LATAR BELAKANG
Pengendalian internal (internal control) merupakan salah satu konsep yang sangat
penting bagi bisnis profesional dalam segala level. Hal ini karena pengendalian
internal merupakan framework yang bertujuan memberikan jaminan yang layak
(reasonable assurance) kepada perusahaan dalam berbagai hal. Dalam sebuah
organisasi, manajemen perlu melakukan pengambilan keputusan stratejik untuk
membawa organisasi tersebut mencapai tujuan yang ingin dicapai. Kualitas
keputusan ini mempunyai korelasi dengan kualitas pengendalian internal yang
dimiliki.
Hong Kong Institute (2005) dalam Ionescu (2008) menekankan bahwa pengendalian
internal yang baik akan membantu manajemen dalam menyediakan jaminan
kelayakan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dengan pertimbangan
yang baik, sehingga akan memberikan kesuksesan dalam pencapaian tujuan.
Dalam pelaksanaannya, awalnya banyak kalangan menganggap implementasi
pengendalian internal hanya akan menambah cost perusahaan dan tidak
memberikan dampak yang signifikan untuk kemajuan perusahaan. Namun, dewasa
ini banyak perusahaan yang sudah menyadari pentingnya pengendalian internal
dalam mewujudkan tujuan perusahaan.
Sistem pengendalian internal merupakan komponen yang tak terpisahkan dalam
sistem manajemen risiko perusahaan, dan membantu untuk meyakinkan bahwa
perusahaan berjalan ke arah tujuan yang telah ditetapkan.
Adanya perubahan sikap dari perusahaan-perusahaan mengenai pentingnya
pengendalian internal tak lepas dari adanya risiko-risiko yang muncul akan
berpotensi menghalangi perusahaan dalam mencapai tujuan. Berkaitan dengan
risiko, pengendalian internal mempunyai peranan yang sangat penting dalam
manajemen risiko.
Pickett (2003) mengatakan bahwa ketika terdapat risiko-risiko dalam mencapai
tujuan perusahaan, yang berarti kegagalan merupakan kemungkinan yang sangat
kuat, pengendalian internal harus diletakkan pada tempat yang mampu
menunjukkan risiko-risiko tersebut.
Pickett (2003) juga menambahkan dengan adanya risiko-risiko yang mengancam
perusahaan, pengendalian internal yang buruk akan mengarahkan perusahaan
kepada kerugian, skandal, kegagalan, dan merusak reputasi perusahaan dalam
sektor apapun perusahaan tersebut beroperasi.
Dari pernyataan di atas menunjukkan bahwa pengendalian internal merupakan
instrumen yang mampu meminimalisir risiko-risiko perusahaan yang sangat
mungkin membawa perusahaan ke arah operasional yang tidak efektif dan tidak
efisien.
Hal tersebut yang menjadi alasan perusahaan-perusahaan menilai pengendalian
internal sangat penting.
3 Untuk mengetahui kualitas pengendalian internal, perlu dilakukan evaluasi.
Biasanya evaluasi ini dilakukan oleh auditor internal dalam perusahaan. Untuk
organisasi di bawah naungan pemerintah evaluasi dilakukan oleh BPKP maupun
Inspektorat. Kemudian, dalam mengevaluasi sistem pengendalian internal, tidak
bisa terlepas dari Commitee of Sponsoring Organization (COSO).
COSO merupakan sebuah voluntary private sector organization yang mempunyai
dedikasi untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan melalui etika bisnis,
pengendalian internal yang efektif, dan corporate governance.
Pada bulan September 1992 COSO merilis sebuah laporan yang berjudul Internal
Control Integrated Framework yang sampai saat ini dijadikan acuan oleh
perusahaan-perusahaan di seluruh dunia sebagai framework pengendalian internal
di perusahaannya. Framework yang dikeluarkan COSO tersebut memang sudah
mendapatkan kepercayaan dari perusahaan di seluruh dunia sebagai framework
yang efektif meningkatkan kinerja perusahaan.
Atas dasar itulah dalam penelitian ini, peneliti menggunakan COSO sebagai dasar
dalam melakukan evaluasi. Untuk menegaskan manfaat atas desain yang disusun
oleh COSO, Orenstein (1993) mengatakan bahwa COSO didesain sebagai pedoman
untuk membantu perusahaan mengenal dan memberikan pengawasan yang baik
atas pengawasan yang sudah ada dimana hal ini dapat mengurangi kemungkinan
adanya pengendalian yang kurang diperlukan, dan mengimplementasikan
pengendalian yang baik ketika pengendalian yang ada kurang cukup baik. Jika
tujuan-tujuan di atas dapat dicapai, maka perusahaan akan mendapatkan perbaikan
dalam efektifitas dan efisiensi.
4 Pickett (2003) menyatakan bahwa framework COSO merupakan model yang
sangat dinamis dan dapat mencakup semua aspek struktur dan proses dalam
perusahaan yang memerlukan pengendalian. Bagi board of director, akan sangat
sulit untuk melakukan evaluasi pengendalian internal ke semua bagian tanpa
adanya framework yang menjadi referensi menyeluruh pada tiap-tiap bagian.
Selain itu, framework COSO juga dapat diterapkan pada semua perusahaan.
Gramling dan Hermanson (2007) mengatakan bahwa COSO menyediakan perspektif
yang berguna untuk mencapai pengendalian internal yang efektif untuk perusahaan
kecil atau besar, baik pada sektor publik maupun sektor swasta, yang berorientasi
profit maupun not for profit.
II. PENERAPAN
Dalam kasus ini, saya mengambil sampel pada rumah sakit di Bantul yaitu Rumah
Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati yang berada di bawah Pemerintah
Kabupaten Bantul. Rumah sakit merupakan institusi publik yang mempunyai
tanggung jawab besar kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan kesehatan
yang terbaik. Saat penelitian ini ditulis, dunia kedokteran sedang mendapat sorotan
karena terdapat kasus yang muncul ke permukaan yang berhubungan dengan
standar pelayanan medis.
Kasus tersebut muncul di Manado di mana sebanyak 3 dokter dituntut ke meja
hijau, yaitu dr. Dewa Ayu Sasiary SpOG, dr. Hendry Simanjuntak SpOG dan dr. Hendi
Siagian SpOG karena dianggap melakukan tindakan malpraktik terhadap pasien
ketika melakukan proses persalinan pasien. Namun, menurut kalangan dokter,
ketiga dokter tersebut dinilai telah melakukan prosedur berdasarkan Standard
Operating Prosedure (SOP).
Banyak perdebatan yang muncul dalam penanganan perkara ini sehingga banyak
pihak yang pro maupun kontra dengan pendapat kalangan dokter tersebut. Isu ini
menunjukkan pentingnya pemahaman standar yang ada dalam institusi oleh semua
karyawan sehingga setiap tindakan yang dilakukan akan selalu berdasar pada
standar yang berlaku. Dalam kasus ini penting untuk melihat kejadian ini sebagai
bagian dari pengawasan pengendalian internal. Untuk memastikan pengendalian
berjalan baik, perlu dilakukan evaluasi atas pengendalian internal dalam institusi
tersebut.
Kasus yang terjadi di Manado tersebut menjadi cerminan bahwa masyarakat sudah
mulai kritis dengan pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Perkembangan
pelayanan publik semakin dituntut untuk selalu memberikan pelayanan yang
terbaik. Masyarakat modern sudah sangat cerdas untuk menilai suatu
permasalahan yang muncul dalam pelayanan yang diberikan. Tuntutan masyarakat
semakin tinggi sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, modernisasi, dan
globalisasi saat ini. Keadaan ini merupakan tantangan sekaligus beban yang tidak
ringan bagi pemerintah, baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,
termasuk rumah sakit.
Tanpa perkembangan yang bertumpu pada mutu, sebuah rumah sakit akan terusmenerus menurun kinerjanya dan akhirnya terpuruk. Untuk itulah institusi rumah
sakit perlu memiliki manajemen operasi yang baik yang dikendalikan dengan
pengendalian internal yang baik. Tanpa adanya pengendalian internal yang baik,
rumah sakit tidak akan mampu menjalankan operasinya dengan baik, sehingga
risiko kehilangan pelanggan sangat besar. Dasar dari pelayanan rumah sakit ada
pada Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yaitu rumah sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat. Dengan pengertian ini sangat penting bagi rumah sakit untuk
memastikan pelayanan yang diberikan sudah sesuai dengan standar karena
berhubungan dengan hajat hidup orang banyak. Hal tersebut dapat terjadi apabila
rumah sakit memiliki desain pengendalian internal yang bagus dalam menjalankan
aktivitasnya. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dijelaskan bahwa : Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintah
mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan
pemerintah secara menyeluruh. Sistem Pengendalian Intern ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah. Berdasarkan undang-undang tersebut, maka semua
institusi di lingkungan pemerintahan, baik pusat maupun daerah diwajibkan
menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern , tak terkecuali RSUD Panembahan
Senopati. 7 Kemudian, beberapa tahun kemudian muncul peraturan pemerintah
sebagaimana disebutkan oleh undang-undang di atas yang mengatur mengenai SPI,
yaitu Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP). Peraturan ini menjelaskan seluk-beluk SPIP yang diadopsi dari
sistem pengendalian intern yang telah diterapkan di negara-negara lain. Secara
umum SPIP ini mengacu pada COSO Internal Control Framework seperti yang
dijelaskan di atas. Hindriani, et al (2012) mengatakan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah diadopsi dari konsep internal control yang dikeluarkan oleh COSO (The
Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission) yang
berusaha meningkatkan kinerja dan tata kelola organisasinya menggunakan
Manajemen Risiko Terpadu (Enterprise Risk Management), Pengendalian Intern
(Internal Control) dan Pencegahan Kecurangan (Fraud Detterence). Dengan
berbagai studi literatur, peneliti menyimpulkan bahwa SPIP diadopsi dari COSO
Internal Control Framework. Untuk itu pada penelitian yang dilakukan, peneliti
memberikan asumsi bahwa SPIP adalah sama dengan COSO Internal Control
Framework. Kepatuhan manajemen terhadap COSO Internal Control Framework
berarti juga merupakan kepatuhan manajemen terhadap SPIP. Pelaksanaan SPIP di
lingkungan pemerintahan masih tergolong belum maksimal. Hal ini karena
pemberlakuan SPIP masih terbilang baru. SPIP dibentuk hanya karena peraturan
mengharuskan, namun belum diimbangi dengan sumber daya manusia yang