Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS PENGARUH PSYCHOLOGICAL

CONTRACT DAN AFFECTIVE COMMITMENT


TERHADAP TURNOVER INTENTION DI PT. XYZ
Presty Pramasiwi
Binus University, Jakarta, Indonesia, presty.pramasiwi@gmail.com

Synthia Atas Sari, S.IP., M.Si. (Dosen Pembimbing)


Binus University, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
The increase of employee turnover in a company has become one of the major concern to its managers. One of
the major challenge for the company ia to retain its potential employees. This study was designed to examine
the effect of psychological contract and affective commitment on turnover intention and the effect of age on that
framework in PT. XYZ. Pearson Correlation and regression was used to test the hypothesis on 96 employees.
The result of this study revealed that psychological contract and affective commitment was significantly affect
turnover intentions for the total group of all PT. XYZ employees as well as the early adulthood age group of
employees.
Keywords: Psychological Contract, Affective Commitment, Turnover Intention, Early Adulthood

Peningkatan turnover karyawan dalam sebuah perusahaan telah menjadi salah satu perhatian utama para
manajernya. Salah satu tantangan utama bagi perusahaan adalah mempertahankan karyawan-karyawannya
yang potensial. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh psychological contract dan affective
commitment terhadap turnover intention serta mengetahui pengaruh usia dalam hubungan tersebut di PT. XYZ.
Korelasi Pearson dan regresi digunakam untuk menguji hipotesis penelitian terhadap 96 karyawan. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa psychological contract dan affective commitment berpengaruh signifikan
terhadap turnover intention kelompok karyawan PT. XYZ secara keseluruhan dan kelompok karyawan usia
dewasa awal.
Kata Kunci: Psychological Contract, Affective Commitment, Turnover Intention, Usia Dewasa Awal

PENDAHULUAN
Salah satu tantangan besar bagi departemen sumber daya manusia dalam organisasi di berbagai
industri adalah mempertahankan karyawan yang sangat terampil dan potensial agar tetap dalam organisasi.
Karyawan yang terampil dan potensial merupakan salah satu sumber daya yang berpeluang meningkatkan daya
saing perusahaan, maka karyawan yang memutuskan untuk memberhentikan keanggotaannya dalam perusahaan
menjadi kerugian bagi perusahaan. Turnover karyawan dipertimbangkan sebagai masalah serius bagi banyak
organisasi, karena itu para pelajar memandang fenomena ini sebagai masalah tetap organisasi (Ahmad & Omar,

2010). Turnover yang berlebihan berbahaya bagi perusahaan, dan hal tersebut juga mengurangi efisiensi dan
produktifitas organisasi (Joarder, Sharif & Ahmmed, 2011). Turnovver yang terjadi merugikan perusahaan dari
berbagai segi, termasuk biaya dan sumber daya. Dengan terjadinya turnover, secara tidak langsung perusahaan
perlu segera mencari karyawan baru, yang berarti perlu adanya alokasi biaya dan sumber daya untuk perekrutan
hingga mendapatkan tenaga kerja siap pakai (Novliandi, 2007). Bahkan dalam sejumlah kesempatan, turnover
mengancam kelangsungan hidup jangka panjang organisasi (Brereton, Beach, & Cliff, 2003. dikutip dalam
Joarder, Sharif & Ahmmed, 2011).
. Menurut Mobley (1986, dikutip dalam Novliandi, 2007), turnover karyawan adalah penghentian atau
pemutusan keanggotaan dengan organisasi oleh individu pegawai. Dengan kata lain, turnover adalah kepergian
permanen seorang pegawai dari organisasi sebagai hasil keputusan dari individu tersebut. Dari pernyataan
tersebut dapat dipahami bahwa turnover adalah wujud aktual dari kepergian pegawai dari peusahaan (Mobley,
1997, dikutip dalam Witasari, 2008). Hal tersebut adalah yang membedakannya dengan turnover intention.
Turnover intention menyiratkan niat seseorang untuk meninggalkan organisasi yang
mempekerjakannya, yang menunjukkan pelanggaran dalam hubungan kerja antara karyawan dan organisasi
(Cho dkk., 2009), sementara turnover merepresentasikan perilaku turnover yang sebenarnya, perpindahan
karyawan ke organisasi lain (Price, 1977 dikutip dalam Witasari, 2008). Bluedorn (1982, dikutip dalam Hemdi
& Rahim, 2011) menemukan bahwa turnover intention berhubungan erat dengan perilaku turnover aktual dalam
tiga belas dari total empat belas penelitian empirisnya, karena itu dapat disimpulkan bahwa turnover intention
merupakan faktor prediktor yang kuat untuk perilaku turnover aktual.
Salah satu cara memelihara SDM yang potensial dalam perusahaan adalah dengan membangun
hubungan kerja yang baik, agar meminimalisir faktor-faktor yang memicu perputaran (turnover) karyawan.
Meyer dan Allen menyatakan bahwa pembangunan dan pemeliharaan komiten bersama dalam hubungan kerja
merupakan indikator penting bagi perputaran karyawan (1997, dikutip dalam Hemdi & Rahim, 2011). Cara
dimana komitmen dibangun dalam hubungan kerja salah satunya adalah melalui pemenuhan kontrak psikologis
lewat perspektif pertukaran sosial (Coyle-Shapiro, Taylor, Shore, dan Tetrick, 2005).
Psychological contract merupakan serangkaian harapan mengenai apa yang individu akan berikan
untuk organisasi dan apa yang akan diberikan organisasi untuk individu sebagai gantinya (Griffin & Moorhead,
2010). Kurangnya pemenuhan aspek kontrak psikologis akan menyebabkan pelanggaran kontrak, dengan
perubahan sikap dan perilaku sebagai konsekuensi, serta dapat menyebabkan reaksi emosional yang kuat seperti
kemarahan, kebencian dan rasa ketidakadilan (Rousseau, 1989, dikutip dalam Hemdi & Rahim, 2011).
Sementara kondisi aspek-aspek kontrak psikologis yang terpenuhi, sangat berkaitan dengan komitmen dan
kepuasan karyawan yang lebih tinggi dan hubungan kerja yang lebih baik (Guest, 2004). Dari pernyataan
pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa karyawan yang berkomitmen akan lebih mungkin untuk tetap
dalam organisasi daripada karyawan yang tidak berkomitmen.
Komitmen organisasi didefinisikan sebagai ikatan psikologis individu dengan organisasi, yang dapat
ditunjukan oleh berbagai indikator, seperti memiliki loyalitas terhadap organisasi, internalisasi tujuan organisasi,
dan mendedikasikan diri pada tujuan organisasi (Crow, Lee & Joo, 2011). Satu jenis komitmen yang mengambil
peran paling dasar dari pembangunan hubungan kerja adalah komitmen afektif. Berdasarkan Meyer dan Allen
(1997, dikutip dalam Anvari, Amin & Seliman, 2010), affective commitment merujuk pada ikatan emosional
karyawan, identifikasi dan keterlibatan karyawan terhadap organisasi. Meyer dan Allen (1997, dikutip dalam
Baakile, 2011) menjelaskan bahwa karyawan dengan komitmen afektif tinggi memiliki ikatan emosional
terhadap organisasi yang tinggi, begitu pula dengan identifikasi organisasi dan keterlibatan mereka, dan maka
itu, mereka memiliki peluang kecil untuk meninggalkan organisasi.
PT. XYZ adalah sebuah perusahaan nasional yang bergerak di dalam industri perkapalan dengan inti
bisnis transportasi batu bara lewat laut yang telah berdiri sejak tahun 2004. PT. XYZ telah melakukan sejumlah
usaha untuk menciptakan lingkungan kerja senyaman mungkin dan timbal balik seseimbang mungkin, namun
rupanya belum cukup efektif untuk membangun hubungan kerja yang positif, seimbang, serta mampu membuat
karyawan berkomitmen untuk terus melanjutkan keanggotaan dalam perusahaan sehingga dapat meminimalisir

turnover karyawan. Hal ini dibuktikan oleh peningkatan jumlah karyawan yang keluar dari tahun 2011 ke tahun
2012. Berdasarkan data karyawan, ditemukan peningkatan tingkat turnover karyawan sebesar 6%. Disamping
itu, pada data exit questionnaire perusahaan juga ditemukan bahwa mayoritas karyawan keluar karena mendapat
pekerjaan dengan posisi yang lebih tinggi atau gaji yang lebih besar. Mengingat bahwa jenjang karir dan gaji
karyawan termasuk dalam aspek yang dijanjikan perusahaan dalam hubungan kontrak psikologis, dan bahwa
pemenuhan aspek yang dijanjikan dalam kontrak mempengaruhi sikap dan perilaku karyawan, maka kontrak
psikologis dinilai sesuai untuk diteliti sebagai salah satu variabel yang cocok untuk memprediksi turnover.
Berbagai penelitian sebelumnya telah dilakukan yang membuktikan adanya hubungan antara
psychological contract dan affective commitment terhadap turnover intention. Robinson and Rousseau (dalam
Hemdi & Rahim, 2011) melakukan penelitian yang dimana mereka menemukan bahwa pelanggaran kontrak
psikologis dapat mengakibatkan peningkatan turnover karyawan. Disamping itu, Carmeli dan Gefen (2005)
dalam penelitiannya mengemukakan bahwa komitmen afektif memiliki korelasi signifikan paling tinggi
terhadap niat menarik diri dari organisasi. Kedua hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontrak psikologis dan
komitmen afektif memiliki hubungan dengan turnover intention, maka itu peneliti melakukan penelitian ini
untuk membuktikan kebenaran model tersebut di perusahaan PT. XYZ. Karena itu, tujuan pertama kajian ini
dapat diketengahkan: untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari psychological contract dan affective
commitment terhadap turnover intention di PT. XYZ.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, penelitian ini akan mengukur kondisi psychological contract,
affective commitment dan turnover intention karyawan PT. XYZ secara keseluruhan serta dengan
pengelompokkan usia dewasa awal dan usia dewasa menengah. Pengelompokkan ini dilakukan berdasarkan
Sparrow (2000, dikutip dalam Hemdi & Abdul Rahim, 2011) yang menggolongkan tingkatan kedewasan
manusia dalam tiga kelompok usia. Pembagian tiga tingkatan untuk masa dewasa sebagai berikut: awal tingkat
dewasa (22-32 tahun) dijelaskan sebagai usia dimana membangun keluarga dan karir adalah tema utama,
pertengahan tingkat dewasa (33-44) lebih memperhatikan kehidupan keluarga dan pendidikan anak, lalu nilai
memiliki karir menurun, dan pentingnya kesenangan kerja, pengakuan sosial, keseimbangan antara otonomi dan
saling ketergantungan, serta aktualisasi diri semakin berkembang terjadi di tingkat dewasa akhir (45-65 tahun).
Untuk kategori usia dalam tingkat dewasa akhir tidak dimasukan dalam penelitian ini dikarenakan karyawan
yang berada dalam rentang usia tersebut tidak dapat didapatkan. Pengelompokan usia ini dilakukan karena dari
penelitian ini ingin dilihat apakah usia mempengaruhi hubungan ketiga variabel tersebut atau tidak, karena
berdasarkan Nemiroff and Colarusso (1990, dikutip dalam Hemdi & Rahim, 2011), keduanya menyarankan
bahwa selama masa dewasa, perspektif manusia berubah secara dinamis selagi usia mereka bertambah tua.
Penelitian yang berbeda (Gould, 1978; Levinson, 1978, dikutip dalam Hemdi & Rahim, 2011) juga menunjukan
bahwa perbedaan tingkatan dalam masa dewasa dapat dibedakan. Karena itu, tujuan kedua kajian ini dapat
diketengahkan: untuk mengetahui apakah usia dapat dijadikan faktor yang mempengaruhi hubungan antara
psychological contract dan affective commitment terhadap turnover intention di PT. XYZ.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Metode kuantitatif
merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism, digunakan untuk meneliti pada
polupase atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random,
pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data dengan tujuan untuk menguji hupotesis
yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2009). Metode penelitian kuantitatif digunakan dalam penelitian ini karena
peneliti ingin mengetahui bagaimana hasil uji hipotesis mengenai hubungan sebab akibat dari pengaruh
psychological contract dan affective commitment terhadap turnover intention, dan bagaimana faktor usia
mempengaruhi psychological contract, affective commitment dan turnover intention lewat sampel sejumlah
karyawan PT. XYZ.
Jenis penelitian ini bersifat asosiatif. Penelitian asosiatif bertujuan untuk menentukan apakah terdapat
hubungan antara dua variabel atau lebih, serta seberapa besar korelasi yang ada diantara variabel yang diteliti

(Kuncoro, 2003). Psychological contract, affective commitment dan turnover intention merupakan variabelvariabel yang akan diteliti. Kemudian ketiga variabel yang ingin diteliti tersebut dicari dan ditetapkan dimensi
serta indikatornya. Selanjutnya, penyebaran kuisioner ditetapkan sebagai metode penelitian yang digunakan.
Teknik sampling yang digunakan penelitian ini menggunakan simple random sampling. Sampel
penelitian ini adalah 95 karyawan PT. XYZ dengan perincian 70 orang karyawan berada dalam rentang usia
dewasa awal (22-33 tahun) dan 25 sisanya berada dalam rentang usia dewasa menengah (34-44 tahun).
Penentuan jumlah sampel tersebut dilakukan karena penelitian ini akan meneliti apakah perbedaan usia
mempengaruhi hubungan psychological contract dan affective commitment terhadap turnover intention dengan
melakukan pengelompokkan hasil kuisioner berdasarkan kelompok usia. Data kuisioner yang didapat dari
karyawan tersebut dikumpulkan satu kali pada waktu tertentu yakni cross-sectional (Sekaran, 2011). Berikutnya
dari data hasil penyebaran kuisioner yang bersifat ordinal ditransformasikan menjadi data interval dengan
menggunakan MSI (method of successive interval). Selanjutnya, dengan bantuan program SPSS versi 21.0
dilakukan beberapa pengujian data. Pengujian tersebut diantaranya uji validitas, untuk menguji setiap butir
kuesioner yang valid dan dapat digunakan dalam penelitian, uji reliabilitas, untuk mengetahui konsistensi dari
jawaban responden, dan yang terakhir, uji normalitas, untuk mengetahui sebaran data berdistribusi normal atau
tidak.
Setelah data terbukti terdistribusi normal, berikutnya dimulai proses pengujian hipotesis. Hipotesis
pertama, yaitu pengujian pengaruh psychological contract dan affective commitment terhadap turnover intention
dibuktikan memiliki hubungan dengan menggunakan uji korelasi Pearson, kemudian dilanjutkan dengan
pembuktian adanya pengaruh diantara ketiganya dengan menggunakan uji regresi. Hipotesis kedua, yaitu
pengujian antara psychological contract dan affective commitment terhadap turnover intention berdasarkan
perbandingan usia dewasa awal dan usia dewasa menengah dibuktikan memiliki hubungan dengan
menggunakan uji korelasi Pearson terhadap masing-masing data kelompok usia dewasa awal dan usia dewasa
menengah. Kemudian pada masing-masing data kelompok tersebut dilakukan pembukitan adanya pengaruh
antara ketiga variabel tersebut dengan uji regresi. Selanjutnya dibandingkan hasil dari uji regresi kedua
kelompok data tersebut.
Dengan dilakukannya penelitian ini, maka diharapkan dapat menjadi pertimbangan atau evaluasi untuk
perusahaan mengenai ekspektasi kerja generasi X dan generasi Y yang akan berhubungan langsung dengan
penentuan strategi rekrutmen yang efektif bagi perusahaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Setelah dilakukan uji validitas, reliabilitas, normalitas, analisis korelasi Pearson dan regresi sederhana
dengan menggunakan SPSS versi 21.0, maka diketahui hasil pengujian hipotesis pertama yaitu sebagai berikut:

Psychological
Contract (X1)

Hubungan
kuat

Pengaruh 20,5%

Affective
Commitment (X2)

Turnover
Intention (Y)

Hubungan
cukup kuat

Gambar 1. Bagan Hubungan dan Pengaruh Tiap Variabel

Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara psychological contract
(X1) dan affective commitment (X2) terhadap turnover intention (Y) ini mendukung penelitian Hemdi & Rahim
(2011) yang menemukan bahwa psychological contract secara signifikan dapat menjelaskan sejumlah besar
varians dalam turnover intention. Diantara dimensi psychological contract, ditemukan bahwa dimensi
Relational khususnya indikator dukungan kinerja dinamis memiliki nilai rata-rata paling tinggi. Kondisi
tersebut membuktikan bahwa karyawan PT. XYZ rata-rata merasa mendapat dukungan dari perusahaan untuk
mencapai tingkat kinerja mereka yang paling tinggi. Berdasarkan pernyataan salah satu staf HR PT. XYZ,
budaya can do attitude sering kali disinggung dalam interaksi sehari-hari antar karyawan di tempat kerja. Hal
ini menunjukkan keberhasilan pembentukan budaya can do attitude tersebut yang cukup baik oleh PT. XYZ.
Sedangkan untuk nilai rata-rata terendah terdapat pada dimensi Relational khususnya indikator Internal
Advancement. Hal ini dimungkinkan terjadi karena perihal mengenai promosi tidak tersampaikan secara
explisit saat di awal perekrutan atau wawancara, namun hanya tertulis pada buku peraturan karyawan. Hal ini
menunjukkan bahwa ada aspek kontrak psikologis yang kurang tersosialisasi dengan jelas dan membuat
karyawan merasa hal yang dijanjikan perusahaan pada mereka tidak dipenuhi. Berdasarkan Rousseau (1989,
dikutip dalam Hemdi & Rahim, 2011), kurangnya pemenuhan aspek kontrak psikologis akan menyebabkan
pelanggaran kontrak, dengan perubahan sikap dan perilaku sebagai konsekuensi, dan dapat menyebabkan reaksi
emosional yang kuat seperti kemarahan, kebencian dan rasa ketidakadilan. Hal ini berikutnya akan membuat
karyawan merasa tidak puas dan akhirnya muncul keinginan untuk keluar dari organisasi. Sesuai dengan hasil
penelitian Mobley (1997, dikutip dalam Witasari, 2008) mengutarakan proses keputusan penarikan diri
(withdrawal) yang menunjukkan bahwa thingking of quiting merupakan pemikiran logis berikutnya setelah
mengalami ketidakpuasan, yang menjadi langkah-langkah sebelum actual quiting. Maka terbukti bahwa jika ada
aspek dalam isi pertukaran kerja yang menurut persepsi karyawan tidak sesuai dengan yang dijanjikan
perusahaan, karyawan akan cenderung melakukan perilaku penarikan diri, termasuk mencari pekerjaan di luar
serta munculnya keinginan keluar dari organisasi.
Melihat dari segi komitmen afektif, diantara dimensi affective commitment, dimensi Loyalitas khususnya
indikator loyal memiliki nilai rata-rata paling tinggi. Keadaan tersebut menunjukkan bagaimana rata-rata
mayoritas karyawan PT. XYZ bersedia secara sukarela mengerahkan sumber daya yang mereka miliki untuk
kepentingan pekerjaan dan perusahaannya. Berdasarkan penuturan seorang staf HRD PT. XYZ, dikatakan
bahwa karyawan-karyawan perusahaan tersebut tidak keberatan menggunakan kendaraan pribadi dan
menggunakan keuangan pribadi untuk pergi meeting dengan klien. Begitu pun juga terdapat beberapa karyawan
yang dengan sukarela mengajukan lembur untuk menyelesaikan pekerjaan tanpa diminta atasan. Kesediaan
karyawan-karyawan PT. XYZ mengerahkan sumber daya miliknya untuk menyelesaikan pekerjaan ini
merefleksikan tingkat keterlibatan kerja yang cukup tinggi. Porter dan Smith (dikutip dalam Ping He, 2008)
mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan relative identifikasi dan keterlibatan individu dalam
bagian tertentu di organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu komponen komitmen organisasi karyawan
PT. XYZ cukup tinggi.
Sedangkan untuk nilai rata-rata terrendah pada dimensi Keterkaitan emosional khususnya indikator
Keterkaitan emosional. Hal ini mungkin terjadi karena nilai-nilai sosial yang menunjukkan identitas
perusahaan terkait hubungan dengan karyawan, pelanggan, pemasok dan rekan kerja tidak terdefinisi dengan
jelas, baik melalui tulisan pada website official perusahaan, laporan tahunan, dan poster, maupun melalui lisan
pada saat tatap muka dan pelatihan kerja dengan lebih baik atau kurangnya dukungan dan perhatian dari atasan.
Menurut staf HR PT. XYZ, sejauh wujud kepedulian perusahaan terhadap karyawan yang tertuang dalam visimisi dan strategi perusahaan di website official dan buku peraturan memang hanya seputar konsep pengelolaan
SDM secara praktek. Komitmen Afektif (Affective Commitment) menurut (Dunham dkk; Meyer dkk; Suliman
dan Iles, dalam Setiawan, 2011) yaitu keterikatan individu secara psikologis pada organisasi yang
mempekerjakannya melalui perasaan loyalitas. Kondisi rendahnya keterkaitan emosional karyawan PT. XYZ
menunjukkan tingkat loyalitas yang kurang.
Untuk hasil hipotesis kedua adalah ditemukan bahwa nilai Rsquare atau persentase sumbangan pengaruh
variabel independen (psychological contract) dan (affective commitment) terhadap variabel dependen (turnover
intention) dari kelompok karyawan usia dewasa awal lebih besar daripada karyawan usia dewasa menengah,
yaitu sebesar 28,9%. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan usia dewasa awal PT. XYZ lebih memperhatikan
pemenuhan kontrak psikologis dan identifikasi serta keterkaitan emosi (emotional attachment) terhadap
perusahaan. Hal ini mungkin terjadi karena para karyawan muda cenderung mencari hubungan kekeluargaan di
tempat kerja mereka. Hemdi & Rahim (2011) mendukung pernyataan tersebut lewat penelitiannya yang
mengatakan bahwa karyawan yang berada pada tahap kedewasaan awal, memiliki fokus lebih pada penemuan

keluarga dan pembangunan karir. Kedua hal tersebut merupakan aspek-aspek yang tidak tercantum secara
tertulis dan tersosialisasi secara formal pada pertukaran kewajiban dalam hubungan kerja dengan perusahaan.
Turnley & Feldman (1999, dikutip dalam Bal, 2009) juga mengatakan bahwa tidak jelas bagaimana orangorang muda berbeda dalam persepsi mereka tentang kewajiban perusahaan dibandingkan pekerja yang lebih tua.
Ditinjau dari segi komitmen, Mathieu and Zajac (1990, dikutip dalam Yew, 2007) mengatakan bahwa semakin
tua karyawan, alternatif peluang kerja menjadi semakin terbatas, sehingga pekerjaan mereka yang sekarang
menjadi lebih atraktif. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan karyawan dalam usia dewasa
menengah bukan hanya berdasarkan identifikasi dan keterkaitan emosi terhadap pekerjaan dan perusahaan, tapi
juga karena alternative peluang kerja yang semakin terbatas.
Ditemukan bahwa psychological contract dan affective commitment tidak memiliki pengaruh terhadap
turnover intention pada kelompok karyawan dalam rentang usia dewasa menengah, sehingga kesimpulan yang
dapat ditarik adalah usia dapat dijadikan faktor yang mempengaruhi hubungan antara psychological contract
dan affective commitment terhadap turnover intention karyawan di PT. XYZ. Hal tersebut menunjukkan bahwa
turnover intention karyawan pada usia dewasa awal sangat dipengaruhi oleh psychological contract dan
affective commitment. Kondisi tersebut mungkin disebabkan oleh sifat dari orang-orang dalam usia muda yang
memiliki kemampuan pengelolaan emosi yang kurang baik. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Lawton
(1992, dikutip dalam Ng & Feldman, 2009) yang menemukan bahwa orang-orang dengan usia dewasa
menengah dan akhir menunjukkan kemampuan mengatur emosi yang lebih besar dibanding orang-orang usia
dewasa awal. Begitu pula dengan Chapman and Hayslip (2006) menemukan bahwa orang-orang dalam usia
dewasa menengah dan akhir cenderung menggunakan optimisme sebagai strategi mengelola emosi mereka. Di
samping itu Chapman dan Hayslip (2006) juga menemukan bahwa orang-orang dalam usia dewasa menengah
dan akhir memiliki kecenderungan untuk memproses informasi emosi positif lebih dalam daripada informasi
emosi negatif. Hal tersebut menjelaskan bagaimana karyawan dalam kelompok usia dewasa menengah lebih
toleran terhadap aspek-aspek pertukaran kewajiban dalam hubungan kerja dengan perusahaan yang tidak
terpenuhi, sehingga pentuan sikap dan perilaku terhadap perusahaan cenderung tidak terpengaruh dengan
kontrak psikologis.
Karyawan usia dewasa awal cenderung memiliki keberanian dan kepercayaan diri lebih besar untuk
mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan. Dengan kata lain, mereka cenderung mudah berpikiran ingin
keluar dari organisasi karena banyak hal, tidak hanya berdasarkan pemenuhan kewajiban perusahaan atau
identifikasi dan keterkaitan emosi terhadap perusahaan. Hal ini didukung oleh pernyataan Gilmer (1961, dikutip
dalam Novliadi, 2007) yang berpendapat bahwa tingkat turnover yang cenderung lebih tinggi pada karyawan
berusia muda disebabkan karena mereka masih memiliki keinginan untuk mencoba-coba pekerjaan atau
organisasi serta ingin mendapatkan keyakinan diri lebih besar melalui cara coba-coba tersebut. Selain itu,
sejalan dengan hasil Kunzmann, Kupperbusch (2005) & Levenson serta Kunzmann & Richter, 2009 (dikutip
dalam Bal, 2012), bahwa karyawan dalam usia dewasa awal juga memiliki sensitifitas yang lebih tinggi
terhadap pelanggaran kontrak psikologis dibandingkan karyawan usia dewasa menengah dan akhir. Di samping
itu, meninjau dari segi komitmen, karyawan usia muda cenderung lebih dipengaruhi oleh gaji dan peluang
promosi (Russ & McNeilly, 1995, dikutip dalam Yew, 2007), sehingga mereka mementingkan aspek timbal
balik ekonomi dan peluang perkembangan karir dari tempat kerja.
Sementara bagi karyawan usia dewasa menengah cenderung sangat menghargai pertemanan dekat dengan
sesama rekan kerja mereka untuk mendapatkan dukungan emosional untuk mengatasi berbagai peristiwa
kehidupan yang merugikan (Schulz and Ewen, 1993, dikutip dalam Yew 2007), sehingga keanggotaan mereka
dalam organisasi lebih besar dipengaruhi oleh aspek sosial. Kondisi tersebut menjelaskan basis pembangunan
komitmen karyawan usia dewasa menengah yang lebih mengedepankan hubungan keanggotaan sehingga
cenderung lebih tidak ingin keluar dari perusahaan. Hal ini sejalan dengan pandangan Maslow (1970, dikutip
dalam Yew, 2007) bahwa karyawan usia pertengahan (middle-age) dikhususkan untuk pemenuhan kebutuhan
sosial sementara karyawan usia dewasa muda terobsesi dengan kebutuhan keamanan ekonomi. Hemdi & Rahim
(2011) dalam penelitian mereka ikut mendukung hal tersebut lewat penjelasan mereka yang mengatakan bahwa
pada tahap dewasa menengah (3344 tahun), kehidupan keluarga dan pendidikan anak menjadi hal yang lebih
diperhatikan, dan nilai memiliki karir semakin menurun, sementara pentingnya kesenangan kerja (work
pleasure), pengakuan sosial dan aktualisasi diri semakin tumbuh.

SIMPULAN DAN SARAN


Hasil dari penelitian ini adalah bahwa psychological contract dan affective commitment berpengaruh
terhadap turnover intention karyawan PT. XYZ secara keseluruhan dan bahwa usia dapat dijadikan faktor yang
mempengaruhi hubungan antara psychological contract dan affective commitment terhadap turnover intention
karyawan di PT. XYZ. Dengan memperhatikan analisa dan pembahasan sebelumnya, maka saran-saran yang

dapat diberikan pada PT. XYZ dengan melihat psychological contract karyawan PT. XYZ memiliki nilai paling
tinggi pada dukungan kinerja dinamis, dan paling rendah pada peluang promosi. Maka PT. XYZ perlu membuat
strategi yang dapat menunjang kondisi tersebut, seperti mempertahankan serta meningkatkan penanaman
budaya perusahaan can do attitude dalam diri karyawan dengan diimbangi dengan dukungan yang nyata dari
atasan / supervisor, supaya karyawan merasa semakin mendapat dukungan secara moral dari perusahaan untuk
meningkatkan kinerja mereka. Disamping itu perusahaan juga perlu melakukan survey mengenai pengembangan
karir yang diinginkan karyawan untuk memperjelas apa yang diharapkan karyawan dari perusahaan terkait
dengan peluang promosi, menjelaskan mengenai peluang pengembangan karir di saat rekrutmen untuk
memperjelas apa yang diberikan perusahaan pada karyawan terkait mengenai peluang promosi dan memastikan
pemenuhan hubungan pertukaran kewajiban mengenai pengembangan karir dengan memberikan promosi pada
karyawan yang memenuhi kriteria. Dengan begitu karyawan akan merasa perusahaan memenuhi kewajiban
yang dijanjikannya, berkaitan dengan promosi atau pengembangan karir.
Melihat dari segi affective commitment karyawan PT. XYZ memiliki nilai paling tinggi pada loyalitas, dan
paling rendah pada keterkaitan emosional. Untuk itu, PT. XYZ perlu membuat strategi yang dapat menunjang
kondisi tersebut, seperti mempertahankan dan meningkatkan loyalitas karyawan, yang dapat dilakukan dengan
mendorong pengembangan karyawan dengan memberikan pelatihan dan menyediakan peluang promosi untuk
mengembangkan karir karyawan. Dengan dua cara tersebut, perusahaan menunjukkan kepeduliannya bukan
hanya pada hasil kinerja karyawan, tapi juga pada perkembangan karyawan. Hal tersebut berikutnya akan
meningkatkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Selain itu, perusahaan juga perlu merumuskan nilai-nilai
sosial yang menunjukkan identitas perusahaan terkait hubungan dengan karyawan, pelanggan, pemasok dan
rekan kerja dan mencantumkannya dalam pernyataan visi, misi, strategi baik secara tertulis (contoh: di poster, di
laporan tahunan persahaan, buku peraturan, dan lainnya) maupun secara verbal (contoh: acara pelatihan,
kegiatan-kegiatan tradisi, rutin dan ritual perusahaan) serta mewujudkan nilai-nilai sosial tersebut dalam strategi
dan tindakan nyata perusahan. Dengan begitu, karyawan dapat mengidentifikasi nilai-nilai sosial yang menjadi
identitas perusahaan dan meningkatkan keterkaitan emosi lewat nilai-nilai tersebut dan tindakan nyata
perusahaan dalam mewujudkan nilai-nilai tersebut. c. Mengembangkan
kepemimpinan
partisipatif
atau
demokratis dalam perusahaan untuk membuat karyawan terlibat dalam pekerjaan pengambilan keputusan dan
terlibat secara mendalam pada pekerjaan mereka. Dengan begitu, akan tercipta bonding (ikatan hubungan) antar
anggota dalam grup / tim, mempererat hubungan dengan atasan dan sesama rekan kerja serta meningkatkan
keterlibatan karyawan dalam perusahaan.

REFERENSI
Aggarwal, U. & Bhargava, S. (2010) The Effects Of Equity Sensitivity, Job Stressors And Perceived
Organizational Support On Psychological Contract Breach. The Journal of Business
Perspective, Vol. 14, No. 1.
Anvari R., Amin S., Ismail W.K., Ahmad U., Seliman (2011). Mediating effects of affective
organizational commitment and psychological contract in the relationship between strategic
training practices and knowledge sharing. African Journal of Business Management. Vol. 5
No. 6.
Baakile, M. (2011). Comparative Analysis of Teachers Perception of Equity, Pay Satisfaction,
Affective Commitment and Intention to Turnover in Botswana. Journal of Management
Research. Vol. 3, No. 1.
Bal, Matthijs (2009). Age and Psychological Contract Breach in Relation to Work Outcomes. Thesis.
Psychology & Health. Dutch: Royal Dutch Academy of Arts and Sciences.
Carmeli, A., & Gefen, D. (2005). The relationship between work commitment models and employee
withdrawal intentions. Journal of Managerial Psychology, 20(2), 63-86.
Chapman, B. P., & Hayslip, B. (2006). Emotional intelligence in young and middle adulthood: Crosssectional analysis of latent structure and means. Psychology and Aging, 21, 411418.
Cho, S., Johanson, M. M., Guchait, P., (2009). Employees intent to leave: a comparison of
determinants of intent to leave versus intent to stay. International Journal of Hospitality
Management 28(3), 374381.

Coyle-Shapiro, J. M.-A., Taylor, M. S., Shore, L. M., & Tetrick, L. E. (2005). Commonalities and
conflicts between different perspectives of the employment relationship: Towards a unified
perspective. Dalam: J. A.-M. Coyle-Shapiro, L. M. Shore, M. S. Taylor & L. E. Tetrick (Eds),
The employment relationship: Examining psychological and contextual perspectives (pp.
119131). Oxford: Oxford University Press.
Crow, Matthew M., Lee, Chang-Bae & Joo, Jae-Jin. (2012). Organizational Justice and Organizational
Commitment amiing South Korean Police Officers: An Investigation of Job Satisfaction as a
mediator. An International Journal of Public Strategies & Management. Vol. 35 No. 2, 2012.
Dawley, D., Houghton J. D. & Bucklew N. S. (2010) Perceived Organizational Support and Turnover
Intention: The Mediating Effects of Personal Sacrifice and Job Fit. The Journal of Social
Psychology. 150(3).
Griffin, R. W. & Moorhead, G. (2010). Organizational Behavior: Managing People and Organizations.
Ninth Edition. South-Western College Publishing.
Guest, D. (2004). The Psychology of Employment Relationship: An Analysis Based on The
PSychological Contract. Applied Psychology: An International Review, 53(4), 541-555.
He, Ping. (2008). An Investigation of the Antecedents and Consequences of Affective Commitment in
a U.S. Hospitality Organization. Blacksburg, Virginia. Faculty of the Virginia Polytechnic
Institute, Doctor of Philosophy.
Hemdi M. A. & Rahim A. R. A. (2011). The Effect of Psychological Contract and Affective
Commitment on Turnover Intentions of Hotel Managers. International Journal of Business
and Social Science. 2(23).
Joarder, M. H. R., Sharif, M. Y., Ahmmed, K. (2011). Mediating Role of Affective Commitment in
HRM Practices and Turnover Intention Relationship: Study in a Developing Context.
Business and Economics Research Journal. Vol. 2, No. 4.
Kuncoro, Mudrajad. (2003). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomii, Bagaimana menulis tesis?
Surabaya: Erlangga.
Michael Armstrong. (2007). A Handbook of Employee Reward Management and Practice, 2nd edition.
London: Kogan Page Ltd.
Ng, Thomas & Feldman, Daniel (2009). Age, Work Experience, and The Psychological Contract.
Journal of Organizational Behavior. 10531075.
Novliandi, Ferry (2007). Intensi Turnover Karyawan Ditinjau Dari Budaya Perusahaan dan Kepuasan
Kerja. Skripsi S1. Universitas Sumatera Utara, Makasar.
Sekaran, Uma. Alih bahasa oleh Kwan Men, Y. (2011). Metodologi Penelitian Untuk Bisnis (edisi 4).
Jakarta: Salemba Empat.
Setiawan, Andi (2011). Analisis Pengaruh Affective Commitment, Continuance Commitment, dan
Normative Commitment Terhadap Kinerja. Skripsi S1. Semarang: Universitas Diponegoro.
Sugiyono, (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta.
Witasari, Lia (2008). Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional Terhadap
Turnover Intentions (Studi Empiris pada Novotel Semarang). Tesis S2. Manajemen,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Yew, Lew Tek (2007). Job Satisfaction And Affective Commitment: A Study Of Employee In The
Tourism Industry In Sarawak, Malaysia. Sunway Academic Journal 4. Curtin University of
Technology.

RIWAYAT PENULIS
Presty Pramasiwi lahir di Jakarta, 10 September 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina
Nusantara (Binus University), Jakarta dalam bidang Manajemen, program studi Bisnis dan Organisasi pada
tahun 2013.

Anda mungkin juga menyukai