BAB III
PELAKSANAAN PRINSIP GADAI SYARIAH (RAHN) PADA PEGADAIAN
SYARIAH DI LHOKSEUMAWE
A. Struktur Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi, dan Operasionalisasi Pegadaian
Syariah (Rahn) dalam Pelaksanaannya.
Transaksi hukum gadai dalam Fiqh Islam disebut ar-Rahn. Ar-Rahn adalah
suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan utang.
Pengertian ar-Rahn dalam bahasa Arab adalah atstsubut wa ad-dawam, yang berarti
tetap dan kekal, seperti dalam kalimat maun rahin, yang berarti air yang tenang.
Hal itu, berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al-Muddatstsir (74) ayat (38)
yaitu : Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.74
Begitupun dengan pelaksanaan gadai syariah merupakan suatu upaya untuk
menampung keinginan masyarakat khususnya umat muslim yang menginginkan
transaksi kredit sesuai Syariat Islam. Dengan demikian Pegadaian Syariah memiliki
perbedaan mendasar dengan pegadaian konvensional dalam pengenaan biaya.
Pegadaian konvensional memungut biaya dalam bentuk bunga yang bersifat
akumulatif dan berlipat ganda, lain halnya dengan biaya di Pegadaian Syariah yang
tidak berbentuk bunga, tetapi berupa biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan
penaksiran. Biaya gadai syariah lebih kecil dan hanya sekali saja.
Keberadaan Pegadaian Syariah menurut Dahlan Siamat dimaksudkan untuk
melayani pasar dan masyarakat, yang secara kelembagaan dalam pengelolaan
74
52
53
75
54
hanya perum pegadaian yang menjawab tantangan ini, tetapi ada juga lembaga
lainnya. Dengan begitu, tidak ada pilihan lain bagi perum pegadaian bila ingin
eksis dalam bisnis ini harus mampu menjawab tuntutan pasar, terutama
tuntutan warga muslim. Oleh karena itu, dalam menyikapi hal ini, perum
pegadaian KCPS yang mengemban tugas pokok untuk melayani kegiatan
pemberian kredit kepada masyarakat luas atas dasar penerapan prinsip-prinsip
gadai yang dibenarkan oleh syariah Islam.
3. Fungsi
Pegadaian syariah dalam menjalankan tugas pokok tersebut, maka KCPS
berfungsi sebagai organisasi cabang perum pegadaian yang bertanggung
jawab mengelola usaha kredit gadai secara syariah agar mampu berkembang
menjadi institusi syariah yang mandiri dan menjadi pilihan utama warga
masyarakat yang membutuhkan pelayanan gadai secara syariah. Untuk itu,
masing-masing pimpinan di setiap jenjang organisasi menjalankan fungsi
sebagai berikut:77
1. Fungsi Manajer Kantor Cabang Pegadaian Syariah (KCPS)
a. KCPS adalah ujung tombak operasional yang secara langsung
memberikan layanan kepada warga masyarakat dalam transaksi gadai
secara syariah. Oleh karena itu, pimpinan KCPS menjalankan fungsi
sebagai pimpinan pelaksana teknis dari perusahaan yang berhadapan
77
55
pelaksanaan
fungsi
tersebut
di
atas,
manejer
CPS
56
57
sebagaimana yang difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. Oleh karena itu,
peran DPS itu sendiri, antara lain:
1. Penasihat dan pemberi saran kepada direksi dan pimpinan divisi usaha
gadai syariah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan syariah, dan
2. Sebagai
mediator
utama
perum
pegadaian
dan
DSN
dalam
58
79
59
yang
60
61
1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai
jaminan atas utang nasabah.
2. Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi
Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik
nasabah yang telah melakukan akad.
Rukun dari akad transaksi tersebut meliputi :
a. Orang yang berakad : 1) Yang berhutang (rahin) dan 2) Yang
berpiutang (murtahin).
b. Sighat (ijab qabul)
c. Harta yang diRahnkan (marhun)
d. Pinjaman (marhun bih)
Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian
Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad Rahn, nasabah
menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya
di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses
62
63
64
65
Pelaksanaan Prinsip
Lhokseumawe
Gadai
(Rahn)
Pada
Pegadaian
Syariah
Di
66
67
hukum itu sesuai dengan keingginan masyarakat, sehingga diterima atau ditolak oleh
masyarakat yang terkena pemberlakuan hukum tersebut.
Fakta sejarah telah menunjukkan, bahwa Islam mempunyai daya tarik yang
kuat, sehingga dalam waktu yang singkat hukum Islam dapat diterima oleh sebagian
umat manusia atas dasar keimanan, bukan karena paksaan. Hal demikian itu tiada lain
karena hukum Islam mempunyai asas dan prinsip yang mendorong manusia untuk
menggunakan akal pikirannya, dan untuk mengisi hidupnya dengan amalan-amalan
yang baik dan berguna, serta sejalan dengan fitrah manusia yang sehat.85
Dalam pelaksanaannya, adanya prinsip-prinsip yang menimbulkan hal-hal
sebagai berikut yang kemudian menjadi ciri dalam Hukum Islam yang diterapkan
dalam Pegadaian Syariah yaitu :
1. Pemilikan, oleh karena manusia itu berfungsi sebagai khalifah yang
berkewajiban untuk mengelola alam ini guna kepentingan umat manusia maka
ia berkewajiban mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya alam.
2. Atau dijadikan untuk suatu perusahaan swasta, atau ikut ambil bagian dari
modal yang ditawarkan untuk investasi. Bisa saja perusahaan memberi
keuntungan, bahkan mungkin kerugian.
3. Pelaksanaan perintah untuk berlomba-lomba berbuat baik. Ini dapat
dimengerti dalam dua hal. Pertama berbuat baik atau amal saleh, dan kedua
perbaikan mutu kualitas.
85
Muhammad Sallam Madkur, Al-Madkul Lil Fiqh Al-Islami, Cairo Dar an- Nahadh AlArabiyah, 1960, hal.12-13.
68
Cepat dan Praktis, karena tidak perlu membuka rekening ataupun prosedur
lain yang memberatkan. Konsumen cukup membawa barang-barang
berharga milik pribadi, saat itu juga konsumen akan mendapatkan dana
yang dibutuhkan dengan jangka waktu hingga 120 hari dan dapat dilunasi
sewaktu-waktu. Jika masa jatuh tempo tiba dan konsumen masih
memerlukan dana pinjaman tersebut, maka pinjaman dapat diperpanjang
86
69
Pegadaian Syariah Lhokseumawe, seperti yang diutarakan oleh Indah salah satu
nasabah pada Pegadaian Syariah Lhokseumawe menggungkapkan bahwa, ia
lebih tertarik datang pada Pegadaian Syariah daripada peminjaman alternatif
lain seperti bank, ia menjelaskan prosesnya tidak lama hanya 10 menit ia akan
selesai, bila kantor Pegadaian yang ia datangi belum banyak nasabah (rahin).88
Sehubungan dengan hal yang dibahas diatas tersebut, pada kantor
pegadaian syariah Lhokseumawe yang beroperasi sejak tahun 2003 yang telah
dikonversikan dari pegadaian konvensional menjadi pegadaian syariah yang
sistem operasinya di dukung oleh keinginan masyarakat Aceh untuk lebih
mensyariatkan sistem ekonomi yang lebih Islami. Dimana Nanggroe Aceh
Darussalam khususnya Lhokseumawe menerapkan syariat Islam, yang
merasakan kenyamanan dan merasa tidak berbuat dosa jika lebih memilih
87
70
kegiatan yang lebih disarankan oleh ajaran syariat Islam, sehingga akan
membawakan hasil yang halal dan mendapatkan keberkahan hasil dari Allah
SWT.
Sejalan dengan hal tersebut diatas apapun yang dilakukan harus sesuai
anjuran dalam syariat Islam, khususnya bagi yang umat Islam yang taat dan
yang takut akan berbuat dosa akan sangat hati-hati dalam memilih apapun itu,
baik mulai dari lembaga penyimpanan uang hinga lembaga peminjaman uang.
Hal tersebutlah yang mendorong minat masyarakat untuk memilih pegadaian
syariah sebagai jalan keluar yang menentramkan hati karena diketahui bahwa
pegadaian syariah menerapkan prinsip syariah yaitu prinsip rahn.
Dalam pelaksanaan khususnya Pegadaian Syariah Pada Kantor Cabang di
Lhokseumawe, Martius selaku Manager Usaha Rahn Pegadaian Syariah
Cabang Lhokseumawe mengungkapkan, bahwa pelaksanaan dari prinsip gadai
syariah (rahn) adalah tidak menggunakan sistem bunga, namun lebih
menggunakan biaya jasa, sebagai penerimaan dan labanya, yang dengan
pengenaan biaya jasa itu paling tidak dapat menutupi seluruh biaya yang
dikeluarkan dalam operasionalnya. Oleh karena itu, untuk menghindari adanya
unsur riba (bunga) dalam gadai syariah serta dalam usahanya pembentukan
laba, maka gadai syariah dalam pelaksanaannya menjalankan sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah, yaitu:
a.
Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan
71
Akad Ijarah yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi
Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik
nasabah yang telah melakukan akad.89
Dengan berjalannya hal tersebut diatas maka Hak dan kewajiban rahin dan
murtahin Dalam keadaan normal hak dari rahin setelah melaksanakan kewajibannya
adalah menerima uang pinjaman dalam jumlah yang sesuai dengan yang disepakati
dalam batas nilai jaminannya, sedangkan kewajiban rahin adalah menyerahkan
barang jaminan yang nilainya cukup untuk jumlah hutang yang dikehendaki.
Sebaliknya hak dari murtahin adalah menerima barang jaminan dengan nilai yang
aman untuk uang yang akan dipinjamkannya. Sedangkan kewajibanya adalah
menyerahkan uang pinjaman sesuai dengan yang disepakati bersama Setelah jatuh
tempo, rahin berhak menerima barang yang menjadi tanggungan hutangnya dan
berkewajiban membayar kembali hutangnya dengan sejumlah uang yang diterima
pada awal perjanjian hutang. Sebaliknya murtahin berhak menerima pembayaran
hutang sejumlah uang yang diberikan pada awal perjanjian hutang, sedangkan
89
72
90
73
BAB IV
PENYELESAIAN SENGKETA GADAI (RAHN) PADA PEGADAIAN
SYARIAH DI LHOKSEUMAWE
A. Keadaan Wanprestasi
Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam yang menjadi salah
satu faktor pendorong berkembangnya hukum Islam di Indonesia, khususnya yang
berkaitan dengan muammalah. Lembaga-lembaga ekonomi syariah tumbuh
berkembang mulai dari lembaga pegadaian syariah maupun lembaga keuangan
syariah non bank lainya. Perkembangan ini tentunya juga berdampak pada
perkembangan sengketa atau konflik dalam pelaksanaannya. Mengingat hal tersebut
diatas maka pembiayaan yang diberikan oleh murtahin (pihak yang menahan suatu
barang yang gadaikan (Pegadaian) mengandung resiko, maka pemberian pembiayaan
dilandasi kepercayaan, kesanggupan serta kemampuan, dan itikad baik dari rahin
(peminjam) untuk dapat melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
Dalam rangka memperoleh keyakinan tersebut, Pegadaian Syariah sebagai
Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun (barang) sampai
semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. marhun dan manfaatnya
tetap menjadi milik rahin. Akan tetapi pada kenyataannya harapan tersebut tidak
selamanya dapat terwujud mengingat pembayaran pembiyaan yang diberikan tetap
mengandung resiko dalam pelunasannya. Sebagaimana perikatan pada umumnya,
prestasi merupakan isi dari perikatan yang timbul dari perjanjian.
73
74
Dalam hal ini apabila rahin tidak mampu memenuhi prestasi sebagaimana
yang telah ditentukan dalam akad maka ia dikatakan wanprestasi (kelalaian). 91
Wanprestasi dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1234 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dapat terjadi karena, tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak dilakukan
semestinya, menjalankan hal yang dijanjikan tetapi terlambat melaksanakannya, atau
melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Sehingga
dapat dikatakan wanprestasi seorang rahin dapat berupa, sama sekali tidak memenuhi
prestasi, tidak tunai memenuhi prestasi, terlambat memenuhi prestasi, keliru
memenuhi prestasi.
Jika dihubungkan dengan pembiayaan macet, ada tiga macam perbuatan yang
digolongkan dengan wanprestasi, yaitu meliputi :
1. Rahin sama sekali tidak membayar angsuran pembiayaan.
2. Rahin membayar sebahagian angsuran pembayaran. Pembayaran angsuran
pembiayaan tidak dipersoalkan apakah rahin telah membayar sebahagian kecil
atau sebahagian besar angsuran tetap tergolong pembiayaanya sebagai
pembiayaan macet.
3. Rahin membayar lunas pembiayaan setelah jangka waktu yang diperjanjikan
berakhir. Hal ini termasuk rahin membayar lunas setelah perpanjangan jangka
waktu pembayaran yang telah disetujui murtahin dari awal saat akad.
91
Riduan Syarani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, PT. Alumni, tahun 2004,
Bandung, hal. 218.
75
76
secara resmi suatu pernyataan lalai, dengan cara memperingatkan pihak yang lalai
yaitu pihak rahin untuk melaksanakan kewajibannya. Untuk perjanjian pembiayaan
pada dasarnya keadaan wanprestasi dapat langsung terpenuhi meskipun tanpa
adannya peringatan lalai terlebih dahulu dari pihak murtahin (Pegadaian), mengingat
keadaan wanprestasi tersebut telah ternyata dengan lewatnya pemenuhan jatuh tempo
pembayaran marhunbih (hutang) yang telah ditentukan.
Pada umumnya wanprestasi yang dilakukan oleh rahin ialah rahin tidak
melaksanakan kewajiban pembayaran/pelunasan kewajiban sesuai tanggal jatuh
tempo dalam akad atau jadwal angsuran yang ditetapkan. Adapun yang menyebabkan
hal-hal tersebut terjadi diantaranya :
1.
Itikad tidak baik dari rahin, yang sengaja menunda atau tidak membayar
kewajiban pada waktunya, padahal ia memiliki kemampuan membayar pada saat
itu.
2.
92
77
Berdasarkan hal tersebut diatas, hal yang sering terjadi pada pegadaian syariah
cabang Lhokseumawe adalah disaat terakhir ketika menjelang barang (marhun)
dilelang, banyak rahin menginginkan kembali barangnya (marhun). Ditahap inilah
pihak pegadaian (murtahin) akan memperbaharui kembali cara akad perjanjian seperti
pada pertama kali atau rahin (peminjam) sekaligus membayar lunas sehingga barang
(marhun) belum masuk ketahap pelelangan. Bilapun telah masuk ketahap pelelangan
rahin (peminjam) akan mengusulkan agar barang (marhun) bisa kembali kepadanya,
akibat sengketa seperti ini sering muncul karena kelalaian seorang rahin (peminjam)
sehingga memicu sengketa antara pihak rahin dan murtahin.93
menggadakan
perdamaian
yang
menghalalkan
yang
haram
dan
93
78
SULH (Perdamaian)
Sulh adalah akad untuk menyelesaikan suatu masalah atau perselisihan
sehingga menjadi perdamaian. Umpamanya dalam bidang perbankan, Nasabah
(mengalami interpretasi) atau tidak mampu membayar angsuran (kewajiban),
maka pihak dan nasabah melakukan sulh tanpa menyelesaikan melalui jalur
hukum.95
Perdamaian dalam Islam sangat dianjurkan, sebab adanya perdamaian diantara
pihak yang bersengketa, maka akan terhindarlah kehancuran hubungan
silaturahmi diantara para pihak, dan sekaligus permusuhan diantara para pihak
akan diakhiri.
94
Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta, tahun
2000, hal. 15.
95
Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) dalam Fiqh Islam dan Praktek Di Bank Sistem
Syariah, Konsentrasi Hukum Islam, Program Pasca Sarjana Unirversitas Sumatera Utara Medan, tahun
2005, hal.146.
79
96
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, S.H., Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar
Grafika, hal. 27-28.
80
2.
IBRA
Ibra adalah melepaskan atau mengikhlaskan atau atau menghapuskan utang
seseorang oleh pemberi utang. Menurut Jumhur Ulama, Ibra diterima dalam
keadaan sebagai berikut :97
i. Apabila Ibra tersebut diberlakukan dalam masalah pengalihan utang.
ii. Apabila orang yang berutang meminta uangya digugurkan, lalu dikabulkan
oleh pemberi utang.
3.
Arbitrase
Arbitrase berasal dari kata arbitrare (latin) yang berarti kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Jadi arbitrase ini sebanarnya
merupakan lembaga peradilan oleh hakim partikulir/swasta.98
Beberapa pengertian arbitrase menurut sarjana dan peraturan perundangundangan di Indonesia, antara lain :99
a. R. Soebekti : arbitrase adalah suatu kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu
menurut kebijaksanaan, artinya penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh
seseorang atau beberapa orang arbiter atas dasar kebijaksanaannya dan para
pihak tunduk pada putusan yang diberikan oleh para arbiter yang mereka pilih
tersebut.
97
81
Sengketa menyebutkan
Arbitrase
adalah cara
100
Badan Arbitrase Syariah Nasional, Profil dan Prosedur Badan Arbitrase Syariah Nasional,
Cetakan III, tahun 2008, hal. 1.
101
Badan Arbitrase Syariah Nasional, Ibid, hal. 8-9.
82
satu dari kedua (golongan) berlaku aniaya terhadap yang lain, maka
perangilah orang yang aniaya sampai kembali kepada perintah Allah. Tapi
jika ia telah kembali, damaikanlah keduanya dengan adil, dan bertindaklah
benar. Sungguh Allah cintakan orang yang berlaku adil''.
- Surat An-Nisa ayat 35, yang artinya sebagai berikut : "Jika kamu khawatir
terjadi sengketa diantara keduanya (suami-isteri), maka kirimkan seorang
hakam dari keluarga laki-laki ssorang hakam dari keluarga perempuan. Jika
kedua hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan (perdamaian), niscaya
Allah akan memberikan taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".
b. Ijma'
Banyak riwayat menunjukkan bahwa para ulama dan sahabat Rasulullah
sepakat (Ijma) rnembenarkan penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase.
Misalnya diriwayatkan tatkala Umar bin Khattab hendak membeli seekor kuda.
Pada saat Umar menunggang kuda itu untuk uji coba, kaki kuda itu patah. Umar
hendak mengembalikan kuda itu kepada pemilik. Pemilik kuda itu menolak.
Umar berkata : baiklah tunjuklah seseorang yang kamu percayai untuk menjadi
hakam (arbiter) antara kita berdua. Pemilik kuda berkata : "Aku rela Abu Syureih
untuk menjadi hakam".
Maka dengan menyerahkan penyelesaian sengketa itu kepada Abu Syureih,
Abu syurieh (hakam) yang dipilih itu memutuskan bahwa umar harus mengambil
dan membayar harga kuda itu. Abu Syureih berkata kepada Umar bin Khattab :"
83
Ambillah apa yang kamu beli (dan bayar harganya), atau kembalikan kepada
pemilik apa yang telah kamu ambil seperti semula tanpa cacat. Umar menerima
baik putusan itu. Pada riwayat lain Umar bin Khattab bersengketa dengan Ubay
bin Kaab tentang sebidang tanah dan bersepakat menunjuk Zaid bin Tsabit
sebagai hakam. Thalhah pernah bersengketa dan menunjuk hakam Jubeir bin
Muth'im.
Di Indonesia, untuk penyelesaian sengketa-sengketa keperdataan selain
melalui lembaga peradilan resmi milik negara seperti pengadilan Negeri dan
Pengadilan Agama (untuk ekonomi syariah) dibenarkan juga secara hukum
penyelesaian sengketa melalui peradilan swasta/partikelir yakni melalui sistem
arbitrase sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor, 30 tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Pengadilan Negeri adalah suatu badan peradilan negara dengan kewenangan
menyelesaikan (memeriksa mengadili memutus) sengketa keperdataan umum dan
memeriksa/mengadili dan memutus perkara-perkara pidana. Sedangkan Pengadilan
Agama adalah salah satu pelaku kelarasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
yang beragama Islam mengenai perkara tertentu yang meliputi bidang perkawinan,
waris, wasiat, hibah" wakaf, zakat, infaq, sadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
84
badan
tersebut
menjadi
Badan
Arbitrase
Syari'ah
Nasional
102
103
85
berlaku syari'at Islam sedangkan Pengadilan Agama (sebagaimana UndangUndang No. 7 tahun 1989) tidak memiliki kompetensi memeriksa/memutus
sengketa keperdataan umum perbankan/ekonomi syariah.
b. Untuk menyelesaikan sengketa keperdataan baik perbankan maupun lainnya
agar
dapat
menggunakan
syari'at
Islam
maka
sepakatlah
bahwa
Apabila pihak yang kalah tidak secara sukarela melaksanakan isi putusan hal ini
berarti harus diajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Negeri setempat.
104
86
b.
Apabila isi putusan arbitrase kurang sempurna maka putusan akan sulit
dilaksanakan. Hal ini sangat terkait dengan sempurna tidaknya isi permohonan
(gugatan) beserta dukungan alat bukti yang diajukan oleh Pemohon.
c.
87
c. Putusan arbitrase harus sudah selesai paling lama 180 hari sejak
penunjukkan arbiter/arbiter majelis, sehingga akan lebih ekonomis.
d. Dalam sistem arbitrase pemeriksaan/penyelesaian perkaranya sangat
dimungkinkan ditangani oleh para arbiter yang memang ahli dalam bidang
yang disengketakan (baik arbiter tetap maupun mungkin dengan arbiter
tidak tetap). Sedangkan dalam persidangan, hakim majelisnya hanya ahli
hukum/syariah, meskipun para pihak dimungkinkankan mengajukan saksi
ahli. Tentunya kedudukan hakim ahli dengan saksi ahli akan sangat
berbeda dampaknya dalam kesempurnaan memberikan putusan selain
faktor penambahan biaya.
e. Putusan arbitrase (putusan BASYARNAS) bersifat final (putusan akhir)
dan mengikat. Hal ini sangat berbeda dengan putusan Pengadilan Negeri
dan Pengadilan Agama yang masih terbuka adanya upaya-upaya hukum
melalui banding, kasasi, bahkan dengan peninjauan kembali.
f. Putusan arbitrase mempunyai kekuatan eksekutorial, sehingga apabila
pihak yang kalah tidak melaksanakan isi putusan, maka pihak yang menang
hanya tinggal mohon eksekusi saja ke Pengadilan Negeri. Sedangkan
terhadap putusan Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama untuk memperoleh
putusan yang berkekuatan hukum tetap agar dapat dieksekusi masih harus
berproses melalui beberapa langkah-langkah upaya hukum.
Dengan diubahnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 menjadi UndangUndang Nomor 3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama merupakan satu prestasi
88
89
b). Masing-masing pihak yang bersengketa menunjuk seorang atau lebih yang
dianggap, mampu, jujur, idependen.
c). Bertindak sebagai mahkamah arbitrase.
d). Tugasnya sejak ditunjuk tidak dapat dicabut kembali (sampai selesai).
e). Berwenang penuh menyelesaikan sengketa dengan cara menjatuhkan putusan
yang putusannya bersifat final dan mengikat.105
suatu
sistem
penyelesaian
sengketa
keperdataan
atas
dasar
105
90
91
penyelesaian
sengketa
tersebut
sepakat
untuk
menyelesaikannya
melalui
BASYARNAS.108
Sehubungan dengan hal diatas, Indah nasabah (rahin)) mengunggkapkan
bahwa banyak kelonggaran waktu yang diberikan pihak pegadaian syariah dalam hal
nasabah (rahin) belum mampu membayar seluruh pinjaman, sehingga ia merasa
pegadaian menolongnya saat masa sulit keuangan, dan juga ia tidak khawatir barang
yang digadaikannya akan dilelang, karena pihak pegadaian syariah selalu
memperingati nasabah bila telah jatuh tempo walaupun rahin telah mengetahui dari
Surat Bukti Rahn.109
Sehingga bisa dikatakan bahwa Pegadaian Syariah Lhokseumawe telah
meminimalkan sengketa dengan cara memberikan sedikit pengunduran waktu dan
memusyawarahkannya kepada nasabah (rahin), sehingga tidak menimbulkan
sengketa.
108
Wawancara Wawancara dengan Martius, Manager Usaha Rahn Pegadaian Syariah Cabang
Lhokseumawe, tanggal 12 Juni 2012.
109
Wawancara dengan Nasabah Pegadaiaan, Indah, Lhokseumawe, Tanggal 19 Desember
2012.
92
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari penelitian tersebut diatas berdasarkan permasalahan yang ada, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
keuntungan
yang
sebesar-besarnya
tanpa
menghiraukan
92
93
A. Akad Rahn. Rahn adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan
untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini
Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.
B. Akad Ijarah yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi
Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik
nasabah yang telah melakukan akad.
3.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan beberapa hal sebagai
berikut:
1.
94
3.