DISUSUN OLEH :
ALFIONITA ARIF
(O111 12 257)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena
dengan izin dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul Faktor yang Mempengaruhi Waktu Rigor Mortis. Sholawat dan
salam semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. yang
telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mandiri dari mata Kuliah
Toksikologi. Dan terimakasih kami ucapkan kepada dosen pengampu, dan temanteman yang ikut serta dalam penyusunan makalah ini.
Kami berharap makalah ini sedikit banyaknya memberikan manfaat
khususnya bagi penulis sendiri umumnya bagi semuanya. Akhirnya kepada Allah
jua penulis memohon ampun, kalau sampai terjadi kesalahan dan kekurangan
dalam penyusunan
perbaikan isi materi dari makalah ini. Semoga apa yang kami susun bermanfaat.
Amien ya Robalalamin.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
( cold shortening ) atau rigor yang terbentuk setelah pelelehan daging beku ( thaw
rigor ).
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Rigor Mortis
Rigor mortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih
diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri dengan
terjadinya kekakuan pada otot. Keempukan daging dapat terjadi karena ternak
menyimpan glikogen di dalam otot sebagai sumber persediaan energi, untuk itu
mengistirahatkan ternak yang akan dipotong selama 24 jam dapat meningkatkan
jumlah glikogen yang pada akhirnya akan menyebabkan jaringan otot menjadi
lunak dan empuk.
Pendapat lain menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi keempukan
daging adalah faktor sebelum pemotongan (ante mortem) dan sesudah
pemotongan (post mortem). Yang termasuk ante mortem adalah latar belakang
genetik, cara-cara pemotongan, lama penyimpanan, temperatur penyimpanan dan
penembahan zat pelunak, selain faktor-faktor tersebut jumlah lemak yang terdapat
diantara jaringan pengikat otot ikut berpengaruh terhadap keempukan daging.
Daging akan berubah menjadi empuk apabila dilayukan hal ini karena
selama proses pelayuan terjadi perubahan-perubahan pada protein intra dan ekstra
seluler sehingga proses autolisis pada daging menghasilkan daging yg lebih
empuk, lebih basah dan flavour lebih baik.
II.2 Faktor yang mempengaruhi waktu terbentuknya rigor mortis
Jangka waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis bervariasi
dan tergantung pada spesies pada ternak babi waktu yang dibutuhkan untuk
terbentuknya rigor mortis lebih singkat disbanding dengan sapi. Faktor yang
kedua yaitu individu dimana terdapat perbedaan waktu terbentuknya rigor mortis
pada individu dimana terdapat perbedaan waktu terbentuknya rigor mortis pada
individu berbeda dari jenis ternak yang sama.
Sapi yang mengalami stress atau tidak cukup istirahat sebelum disembelih
akan membutuhkan waktu yang lebih cepat untuk instalasi rigor mortis disbanding
dengan sapi yang cukup istirahat dan tidak stress pada saat menjelang disembelih
dan factor yang ketiga yaitu macam serat dimana ada dua macam serat
berdasarkan warna yang menyusun otot yakni serat merah dan serat putih. Rigor
mortis terbentuknya lebih cepat pada ternak yang tersusun oleh serat putih yang
lebih banyak disbanding dengan serat merah.
Pada otot dengan serat merah yang lebih banyak memperlihatkan pH awal
lebih tinggi dengan aktivitas ATP ase yang lebih rendah. Aktivitas ATP ase yang
lemah akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghabiskan ATP.
Dengan demikian pada otot merah membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
terbentuknya rigor mortis.
Gambar 1
Setelah ternak mati dan daging mengalami rigor mortis, ikatan struktur
miofibril dilonggarkan oleh enzim proteolitik, rusaknya komponen protein dari
miofibril dapat meningkatkan keempukan daging.Denaturasi protein pada
pelayuan terjadi karena pH yang rendah, temperatur diatas 25oC atau dibawah
Pengaruh umur
b.
Pengaruh suhu
c.
Spesies
d.
Induvidu
e.
Macam serat
f.
Kadar pH
g.
Pembentukan ATP
waktu
rigor
mortis
pada
kelinci
yang
mengalami
Gambar 2
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Rigor mortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih
diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri
dengan terjadinya kekakuan pada otot. Keempukan daging dapat terjadi
karena ternak menyimpan glikogen di dalam otot sebagai sumber
persediaan energi, untuk itu mengistirahatkan ternak yang akan dipotong
selama 24 jam dapat meningkatkan jumlah glikogen yang pada akhirnya
III.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
1992.
Ilmu
dan
Teknologi