Episodik ini berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi, dan
reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan.2
2.

Epidemiologi
Asma merupakan masalah diseluruh dunia. Diperkirakan 300 juta

penduduk dunia menderita penyakit asma.2 Berdasarkan National Health


Statistics Report (NHSR) 2011 prevalensi asma di Amerika Serikat adalah 8,2%
(24,6 juta penduduk). Pada tahun 2008, tercatat penduduk yang menderita asma
kehilangan sekitar 10,5 juta hari sekolah dan 14,2 juta hari kerja karena asma.
Pada tahun 2007 tercatat sebanyak 17,5 juta orang berkunjung ke IGD 456.000
orang dirawat inap. Dimana prevalensi perempuan lebih tinggi dibandingkan lakilaki, anak-anak lebih tinggi dibandingkan dewasa, dan orang kulit hitam lebih
tinggi dibandingkan kulit putih.7
Prevalensi asma di Indonesia belum diketahui secara pasti. 8 Namun
berdasarkan data dari studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

asma

merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Pada


SKRT 1992 asma, bronkitis kronik, dan emfisema merupakan penyebab kematian
ke-4 di Indonesia sebesar 5,6%.3 Dari hasil penelitian dengan menggunakan
kuisioner International Study of Asthma and Allergies in Children (ISAAC) pada
anak sekolah usia 13-14 tahun pada tahun 2005 didapatkan prevalensi asma

sebesar 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Sedangkan
hasil survey asma pada anak sekolah usia 6-12 tahun di beberapa kota di
Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang,
Denpasar) prevalensi asma berkisar antara 3,7%-6,4%. Pada anak SMP di Jakarta
Pusat pada tahun 1995 sebesar 5,8% dan pada tahun 2001 di Jakarta Timur
sebesar 8,6%.8
Prevalensi asma pada dewasa berdasarkan penelitian UPF Paru RSUD dr.
Sutomo Surabaya pada tahun 1993 di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur
dengan menggunakan kuisioner modifikasi ATS dengan 6662 responden usia 1370 tahun (rata-rata 35,6 tahun) didapatkan prevalensi asma sebesar 7,7%, dengan
rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6%.3
Sedangkan data yang diperoleh dari Badan Litbang Kesehatan Depkes RI
tahun 2009, persentase penyakit asma di Provinsi Riau adalah 3,30%. 4 Pasien
asma rawat jalan sebesar 3-6% (3.773 kasus) dan asma termasuk 15 penyakit
terbesar di Poli Paru Rumah Sakit Provinsi Riau.5
3.

Klasifikasi
Berat ringannya asma di tentukan oleh berbagai faktor, antara lain

gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari,


pemberian obat inhalasi -2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obatan yang
digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi
pemakaian obat). dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk pemeriksaan faal
paru dapat menentukan berat ringannya asma yang sangat penting terhadap
penatalaksanaannya.8

Tabel 2.1 Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara


umum pada dewasa
Derajat asma
Intermitten

Gejala
Bulanan
- gejala < 1x/minggu -

Gejala malam
2 kali sebulan

Faal paru
APE80%
-VEP1 80% nilai

Tanpa gejala diluar

prediksi

serangan

APE 80% nilai

- Serangan singkat

terbaik

-Variabiliti
Persisten ringan

Mingguan
- Gejala > 1 kali

Persisten sedang

>2 kali sebulan

APE

<

20%
APE > 80%
-VEP1 80% nilai

seminggu, tetapi < 1

prediksi

kali sehari

APE

- Serangan dapat

terbaik

mengganggu aktivitas

-Variabiliti APE 20-

dan tidur
Harian
- Gejala setiap hari

30%
APE 60-80%
-VEP1 60-80% nilai

>1 kali sebulan

80%

nilsi

- Serangan

prediksi APE 60-80%

mengganggu aktivitas

nilai terbaik

dan tidur

-Variabiliti

- Membutuhkan

30%

APE

>

bronkodilator setiap
hari
Kontinu
-Gejala terus-menerus

Persisten berat

APE 60%
-VEP1 60% nilai

Sering

-Sering kambuh

prediksi APE 60%

-Aktifiti fisik terbatas

nilai terbaik
-Variabiliti

APE

>

30%
Menurut GINA, klasifikasi asma dibagi menjadi 3 yaitu asma terkontrol,
asma terkontrol sebagian dan asma tidak terkontrol.
Tabel 2.2 Klasifikasi asma menurut GINA
Karakteristik
Gejala siang hari

Asma terkontrol

Asma terkontrol
sebagian
2x/minggu

Tidak ada
(2x/minggu)

terkontrol
Lebih
dari
gambaran

Aktivitas terbatas

Tidak ada

Ada

Gejala malam

Tidak ada

Ada

Membutuhkan

obat Tidak ada

>2x/minggu

Normal

Nilai
4

3
asma

terkontrol sebagian

pelega
Faal paru

Asma tidak

prediksi/terbaik

(APE/VEP1)

80%

Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat bersifat fatal
atau mengancam jiwa. Berikut klasifikasi berat serangan asma akut menurut PDPI.

Tabel 2.3 Klasifikasi berat serangan asma akut


Gejala dan tanda
Ringan
Sesak napas
Posisi

Berat serangan akut


Sedang
Berat

Keadaan
mengancam jiwa

Berbicara
Duduk

Istirahat
Duduk membungkuk

Cara berbicara
Kesadaran

Berjalan
Dapat tidur
terlentang
Satu kalimat
Mungkin gelisah

Beberapa kata
Gelisah

Kata demi kata


Gelisah

Frekuensi napas

<20/ menit

20-30/ menit

> 30/menit

Nadi

< 100

100 120

> 120

Pulsus paradoksus

10 mmHg
-

+/10 20 mmHg
+

+
> 25 mmHg
+

Otot Bantu Napas


dan retraksi
suprasternal
Mengi

Akhir ekspirasi Akhir ekspirasi


paksa
> 80%
60 80%
> 80 mHg
80-60 mmHg

APE
PaO2

PaCO2
SaO2

4.

< 45 mmHg
> 95%

< 45 mmHg
91 95%

Mengantuk, gelisah,
kesadaran menurun
Bradikardia
Kelelahan otot
Torakoabdominal
paradoksal

Inspirasi dan
ekspirasi
< 60%
< 60 mmHg

> 45 mmHg
< 90%

Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas.Berbagai sel inflamasi

berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel
epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada
berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten.
Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma
nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin. 6 Gejala asma, yaitu
batuk sesak dan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang didasari
oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus. Hiperaktivitas bronkus
merupakan ciri khas pada asma, besarnya hiperaktivitas pada bronkus dapat di
ukur secara tidak langsung.Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk
mengukur beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seorang pasien.
Berbagai cara yang digunakan adalah uji provokasi beban kerja, inhalasi udara
dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik.8
5

Pencetus serangan asma dapat menginduksi respon inflamasi akut yang


terdiri dari reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe
lambat. Pada reaksi tipe cepat alergen akan terikat pada Imunoglobulin E (IgE)
yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast. Degranulasi akan
mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease, dan newly
generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan
kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi. Sedangkan pada
reaksi tipe lambat timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag. 14Setelah
reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses akan berlanjut menjadi reaksi
inflamasi sub-akut atau kronik. Pada keadaan ini akan terjadi inflamasi bronkus
dan sekitarnya, berupa infiltrasi sel-sel inflamasi terutama eosinofil dan dan
monosit dalam jumlah besar ke dinding dan lumen bronkus. 8 berbagai sel terlibat
dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut adalah limfosit T, eosinofil,
makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast, dan otot polos bronkus.
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtype Th2.
Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan
mengeluarkan

sitokin

antara

lain

IL-3,

IL-4,

IL-5,

IL-13,

dan

GM_CSF.Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan


bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintetis IgE. IL-3, IL-5, serta
GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup
eosinofil.6
Sel epitel akan teraktivasi mengeluarkan a.1 15-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresikan membran markers seperti
molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.Epitel
pada

asma

sebagian

mengalami

sheeding.Mekanisme

terjadinya

masih

diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule


protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan
metaloprotease sel epitel.
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak
spesifik.Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah
dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintetis

sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator
lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF
meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein
(ECP), major basic protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil
derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas.6
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afinitas yang tinggi.Crosslinking reseptor IgE dengan factors pada sel mast mengaktifkan sel mast.
Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti
histamin dan protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin
D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3,
IL-4, IL-5 dan GM-CSF.6
Makrofag merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan,
baik pada normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh
percabangan bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai mediator antara
lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan dalam proses inflamasi,
makrofag juga berperan pada regulasi airway remodeling. Peran tersebut melalui
a.1 sekresi growth-promoting factors untuk fibrolast, sitokin, PDGF dan TGF-.6
Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan
yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan yang menghasilkan
perbaikan dan pergantian sel-sel mati/rusak dengan sel-sel yang baru. Proses
penyembuhan tersebut melibatkan regenerasi/perbaikan jaringan yang rusak/injuri
dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak/injuri
dengan jaringan penyambung yang menghasilkan jaringan parut. Pada asma,
kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi
yang kemudian akan menghasilkan perubahan struktur yang mempunyai
mekanisme sangat kompleks dan banyak belum diketahui yang dikenal dengan
airway remodeling. Mekanisme tersebut sangat heterogen dengan proses yang
sangat dinamis dari diferensiasi, migrasi, maturasi, dideferensiasi sel sebagaimana
deposit jaringan penyambung dengan diikuti oleh restitusi/pergantian atau
perubahan struktur dan fungsi yang dipahami sebagai fibrosis dan peningkatan
otot polos dan kelenjar mukus. Pada asma terdapat saling ketergantungan antara

proses inflamasi dan remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses
remodeling, juga komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membrane
reticular basal, matriks interstisial, fibrogenic growth factor, protease dan
inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus. Perubahan struktur
yang terjadi :

Hipertofi dan hiperplasia otot polos jalan napas


Hipertofi dan hiperplasia kelenjar mukus
Penebalan membrane reticular basal
Pembuluh darah meningkat
Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
Perubahan struktur parenkim

Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis

Konsekuensi klinis airway remodeling adalah peningkatan gajala dan tanda asma
seperti hipereaktivitas jalan napas, masalah distensibilitas/regangan jalan dan
obstruksi jalan napas. Sehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat dalam
manajemen asma terutama pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut.6
5. Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan.
Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan
dan gejala tak ada yang khas.9
Keluhan : 7,9,10

Nafas berbunyi

Sesak nafas

Batuk
Tanda-tanda fisik : 7,9,10

Cemas/gelisah/panik/berkeringat

Tekanan darah meningkat

Nadi meningkat

Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg


pada waktu inspirasi

Frekuensi pernafasan meningkat

Sianosis

Otot-oto bantu pernafasan hipertrofi


Paru :

Didapatkan ekspirasi yang memanjang

Wheezing

6. Diagnosis
Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh
gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada
dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk
menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran
faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.11
a. Anamnesis

Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap


asma, riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi.12

b. Pemeriksan fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi


saluran nafas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan
dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki
kering, mengi (wheezing) dapat dijumpai pada pasien asma.12

c. Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman,
kristal Charcot Leyden).12
d. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi
paru. Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma
dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)

dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20%atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.13
2.

Uji provokasi bronkus


Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada
penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji
provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokais bronkus merupakan cara untuk
membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran nafas pada orang yang
diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu Uji provokasi
dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik
seperti metakolin dan histamin.10, 11

3.

Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain
yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomedistinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. 13, 14
7. Diagnosis Banding15

Bronkitis kronis
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum
3 bulan dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama batuk yang
disetai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama
kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.

Emfisema paru
Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya.

Gagal Jantung kiri


Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada
malam hari disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba
terbangun pad malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau
berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan
edema paru.

10

Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung.
Disamping gejala sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah
(haemoptoe).

8.

Penatalaksanaan
Tujuan

utama

penatalaksanaan

asma

adalah

meningkatkan

dan

mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma:10
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
g. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa
dan pengobatan medikamentosa :
1. Pengobatan non medikamentosa9,10
Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :
-

Penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pengendalian emosi

Pemakaian oksigen

2. Pengobatan medikamentosa
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit
serta mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang
merupakan pengobatan saat serangan untuk mencegah eksaserbasi/serangan
dikenal dengan pelega.1,9,10
1. Anti inflamasi (pengontrol)
-

Kortikosteroid

11

Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan


merupakan anti inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya
secara umum adalah untuk mengurangi inflamasi akut maupun kronik,
menurunkan

gejala

asma,

memperbaiki

aliran

udara,

mengurangi

hiperresponsivitas saluran napas, mencegah eksaserbasi asma, dan mengurangi


remodelling saluran napas. Kortikosteroid terdiri dari kortikosteroid inhalasi dan
sistemik.
-

Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolinbelum sepenuhnya dipahami, tetapi
diketahui merupakan antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan
mediator dari sel mast.

Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi.

Agonis beta-2 kerja lama


Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian jangka
lama mempunyai efek anti inflamasi walau pun kecil.

Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relati baru dan pemberian nya melalui oral.
Sealin bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi.

2.

Bronkodilator (pelega)

Agonis beta 2 kerja singkat


Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan
prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau
oral, pemberian secara inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek
samping yang minimal.

Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah
dibanding agonis beta 2.
-

Antikolinergik

12

Pemberian

secara

inhalasi.

Mekanisme

kerjanya

memblok

efek

penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulakn


bronkodilatasi dengan menurunkan tonus vagal intrinsik, selain itu juga
menghambat reflek bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.

Manajemen Asma Eksaserbasi Di Pelayanan Primer


Pelayanan primer : pasien memperlihatkan gejala eksaserbasi akut atau sub
akut
Nilai pasien: 1. Apakah ini asma?
2. apakah berisiko menyebabkan kematian?
3. tingkat keparahan eksaserbasi?
Ringan atau Sedang
Penatalaksanaan
Awal
SABA inhalasi,
ulangi setiap 20 menit
selama 1 jam
Prednisolon 1 mg/kg
max 50 mg
Oksigen dengan
target saturasi 93-95%

Berat

Mengancam nyawa

urgent

memburuk

13

Kirim ke fasilitas
perawatan akut
Selama menunggu
berikan SABA, O2,
dan Kortikosteroid
sistemik

Lanjutkan terapi dengan SABA jika dibutuhkan


Nilai respon selama 1 jam atau kurang dari 1
jam

memburuk

membaik
Nilai untuk menghentikan terapi
Gejala membaik, tidak memerlukan SABA
PEF membaik
Saturasi oksigen >95%
9.

Komplikasi 9,15
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema

10.

Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir

menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang
berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka
kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asam pria. Juga suatu
kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia lebih tua lebih
banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan
mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang
tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan
commond cold 29% akan mengalami serangan ulangan.3
Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan)
angka kematiannya 2%, sedangkan angka keamatian pada penderita yang dengan
serangan terus menerus angka kematiannya 9%. 3

14

BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Ny. RS

Umur

: 35 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan


Pekerjaan

: IRT

Status

:Menikah

Alamat

: Jln. Cendrawasih No. 29 Pekanbaru

Masuk RS

: 30 Oktober 2014

Pemeriksaan : 30 Oktober 2014


ANAMNESIS (Auto-anamnesis)
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang

15

Sejak 2 hari SMRS pasien mengeluhkan batuk berdahak. Dahak kental


berwarna kuning, darah (-). Pasien juga mengeluh demam. Demam
dirasakan sepanjang hari disertai dengan sesak napas yang hilang
timbul. Sesak tidak dipengaruhi posisi, dan dirasakan bertambah berat
ketika melakukan aktivitas. Sesak timbul terutama pada malam hari
sehingga mengganggu aktivitas dan tidur.

Sejak 2 jam SMRS pasien mengeluhkan sesak napas yang semakin


berat disertai batuk sehingga menggangu tidur. Sesak napas bertambah
bila pasien batuk, dan napas berbunyi ngik kemudian pasien dibawa
berobat ke RSUD Arifin Achmad dan dirawat inap.

Pasien mengeluhkan sesak napas pada malam hari dirasakan muncul 1


kali dalam sebulan dan menganggu aktivitas dan tidur. Pasien mengaku
selalu sesak napas dengan napas yang berbunyi ngik setiap demam,
cuaca dingin, atau ketika terkena debu. Biasanya sesak napas
berkurang jika pasien mengkonsumsi obat yang dijual bebas, tetapi
tidak jarang pasien harus dibawa ke IGD, dalam satu tahun bisa 3-4
kali masuk IGD karena sesak napas.

Riwayat Penyakit Dahulu


-

Pasien memiliki riwayat asma sejak 10 tahun yang lalu, terakhir masuk
IGD karena asma akut 4 bulan yang lalu.

Riwayat alergi (-)


-

Riwayat tekanan darah tinggi 1 tahun yang lalu

Riwayat DM tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Anggota keluarga memiliki riwayat asma

Riwayat alergi (+)

Anggota keluarga memiliki riwayat hipertensi

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan

16

Pasien adalah seorang Ibu rumah tangga

Riwayat merokok tidak ada

Alergi makanan tidak ada

Pasien tinggal di rumah dengan 3 kamar dan 6 anggota keluarga

Pemeriksaan Umum
- Kesadaran

: komposmentis

- Keadaan umum

: tampak sakit sedang

- Tekanan Darah

: 120/70 mmHg

- Nadi

: 104x/menit

- Napas

: 28x/menit

- Suhu

: 38,20C

Pemeriksaan Fisik
Kepala
-

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat,


isokor, diameter 2 mm, reflek cahaya +/+.

Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP 5-2 cmH20

Penggunaan otot bantu pernapasan (-)

Pasien berbicara terputus-putus dengan mengucapkan beberapa kata.

Toraks
Paru:
o Inspeksi

: Gerakan dada kanan = kiri

o Palpasi

: Vokal fremitus kiri dan kanan sama

o Perkusi

: Sonor

o Auskultasi : wheezing +/+, ronkhi -/ Jantung :


o Inspeksi

: iktus kordis tidak terlihat


17

o Palpasi

: iktus kordis tidak teraba

o Perkusi

Batas jantung kanan : Linea sternalis dekstra SIC V

Batas jantung kiri : 1 jari lateral linea midclavicula sinistra SIC


V

o Auskultasi : Suara jantung normal, bising (-)


Abdomen
Inspeksi

: Perut tampak datar, venektasi (-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal


Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai (-), clubbing finger (-), CRT < 2 detik.
Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 30 Oktober 2014
Laboratorium darah rutin
Hb

: 11,9 gr %

Leukosit : 7.700/mm3
Eritrosit

: 4.230.000/mm3

Trombosit : 310.000/mm3
Hematokrit: 35,0 gr %

RESUME
Ny. RS, 35 tahun datang dengan keluhan utama sesak napas sejak 2 jam
SMRS. Dari anamnesis didapatkan sesak sudah dirasakan sejak 2 hari yang lalu
hilang timbul, terutama muncul pada malam hari. Sesak napas timbul bila pasien
demam, cuaca dingin, dan terkena debu. Sesak napas yang berat pada malam hari
dirasakan 1 kali dalam sebulan dan menganggu aktifitas dan tidur. Pasien juga
18

mengeluhkan batuk berdahak, dahak berwarna kuning, tidak berdarah dan disertai
demam. Sesak napas bertambah bila pasien batuk, dan napas berbunyi ngik.
Dari pemeriksaan fisik didapakan suara nafas tambahan yaitu wheezing
pada kedua lapangan paru. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 11,9
g/dl.
DAFTAR MASALAH
1. Asma bronkial akut sedang
2. demam
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi : hindari faktor pencetus, tirah baring.
Farmakologi :
-

O2 3 L/menit dengan target saturasi oksigen 93-95%

Salbutamol 2,5 mg inhalasi, di ulang setiap 20 menit selama 1 jam

Injeksi Metil Prednisolon 1/3 vial (125mg)

Paracetamol 3 x 500mg perhari

Follow Up
Jumat, 31 Oktober 2014
S : Sesak napas berkurang, batuk berdahak (+), nyeri dada (-)
O : Kesadaran : Komposmentis
TD : 120/80 mmHg

RR : 24 x/mnt

N : 96 x/menit

T : 37,20C

A : Asma bronkial akut ringan


P:

O2 3 L/menit

IVFD Ringer Laktat : NaCl 0,9% drip

Injeksi Metil Prednisolon 4 x 125 mg

Injeksi ranitidin 2x 25mg

Nebulizer (combivent)

19

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial akut sedang karena
pada pemeriksaan didapatkan pasien sesak napas dengan posisi duduk, berbicara
terputus-putus pada beberapa kata, pasien gelisah, frekuensi napas <20 kali
permenit, frekuensi nadi antara 100-120 kali permenit, adanya penggunaan otot
bantu napas, dan mengi pada ekspirasi. Sesak napas timbul 1 kali dalam sebulan
sehingga mengganggu aktivitas dan tidur. Sesak terutama timbul pada malam hari.
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan adanya wheezing pada kedua lapangan
paru. Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas, batuk,
dada sesak dan adanya wheezing episodik. Gejala asma dapat terjadi secara
spontan ataupun diperberat dengan pemicu yang berbeda antar pasien. Frekuensi
asma mungkin memburuk di malam hari oleh karena tonus bronkomotor dan
reaktifitas bronkus mencapai titik terendah antara jam 2-4 pagi, meningkatkan
gejala bronkokontriksi.

20

Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga


saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi
jalan napas dengan pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (beta2-agonis)
dan mengurangi inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan
pemberian kortikosteroid sistemik yang lebih awal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan
Asma di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2006: 1-105.
2. Global Initiative For Asthma. Global strategy for asthma management and
prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org.
3. Ratnawati, Editorial epidemiology of asthma. Jurnal Respirologi Indonesia.
2011;31(4):172-5.
4. Oemiyati R. Pengaruh faktor lingkungan terhadap penyakit asma di Indonesia.
Jurnal Penyakit Tidak Menular Indonesia.2009;1(1):12-18.
5. Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Profil kesehatan provinsi Riau tahun 2010.
Riau: 2011;89-91.
6. Central for Disease Control and Prevention. Asthma prevalance, health care
use,and mortality: United States, 2005-2009. 2011;12(32)
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengendalian penyakit
asma. Jakarta: 2008; 3.
8. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press. 1989. 1-11

21

9. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara


Eosinofil Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten
Sedang. Jurnal Respirologi Indonesia 2006;1.45

10. Mangunnegoro dkk. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di


Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.3-79.

11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta


kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001. 477-82.

12. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2001.21-27.

13. Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, 2000. 196-224.


14. Tanjung D. Asma Bronkial. 2003. http://library.usu.id [diakses 30 Oktober
2014]

22

Anda mungkin juga menyukai