Anda di halaman 1dari 43

52

BAB III
PELAKSANAAN PRINSIP GADAI SYARIAH (RAHN) PADA PEGADAIAN
SYARIAH DI LHOKSEUMAWE
A. Struktur Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi, dan Operasionalisasi Pegadaian
Syariah (Rahn) dalam Pelaksanaannya.
Transaksi hukum gadai dalam Fiqh Islam disebut ar-Rahn. Ar-Rahn adalah
suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan utang.
Pengertian ar-Rahn dalam bahasa Arab adalah atstsubut wa ad-dawam, yang berarti
tetap dan kekal, seperti dalam kalimat maun rahin, yang berarti air yang tenang.
Hal itu, berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al-Muddatstsir (74) ayat (38)
yaitu : Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.74
Begitupun dengan pelaksanaan gadai syariah merupakan suatu upaya untuk
menampung keinginan masyarakat khususnya umat muslim yang menginginkan
transaksi kredit sesuai Syariat Islam. Dengan demikian Pegadaian Syariah memiliki
perbedaan mendasar dengan pegadaian konvensional dalam pengenaan biaya.
Pegadaian konvensional memungut biaya dalam bentuk bunga yang bersifat
akumulatif dan berlipat ganda, lain halnya dengan biaya di Pegadaian Syariah yang
tidak berbentuk bunga, tetapi berupa biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan
penaksiran. Biaya gadai syariah lebih kecil dan hanya sekali saja.
Keberadaan Pegadaian Syariah menurut Dahlan Siamat dimaksudkan untuk
melayani pasar dan masyarakat, yang secara kelembagaan dalam pengelolaan

74

Loc,cit, Rahmat Syafei, dalam Huzaimah T. Yanggo, hal. 59.

52

Universitas Sumatera Utara

53

menerapkan manajemen modern, yaitu menawarkan kemudahan, kecepatan,


keamanan, dan etos hemat dalam penyaluran pinjaman. Karena itu, kalau pegadaian
Syariah mengusung moto Mengatasi Masalah Sesuai Syariah. 75
Sebuah organisasi memerlukan perangkat, sama seperti pegadaian syariah
juga memerlukan perangkat dan peralatan, perlengkapan untuk menunjang
pelaksanaannya kinerja sebuah perusahaan. Selain yang paling utama ialah tugas
pokok dan fungsi yang jelas bagi setiap staff untuk terwujudnya sasaran yang telah
ditetapkan ketika membuat Rancangan Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP),
Rancangan Jangka Panjang (RJP), dan Rancangan kerja tahunan.76
1. Stuktur
Kantor cabang pengadaian adalah sebuah lembaga pegadaian syariah yang
secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional.
Untuk mewujudkan tercapainya tugas dan fungsi, maka dibentuk struktur
kepemimpinan dari pusat hingga ke tingkat cabang.
2. Tugas pokok
Pegadaian syariah dibentuk sebagai unit bisnis yang mandiri dengan maksud
untuk menjawab tantangan kebutuhan masyarakat yang mengharapkan adanya
pelayanan pinjam-meminjam yang bebas dari unsur riba, maysir, dan gharar
yang diharamkan oleh syariat Islam. Dalam kenyataannya di lapangan, bukan

75

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Lembaga Fakultas Ekonomi Universitas


Indonesia, Jakarta, 2001, Edisi II, cet. 1, hal. 501-502
76
Http://Zumardi.Blogspot.Com/2009/12/Contoh-Skripsi.Html, Di Akses Pada Tanggal 23
September 2012.

Universitas Sumatera Utara

54

hanya perum pegadaian yang menjawab tantangan ini, tetapi ada juga lembaga
lainnya. Dengan begitu, tidak ada pilihan lain bagi perum pegadaian bila ingin
eksis dalam bisnis ini harus mampu menjawab tuntutan pasar, terutama
tuntutan warga muslim. Oleh karena itu, dalam menyikapi hal ini, perum
pegadaian KCPS yang mengemban tugas pokok untuk melayani kegiatan
pemberian kredit kepada masyarakat luas atas dasar penerapan prinsip-prinsip
gadai yang dibenarkan oleh syariah Islam.
3. Fungsi
Pegadaian syariah dalam menjalankan tugas pokok tersebut, maka KCPS
berfungsi sebagai organisasi cabang perum pegadaian yang bertanggung
jawab mengelola usaha kredit gadai secara syariah agar mampu berkembang
menjadi institusi syariah yang mandiri dan menjadi pilihan utama warga
masyarakat yang membutuhkan pelayanan gadai secara syariah. Untuk itu,
masing-masing pimpinan di setiap jenjang organisasi menjalankan fungsi
sebagai berikut:77
1. Fungsi Manajer Kantor Cabang Pegadaian Syariah (KCPS)
a. KCPS adalah ujung tombak operasional yang secara langsung
memberikan layanan kepada warga masyarakat dalam transaksi gadai
secara syariah. Oleh karena itu, pimpinan KCPS menjalankan fungsi
sebagai pimpinan pelaksana teknis dari perusahaan yang berhadapan

77

Ibbid, Http://Zumardi.Blogspot.Com/2009/12/Contoh-Skripsi.Html, Di Akses Pada Tanggal


23 September 2012.

Universitas Sumatera Utara

55

langsung dengan warga masyarakat. Secara organisatoris, manajer


KCPS ini bertanggung jawab langsung kepada pimpinan wilayah
(Pimwil), dengan dibantu oleh General Manager Divisi Unit Syariah
Pusat.
b. Dalam

pelaksanaan

fungsi

tersebut

di

atas,

manejer

CPS

merekomendasikan kegiatan pelayanan peminjaman uang dengan


menggunakan prinsip: gadai syariah (Rahn) dan sewa tempat (ijarah)
tempat untuk penyimpanan barang gadaian/jaminan (marhun).
c. Untuk membantu kelancaran tugas di KCPS, pimpinan cabang dibantu
oleh staff sesuai dengan perkembangan kebutuhan masing-masing
KCPS.
2. Fungsi Pimpinan Wilayah (Pimwil) dalam Pembinaan KCPS
Sebelum terbentuk intitusi pegadaian syariah yang benar-benar terpisah
dari perum pegadaian, maka Pimwil masih menjalankan fungsi sebagai
Pembina atas pengoperasian gadai syariah di lapangan. Dalam menjalankan
fungsi ini, para Pimwil bertanggung jawab yang dimulai dari merintis
pembukaan KCPS, pembinaan operasional sehari-hari dan penanganan
administrasi keuangan bagi selruh KCPS di wilayah operasionalnya.
3. Fungsi General Manager Divisi Usaha Gadai Syariah
General Manager Divisi Usaha Gadai Syariah pusat berfungsi sebagai
koordinator teknis pengelolaan KCPS sampai pembuatan laporan keuangan
KCPS konsolidasi se-indonesia. General Manager dimaksud, bertanggung

Universitas Sumatera Utara

56

jawab terhadap seluruh operasional KCPS agar tumbuh dan berkembang


sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam Rancangan Kerja dan
Anggaran Perusahaan (RKAP) dan Rancangan Jangka Panjang (RJP).
Dalam hal teknis membuat kebijakan serta petunjuk operasional yang wajib
ditaati oleh pimpinan KCPS.
4. Fungsi Direksi Dalam Pembinaan KCPS
Direksi sebgai penanggung jawab keberhasilan seluruh unit bisnis
perusahaan, baik inti maupun non inti, menjalankan fungsi sebagai penentu
kebijakan strategis sekaligus mengendalikan kegiatan bisnis agar mencapai
sasaran yang telah ditetapkan.
5. Peranan dewan Pengawas Syariah (DPS)
Untuk pengontrol pelaksanaan organisasi dan usaha, agar tetap sesuai
dengan prinsip syariah maka pelaksanaan gadai syariah pada KCPS
diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertindak sebagai
partner dari unit Divisi Syariah Perum Pegadaian.
DPS adalah badan pengawas independen yang ditempatkan oleh Dewan
Syariah Nasional (DSN) pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang terdiri
dari pakar di bidang syariah, muammalah, dan memiliki pengetahuan umum
di bidang perbankan dan keuangan. Tugas pokok DPS adalah mengawasi
operasional layanan syariah yang berhubungan dengan prisip-prinsip syariah,

Universitas Sumatera Utara

57

sebagaimana yang difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. Oleh karena itu,
peran DPS itu sendiri, antara lain:
1. Penasihat dan pemberi saran kepada direksi dan pimpinan divisi usaha
gadai syariah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan syariah, dan
2. Sebagai

mediator

utama

perum

pegadaian

dan

DSN

dalam

mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan praktik gadai syariah


(Rahn) yang diawasinya kepada DSN, sekurang-kurangnya setahun sekali.
Sejarah telah mencatat peran ulama yang begitu besar dalam pembangunan
karakter (nation building) bangsa Indonesia, sudah sejak lama, ulama menjadi
penggerak dan motivator dalam setiap perubahan dalam masyarakat. Kualitas
keilmuan para ulama telah mendorong mereka untuk aktif membimbing
masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Ekonomi berbasis syariah ini sudah dimulai sejak Islam berdiri diatas
landasan al-quran dan hadist dibawah pimpinan ekonom bijak yaitu Nabi
Muhammad SAW. Setelah wafatnya perkembangan ekonomi Islam dibagi
menjadi tiga fase :78
Pertama, tahap dasar pada 450 Hijriah. Pada fase ini muncul ekonomekonom Islam seperti Abu Yusuf (182 H/798 M) dengan kitab Al- Kharaj
yang banyak membahas mengenai keuangan publik (plubic finance) dan
akuntansi syariah. Kemudian Muhammad bin al-hasan (189 H/ 804 M)
menelurkan Kitab Al-Iktisab Fii Al-Rizqi Al-Mustahab (tentang bagaimana
78

Ibbid, Abdul Ghofur Anshori, hal. 168.

Universitas Sumatera Utara

58

mendapatkan penghasilan hidup yang bersih) dengan cara sewa-menyewa,


perdagangan, pertanian dan industri dan kitab Al-Ashl yang membahas
mengenai jual-beli salam, kemitraan, bagi hasil (mudharabah). Abu ubaid
dengan kitabnya Al-Amwal yang menjelaskan tentang materi zakat, khums,
dan fayie yang merupakan intervensi pemerintah atas keinginan masyarakat
yang berlebihan. Mawardi dengan kitabnya Al-Hakam Al-Sulthoniyyah dan
Al-Din Wad-Dunya yang membahas mengenai penerimaan negara dan prilaku
individu sebagai produsen maupun konsumen.79
Fase kedua, berkembang dengan lahirnya ekonom kenamaan yaitu alghazali (451-505 H/1055-111 M) dengan kitabnya Ihya Ulum Al-Din, Ushul
Al-Fiqh, Al-Musytasyfa, Mizan Al-Amal, dan Al-Tibr Al-Masbuk Fii Nasihat
Al-Mulk. Dalam kitabnya ia menjelaskan tentang korupsi, evolusi uang, riba
dan penimbunan barang. Sedangkan Ibn Taimiyah (661-728 H/1263-1328 M)
dalam kitabnya Al-Fatwa, Al-Hisbah dijelaskan mengenai konsep harga yang
fair dan adil sesuai landasan moral masyarakat. Lalu Ibn Kholdun (732-808
H/1332-1404 M) dalam bukunya muqoddimah membahas tentang politik,
sosial ekonomi Islam hingga perdagangan luar negeri.
Fase ketiga, lahirlah Shah Waliyullah (1114-1176 H/1703-1762 M) dengan
kitabnya Hujjatullah Al-Baligho yang menjelaskan tentang rasionalisasi
pendapatan dan hingga dewasa ini muncul pakar ekonomi syariah seperti

79

http://mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=55:tentang-dewan syariahnasional&catid=39:dewan-syariah-nasional&itemid=58, diakses pada tanggal 27 juli 2012.

Universitas Sumatera Utara

59

Umar Chapra, Nejatullah Sadiqqi dan lainnya. Di Indonesia seperti Syafii


Antonio, Dawan Raharjo dan para ekonom muslim lainnya. Menurut Prof.Dr.
Muhammad Abdullah Al-Arabi bahwa ekonomi Islam yang berbasis syariah
memiliki keistimewaan berupa fleksibitas, dimana satu sisi bersifat tetap
(prinsip), namun pada sisi lain dapat berubah-ubah (teknis) keduanya
merupakan bagian dari sistem yang menyeluruh (kaffah), merealisasikan
keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.80
Sebagai salah satu lembaga keuangan yang baru di masyarakat, keberadaan
pegadaian syariah perlu disosialisasikan secara luas kepada masyarakat.
Sebagaiman kita ketahui bersama bahwa lembaga pegadaian

yang

menyelenggarakan transaksi gadai telah berdiri sejak lama di indonesia,


bahkan sejak zaman penjajahan dulu, sedangkan lembaga pegadaian yang
menganut prinsip syariah mutlak diperlukan. Dalam mensosialisasikan
keberadaan pegadaian syariah kepada masyarakat, setidaknya terdapat empat
peran penting ulama sebagai Dewan Pengawas Syariah sebagai berikut :81
Pertama, menjelaskan kepada masyarakat bahwa pegadaian syariah pada
dasarnya adalah penerapan fiqih rahn. Sejak zaman dulu banyak literatur dan
kitab-kitab fiqh klasik dan kontemporer banyak dijelaskan mengenai rahn, dan
menegaskan tidak ada bunga dalam transaksinya dan sistem bunga
dikonversikan menjadi ijarah.
80

Ibbid,http://mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=55:tentang-dewansyariah-nasional&catid=39:dewan-syariah-nasional&Itemid=58, diakses pada tanggal 27 juli 2012.


81
Ibbid, Abdul Ghofur Anshori, hal. 170.

Universitas Sumatera Utara

60

Kedua, dengan terwadahinya ulama dalam Dewan Syariah Nasional,


ulama dapat mengeluarkan fatwa-fatwanya guna pengembangan produk,
perluasan jenis transaksi yang bisa dilakukan oleh pegadaian syariah, dan halhal operasional lainnya. Hal ini sangat penting, karena selama pegadaian
syariah hanya boleh bergerak dalam menjalankan usahanya sesuai dengan
patokan yang diberikan oleh dewan syariah nasional.
4.

Operasionalisasi Pegadaian Syariah


Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian
konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional, Pegadaian Syariah juga
menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak. Prosedur untuk
memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya
menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang
pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama. Begitupun
untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang
dan Surat Bukti Rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat.
Di samping beberapa kemiripan dari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek
landasan konsep; teknik transaksi; dan pendanaan, Pegadaian Syariah memilki
ciri tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian
konvensional. Lebih jauh tentang ketiga aspek tersebut, dipaparkan dalam
uraian berikut, adapun yang menjadi teknik dalam transaksi sebagai: Sesuai
dengan landasan konsep di atas, pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di
atas dua akad transaksi Syariah yaitu.

Universitas Sumatera Utara

61

1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai
jaminan atas utang nasabah.
2. Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi
Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik
nasabah yang telah melakukan akad.
Rukun dari akad transaksi tersebut meliputi :
a. Orang yang berakad : 1) Yang berhutang (rahin) dan 2) Yang
berpiutang (murtahin).
b. Sighat (ijab qabul)
c. Harta yang diRahnkan (marhun)
d. Pinjaman (marhun bih)
Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian
Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad Rahn, nasabah
menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya
di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses

Universitas Sumatera Utara

62

penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat


penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya.
Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian Syariah mengenakan biaya sewa
kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian
Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut
bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang
pinjaman. Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya
sebagai cara untuk menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di
Pegadaian. Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut
meliputi:82
1. Akad, Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin
mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
2. Marhun Bih (Pinjaman) Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan
kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut.
Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.
3. Marhun (barang yang di rahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang
dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya milik sah penuh dari rahin,
tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun
manfaatnya.
4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta
jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
82

Http://Adnilvol.Blogspot.Com/, Di Akses pada Tanggal 8 Mei 2012.

Universitas Sumatera Utara

63

5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,biaya


penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.
Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat
hanya cukup menyerahkan harta geraknya (emas, berlian, kendaraan, dan lainlain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf
Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan
dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan)
dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan
berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum
Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90%
dari nilai taksiran barang. Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian Syariah dan
nasabah melakukan akad dengan kesepakatan :83
1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama
maksimum empat bulan .
2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 90,- (sembilan puluh
rupiah) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar
bersamaan pada saat melunasi pinjaman.
3. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada
saat pencairan uang pinjaman.
Nasabah dalam hal ini pada pegadaian syariah diberikan kelonggaran untuk
melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka
83

Ibbid, Http://Adnilvol.Blogspot.Com/, Di Akses pada Tanggal 8 Mei 2012.

Universitas Sumatera Utara

64

waktu empat bulan, mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih


dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi, atau hanya
membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo
nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.
Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa
simpan, maka Pegadaian Syariah melakukan eksekusi barang jaminan dengan
cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan
dan pajak merupakan uang kelebihan menjadi hak nasabah. Nasabah diberi
kesempatan selama satu tahun untuk mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam
satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah
akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.
Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja,
pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber
yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan
Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah,
murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber dapat
dipertanggungjawabkan. Pegadaian juga melakukan kerjasama dengan lembaga
keuangan syariah lain untuk memback up (menyokong) modal kerja. 84
Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik
transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional,
yaitu:
84

Ibbid, Http://Adnilvol.Blogspot.Com/, Di Akses pada Tanggal 8 Mei 2012.

Universitas Sumatera Utara

65

1. Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang


disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.
2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian ; hutang
piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum
konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir,
sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang
jaminan atau dengan kata lain melakukan sesuai KUHPerdata yaitu
menggunakan sistem jaminan fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah
yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk
membenarkan penarikan bea jasa simpan.
B.

Pelaksanaan Prinsip
Lhokseumawe

Gadai

(Rahn)

Pada

Pegadaian

Syariah

Di

Begitu banyak jalan pintas untuk mendapatkan pinjaman, semua menawarkan


hasil yang cepat tapi dari segi kehalalanya diragukan. Semua itu adalah pilihan,
apakah kita menginginkan yang hasil berkah atau hasil dari yang tidak baik, yang
hasil tersebut hanya sesaat saja bisa musnah karena tidak diberkahi oleh Allah SWT.
Keadaan setiap orang berbeda, ada yang kaya dan ada yang miskin, padahal
harta sangat dicintai setiap jiwa. Lalu, terkadang di suatu waktu, seseorang sangat
membutuhkan uang untuk menutupi kebutuhan-kebutuhannya yang mendesak.
Namun dalam keadaan itu, dia pun tidak mendapatkan orang yang bersedekah
kepadanya atau yang meminjamkan uang kapadanya, juga tidak ada penjamin yang
menjaminnya.

Universitas Sumatera Utara

66

Hingga ia mendatangi orang lain untuk membeli barang yang dibutuhkannya


dengan cara berutang, sebagaimana yang disepakati kedua belah pihak. Bisa jadi
pula, dia meminjam darinya, dengan ketentuan, dia memberikan barang gadai sebagai
jaminan yang disimpan pada pihak pemberi utang hingga ia melunasi utangnya. Oleh
karena itu, Allah mensyariatkan ar-rahn (gadai) untuk kemaslahatan orang yang
menggadaikan (rahin), pemberi utangan (murtahin), dan masyarakat.
Untuk rahin, mendapatkan keuntungan berupa dapat menutupi kebutuhannya.
Ini tentunya bisa menyelamatkannya dari krisis, menghilangkan kegundahan di
hatinya, serta terkadang ia bisa berdagang dengan modal tersebut, yang dengan itu
menjadi sebab ia menjadi kaya. Adapun murtahin (pihak pemberi utang), dia akan
menjadi tenang serta merasa aman atas haknya, dan dia pun mendapatkan keuntungan
syari. Bila ia berniat baik, maka dia mendapatkan pahala dari Allah.
Adapun kemaslahatan yang kembali kepada masyarakat, yaitu memperluas
interaksi perdagangan dan saling memberikan kecintaan dan kasih sayang di antara
manusia, karena ini termasuk tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa. Terdapat
manfaat yang menjadi solusi dalam krisis, memperkecil permusuhan, dan
melapangkan penguasa.
Setiap sistem hukum mempunyai asas dan prinsip yang menjadi dasar dan
tumpuan hukum itu. Dan dengan prinsip itu, dapatlah dikaji apakah suatu hukum itu
kuat atau atau lemah dasarnya, berat atau ringan pelaksanaanya, bisa tetap
dipertahankan atau tidaknya, dan apakah hukum itu sesuai atau tidaknya, dan apakah

Universitas Sumatera Utara

67

hukum itu sesuai dengan keingginan masyarakat, sehingga diterima atau ditolak oleh
masyarakat yang terkena pemberlakuan hukum tersebut.
Fakta sejarah telah menunjukkan, bahwa Islam mempunyai daya tarik yang
kuat, sehingga dalam waktu yang singkat hukum Islam dapat diterima oleh sebagian
umat manusia atas dasar keimanan, bukan karena paksaan. Hal demikian itu tiada lain
karena hukum Islam mempunyai asas dan prinsip yang mendorong manusia untuk
menggunakan akal pikirannya, dan untuk mengisi hidupnya dengan amalan-amalan
yang baik dan berguna, serta sejalan dengan fitrah manusia yang sehat.85
Dalam pelaksanaannya, adanya prinsip-prinsip yang menimbulkan hal-hal
sebagai berikut yang kemudian menjadi ciri dalam Hukum Islam yang diterapkan
dalam Pegadaian Syariah yaitu :
1. Pemilikan, oleh karena manusia itu berfungsi sebagai khalifah yang
berkewajiban untuk mengelola alam ini guna kepentingan umat manusia maka
ia berkewajiban mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya alam.
2. Atau dijadikan untuk suatu perusahaan swasta, atau ikut ambil bagian dari
modal yang ditawarkan untuk investasi. Bisa saja perusahaan memberi
keuntungan, bahkan mungkin kerugian.
3. Pelaksanaan perintah untuk berlomba-lomba berbuat baik. Ini dapat
dimengerti dalam dua hal. Pertama berbuat baik atau amal saleh, dan kedua
perbaikan mutu kualitas.

85

Muhammad Sallam Madkur, Al-Madkul Lil Fiqh Al-Islami, Cairo Dar an- Nahadh AlArabiyah, 1960, hal.12-13.

Universitas Sumatera Utara

68

4. Thaharah atau sesuci, kebersihan. Tidak hanya individu, tetapi juga


masyarakat, pemerintah, perusahaan diwajibkan menjaga kebersihan. Karena
setiap gerakan memerlukan, sebagai masukan, antara lain energi; maka
sewaktu ia bergerak ia mengeluarkan kotoran yang harus dibuang.
5. Produk barang dan jasa harus halal. Baik cara memperoleh input,
penggolahannya dan outputnya harus dapat dibuktikan halal.
6. Keseimbangan. Allah tidak menghendaki seseorang menghabiskan tenaga dan
waktunya untuk beribadah dalam arti sempit, akan tetapi juga mengusahakan
kehidupannya di dunia.86
Gadai (rahn) di Perum Pegadaian Syariah diimplementasikan dengan
adanya fasilitas Rahn, yaitu produk jasa gadai yang berlandaskan pada prinsipprinsip syariah, dimana nasabah hanya akan dipungut biaya administrasi dan
ijarah (biaya jasa simpan dan pemeliharaan barang jaminan). Pegadaian
Syariah menjawab kebutuhan transaksi gadai sesuai Syariah, untuk solusi
pendanaan yang sebagai berikut :
1.

Cepat dan Praktis, karena tidak perlu membuka rekening ataupun prosedur
lain yang memberatkan. Konsumen cukup membawa barang-barang
berharga milik pribadi, saat itu juga konsumen akan mendapatkan dana
yang dibutuhkan dengan jangka waktu hingga 120 hari dan dapat dilunasi
sewaktu-waktu. Jika masa jatuh tempo tiba dan konsumen masih
memerlukan dana pinjaman tersebut, maka pinjaman dapat diperpanjang

86

Ibid, Eko Suprayitno, hal.4.

Universitas Sumatera Utara

69

hanya dengan membayar sewa simpan dan pemeliharaan serta biaya


administrasi. Sedangkan,
2.

Menentramkan, karena sumber dana Pegadaian Syariah berasal dari sumber


yang sesuai dengan syariah, proses gadai berlandaskan prinsip syariah,
serta didukung oleh petugas-petugas dan outlet dengan nuansa Islami
sehingga lebih syar'i dan menentramkan.87
Mengenai hal dalam pelaksanaannya, nasabah (rahin) khususnya pada

Pegadaian Syariah Lhokseumawe, seperti yang diutarakan oleh Indah salah satu
nasabah pada Pegadaian Syariah Lhokseumawe menggungkapkan bahwa, ia
lebih tertarik datang pada Pegadaian Syariah daripada peminjaman alternatif
lain seperti bank, ia menjelaskan prosesnya tidak lama hanya 10 menit ia akan
selesai, bila kantor Pegadaian yang ia datangi belum banyak nasabah (rahin).88
Sehubungan dengan hal yang dibahas diatas tersebut, pada kantor
pegadaian syariah Lhokseumawe yang beroperasi sejak tahun 2003 yang telah
dikonversikan dari pegadaian konvensional menjadi pegadaian syariah yang
sistem operasinya di dukung oleh keinginan masyarakat Aceh untuk lebih
mensyariatkan sistem ekonomi yang lebih Islami. Dimana Nanggroe Aceh
Darussalam khususnya Lhokseumawe menerapkan syariat Islam, yang
merasakan kenyamanan dan merasa tidak berbuat dosa jika lebih memilih

87

Http://Www.Ekomarwanto.Com/2011/11/ Penerapan Teori dan Aplikasi Pegadaian. Html.


Diakses Tgl 19 Mai 2012.
88
Wawancara dengan Nasabah Pegadaiaan, Indah, Lhokseumawe, Tanggal 19 Desember
2012.

Universitas Sumatera Utara

70

kegiatan yang lebih disarankan oleh ajaran syariat Islam, sehingga akan
membawakan hasil yang halal dan mendapatkan keberkahan hasil dari Allah
SWT.
Sejalan dengan hal tersebut diatas apapun yang dilakukan harus sesuai
anjuran dalam syariat Islam, khususnya bagi yang umat Islam yang taat dan
yang takut akan berbuat dosa akan sangat hati-hati dalam memilih apapun itu,
baik mulai dari lembaga penyimpanan uang hinga lembaga peminjaman uang.
Hal tersebutlah yang mendorong minat masyarakat untuk memilih pegadaian
syariah sebagai jalan keluar yang menentramkan hati karena diketahui bahwa
pegadaian syariah menerapkan prinsip syariah yaitu prinsip rahn.
Dalam pelaksanaan khususnya Pegadaian Syariah Pada Kantor Cabang di
Lhokseumawe, Martius selaku Manager Usaha Rahn Pegadaian Syariah
Cabang Lhokseumawe mengungkapkan, bahwa pelaksanaan dari prinsip gadai
syariah (rahn) adalah tidak menggunakan sistem bunga, namun lebih
menggunakan biaya jasa, sebagai penerimaan dan labanya, yang dengan
pengenaan biaya jasa itu paling tidak dapat menutupi seluruh biaya yang
dikeluarkan dalam operasionalnya. Oleh karena itu, untuk menghindari adanya
unsur riba (bunga) dalam gadai syariah serta dalam usahanya pembentukan
laba, maka gadai syariah dalam pelaksanaannya menjalankan sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah, yaitu:
a.

Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan

Universitas Sumatera Utara

71

memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian


piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai
jaminan atas utang nasabah.
b.

Akad Ijarah yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi
Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik
nasabah yang telah melakukan akad.89

Dengan berjalannya hal tersebut diatas maka Hak dan kewajiban rahin dan
murtahin Dalam keadaan normal hak dari rahin setelah melaksanakan kewajibannya
adalah menerima uang pinjaman dalam jumlah yang sesuai dengan yang disepakati
dalam batas nilai jaminannya, sedangkan kewajiban rahin adalah menyerahkan
barang jaminan yang nilainya cukup untuk jumlah hutang yang dikehendaki.
Sebaliknya hak dari murtahin adalah menerima barang jaminan dengan nilai yang
aman untuk uang yang akan dipinjamkannya. Sedangkan kewajibanya adalah
menyerahkan uang pinjaman sesuai dengan yang disepakati bersama Setelah jatuh
tempo, rahin berhak menerima barang yang menjadi tanggungan hutangnya dan
berkewajiban membayar kembali hutangnya dengan sejumlah uang yang diterima
pada awal perjanjian hutang. Sebaliknya murtahin berhak menerima pembayaran
hutang sejumlah uang yang diberikan pada awal perjanjian hutang, sedangkan

89

Wawancara dengan Martius, Manager Usaha Rahn Pegadaian Syariah Cabang


Lhokseumawe, tanggal 12 Juni 2012.

Universitas Sumatera Utara

72

kewajibannya adalah menyerahkan barang yang menjadi tanggungan hutang rahin


secara utuh tanpa cacat.90
Diatas hak dan kewajiban tersebut diatas, kewajiban murtahin adalah
memelihara barang jaminan yang dipercayakan kepadanya sebagai barang amanah,
sedang haknya adalah menerima biaya pemeliharaan dari rahin. Sebaliknya rahin
berkewajiban membayar biaya pemeliharaan yang dikeluarkan murtahin, sedang
haknya adalah menerima barang yang menjadi tanggungan hutang dalam keadaan
utuh.
Dasar hukum siapa yang menanggah biaya pemeliharaan dapat dirujuk dari
pendapat yang didasarkan kepada hadist Nabi riwayat Al- Syafii dan Al-Darul quthni
dari Muswiyah bin Abdullah bin Jafar: Ia (pemilik barang gadai) berhak menikmati
hasilnya dan wajib memikul bebannya (beban pemeliharaannya). Dari tempat lain
terdapat penjelasan bahwa apabila barang jaminan itu diizinkan untuk diambil
manfaatnya selama digadaikan, maka pihak yang memanfaatkannya itu berkewajiban
membiayainya. Hal ini sesuai dengan hadist Rasullulah SAW: Dari Abu Hurairah,
berkata, sabda Rasullulah SAW: Punggung (binatang) apabila digadaikan, boleh
dinaiki asal dibiayai, dan susu yang diperah apabila digadaikan, boleh juga diminum
asal dibiayai, dan orang yang menaiki dan meminum itulah yang wajib
membiayai.(HR. Al-Bukhari).

90

Op.cit, Http://Www.Ekomarwanto.Com/2011/11/ Penerapan Teori dan Aplikasi Pegadaian.


Html. Diakses Tgl 19 Mai 2012.

Universitas Sumatera Utara

73

BAB IV
PENYELESAIAN SENGKETA GADAI (RAHN) PADA PEGADAIAN
SYARIAH DI LHOKSEUMAWE

A. Keadaan Wanprestasi
Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam yang menjadi salah
satu faktor pendorong berkembangnya hukum Islam di Indonesia, khususnya yang
berkaitan dengan muammalah. Lembaga-lembaga ekonomi syariah tumbuh
berkembang mulai dari lembaga pegadaian syariah maupun lembaga keuangan
syariah non bank lainya. Perkembangan ini tentunya juga berdampak pada
perkembangan sengketa atau konflik dalam pelaksanaannya. Mengingat hal tersebut
diatas maka pembiayaan yang diberikan oleh murtahin (pihak yang menahan suatu
barang yang gadaikan (Pegadaian) mengandung resiko, maka pemberian pembiayaan
dilandasi kepercayaan, kesanggupan serta kemampuan, dan itikad baik dari rahin
(peminjam) untuk dapat melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
Dalam rangka memperoleh keyakinan tersebut, Pegadaian Syariah sebagai
Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun (barang) sampai
semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. marhun dan manfaatnya
tetap menjadi milik rahin. Akan tetapi pada kenyataannya harapan tersebut tidak
selamanya dapat terwujud mengingat pembayaran pembiyaan yang diberikan tetap
mengandung resiko dalam pelunasannya. Sebagaimana perikatan pada umumnya,
prestasi merupakan isi dari perikatan yang timbul dari perjanjian.

73

Universitas Sumatera Utara

74

Dalam hal ini apabila rahin tidak mampu memenuhi prestasi sebagaimana
yang telah ditentukan dalam akad maka ia dikatakan wanprestasi (kelalaian). 91
Wanprestasi dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1234 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dapat terjadi karena, tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak dilakukan
semestinya, menjalankan hal yang dijanjikan tetapi terlambat melaksanakannya, atau
melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Sehingga
dapat dikatakan wanprestasi seorang rahin dapat berupa, sama sekali tidak memenuhi
prestasi, tidak tunai memenuhi prestasi, terlambat memenuhi prestasi, keliru
memenuhi prestasi.
Jika dihubungkan dengan pembiayaan macet, ada tiga macam perbuatan yang
digolongkan dengan wanprestasi, yaitu meliputi :
1. Rahin sama sekali tidak membayar angsuran pembiayaan.
2. Rahin membayar sebahagian angsuran pembayaran. Pembayaran angsuran
pembiayaan tidak dipersoalkan apakah rahin telah membayar sebahagian kecil
atau sebahagian besar angsuran tetap tergolong pembiayaanya sebagai
pembiayaan macet.
3. Rahin membayar lunas pembiayaan setelah jangka waktu yang diperjanjikan
berakhir. Hal ini termasuk rahin membayar lunas setelah perpanjangan jangka
waktu pembayaran yang telah disetujui murtahin dari awal saat akad.

91

Riduan Syarani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, PT. Alumni, tahun 2004,
Bandung, hal. 218.

Universitas Sumatera Utara

75

Pada dasarnya pelunasan pembayaran berlangsung secara bertahap (cicilan)


dalam jangka waktu yang telah ditentukan saat akad, sehingga sangat meringankan
rahin untuk melakukan pelunasan pembayaran dengan mengangsurkan. Tetapi dari
keringanan tersebut terdapat kesulitan pembayaran yang dapat juga disebabkan oleh
hal-hal yang berada diluar kemampuan rahin seperti kondisi perekonomian, adanya
perubahan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi usaha rahin, dan faktor-faktor
lainnya. Dalam hal yang terjadi demikian, murtahin (pegadaian) memberikan
kelonggaran untuk melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun
sebelum jangka waktu empat bulan, mengangsur uang pinjaman dengan membayar
terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi, atau
hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo rahin
belum mampu melunasi pinjaman uangnya. Jika rahin sudah tidak mampu melunasi
hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syariah melakukan
eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan
pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan menjadi hak
rahin.
B. Akibat Terjadinya Wanprestasi Pada Pegadaian Syariah Lhokseumawe
Wanprestasi adalah kelalalaian atau kealpaan salah satu pihak terhadap
kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian. Seorang rahin dikatakan
wanprestasi, apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhinya,
atau memenuhi tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan dalam akad. Secara
umum adanya kelalaian atau wanprestasi tersebut harus dinyatakan terlebih dahulu

Universitas Sumatera Utara

76

secara resmi suatu pernyataan lalai, dengan cara memperingatkan pihak yang lalai
yaitu pihak rahin untuk melaksanakan kewajibannya. Untuk perjanjian pembiayaan
pada dasarnya keadaan wanprestasi dapat langsung terpenuhi meskipun tanpa
adannya peringatan lalai terlebih dahulu dari pihak murtahin (Pegadaian), mengingat
keadaan wanprestasi tersebut telah ternyata dengan lewatnya pemenuhan jatuh tempo
pembayaran marhunbih (hutang) yang telah ditentukan.
Pada umumnya wanprestasi yang dilakukan oleh rahin ialah rahin tidak
melaksanakan kewajiban pembayaran/pelunasan kewajiban sesuai tanggal jatuh
tempo dalam akad atau jadwal angsuran yang ditetapkan. Adapun yang menyebabkan
hal-hal tersebut terjadi diantaranya :
1.

Itikad tidak baik dari rahin, yang sengaja menunda atau tidak membayar
kewajiban pada waktunya, padahal ia memiliki kemampuan membayar pada saat
itu.

2.

Kurangnya pemantauan secara aktif pihak murtahin (pegadaian) dalam


memantau kelancaran pembayaran rahin, termasuk didalamnya mengadakan
komunikasi yang baik melalui telepon maupun melakukan kunjungan langsung
ke rahin, walaupun pada faktanya rahin mengetahui dari surat bukti rahn (SBR)
bahwasanya marhunnya (barang jaminan) akan segera dilelang karena telah jatuh
tempo pembayaran.92

92

Wawancara dengan Martius, Manager Usaha Rahn Pegadaian Syariah Cabang


Lhoseumawe, tanggal 12 Juni 2012.

Universitas Sumatera Utara

77

Berdasarkan hal tersebut diatas, hal yang sering terjadi pada pegadaian syariah
cabang Lhokseumawe adalah disaat terakhir ketika menjelang barang (marhun)
dilelang, banyak rahin menginginkan kembali barangnya (marhun). Ditahap inilah
pihak pegadaian (murtahin) akan memperbaharui kembali cara akad perjanjian seperti
pada pertama kali atau rahin (peminjam) sekaligus membayar lunas sehingga barang
(marhun) belum masuk ketahap pelelangan. Bilapun telah masuk ketahap pelelangan
rahin (peminjam) akan mengusulkan agar barang (marhun) bisa kembali kepadanya,
akibat sengketa seperti ini sering muncul karena kelalaian seorang rahin (peminjam)
sehingga memicu sengketa antara pihak rahin dan murtahin.93

C. Penyelesaian Sengketa Gadai (Rahn) Pada Pegadaian Syariah Di


Lhokseumawe
Pegadaian Syariah harus sesuai dengan Syariah Islam, dimana dalam
memutuskan suatu penyelesaian sengketa harus dilatar-belakangi dari Al-Quran dan
As-Sunnah. Menurut Ahmad Rofiq, penyelesaian dengan cara berdamai, sesuai
dengan apa yang diungkapkan oleh Muhammad Salam Madkur, bahwa Bin Khattab
Ra menasehatkan agar diantara pihak yang mempunyai urusan dapat memilih cara
damai. Umar Ra berkata : boleh mengadakan perdamaian diantara kaum muslimin,
kecuali

menggadakan

perdamaian

yang

menghalalkan

yang

haram

dan

mengharamkan yang halal. Lebih tegas lagi umar memerintahkan :kembalikanlah


penyelesaian perkara diantara sanak saudara sehingga mereka dapat menggadakan

93

Wawancara dengan Martius, Manager Usaha Rahn Pegadaian Syariah Cabang


Lhoseumawe, tanggal 19 November 2012.

Universitas Sumatera Utara

78

perdamaian, karena sesungguhnya penyelesaian pengadilan itu menimbulkan


perasaan tidak enak.94
Begitu juga dalam fiqh Islam, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan
dalam perdamaian. Adapun dikemukakan beberapa alternatif penyelesaian sengketa
bagi para pihak yang menggadakan perjanjian, apabila terjadi suatu perselisihan,
yaitu :
1.

SULH (Perdamaian)
Sulh adalah akad untuk menyelesaikan suatu masalah atau perselisihan
sehingga menjadi perdamaian. Umpamanya dalam bidang perbankan, Nasabah
(mengalami interpretasi) atau tidak mampu membayar angsuran (kewajiban),
maka pihak dan nasabah melakukan sulh tanpa menyelesaikan melalui jalur
hukum.95
Perdamaian dalam Islam sangat dianjurkan, sebab adanya perdamaian diantara
pihak yang bersengketa, maka akan terhindarlah kehancuran hubungan
silaturahmi diantara para pihak, dan sekaligus permusuhan diantara para pihak
akan diakhiri.

94
Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta, tahun
2000, hal. 15.
95
Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) dalam Fiqh Islam dan Praktek Di Bank Sistem
Syariah, Konsentrasi Hukum Islam, Program Pasca Sarjana Unirversitas Sumatera Utara Medan, tahun
2005, hal.146.

Universitas Sumatera Utara

79

Adapun dasar hukum anjuran perdamaian diantara para pihak yang


bersengketa ini dapat dilihat dalam ketentuan Al-Quran, Sunnah dan Ijma,
yakni:96
a). Dalam Al-Quran, Surah Al-Hujurat ayat 9 menyatakan, yang artinya sebagai
berikut : Dan golongan orang beriman bertengkar, damaikanlah mereka. Tapi
jika salah satu dari kedua (golongan) berlaku aniaya terhadap yang lain, maka
perangilah orang yang aniaya, sampai kembali kepada perintah Allah. Tapi
jika ia telah kembali, damaikanlah keduannya dengan adil, dan bertindaklah
benar. Sungguh Allah cintakan orang yang berlaku adil.
b).Dari Abu Daud, At Tarmizi, Ibnu Majah, Al Hakim dan Ibnu Hibban
meriwayatkan dari Amar bin Auf, bahwa Rasullah SAW bersabda, yang
artinya berbunyi sebagai berikut : Perjanjian diantara orang-orang muslim
itu boleh, kecuali perjanjian yang menghalal yang atau mengharamkan yang
halal.
Dan Umar Ra (salah seorang Khulafarrasyiddin) di dalam suatu peristiwa
pernah mengunggkapkan : Tolaklah permusuhan hingga mereka berdamai,
karena pemutusan perkara melalui pengadilan akan mengembangkan
kedengkian diantara mereka (pihak yang bersengketa).
c). Ijma, para ahli hukum telah sepakat (Ijma) bahwa penyelesaian pertikaian
diantara para pihak yang bersengketa adalah disyariatkan dalam Agama Islam.

96

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, S.H., Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar
Grafika, hal. 27-28.

Universitas Sumatera Utara

80

2.

IBRA
Ibra adalah melepaskan atau mengikhlaskan atau atau menghapuskan utang
seseorang oleh pemberi utang. Menurut Jumhur Ulama, Ibra diterima dalam
keadaan sebagai berikut :97
i. Apabila Ibra tersebut diberlakukan dalam masalah pengalihan utang.
ii. Apabila orang yang berutang meminta uangya digugurkan, lalu dikabulkan
oleh pemberi utang.

3.

Arbitrase
Arbitrase berasal dari kata arbitrare (latin) yang berarti kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Jadi arbitrase ini sebanarnya
merupakan lembaga peradilan oleh hakim partikulir/swasta.98
Beberapa pengertian arbitrase menurut sarjana dan peraturan perundangundangan di Indonesia, antara lain :99
a. R. Soebekti : arbitrase adalah suatu kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu
menurut kebijaksanaan, artinya penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh
seseorang atau beberapa orang arbiter atas dasar kebijaksanaannya dan para
pihak tunduk pada putusan yang diberikan oleh para arbiter yang mereka pilih
tersebut.

97

Hasballah Thaib, Ibid, hal.147.


Hasballah Thaib, Op.cit., hal.149.
99
Syahputra-Prifatama & Associates Law Firm & Consulting, Training tentang Penyelesaian
Sengketa Bisnis Syariah bagi Karyawan Bank Muamalat, 2007, hal. 2.
98

Universitas Sumatera Utara

81

b. Abdulkadir Muhammad : Arbitrase adalah badan peradilan swasta di luar


lingkungan peradilan umum yang dikenal khusus dalam dunia perusahaan.
Penyelesaian di luar pengadilan negara yang merupakan kehendak bebas
yang dibuat secara tertulis oleh para pihak.
c. Pasal 1 ayat I Undang-undang Nomor. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian

Sengketa menyebutkan

Arbitrase

adalah cara

penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada


perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak.

Kaum Muslimin telah mengenai dan melaksanakan arbitrase (lembaga hakam)


sebagai pranata sosial semenjak awal kehadiran Islam. Arbitrase Syariah kini
diaktualisasikan dalam sebuah lembaga hakam yang bernama Badan Arbitrase
Syariah Nasional (BASYARNAS), didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI),
semula bernama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).100
Adapun dasar hukum anjuran diadakanya Arbitrase Syariah dalam
penyelesaian sengketa diantara para pihak yang bersengketa ini dapat dilihat dalam
ketentuan Al-Qur'an, Ijma', yakni :101
a. Dalam Al Qur'an yakni:
- Surat A1 Hujurat ayat 9, yang artinya sebagai berikut : " Dan jika dua
golongan orang beriman bertengkar, damaikanlah mereka. Tapi jika salah

100

Badan Arbitrase Syariah Nasional, Profil dan Prosedur Badan Arbitrase Syariah Nasional,
Cetakan III, tahun 2008, hal. 1.
101
Badan Arbitrase Syariah Nasional, Ibid, hal. 8-9.

Universitas Sumatera Utara

82

satu dari kedua (golongan) berlaku aniaya terhadap yang lain, maka
perangilah orang yang aniaya sampai kembali kepada perintah Allah. Tapi
jika ia telah kembali, damaikanlah keduanya dengan adil, dan bertindaklah
benar. Sungguh Allah cintakan orang yang berlaku adil''.
- Surat An-Nisa ayat 35, yang artinya sebagai berikut : "Jika kamu khawatir
terjadi sengketa diantara keduanya (suami-isteri), maka kirimkan seorang
hakam dari keluarga laki-laki ssorang hakam dari keluarga perempuan. Jika
kedua hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan (perdamaian), niscaya
Allah akan memberikan taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".
b. Ijma'
Banyak riwayat menunjukkan bahwa para ulama dan sahabat Rasulullah
sepakat (Ijma) rnembenarkan penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase.
Misalnya diriwayatkan tatkala Umar bin Khattab hendak membeli seekor kuda.
Pada saat Umar menunggang kuda itu untuk uji coba, kaki kuda itu patah. Umar
hendak mengembalikan kuda itu kepada pemilik. Pemilik kuda itu menolak.
Umar berkata : baiklah tunjuklah seseorang yang kamu percayai untuk menjadi
hakam (arbiter) antara kita berdua. Pemilik kuda berkata : "Aku rela Abu Syureih
untuk menjadi hakam".
Maka dengan menyerahkan penyelesaian sengketa itu kepada Abu Syureih,
Abu syurieh (hakam) yang dipilih itu memutuskan bahwa umar harus mengambil
dan membayar harga kuda itu. Abu Syureih berkata kepada Umar bin Khattab :"

Universitas Sumatera Utara

83

Ambillah apa yang kamu beli (dan bayar harganya), atau kembalikan kepada
pemilik apa yang telah kamu ambil seperti semula tanpa cacat. Umar menerima
baik putusan itu. Pada riwayat lain Umar bin Khattab bersengketa dengan Ubay
bin Kaab tentang sebidang tanah dan bersepakat menunjuk Zaid bin Tsabit
sebagai hakam. Thalhah pernah bersengketa dan menunjuk hakam Jubeir bin
Muth'im.
Di Indonesia, untuk penyelesaian sengketa-sengketa keperdataan selain
melalui lembaga peradilan resmi milik negara seperti pengadilan Negeri dan
Pengadilan Agama (untuk ekonomi syariah) dibenarkan juga secara hukum
penyelesaian sengketa melalui peradilan swasta/partikelir yakni melalui sistem
arbitrase sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor, 30 tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Pengadilan Negeri adalah suatu badan peradilan negara dengan kewenangan
menyelesaikan (memeriksa mengadili memutus) sengketa keperdataan umum dan
memeriksa/mengadili dan memutus perkara-perkara pidana. Sedangkan Pengadilan
Agama adalah salah satu pelaku kelarasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
yang beragama Islam mengenai perkara tertentu yang meliputi bidang perkawinan,
waris, wasiat, hibah" wakaf, zakat, infaq, sadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Universitas Sumatera Utara

84

Ada beberapa Badan/Lembaga Arbitrase yang bersifat perrnanen, seperti


misalnya :102
1. Badan Arbitrase Nasional lndonesia (BANI) yang didirikan oleh Kamar
Dagang dan Industri (KADIN) pada tanggal 3 Desember 1977;
2. Badan Arbitrase Mu'amalah Indonesia(BAMUI) yang didirikan oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 21 Oktober 1993. Atas dasar
rekomendasi Rakernas MUI tahun 2002, kemudian MUI mengubah nama dan
status

badan

tersebut

menjadi

Badan

Arbitrase

Syari'ah

Nasional

(BASYARNAS) yang merupakan satu-satunya Badan Hakam milik


MUI/perangkat organisasi MUI yang dalam menjalankan fungsi dan tugasnya
sebagai badan hakam bersifat independen dan otonom.
3. BASYARNAS, bertugas memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam
Sengketa-sengketa muamalat/perdata yang timbul dalam bidang perdagangan,
keuangan jasa dan lain-lain (Pedoman Dasar pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan
MUI No.Kep-09/UI/XII/l2003 tanggal 24 Desember 2003.
Adapun yang menjadi latar belakang didirikannya BASYARNAS (yang
dulunya bernama (BAMUI), diantaranya adalah :103
a. Pada saat tokoh-tokoh umat Islam sepakat uatuk mendirikan Bank Islam
(Bank yang menjalankan operasionalnya secara Islami) dan kemudian
melahirkan Bank Muamalat Indonesia, maka timbullah. pertanyaan, jika

102
103

Sjahputra-Ftifatama & Associates Law Firm & Consulting, Op.Cit, hal.4.


Sjahputra-Ftifatama & Associates Law Firm & Consulting, Op.Cit, hal. 5.

Universitas Sumatera Utara

85

nantinya terjadi sengketa, bagaimana penyelesaiannya agar juga tetap


konsisten menggunakan syari'at Islam? Ketika itu tahun 1991, Badan-badan
Peradilan Negara tidak

memungkinkan karena Pengadilan Negeri tidak

berlaku syari'at Islam sedangkan Pengadilan Agama (sebagaimana UndangUndang No. 7 tahun 1989) tidak memiliki kompetensi memeriksa/memutus
sengketa keperdataan umum perbankan/ekonomi syariah.
b. Untuk menyelesaikan sengketa keperdataan baik perbankan maupun lainnya
agar

dapat

menggunakan

syari'at

Islam

maka

sepakatlah

bahwa

penyelesaiannya dengan menggunakan sistem arbitrase. Dengan sistem


arbitrase inilah terbuka kesempatan adanya pilihan hukum yakni para yang
sengketa dan penyelesaiannya dengan sistem arbitrase diperbolehkan untuk
memilih hukum apa yang akan dipergunakannya. Pilihan hukum biasa
dilakukan dengan terang-terangan dan bisa dengan secara diam-diam.
c. Tentang adanya pilihan hukum dalam sistem arbitrase ini kemudian tetap
dipertahankan menjadi ciri dalam UU No. 30 tahun 1999, pasal 56 ayat (2)
dengan kalimat "Para pihak berhak menentukan pilihan hukum yang akan
berlaku terhadap sengketa yang mungkin atau telah timbul antara para pihak".
Arbitrase sebagai suatu sistem memiliki kelebihan dan kelemahan dan
diantara kelemahan tersebut adalah 104
a.

Apabila pihak yang kalah tidak secara sukarela melaksanakan isi putusan hal ini
berarti harus diajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Negeri setempat.
104

Sjahputra-Ftifatama & Associates Law Firm & Consulting, Op.Cit, hal. 6.

Universitas Sumatera Utara

86

b.

Apabila isi putusan arbitrase kurang sempurna maka putusan akan sulit
dilaksanakan. Hal ini sangat terkait dengan sempurna tidaknya isi permohonan
(gugatan) beserta dukungan alat bukti yang diajukan oleh Pemohon.

c.

Kemungkinan diajukannya permohonan putusan arbitrase (sebagaimana diatur


dalam pasal 70 UU No.30 tahun 1999) :
- Jika ternyata dokumen yang diajukannya dikemudian hari diketahui
palsu/dinyatakan palsu ;
- Setelah perkara diputus ternyata ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan disembunyikan oleh lawan;
- Ternyata putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah
satu pihak dalam pemeriksaan perkara;
Adapun kelebihan sistem arbitrase adalah ;
a. Semua proses persidangan dilakukan secara tertutup untuk umum. Dengan
demikian kelemahan dan aib-aib para pihak tidak diketahui umum. Hal ini
sangat sesuai dengan tuntunan Islam agar tidak membuka aib di muka
umum bahkan sangat dianjurkan untuk menutupinya. Prinsip ini berbeda
dengan di Pengadilan Negeri Pengadilan Agama yang justru prinsip
persidangan harus dinyatakan terbuka untuk umum.
b. Proses persidangan dilaksanakan secara sederhana, tidak terlalu formalitas
dan penuh dengan rasa kekeluargaan untuk memotivasi adanya
perdamaian. Hal ini berbeda dengan di Pengadilan Negeri/Pengadilan
Agama yang harus mengutamakan pendekatan formal-prosedural.

Universitas Sumatera Utara

87

c. Putusan arbitrase harus sudah selesai paling lama 180 hari sejak
penunjukkan arbiter/arbiter majelis, sehingga akan lebih ekonomis.
d. Dalam sistem arbitrase pemeriksaan/penyelesaian perkaranya sangat
dimungkinkan ditangani oleh para arbiter yang memang ahli dalam bidang
yang disengketakan (baik arbiter tetap maupun mungkin dengan arbiter
tidak tetap). Sedangkan dalam persidangan, hakim majelisnya hanya ahli
hukum/syariah, meskipun para pihak dimungkinkankan mengajukan saksi
ahli. Tentunya kedudukan hakim ahli dengan saksi ahli akan sangat
berbeda dampaknya dalam kesempurnaan memberikan putusan selain
faktor penambahan biaya.
e. Putusan arbitrase (putusan BASYARNAS) bersifat final (putusan akhir)
dan mengikat. Hal ini sangat berbeda dengan putusan Pengadilan Negeri
dan Pengadilan Agama yang masih terbuka adanya upaya-upaya hukum
melalui banding, kasasi, bahkan dengan peninjauan kembali.
f. Putusan arbitrase mempunyai kekuatan eksekutorial, sehingga apabila
pihak yang kalah tidak melaksanakan isi putusan, maka pihak yang menang
hanya tinggal mohon eksekusi saja ke Pengadilan Negeri. Sedangkan
terhadap putusan Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama untuk memperoleh
putusan yang berkekuatan hukum tetap agar dapat dieksekusi masih harus
berproses melalui beberapa langkah-langkah upaya hukum.
Dengan diubahnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 menjadi UndangUndang Nomor 3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama merupakan satu prestasi

Universitas Sumatera Utara

88

yang mengggembirakan. Jika sebelumnya Pengadilan Agama hanya mempunyai


kompetensi absolut untuk memeriksa/mengadili perkara-perkara perkawinan, waris,
wakaf, wasiat, hibah dan sedekah maka kini ditambah satu lagi masalah sengketa
ekonomi syariah sebagaimana di atur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 tahun
2006.
Dan hal ini memberikan kesempatan bagi pelaku bisnis ekonomi syariah
untuk menentukan cara penyelesaian jika ada sengketa diantara mereka, yakni dapat
memilih Pengadilan Agama atau BASYARNAS. Penggunaan sistem arbitrase ini
dapat dilaksanakan jika ada perjanjian atau klausula arbitrase secara tertulis yang
dibuat oleh para pihak dengan kata lain tanpa adanya perjanjian/klausula arbitrase
secara tertulis berarti tidak ada arbitrase. Hal ini sangat berbeda dengan berperkara
melalui Pengadilan Negeri ataupun Pengadilan Agama yang tidak memerlukan
adanya kesepakatan atau perjanjian para pihak.
Apabila penyelesaian sengketa melalui arbitrase maka hal yang perlu
diperhatikan adalah adanya musyawarah yang memerlukan wasit sebagai penegah
untuk menyelesaikan perkara. Penunjukan wasit dalam arbitrase berfungsi agar setiap
pihak mau berkompromi tanpa meninggalkan dendam dan ganjalan. Esensinya tidak
meutuskan tali silaturahmi di antara para pihak yang bersengketa.
Menurut Yahya Harahap dalam makalahnya Achmad Djauhari, dalam tradisi
Islam arbitrase (tahkim) bersifat Ad-Hoc, ciri-cirinya yaitu :
a). Penyelesaian sengketa secara sukarela, diluar jalur peradilan resmi.

Universitas Sumatera Utara

89

b). Masing-masing pihak yang bersengketa menunjuk seorang atau lebih yang
dianggap, mampu, jujur, idependen.
c). Bertindak sebagai mahkamah arbitrase.
d). Tugasnya sejak ditunjuk tidak dapat dicabut kembali (sampai selesai).
e). Berwenang penuh menyelesaikan sengketa dengan cara menjatuhkan putusan
yang putusannya bersifat final dan mengikat.105

Berdasarkan uraian yang disebutkan diatas jelaslah bahwa arbitrase itu


merupakan

suatu

sistem

penyelesaian

sengketa

keperdataan

atas

dasar

kesepakatan/perjanjian secara tertulis oleh pihak yang bersengketa dan putusannya


bersifat final dan banding.
Alasan memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase, yaitu:106
a). Kepercayaan dan keamanan, adanya kebebasan dan otonomi.
b).Keahlian (expertise)
c). Cepat dan hemat biaya
d). Bersifat rahasia
e). Bersifat non preseden
f). Kepekaan arbiter
g).Putusan arbitrase lebih mudah dilaksanakan daripada keputusan pengadilan.107

105

Http://Eei.Fe.Umy.Ac.Id/Index.Php?=Page&Id=148&Item=325, diakses pada tanggal 27 Juli 2012.


Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, (Bandung:PT. Citra Aditya
Bakti), 2002, hal. 105.
107
Op.Cit, http://eei.fe.umy.ac.id/index.php?=page&id=148&item=325, di akses pada tanggal 27 juli
2012.
106

Universitas Sumatera Utara

90

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, berdasarkan fatwa Dewan Syariah


Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dalam ketentuan umum dalam
ketentuan penutup yang berbunyi :
1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesainnya dilakukan
melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesempatan melalui
musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian
hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana
mestinya.
Ketentuan-ketentuan di atas menjadi rujukan dari pegadaian Syariah dalam
menentukan cara penyelesaian sengketa, jika terjadi perselisihan atau sengketa dalam
pelaksanaan akad. Sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Martius Manager Usaha Rahn
pada pegadaian Syariah cabang Lhokseumawe, bahwa tidak pernah terjadi
sengketa/perselisihan. Selama Pegadaian Syariah beroperasi sejak tahun 2003, yang
telah dikonversikan dari pegadaian sistem konvensional menjadi sistem syariah, yang
telah dijalankan sampai sekarang yang menerapkan prinsip Rahn. Pegadaian lebih
mengutamakan musyawarah mufakat, untuk menyelesaikan perselisihan/sengketa
diantara para pihak. Bila tidak tercapai dengan musyawarah mufakat, maka

Universitas Sumatera Utara

91

penyelesaian

sengketa

tersebut

sepakat

untuk

menyelesaikannya

melalui

BASYARNAS.108
Sehubungan dengan hal diatas, Indah nasabah (rahin)) mengunggkapkan
bahwa banyak kelonggaran waktu yang diberikan pihak pegadaian syariah dalam hal
nasabah (rahin) belum mampu membayar seluruh pinjaman, sehingga ia merasa
pegadaian menolongnya saat masa sulit keuangan, dan juga ia tidak khawatir barang
yang digadaikannya akan dilelang, karena pihak pegadaian syariah selalu
memperingati nasabah bila telah jatuh tempo walaupun rahin telah mengetahui dari
Surat Bukti Rahn.109
Sehingga bisa dikatakan bahwa Pegadaian Syariah Lhokseumawe telah
meminimalkan sengketa dengan cara memberikan sedikit pengunduran waktu dan
memusyawarahkannya kepada nasabah (rahin), sehingga tidak menimbulkan
sengketa.

108

Wawancara Wawancara dengan Martius, Manager Usaha Rahn Pegadaian Syariah Cabang
Lhokseumawe, tanggal 12 Juni 2012.
109
Wawancara dengan Nasabah Pegadaiaan, Indah, Lhokseumawe, Tanggal 19 Desember
2012.

Universitas Sumatera Utara

92

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Dari penelitian tersebut diatas berdasarkan permasalahan yang ada, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.

Berdasarkan Hukum Islam, yang diberlakukan pada produk gadai syariah di


Pegadaian Syariah adalah ;
A. Tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba,
B. Menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang
diperdagangkan, dan
C. Melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa sebagai penerimaan
labanya, yang dengan pengenaan bagi hasil dan biaya jasa tersebut menutupi
seluruh biaya yang dikeluarkan dalam operasionalnya. Maka pada dasarnya,
hakikat dan fungsi Pegadaian dalam Islam adalah semata-mata untuk
memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan dengan bentuk
marhun sebagai jaminan, dan bukan untuk kepentingan komersil dengan
mengambil

keuntungan

yang

sebesar-besarnya

tanpa

menghiraukan

kemampuan orang lain.


2.

Adapun pelaksanaannya, prinsip gadai syariah (rahn) di Pegadaian Syariah


Lhokseumawe adalah :

92

Universitas Sumatera Utara

93

A. Akad Rahn. Rahn adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan
untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini
Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.
B. Akad Ijarah yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi
Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik
nasabah yang telah melakukan akad.
3.

Cara Penyelesaian sengketa di Pegadaian Syariah di Lhokseumawe adalah


dengan jalan musywarah, bila tidak berhasil dengan jalan musyawarah maka
akan diselesaikan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).
Namun pada kenyataannya sampai saat ini belum ada pernah ada sengketa yang
diselesaikan melalui BASYARNAS.

B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan beberapa hal sebagai
berikut:
1.

Pegadaian Syariah di Lhokseumawe hendaknya meminta tanda bukti, bahwa


marhun yang dijadikan jaminan untuk digadaikan adalah miliknya sendiri,
jikapun milik orang lain maka dengan harus seizin pemiliknya, serta diharapkan

Universitas Sumatera Utara

94

bagi umat muslim Lhokseumawe dapat menjadikan Pegadaian Syariah sebagai


solusi dalam membantu menyelesaikan masalah keuangan dimasa kesulitan.
2.

Pelaksanaan prinsip gadai (rahn) pada Pegadaian Syariah Lhokseumawe


sebaiknya tetap menerapkan prinsip rahn menurut Hukum Islam demi
tercapainya kemaslahatan umat manusia.

3.

Sebaiknya pegadaian syariah memperkecil kemungkinan terjadinya sengketa


dengan pihak nasabah, dan mendahulukan musyawarah mufakat. Jika sengketa
tak dapat dihindarkan maka, peranan BASYARNAS sangat diperlukan dalam
menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan ekonomi syariah.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai