Anda di halaman 1dari 10

TUGAS HIGIENE

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAKTU


TERBENTUKNYA RIGOR MORTIS

DISUSUN OLEH :

ALFIONITA ARIF
(O111 12 257)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena
dengan izin dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul Faktor yang Mempengaruhi Waktu Rigor Mortis. Sholawat dan
salam semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. yang
telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mandiri dari mata Kuliah
Toksikologi. Dan terimakasih kami ucapkan kepada dosen pengampu, dan temanteman yang ikut serta dalam penyusunan makalah ini.
Kami berharap makalah ini sedikit banyaknya memberikan manfaat
khususnya bagi penulis sendiri umumnya bagi semuanya. Akhirnya kepada Allah
jua penulis memohon ampun, kalau sampai terjadi kesalahan dan kekurangan
dalam penyusunan

makalah ini. Besar harapan kami atas masukan guna

perbaikan isi materi dari makalah ini. Semoga apa yang kami susun bermanfaat.
Amien ya Robalalamin.

Makassar, 13 April 2015

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Rigor mortis adalah kekakuan otot yang irreversible yang terjadi pada
mayatsetelah relaksasi primer. Rigor mortis bukan merupakan fenomena yang
khas manusia, karena hewan yang invertebrata dan vertebrata juga mengalami
rigor mortis. Louise pada tahun 1752 adalah orang yang pertama kali menyatakan
rigor mortis sebagai tanda kematian. Lebih specifik lagi Kusmaul menyatakan
bahwa rigor mortis adalah tanda terjadinya kematian otot yang sesungguhnya.
kemudian Nysten tahun 1811 adalah orang yang melengkapi penemuan pertama
dari rigor mortis ini.
Bersamaan dengan menghilangnya reaksi supravital, rigor mortis muncul
secara serentak pada semua otot volunter dan otot involunter. Rigor mortis pada
otot kerangka sesungguhnya terjadi secara simultan pada semua otot, tetapi
biasanya lebih nyata dan mudah diamati pada otot-otot kecil , sehingga sering
dikatakan bahwa rigor mortis muncul dari otot-otot kecil berturut-turut ke otot
yang lebih besar dan menyebar dari atas kebawah. Shapiro pada tahun 1950
menganggap bahwa secara tradisional rigor mortis yang terjadi mulai dari atas ke
bawah perlu direvisi, dia juga bahwa proses rigor mortis adalah proses phsycochemical yang terjadi secara spontan mempengaruhi semua otot sehingga tidak
terjadi dari atas kebawah tetapi satu keseluruhan yang melibatkan sendi-sendi
beserta otot-ototnya. (polson).
Proses biokimia yang berlangsung sebelum dan setelah ternak mati sampai
terbentuknya rigor mortis pada umumnya merupakan suatu kegiatan yang besar
peranannya terhadap kualitas daging yang akan dihasilkan pasca rigor. Kesalahan
penanganan pasca merta sampai terbentuknya rigor mortis dapat mengakibatkan
mutu daging menjadi rendah ditandai dengan daging yang berwarna gelap ( dark
firm dry ) atau pucat ( pale soft exudative ) ataupun pengerutan karena dingin

( cold shortening ) atau rigor yang terbentuk setelah pelelehan daging beku ( thaw
rigor ).

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari rigor mortis ?
2. Faktor apa yang mempengaruhi waktu terbentuknya rigor mortis ?
3. Apa apa saja face rigor mortis ?

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Rigor Mortis
Rigor mortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih
diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri dengan
terjadinya kekakuan pada otot. Keempukan daging dapat terjadi karena ternak
menyimpan glikogen di dalam otot sebagai sumber persediaan energi, untuk itu
mengistirahatkan ternak yang akan dipotong selama 24 jam dapat meningkatkan
jumlah glikogen yang pada akhirnya akan menyebabkan jaringan otot menjadi
lunak dan empuk.
Pendapat lain menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi keempukan
daging adalah faktor sebelum pemotongan (ante mortem) dan sesudah
pemotongan (post mortem). Yang termasuk ante mortem adalah latar belakang
genetik, cara-cara pemotongan, lama penyimpanan, temperatur penyimpanan dan
penembahan zat pelunak, selain faktor-faktor tersebut jumlah lemak yang terdapat
diantara jaringan pengikat otot ikut berpengaruh terhadap keempukan daging.
Daging akan berubah menjadi empuk apabila dilayukan hal ini karena
selama proses pelayuan terjadi perubahan-perubahan pada protein intra dan ekstra
seluler sehingga proses autolisis pada daging menghasilkan daging yg lebih
empuk, lebih basah dan flavour lebih baik.
II.2 Faktor yang mempengaruhi waktu terbentuknya rigor mortis
Jangka waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis bervariasi
dan tergantung pada spesies pada ternak babi waktu yang dibutuhkan untuk
terbentuknya rigor mortis lebih singkat disbanding dengan sapi. Faktor yang
kedua yaitu individu dimana terdapat perbedaan waktu terbentuknya rigor mortis
pada individu dimana terdapat perbedaan waktu terbentuknya rigor mortis pada
individu berbeda dari jenis ternak yang sama.

Sapi yang mengalami stress atau tidak cukup istirahat sebelum disembelih
akan membutuhkan waktu yang lebih cepat untuk instalasi rigor mortis disbanding
dengan sapi yang cukup istirahat dan tidak stress pada saat menjelang disembelih
dan factor yang ketiga yaitu macam serat dimana ada dua macam serat
berdasarkan warna yang menyusun otot yakni serat merah dan serat putih. Rigor
mortis terbentuknya lebih cepat pada ternak yang tersusun oleh serat putih yang
lebih banyak disbanding dengan serat merah.
Pada otot dengan serat merah yang lebih banyak memperlihatkan pH awal
lebih tinggi dengan aktivitas ATP ase yang lebih rendah. Aktivitas ATP ase yang
lemah akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghabiskan ATP.
Dengan demikian pada otot merah membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
terbentuknya rigor mortis.

Gambar 1
Setelah ternak mati dan daging mengalami rigor mortis, ikatan struktur
miofibril dilonggarkan oleh enzim proteolitik, rusaknya komponen protein dari
miofibril dapat meningkatkan keempukan daging.Denaturasi protein pada
pelayuan terjadi karena pH yang rendah, temperatur diatas 25oC atau dibawah

0oC, adanya desikasi. Pada pelayuan protein miofibril dan sarkoplasma


mengalami denaturasi sedangkan kolagen dan elastin tidak terdenaturasi.
Denaturasi protein akan menyebabkan daya ikat air daging turun sehingga
daging akan mengalami kehilangan cairan daging atau weep. Titik minimum daya
ikat air pada pH 5,4-5,5. Pelayuan dapat menurunkan daya putus WB (Warner
Blatzler), sehingga dapat meningkatkan keempukan daging, nilai daya putus WB
merupakan indeks tingkat kealotan miofibrilar dari daging.Pelayuan dapat
meningkatkan daya ikat air pada berbagai macam pH karena terjadinya perubahan
hubungan air - protein, yaitu peningkatan muatan melalui absorbsi ion K dan
pembebasan ion Ca, tetapi penyimpanan yang terlalu lama akan menurunkan daya
ikat air dan terjadinya perubahan struktur otot.
Walaupun pelayuan dapat meningkatkan daya ikat air tetapi sangat
dipengaruhi oleh pH dan pada akhirnya daging kehilangan cairannya. Pelayuan
pada temperatur (0 - 1)oC selama 21 hari dapat meningkatkan daya ikat air dan
keempukan daging sapi serta menurunkan susut masak (cooking loss) dan
penyusutan daging.
Factor lain yang mempengaruhi terjadinya rigormortis adalah:
a.

Pengaruh umur

b.

Pengaruh suhu

c.

Spesies

d.

Induvidu

e.

Macam serat

f.

Kadar pH

g.

Pembentukan ATP

II.3 Fase Rigor Mortis


Ada tiga fase pada proses rigor mortis yakni fase prarigor, fase rigor
mortis dan fase pascarigor. Pada fase prarigor dibedakan atas fase penundaan dan
fase cepat seperti terlihat pada gambar 2.
Pada gambar 2 terlihat waktu pascamerta yang dibutuhkan untuk proses
rigor mortis pada otot yang berasal dari ternak kelinci. Pada grafik a
memperlihatkan waktu proses rigor mortis yang berlangsung sempurna; fase
penundaan membutuhkan waktu 8 jam dan fase cepat 3 jam. Waktu yang
dibutuhkan terbentuknya rigor mortis adalah 11 jam. Pada grafik b
memperlihatkan

waktu

rigor

mortis

pada

kelinci

yang

mengalami

kecapaian/kelelahan dimana waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor


mortis adalah 5 jam. Pada grafik c adalah proses rigor mortis yang terjadi sangat
cepat kurang dari 1 jam (30 menit) yang terjadi pada ternak kelinci yang sudah
sangat kelelahan (kehabisan sumber energi). Ketiga grafik ini (a, b, c)
menunjukkan bahwa waktu terbentuknya rigor mortis sangat tergantung pada jenis
ternak dan kondisi ternak sebelum mati; makin terkuras energi maka makin cepat
terbentuknya rigor mortis.

Gambar 2

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Rigor mortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih
diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri
dengan terjadinya kekakuan pada otot. Keempukan daging dapat terjadi
karena ternak menyimpan glikogen di dalam otot sebagai sumber
persediaan energi, untuk itu mengistirahatkan ternak yang akan dipotong
selama 24 jam dapat meningkatkan jumlah glikogen yang pada akhirnya

akan menyebabkan jaringan otot menjadi lunak dan empuk.


Faktor yang mempengaruhi waktu terbentuknya rigor mortis yaitu spesies,
individu dan macam serat

III.2 Saran

Kita harus memperhatikan factor factor yang mempengaruhi terbentuknya


rigor mortis pada daging agar kita mendapatkan daging dengan
keempukan yang pas.

DAFTAR PUSTAKA

Abustam, E dan H. M. Ali. 2005. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Buku


Ajar. Program A2 Jurusan Produksi Ternak Fak. Peternakan Unhas
Bechtel, P.J. 1986. Muscle As Food. Academic Press, Inc., Orlando
Cross, H.R. and A.J. Overby 1988. World Animal Science : Meat Science, Milk
Science and Technology. Elsevier Science Publisher B.V., Amsterdam
Lawrie, R.A. 1979. Meat Science. Pergamon Press, Oxford
Soeparno

1992.

Ilmu

dan

Teknologi

Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta


Swatland, H.J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall,
Inc.,New Jersey

Anda mungkin juga menyukai