Anda di halaman 1dari 10

Edisi Khusus No.

1, Agustus 2011

PENGEMBANGAN PROGRAM
STRATEGI COPING STRESS KONSELOR
(Studi Deskriptif terhadap Konselor di SMP Negeri Kota Bekasi
Tahun Ajaran 2010/2011)
Oleh: Turheni Komar
ABSTRAK
Penelitian ini bertolak dari fenomena di lapangan dimana profesi konselor seringkali
mengalami stres yang disebabkan oleh tuntutan dan tantangan kerja agar lebih menampilkan
keprofesionalan dalam menjalankan tugas sebagai konselor di sekolah. Stres yang dialami
dapat berdampak positif maupun negatif terhadap kehidupan konselor. Penelitian ini bertujuan
untuk mengembangkan strategi coping stress konselor guna mereduksi dampak negatif dari
stres tersebut. Jenis penelitian ini menggunakan metode studi deskriptif yang memberikan
gambaran atas suatu objek sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti.
Populasi penelitian adalah konselor/guru bimbingan konseling SMP Negeri Kota Bekasi.
Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, dan angket untuk mengetahui gambaran
tingkat stres dan strategi coping stress konselor. Teknik analisis menggunakan ukuran gejala
pusat, ukuran variasi dan norm referenced. Berdasarkan hasil penelitian konselor/guru
bimbingan dan konseling mengalami stres tinggi pada aspek fisik yang disebabkan oleh aspek
karakteristik pekerjaan dibandingkan dengan aspek kognitif, emosi, perilaku, lingkungan fisik
dan sosial. Strategi coping stress yang dimiliki konselor paling tinggi pada aspek religious
coping dibandingkan dengan strategi coping problem focused coping, emotional focused
coping, social support, dan meaning making coping. Setelah mengikuti kegiatan
pengembangan strategi coping, konselor dapat mereduksi stres yang dialaminya dengan
strategi coping yang dimilikinya. Pengembangan program strategi coping stress direkomendasikan untuk membantu konselor dalam mereduksi stres dan meningkatkan coping stress.
Kata Kunci : Stres, Strategi Coping, Konselor

PENDAHULUAN
Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu
kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6). Kesejajaran posisi
ini tidaklah berarti bahwa semua tenaga pendidik itu tanpa keunikan dalam konteks tugas dan
ekspektasi kerja. Demikian juga konselor memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi
kinerja yang berbeda dengan guru lainnya.
Dengan mempertimbangkan berbagai kenyataan pelayanan ahli bimbingan dan
konseling yang diampu oleh konselor berada dalam konteks tugas kawasan pelayanan yang
bertujuan memandirikan individu dan menavigasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan
keputusan tentang pendidikan termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih
serta mempertahanan karir untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera.

154

ISSN 1412-565X

Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011

Konselor yang professional diperhadapkan dengan tuntutan dan tantangan kerja agar
mampu menampilkan keprofesionalannya dalam memberikan layanannya kepada individu
atau kelompok yang bermasalah maupun yang tidak bermasalah atau berpotensi bermasalah.
Tantangan yang dihadapi konselor menurut Wilis (2004) yaitu dua tantangan besar yaitu
pertama, sikap organisasi atau lembaga pendidikan. Kedua, tuntutan profesionalisme.
Tantangan Pertama, sikap organisasi atau lembaga pendidikan. Sikap yang
menyelewengkan peran bimbingan dan konseling: a) banyak sekolah mengecilkan peran
konselor sehingga kepala sekolah kurang berminat untuk melaksanakan program bimbingan
dan konseling dan kurang berminat menambah pengetahuan di bidang tersebut; b)
kebanyakan guru-guru atau kepada sekolah beranggapan bahwa jika pendidikan dijalankan
dengan baik maka tidak perlu lagi diadakan bimbingan dan konseling di sekolah; c) ada
sementara anggapan bahwa semua guru-guru bisa menjadi konselor sekolah tanpa pendidikan
khusus. Para konselor akan merasa tidak dihargai, tidak diberikan tempat dari pihak sekolah
untuk mempraktekkan ilmu yang telah diperolehnya.
Tantangan kedua, konselor dituntut untuk terus mengembangkan profesionalismenya.
Willis melanjutkan dengan mengatakan bahwa konselor sekolah perlu terus mengembangkan
diri, karena yang disebut konselor professional adalah yang bergelar S2 dan S3, sementara S1
jurusan bimbingan dan konseling perlu menambah pendidikan profesi. Tentu inipun dapat
menjadi tekanan tertentu bagi konselor. Apalagi mengingat berbagai masalah anak didik yang
semakin kompleks.
Selain tantangan tersebut seorang konselor dalam menjalankan tugasnya mempunyai
beban kerja yang harus diampu, sesuai dengan PP No. 74 Tahun 2008 tentang guru dalam
pasal 54 ayat 6 :
Beban kerja guru bimbingan dan konseling atau konselor yang
memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah mengampu bimbingan
dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada satu
atau lebih satuan pendidikan
Kenyataan yang ada di lapangan konselor SMP Negeri Kota Bekasi ternyata beban
kerja yang diampu oleh seorang guru bimbingan dan konseling atau konselor melebihi dari
beban kerja yang sudah ditentukan.
Kedua tantangan dan beban kerja ini dapat memicu munculnya stress bahkan
burnout. Seperti yang dikatakan oleh Cooper bahwa Burnout dapat terjadi karena stres-stres
dalam pekerjaan/pelayanan. Cooper dalam Dewe (2004) mengatakan bahwa burnout
merupakan refleksi dari strain psikologis yang lebih banyak dialami oleh pekerja yang
sifatnya melayani manusia (human service professions) seperti profesi konselor dan guru.
155

ISSN 1412-565X

Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011

Selain itu tuntutan tersebut dapat menjadi stressor bagi konselor yang berakibat
pada dua reaksi yaitu eustress yang dapat memotivasi konselor untuk tetap maju
atau distress yang dapat melumpuhkan (Selye, 1974).
Atkinson (1997) mengungkapkan bahwa stres sebagai kelebihan tuntutan atas
kemampuan individu dalam memenuhi tuntutan tersebut yang dipengaruhi oleh
dua tekanan yaitu (1) tekanan internal yang meliputi: (a) keadaan fisik seperti
keadaan kesehatan, (b) perilaku misalnya kebiasaan kerja yang tidak efisien, (c)
kognitif: standar yang terlalu tinggi; dan (d) emosional, misalnya: tidak mau
meminta bantuan orang lain; dan (2) tekanan eksternal menyangkut: (a) karakteristik
pekerjaan, misalnya batas waktu yang ketat dan sedikit kendali; (b) lingkungan fisik,
seperti kebisingan dan kesesakan; (c) lingkungan sosial, misalnya kompetisi.
Stres yang dialami konselor berdampak pada dinamika psikologis konselor
sehingga konselor akan bereaksi baik secara fisik, emosi, kognitif maupun reaksi
tingkah laku. Itu sebabnya setiap konselor yang rentan dengan stres perlu untuk
memahami strategi coping untuk mereduksi stres agar tidak berdampak buruk baik
terhadap individu konselor maupun kinerjanya.
Strategi coping yang akan dikembangkan dalam mereduksi stres konselor adalah
strategi yang diusulkan Aldwin & Yancura (2004) yaitu : (1) Problem focused coping : tindakan
instrumental, meliputi perilaku dan kognitif bertujuan untuk memecahkan masalah, seperti
mencari informasi, mengambil tindakan langsung, kadang-kadang menunda suatu tindakan,
(2) Emotional focused coping : suatu strategi yang menekankan pada aspek emosi. Misalnya :
pesan yang menunjukkan kasih, perhatian dan penghargaan, (3) Social support coping :
strategi coping dalam konteks sosial, berupa dukungan nyata dari orang lain baik nasihat
maupun rasa percaya yang perlu dibangkitkan, (4) Religious coping : suatu strategi dimana
seseorang memiliki hubungan baik dengan Allah, tekun berdoa, membaca kitab suci
memiliki hubungan yang positif dengan kesehatan mental dan kinerja, (5) Meaning making
(melakukan hal-hal yang bermakna). Mencari dan lakukan hal-hal yang bermakna, seperti: olah
raga.

Salah satu bentuk olah raga yang telah terbukti mereduksi stress para professional,

guru dan konselor sekolah adalah Tai Chi.

METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode studi deskriptif yaitu metode yang
diarahkan untuk memecahkan masalah dengan cara memaparkan atau menggambarkan apa
156

ISSN 1412-565X

Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011

adanya hasil penelitian. Ketepatan penentuan metode ini didasarkan pada pendapat Winarno
Surachmad (1982:139), bahwa aplikasi metode ini dimaksudkan untuk penyelidikan yang
tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang.
Pendapat sama dikemukakan oleh Nasution (1998:41) menjelaskan bahwa penelitian
deskriptif dimaksudkan untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang situasi-situasi
sosial dengan memusatkan pada aspek-aspek tertentu dan sering menunjukkan pengaruh
antara berbagai variabel. Pemilihan metode deskriptif dalam penelitian ini juga karena
masalah yang sedang diteliti merupakan masalah yang sedang berlangsung di lingkungan
sekolah.
Penelitian dilakukan di SMP Negeri Kota Bekasi. Populasi pada penelitian adalah
konselor/guru bimbingan konseling SMP Negeri Kota Bekasi yang berjumlah 105 konselor
dari 39 SMP Negeri.
Analisis statistik dalam pelaksanaan penelitian diawali dengan tahap mengumpulkan
data melalui observasi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang keadaan
konselor yang stres dan cara pengembangan strategi coping stress konselor. Pengumpulan
data selanjutnya adalah pengukuran data awal untuk mengetahui gambaran tingkat stres dan
strategi coping stress yang dimiliki oleh konselor yang dihimpun melalui angket stres dan
coping stress. Berdasarkan data yang diperoleh disusun rumusan program strategi coping
stress konselor. Program strategi coping stress dirancang agar dapat diaplikasikan kepada
konselor untuk mengembangkan strategi coping yang dimiliki konselor dalam mereduksi stres
yang dialaminya melalui bimbingan kelompok. Tahap selanjutnya adalah mengaplikasikan
program pengembangan strategi coping stress konselor melalui bimbingan kelompok.
HASIL PENELITIAN
1. Profil Stres dan Coping Stress Konselor/Guru Bimbingan dan Konseling
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres konselor/guru bimbingan dan
konseling SMPN Kota Bekasi sebanyak 59 orang atau 56% konselor/guru bimbingan dan
konseling berada pada kategori tertinggi pada aspek fisik, dibandingkan dengan aspek
perilaku 42% atau sebanyak 44 orang konselor; aspek emosional 40% atau sebanyak 42 orang
konselor dan aspek kognitif 39% atau sebanyak 41 orang konselor. Artinya aspek fisik yang
paling tinggi dampak dari stres konselor/guru bimbingan dan konseling SMP Kota Bekasi.
Jika ditampilkan dalam gambar bagan batang (column) adalah sebagai berikut.

157

ISSN 1412-565X

Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011

Indikator yang pada umumnya menjadi gejala stres pada diri konselor/guru
bimbingan dan konseling adalah konselor mengalami kelelahan fisik, gangguan
pernafasan, gangguan kulit, ketegangan otot, sakit kepala dan gangguan tidur. Sedangkan
indikator pada aspek perilaku, kognitif dan emosional cukup berpengaruh terhadap gejala
stres yang dialami konselor/guru bimbingan dan konseling.
Sedangkan hasil penelitian penyebab yang paling tinggi berpengaruh munculnya
stres konselor/guru bimbingan dan konseling adalah karakteritik pekerjaan yakni 45%
atau sebanyak 47 orang konselor dibandingkan dengan lingkungan sosial 42% atau
sebanyak 44 orang konselor dan lingkungan fisik 40% atau sebanyak 42 orang konselor.
Walaupun karakteristik pekerjaan merupakan penyebab tertinggi namun lingkungan
sosial dan lingkungan fisik juga dapat menjadi pemicu karena persentase cukup tinggi.
Hal ini berarti ketiga penyebab di atas cukup berpengaruh terjadinya stres konselor.
Jika ditampilkan dalam gambar bagan batang (column) adalah sebagai berikut.

Indikator yang mempengaruhi penyebab stres secara umum adalah konflik dengan
tujuan organisasi, tanggung jawab, tugas pekerjaan dan beban kerja. Indikator lingkungan
fisik maupun lingkungan sosial ini pun dapat menjadi pemicu penyebab stres konselor
karena berada pada persentase yang cukup berpengaruh.
158

ISSN 1412-565X

Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011

Strategi coping stress yang dimiliki konselor/guru bimbingan dan konseling


adalah lebih tinggi pada religious coping 55% atau sebanyak 57 orang konselor
dibandingkan dengan emosional focused coping 39% atau sebanyak 41 orang konselor,
meaning making 39% atau 41 orang konselor, problem focused coping 37% atau
sebanyak 39 orang konselor, social support coping 28% atau 29 orang konselor. Berarti
strategi coping yang dimiliki konselor/guru bimbingan konseling cukup baik, maka dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi strategi coping yang dimiliki, semakin rendah tingkat
stress yang dialami. Oleh karena itu dampak stres konselor hanya 56% di aspek fisik saja.
Sementara aspek lain di bawah 50% persen. Walaupun demikian penulis merasa perlu
mengusulkan kiat untuk meningkatkan strategi coping guna mereduksi stres agar tidak
meningkat. Strategi coping yang dimiliki masih berada di bawah 40%. Oleh karena itu
perlu ditingkatkan lagi agar menghambat stres yang cenderung meningkat.
Strategi coping stress jika ditampilkan dalam gambar bagan batang (column)
adalah sebagai berikut.

Berdasarkan data tersebut diatas dari semua aspek, aspek yang tertinggi dampaknya
yaitu aspek fisik, sedangkan aspek yang lain perilaku, emosional, dan kognitif itu negatif
artinya aspek-aspek tersebut berada kurang dari 50%, berarti konselor/guru bimbingan dan
konseling sedikit yang mengalami stres pada aspek perilaku, emosional dan kognitif, namun
diatas 50% rata-rata konselor/guru bimbingan banyak mengalami stres fisik. Apabila
dihubungkan dengan penyebab stres mengapa mereka mengalami stres dan lebih banyak
dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan, dimana profesi pekerjaan dan stres kerja
memiliki keterkaitan satu sama lain karena karakteristik dari pekerjaan itu sendiri.
Dari uraian di atas maka diperlukan program pengembangan strategi coping stress
bagi konselor untuk meningkatkan semua strategi coping stress yang sudah dimiliki
konselor/guru bimbingan dan konseling untuk dapat mereduksi stres yang efektif pada aspek
keadaan fisik, karakteristik pekerjaan maupun aspek perilaku, kognitif, emosi, lingkungan
fisik dan lingkungan sosial.
159

ISSN 1412-565X

Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011

2. Program Pengembangan Strategi Coping Stress Konselor melalui


Kelompok

Bimbingan

Program disusun secara sistematis sebagai upaya untuk mengembangkan strategi


coping stress yang dimiliki konselor dalam mereduksi stres yang dialami.
NO

NAMA
KEGIATAN

Whats Problem ?

No Problem

The Struggle

Seek Help

The Time

Self Control

The Silent

Fun Sports

TUJUAN
Konselor dapat
memahami
masalah sebagai suatu tantangan
atau kesempatan
a. Konselor menyadari bahwa
cara pandang setiap orang
berbeda
b. Konselor mengetahui setiap
orang mempunyai sikap yang
berbeda dalam menghadapi
masalah
c. Konselor dapat berfikir lebih
realistis dan bertindak tegas
a. Konselor dapat menentukan
pilihan hidupnya
b. Setiap pilihan memiliki resiko
c. Konselor
dapat
memilih
alternative keputusan dengan
baik
d. Konselor dapat mengambil
keputusan tanpa suatu konflik
a. Konselor menyadari dirinya
memerlukan dukungan
b. Konselor
dapat
mengidentifikasi
dukungan
dan memperoleh dukungan
yang paling efektif
Konselor dapat menetapkan dan
memutuskan
tujuan
hidup
sehingga tetap teratur
Konselor
dapat
memahami,
menerima dan komitmen pada diri
dalam menghadapi, mengatasi dan
menyelesaikan
permasalahan
dirinya
Konselor
dapat
memahami
pentingnya
suatu
kelompok,
komunikasi yang efektif diantara
anggota
kelompok
dan
meningkatkan kreativitas diri dan
kelompok
Konselor dapat mengatasi dan
menumpas stres dengan cara
berolah raga dan bermeditasi

160

METODE & TEKNIK


Written
(Listing Exercise)
Diskusi
Written
(Listing Exercise)
(Persepsi Gambar)
Diskusi
Problem Solving
(Permainan Angka)

Social Learning
(Diberikan
perilaku
baru,
diharapkan
dengan cara imitasi,
observasi
dan
menyesuaikan
diri
dengan model yang
dibuat)
Movement (Gerak)
(Permainan
Empat
Sudut)

Movement (Gerak)
(Permainan
Balon
Tiup)
Movement (Gerak)
(Permainan
Bola
Bergulir)

Art & Crafts


(Seni dan Kerajinan
Tangan)
(Permainan Berkarya
Tanpa Bicara)
Movement (Gerak)
(Penghormatan pada
Matahari)
ISSN 1412-565X

Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011

3.

Hasil Uji Coba Program Pengembangan Strategi Coping Stress Konselor

Berdasarkan hasil uji coba program pengembangan strategi coping stress konselor
didapat konselor/guru bimbingan dan konseling dalam menangani permasalahan yang berat
dalam pekerjaannya, strategi coping yang dilakukannya adalah memfokuskan permasalahan
dengan cara menyelesaikan masalah itu secara langsung sebanyak 75% dan 25%
permasalahan itu ditunda dalam mengatasinya, berarti konselor dalam menyelesaikan
permasalahan selalu terfokus dan penyelesaian permasalahannyapun langsung ditangani tanpa
ditunda terlebih dahulu. Selain itu konselor menunjukkan adanya perkembangan dalam aspek
kognitif dan perilaku dimana konselor memaknai perbedaan persepsi harus bisa disikapi
dengan cermat, teliti, sabar, mau mencoba, percaya diri dan bisa mengambil hikmah dari
suatu perbedaan; serta konselor dapat mempersiapkan diri untuk melakukan tindakan yang
cepat, tepat, melakukan pengamatan dalam kehidupan dengan cara membuat suatu rencana
awal yang matang, pengamatan, terfokus, konsentrasi penuh dalam menghadapi masalah,
konsisten dalam bertindak, percaya diri dan mempunyai prinsip harus berhasil.
Konselor dapat mempersiapkan diri untuk mengetahui dan memahami cara
menghadapi masalah serta mengambil keputusan yang lebih baik dan positif didasarkan pada
berfikir dan bertindak positif dalam menangani masalah, berpegang teguh pada prinsip,
mempercayai diri sendiri, tidak mudah menyerah serta introspeksi diri sehingga bisa
menjadikan hidup lebih beararti bagi diri sendiri dan orang lain.
Konselor/guru bimbingan dan konseling dalam menangani permasalahan yang berat
dalam pekerjaannya, strategi coping yang dilakukannya yaitu mencari dukungan sosial kepada
pasangan hidup 70%, orang tua 60%, famili 40%, teman kerja 65% dan tokoh agama 30%,
hal ini berarti konselor/guru bimbingan dan konseling membutuhkan seseorang untuk tempat
sharing dan yang siap mendengarkan permasalahan dan membantu untuk mengatasinya paling
banyak kepada pasangan hidup.
Konselor/guru bimbingan konseling lebih memahami bagaimana mengotrol dirinya
dalam menghadapi segala permasalahan dengan cara mengawali dengan ketenangan,
kepercayaan diri yang tinggi, konsentrasi, tidak putus asa dan menyerah, berusaha dengan
kerja keras dan strategi tepat diimbangi dengan kesabaran dalam menghadapi serta
menyelesaikan permasalahan secara komunikatif, efektif dan efisien.
Dalam melakukan kegiatan yang menyenangkan konselor/guru bimbingan dan
konseling mengekepresikan dirinya melalui kegiatan membaca/menulis 10%, melakukan
kegiatan hobi 40% dan berolahraga sambil bermeditasi 60% untuk mereduksi tekanan dalam
menghadapi permasalahan yang berat. Berarti konselor/guru bimbingan konseling melakukan
berolah raga dan bermeditasi merupakan strategi coping yang banyak dilakukan untuk
mereduksi tekanan dalam pekerjaan.
161

ISSN 1412-565X

Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011

Semua kegiatan yang dijalani oleh guru bimbingan dan konseling/konselor selalu
dilandasi dengan strategi coping religious yaitu dengan meminta bantuan kepada Tuhan yang
Maha Esa dan berkeyakinan bahwa Tuhan yang Maha Esa adalah tempat yang paling utama,
tempat curahan hati, pendamai hati bagi setiap orang yang yakin akan segala kekuasaan dan
pertolonganNya, dan hanya Dialah sebaik-baiknya penentu yang akan memberikan solusi dan
pilihan yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan setelah kita berusaha dengan
bertawakal, sabar dan berserah diri.
PENUTUP
Pada umunya keadaan stres yang dialami oleh konselor/guru bimbingan dan konseling
SMP Negeri Kota Bekasi termasuk dalam kategori tinggi pada aspek keadaan fisik, yang
disebabkan munculnya stres paling tinggi pada aspek karakteristik pekerjaan dibandingkan
dengan aspek kognitif, perilaku, emosional, lingkungan fisik maupun sosial.
Strategi coping yang dimiliki oleh konselor/guru bimbingan konseling SMP Negeri
Kota Bekasi dalam mereduksi stres yang paling tinggi pada aspek religious coping
dibandingkan dengan strategi problem focused coping, emotional focused coping, social
support coping dan meaning making coping. Berarti konselor/guru bimbingan dan konseling
pada umumnya telah memiliki strategi coping yang baik dan berbeda-beda bergantung pada
nilai adatif yang dimilikinya untuk mereduksi stres.
Program pengembangan strategi coping stress yang di terapkan dalam penelitian ini
menggunakan teknik bimbingan kelompok, dengan ciri khas yang dikembangkan adalah
kegiatan pelatihan yang meliputi whats problem, No Problem, Problem Solving, The
Struggle, Seek Helf, The Time, Self Control, The Silent, Fun Sports menggunakan metode
written, social leranig, movement, art & crafts, selama 12 jam, untuk mereduksi stres yang
dialami konselor/guru bimbingan dan konseling pada aspek fisik, perilaku dan kognitif.
Hasil uji coba program trategi coping stress dengan menggunakan teknik bimbingan
kelompok dapat membantu konselor/guru bimbingan dan konseling mengeksplor perasaanperasaan tertekan, membantu meningkatkan motivasi, meningkatkan percaya diri dan
bersosialisasi dengan lingkungan seprofesinya. Teknik bimbingan kelompok yang beragam
semakin menambah konselor/guru bimbingan dan konseling lebih leluasa menyalurkan
berbagai macam perasaan tertekan yang selama ini mengganggu secara perilaku, kognitif
maupun fisik, akhirnya, bimbingan kelompok dapat mereduksi stres fisik, perilaku dan
kognitif, serta meningkatkan strategi coping konselor/guru bimbingan dan konseling.

162

ISSN 1412-565X

Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011

DAFTAR PUSTAKA
Aldwin & Yancura. (2004). Coping. Encyclopedia of Applied Psychology Vol.
1.508.
Atkinson M Jacqueline editor Saputra Lyndon. (1997). Mengatasi
Tempat Kerja.
Cooper,

Tangerang :

C. L., Dewe, P. J.,

Stress Di

Binarupa Aksara.

& ODriscoll, M. P. (1991). Organizational

Stress: A Review and Critique of Theory, Research, and Applications.


California: Sage Publications, Inc.
Cooper, C. L., & Payne, R. (1994). Causes, Coping & Consequences of Stress at
Work. USA: John Wiley & Sons, Ltd.
Cohen B Adam & Harold G Koeing. (2004). Religion and Mental Health.
Encyclopedia of applied
Wilis

psychology volume 3. Elsevier inc.

Sofyan, S. (2004). Konseling Individual, Teori dan Praktek. Bandung:


Alfabeta.

Yususf Syamsu. (2009). Program BK Di Sekolah. Bandung : Rizqi Press.

BIODATA SINGKAT
Penulis adalah Mahasiswa S2 Program Studi Bimbingan dan Konseling
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

163

ISSN 1412-565X

Anda mungkin juga menyukai