Anda di halaman 1dari 5

BBLR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai

permasalahan yang banyak sekali pada sistem tubuhnya disebabkan kondisi


tubuh yang belum stabil (Surasmi, dkk., 2002).
I. Ketidakstabilan suhu tubuh
Dalam kandungan ibu, bayi berada pada suhu lingkungan 36C- 37C
dan segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang
umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada
kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia juga terjadi karena kemampuan
untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas
sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum cukup memadai,
ketidakmampuan untuk menggigil, sedikitnya lemak subkutan, produksi
panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai, belum
matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas permukaan tubuh
relatif lebih besar dibanding berat badan sehingga mudah kehilangan panas.
A. Hipotermi
Defenisi
Hipotermia pada neonatus adalah suatu keadaan dimana terjadi
penurunan suhu tubuh yang disebabkan oleh berbagai keadaan, terutama
karena tingginya konsumsi oksigen dan penurunan suhu ruangan.
Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal sangat penting untuk
kelangsungan hidup dan pertumbuhan bayi baru lahir, terutama bagi bayi
prematur. Pengaturan suhu tubuh tergantung pada faktor penghasil panas
dan pengeluarannya, sedang produksi panas sangat tergantung pada
oksidasi biologis dan aktivitas metabolisme dari sel-sel tubuh waktu
istirahat1. Suhu normal adalah suhu tubuh yang menjamin kebutuhan
oksigen bayi secara individual dapat terpenuhi, pada kulit bayi: 36-36,5C;
pada aksila: 36,5-37C; dan pada rektum 36,5-37,5C C. Istilah hipotermia
secara umum digambarkan sebagai suhu tubuh kurang dari 35C.
Etiologi
Hipotermi disebabkan oleh beberapa keadaan antara lain:
Keadaan yang menimbulkan kehilangan panas yang berlebihan, seperti
lingkungan dingin, basah, atau bayi yang telanjang,cold linen, selama
perjalanan dan beberapa keadaan seperti mandi, pengambilan sampel
darah, pemberian infus, serta pembedahan. Juga peningkatan aliran
udara dan penguapan.
Ketidaksanggupan menahan panas, seperti pada permukaan tubuh
yang relatif luas, kurang lemak, ketidaksanggupan mengurangi
permukaan tubuh, yaitu dengan memfleksikan tubuh dan tonus otot

yang lemah yang mengakibatkan hilangnya panas yang lebih besar


pada BBLR.
Kurangnya metabolisme untuk menghasilkan panas, seperti defisiensib
ro wn fat, misalnya bayi preterm, kecil masa kelahiran, kerusakan
sistem syaraf pusat sehubungan dengan anoksia, intra kranial
hemorrhage, hipoksia, dan hipoglikemia.
Klasifikasi
Berdasarkan kejadiannya, hipotermia dibagi atas:
1) Hipotermia sepintas, yaitu penurunan suhu tubuh 1--2oC sesudah lahir.
Suhu tubuh akan menjadi normal kembali sesudah bayi berumur 4--8
jam, bila suhu lingkungan diatur sebaik-baiknya. Hipotermia sepintas
ini terdapat pada bayi dengan BBLR, hipoksia, resusitasi yang lama,
ruangan tempat bersalin yang dingin, bila bayi tidak segera dibungkus
setelah lahir, terlalu cepat dimandikan (kurang dari 4 jam sesudah
lahir), dan pemberian morfin pada ibu yang sedang bersalin.
2) Hipotermia akut terjadi bila bayi berada di lingkungan yang dingin
selama 6-12 jam. Terdapat pada bayi dengan BBLR di ruang tempat
bersalin yang dingin, inkubator yang tidak cukup panas, kelalaian dari
dokter, bidan, dan perawat terhadap bayi yang akan lahir, yaitu diduga
mati dalam kandungan tetapi ternyata hidup dan sebagainya.
Gejalanya ialah lemah, gelisah, pernapasan dan bunyi jantung lambat
serta kedua kaki dingin. Terapinya ialah dengan segera memasukkan
bayi ke dalam inkubator yang suhunya telah diatur menurut kebutuhan
bayi dan dalam keadaan telanjang supaya dapat diawasi dengan teliti.
3) Hipoterroia sekunder. Penurunan suhu tubuh yang tidak disebabkan
oleh suhu lingkungan yang dingin, tetapi oleh sebab lain seperti sepsis,
sindrom gangguan pernapasan dengan hipoksia atau hipoglikemia,
perdarahan intra-kranial tranfusi tukar, penyakit jantung bawaan yang
berat, dan bayi dengan BBLR serta hipoglikemia. Pengobatannya ialah
dengan mengobati penyebabnya, misalnya dengan pemberian
antibiotik, larutan glukosa, oksigen, dan sebagainya. Pemeriksaan suhu
tubuh pada bayi yang sedang mendapattranfusi tukar harus dilakukan
beberapa kali karena hipotermia harus diketahui secepatnya. Bila suhu
sekitar 32C, tranfusi tukar harus dihentikan untuk sementara waktu
sampai suhu tubuh menjadi normal kembali.
4) Cold injury, yaitu hipotermia yang timbul karena terlalu lama dalam
ruangan dingin (lebih dari 12 jam). Gejalanya ialah lemah, tidak mau
minum, badan dingin, oliguria, suhu berkisar antara 29,5-35C, tak
banyak bergerak, edema, serta kemerahan pada tangan, kaki, dan
muka seolah-olah bayi dalam keadaan sehat; pengerasan jaringan

subkutis. Bayi seperti ini sering mengalami komplikasi infeksi,


hipoglikemia, dan perdarahan. Pengobatannya ialah dengan
memanaskan secara perlahan-lahan, antibiotik, pemberian larutan
glukosa 10%, dan kortikosteroid.

Patofisiologi
Sewaktu kulit bayi menjadi dingin, saraf afferen menyampaikan pada
sentral pengatur panas di hipothalamus. Saraf yang dari hipothalamus
sewaktu mencapaib ro wn fat memacu pelepasan noradrenalin lokal
sehingga trigliserida dioksidasi menjadi gliserol dan asam lemak. Blood
gliserol level meningkat, tetapi asam lemak secara lokal dikonsumsi untuk
menghasilkan panas. Daerah brown fat menjadi panas, kemudian
didistribusikan ke beberapa bagian tubuh melalui aliran darah. Ini
menunjukkan bahwa bayi akan memerlukan oksigen tambahan dan glukosa
untuk metabolisme yang digunakan untuk menjaga tubuh tetap
hangat.Methabolicthermogenesis yang efektif memerlukan integritas dari
sistem syaraf sentral, kecukupan darib r own fat, dan tersedianya glukosa
serta oksigen. Perubahan fisiologis akibat hipotermia yang terjadi pada
sistem syaraf pusat antara lain antara lain: depresi linier dari metabolisme
otak, amnesia, apatis, disartria, pertimbangan yang terganggu adaptasi yang
salah, EEG yang abnormal, depressi kesadaran yang progresif, dilatasi pupil,
dan halusinasi. Dalam keadaan berat dapat terjadi kehilangan autoregulasi
otak, aliran darah otak menurun, koma, refleks okuli yang hilang, dan
penurunan yang progressif dari aktivitas EEG.
Pada jantung dapat terjadi takikardi, kemudian bradikardi yang
progressif, kontriksi pembuluh darah, peningkatan cardiacout put, dan
tekanan darah. Selanjutnya, peningkatan aritmia atrium dan ventrikel,
perubahan EKG dan sistole yang memanjang; penurunan tekanan darah
yang progressif, denyut jantung, dan cardiacout put disritmia serta asistole.
Pada pernapasan dapat terjadi takipnea, bronkhorea, bronkhospasma,
hipoventilasi konsumsi oksigen yang menurun sampai 50%, kongesti paru
dan edema, konsumsi oksigen yang menurun sampai 75%, dan apnoe. Pada
ginjal dan sistem endokrin, dapat terjadicold diuresis, peningkatan
katekolamin, steroid adrenal, T3 dan T4 dan menggigil; peningkatan aliran
darah ginjal sampai 50%, autoregulasi ginjal yang intak, dan hilangnya
aktivitas insulin. Pada keadaan berat, dapat terjadi oliguri yang berat,
poikilotermia, dan penurunan metabolisma basal sampai 80%. Pada otot
syaraf, dapat terjadi penurunan tonus otot sebelum menggigil, termogenesis,
ataksia, hiporefleksia, dan rigiditi. Pada keadaan berat, dapat terjadi
arefleksia daerah perifer.

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis tergantung pada keparahan dan pengaruh suhu
terhadap tubuh. Transient respirasi distress bisa terlihat pada waktu di kamar
bersalin. Stern (1980) memperlihatkan adanya peningkatan risiko Kern
icterus pada bayi kecil yang preterm.
Jika hipotermia terus berlanjut, apnea, bradikardia, dan sianotik
sentralis bisa terjadi. Bayi hipotermia mula-mula dapat terlihat gelisah,
kemudian letargi. Perubahan lainnya yang bisa terjadi antara lain hipotonia,
nangis yang lemah, malas mengisap, distensia atau muntah. Umumnya, bayi
tidak menggigil akibat kedinginan, namun dapat jatuh pada hipotermia yang
lebih berat. Hipotermia kronik dapat menyebabkan berat badan yang
menurun. Pada kasus yang berat (< 28C), terlihat pasien pucat atau
sianosis, pupil mata dapat dilatasi, otot-otot kaku, dan denyut nadi bisa
rendah, 4-6 kali/menit
II.

Gangguan pernafasan
Akibat dari defisiensi surfaktan paru, toraks yang lunak dan otot
respirasi yang lemah sehingga mudah terjadi periodik apneu. Disamping itu
lemahnya reflek batuk, hisap, dan menelan dapat mengakibatkan resiko
terjadinya aspirasi.
III.

Imaturitas imunologis
Pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal melalui
plasenta selama trimester ketiga kehamilan karena pemindahan substansi
kekebalan dari ibu ke janin terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan.
Akibatnya, fagositosis dan pembentukan antibodi menjadi terganggu. Selain
itu kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan seperti bayi
cukup bulan sehingga bayi mudah menderita infeksi.
IV.

Masalah gastrointestinal dan nutrisi


Lemahnya reflek menghisap dan menelan, motilitas usus yang
menurun, lambatnya pengosongan lambung, absorbsi vitamin yang larut
dalam lemak berkurang, defisiensi enzim laktase pada jonjot usus,
menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh,
meningkatnya resiko NEC (Necrotizing Enterocolitis). Hal ini menyebabkan
nutrisi yang tidak adekuat dan penurunan berat badan bayi.
V.

Imaturitas hati
Adanya gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin menyebabkan
timbulnya hiperbilirubin, defisiensi vitamin K sehingga mudah terjadi
perdarahan. Kurangnya enzim glukoronil transferase sehingga konjugasi
bilirubin direk belum sempurna dan kadar albumin darah yang berperan
dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar berkurang.

VI.

Hipoglikemi
Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah
ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan
terhentinya pemberian glukosa. Bayi berat lahir rendah dapat
mempertahankan kadar gula darah selama 72 jam pertama dalam kadar 40
mg/dl. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi.
Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena stress
dingin akan direspon bayi dengan melepaskan noreepinefrin yang
menyebabkan vasokonstriksi paru. Efektifitas ventilasi paru menurun
sehingga kadar oksigen darah berkurang. Hal ini menghambat metabolisme
glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang berakibat pada
penghilangan glikogen lebih banyak sehingga terjadi hipoglikemi. Nutrisi
yang tak adekuat dapat menyebabkan pemasukan kalori yang rendah juga
dapat memicu timbulnya hipoglikemi.

Anda mungkin juga menyukai