Anda di halaman 1dari 19

MEKANISME 1

STEP 1
Nukleofil menggunakan pasangan elektron bebasnya untuk menyerang karbon pada alkil
halida yang berjarak 180 dari halogen yang lepas. bisa menyerang karena ikatan antara
C-Br tidak stabil sehingga mudah diserang dan mudah diputus
STEP 2
Terbentuk senyawa intermediet dimana ikatan C-OH terbentuk parsial dan ikatan C-Br putus
sebagian
STEP 3
Stereokimia pada karbon terinversi saat ikatan C-OH terbentuk sempurna dan ion Bromida
lepas dengan membawa pasangan elektron yang sebelumnya digunakan untuk ikatan C-Br

MEKANISME 2
STEP 1
Disosiasi spontan dari Alkil Bromida terjadi secara lambat dan membentuk karbokation
intermediet ditambah ion Bromida. Bromida lebih stabil jika berbentuk anion dibanding saat
berikatan. Hal inilah yang menyebabkan Alkil Bromida Bromida dalam kasus ini disebut Gugus
Lepas. Adapun Gugus Lepas dikatakan baik apabila gugus tersebut mampu menstabilkan
senyawa intermediet dengan membawa muatan negatif bersamaan dengan gugus yang
dilepaskan. Gugus lepas yang baik adalah senyawa anion ynag stabil dan semakin baik sifat
gugus lepas ini semakin cepat reaksi yang terjadi. Dalam kasus ini, Br merupakan Gugus Lepas
yang buruk, sehingga reaksi berjalan lambat. Kebalikannya, adalah gugus lepas yang baik.

STEP 2
Karbokation intermediet antara akan bereaksi cepat dengan air (sebagai nukleofil) dan
menghasilkan alkohol terprotonasi. Nukleofil bersifat semakin kuat apabila sifatnya semakin
basa, karena nukleofil adalah basa lewis. Pada table periodik, nukleofilisitas suatu unsur
meningkat dari atas ke bawah. Nukleofil dapat bermuatan negatif maupun netral asalkan
memiliki pasangan elektron bebas (basa Lewis). Nukleofil yang bermuatan negatif lebih reaktif
daripada nukleofil yang bersifat netral. Jika nukleofil bermuatan negatif, produk yang
dihasilkan bermuatan netral, dan jika nukleofilnya bermuatan netral, produk yang dihasilkan
akan bermuatan positif.
STEP 3
Proton terlepas dari alkohol terprotonasi intermediet menghasilkan alkohol netral

MEKANISME 3
Mekanisme 3 sama seperti mekanisme pada nomor 2, yang membedakan hanya senyawa alkil
halida, dimana pada mekanisme ke 3 alkilnya adalah dan berdampak pada lama reaksi.
Reaksi pada mekanisme ke 3 berlangsung lebih lama daripada mekanisme reaksi pada nomor 2
karena ion lebih stabil daripada ion .

MEKANISME

Basa B menyerang Hidrogen pada C disebelah alkil halida pada senyawa alkana dan mulai
menarik H sehingga H terlepas dari senyawa alkana dan berikatan dengan B. Pada saat yang
bersamaan, elektron pada C di sebelah alkil halida yang digunakan untuk berikatan dengan H
akan berikatan dengan elektron di C alkil halida membentuk ikatan rangkap C=C. Bersamaan
dengan itu, gugus lepas juga tepat akan bergerak meninggalkan C di alkil halida, sehingga
terjadi kestabilan. Kemudian terbentuk alkena tidak bermuatan setelah ikatan C-H lepas
sempurna dan gugus lepas sudah lepas dengan membawa pasangan elektron yang digunakan
pada ikatan C-X.

MEKANISME 5
STEP 1
Disosiasi spontan dimana gugus halidanya terlepas dan menghasilkan karbokation. Reaksi ini
berlangsung lambat.

STEP 2
Basa mengikat salah satu atom H pada senyawa alkana sehingga elektron pada ikatan C-H
mengalir ke karbokation sehingga senyawa menjadi netral dengan terbentuknya ikatan
rangkap.

Perlu diperhatikan bahwa pada reaksi 2 dan 2 tidak terbentuk senyawa karbokation,
sedangkan untuk 1 dan 1 terbentuk karbokation pada mekanisme reaksinya.

MEKANISME 6 & 7
Dikarenakan eliminasi jalur E2 mudah terjadi saat konseentrasi basa kuat yang tinggi ( dengan
demikian konsentrasi nukleofil yang kuat), maka adanya kompetisi reaksi subtitusi oleh SN2
dengan eliminasi E2. Ketika nukleofil menyerang atom hydrogen, maka terjadi eliminasi. Ketika
nukleofil menyerang atom carbon, maka subtitusi yang terjadi.

Pada reaksi eliminasi, atom X- terlepas dari gugus dan H+ lepas dikarenakan deprotonasi.
Selanjutnya nukleofil akan mengikat atom H+, menyisakan gugug C=C dan halogen. Pada reaksi
subtitusi SN2, saat atom halogen lepas, C2H5 pada nukleofil akan akan masuk ke dalam gugus
dan halide akan lepas. Pada reaksi, biasanya akan terbentuk NaBr. Ketika substratnya adalah
halida primer dan basanya merupakan ion etoksida, subtitusi sangat mudah terjadi
dikarenakan basa dapat dengan mudah mendekati karbon pada gugus.

Pada substrat sekunder, pendekatan ke karbon terhalango secara sterik, maka E2 akan lebih
mudah terbentuk.

MEKANISME 8
Reaksi adisi nukleofilik terhadap gugus keton.
OH

O
Nu
R

Nu

R1

R1
+

Nu
R

R1
O

NuO

C
R

R1

R1

R1

Activation of the carbonyl group

ADISI NUKLEOFILIK
STEP 1
Nukleofil mendekati gugus karbonil dengan sudut sekitar 750 dari orbital sp2, kemudian karbon
karbonil terhibridisasi kembali dari sp2 menjadi sp3, dan terbentuklah ion alkoksida.
STEP 2
Pasangan elektron dari nukleofil ditambahkan ke karbon elektrofilik dari gugus karbonil,
mendorong pasangan elektron dari ikatan C = O terobligasi ke oksigen dan menghasilkan
intermediet ion alkoksida. Karbon karbonil kemudian terhibridisasi kembali dari sp2 menjadi
sp3.
STEP 3
Protonasi intermediet anion alkoksida oleh ion H+ menghasilkan hasil adisi berupa alkohol
netral.
AKTIVASI GUGUS KARBON
STEP 1
Karbonil teraktivasi dengan menerima proton dari asam Lewis (H+). Setelah karbonil
mendonorkan protonnya, karbonil menjadi bermuatan positif dan oleh karenanya menjadi
sangat kuat untuk mengikat elektron. Dalam hal ini, karbonil telah teraktivasi dan menjadi
lebih mudah bereaksi dengan nukleofil.
STEP 2
Setelah karbonil berikatan dengan atom H hasil pendonoran proton, karbonil yang bermuatan
positif mendorong pasangan elektron dari ikatan C=O terobligasi ke atom O sehingga terjadi
pemutusan ikatan rangkap C=O.

STEP 3
Ikatan rangkap C dengan O yang terputus menyebabkan atom C karbonil kekurangan elektron
dan bermuatan positif. Hal ini menarik nukleofil untuk bereaksi dengan atom C karbonil dan
membentuk alkohol netral.
Kedua mekanisme merupakan reaksi adisi nukelofilik terhadap gugus keton dan sama-sama
menghasilkan alkohol netral.
MEKANISME 9
Adisi Nukleofilik terhadap gugus karbonil

H3O+

Protonation by addition of acid


in a separate step yields the final
product.

O
CH3CCH2COEt + OH2
Reaksi ini disebut dengan Reaksi Kondensasi Claisen.
STEP 1
Ion ester enolat menambahkan reaksi adisi nukleofilik ke molekul ester kedua, menghasilkan
alkoksida tetrahedral intermediet.

STEP 2
Alkoksida tetrahedral intermediet mengeluarkan ion etoksida untuk menghasilkan senyawa
karbonil baru, yaitu etil asetoasetat. Pada kondisi ini, atom C karbonil ester kedua kembali
berikatan rangkap dengan atom O.
STEP 3
Selanjutnya etil asetoasetat ditambahkan ion etoksida. Ion etoksida adalah basa yang cukup
kuat untuk mendeprotonasi etil asetoasetat, menggeser kesetimbangan dan mendorong reaksi
keseluruhan sampai selesai.
STEP 4
Protonasi ion enolat dengan penambahan larutan asam (H3O+) dalam langkah terpisah
menghasilkan ester -keto dan air.
MEKANISME 10
STEP 1
Reaksi asam/basa. Karena hanya ada nukleofil lemah, perlu diaktifkan karbonil dengan
memprotonasi O.
STEP 2
Nukleofil O dalam alkohol menyerang elektofil C dalam ikatan C=O, memutuskan ikatan phi
dan memberikan elektron ke O yang positif.
STEP 3
Reaksi asam/basa. Deprotonasi ion oxonium menetralkan muatan yang selanjutnya
menghasilkan hemiacetal. Setelah itu mensubtitusi OH dengan OR.
STEP 4
Reaksi asam/basa. Untuk menyebabkan OH meninggalkan zat harus dilakukan protonasi agar
menjadi leaving group yang lebih baik.
STEP 5
Dengan elektron dari O yang lain, lepasnya leaving group dapat terjadi. Kemudian menjadi
keton yang terprotonasi. Nukleofil O dari alkohol menyerang elektrofil C dan elektron ikatan
phi pindah untuk menetralkan muatan dari O positif.
STEP 6
Reaksi asam / basa. Deprotonasi oxonium alkohol menetralkan muatan dan menghasilkan
produk berupas asetal dan membentuk kembali katalis asam.

OH
R2OH, H+ or OH-

OR2

R2OH, H+

OR2

OR2

R1

R1
R
R
acetal 1
hemiacetal
Stable at neutral conditions Stable at neutral and alkaline conditions

HO

OH

R2

OH

O
R

R1

R2

R1

OH
OR2

H
R

R1

O
-

R2

R1
hemiacetal

OR2

R2
R

R1

MEKANISME 11
Reaksi eleminasi adalah pelepasan dua subsituen dari sebuah molekul yang merupakan
kebalikan dari reaksi adisi. Reaksi dehidrasi adalah reaksi yang melibatkan pelepasan air dari
molekul yang bereaksi, dan reaksi kebalikannya adalah reaksi hidrasi. Reaksi dehidrasi ini
sangat beruguna dalam pembuatan alkena dan alkuna. Reaksi yang digunakan merupaka tipe
reaksi eleminasi. Alkohol akan menjadi alkena dengan reaksi sebagai berikut:

Untuk
memperoleh
alkena
terdapat
mekanisme reaksi eleminasi yang tersiri dari
satu atau dua langkah mekanisme yang
dilambangkan dengan E1 dan E2. Huruf E
berarti elemination dan E1 serta E2

menyatakan kinetika reaksi bimolekular dan unimolekular. Berikut adalah mekanisme E1:
E1 terdiri dari dua langkah, yaitu ionisasi dan deprotonisasi. Ionisasi adalah putusnya ikatan
dan membentuk intermediate karbokation, reaksi ini berlangsung lambat. Sementara itu,
deprotonation adalah menambahkan kembali protonnya. Pada reaksi pertama, alkohol dan air
mengalami ionisasi yang menghasilkan C dengan muatan positif. Kemudian terdeprotonasi
oleh air menjadi alkena sebagai produk utama.

Reaksi dibawah menunjukan mekanisme ionisasi pada langkah E1 yang berlangsung lambat.
Atom H berpindah ke C untuk memperoleh kestabilan di C saat OH lepas membentuk H2 O

Kemudian pada penambahan 2 4 mekanisme reaksi yang berlangsung adalah reaksi eleminasi
bimolekuler atau E2. Ikatan karbon-hidrogen dan karbon-oksigen terptus membentuk ikatan rangkap
C=C sehingga langsung menghasilkan senyawa alkena seperti reaksi mekanisme sebagi berikut:

MEKANISME 12
Reaksi dehidrasi alkohol yang menghasilkan alkena terjadi dengan memanaskan alkohol dengan
adanya asam kuat, seperti asam sulfat atau asam fosfat dengan suhu tinggi.

Tingkatan suhu reaksi berkurang seiring dengan bertambahnya subtitusi dari karbon yang
mengandung gugus hidroksi (OH-)

Alkohol 1: 170 - 180C

Alkohol 2: 100 140 C

Alkohol 3: 25 80C
Jika reaksi tidak cukup terpanaskan, alkohol tidak terdehidrasi membentuk alkena, tetapi
bereaksi dengan alkohol yang lainnya membentuk eter (e.g., sintesis eter Williamson).

Alkohol sebagai basa


Alkohol bersifat amfoterik; yaitu dapat berperan sebagai asam atau basa. Pasangan elektron
bebas pada oksigen membuat gugus OH menjadi basa lemah. Oksigen dapat memberikan
dua elektron kepada proton yang kekurangan elektron. Oleh karena itu, dengan adanya
asam kuat, R-OH berperaan sebagai basa dan terprotonasi menjadi ion alkiloksonium +OH2
yang sangat asam (Nilai pKa dari alkohol tersier yang terprotonasi dapat bernilai sampai -3,8).

Karekteristik yang mendasar inilah yang sangat penting untuk reaksi dehidrasi alkohol
dengan asam untuk membentuk alkena.

Mekanisme dehidrasi alkohol menjadi alkena


Tiap-tiap akohol yang berbeda dapat terdehidrasi dengan mekanisme yang sedikit berbeda.
Namun, gagasan umum di balik tiap reaksi dehidrasi adalah gugus OH pada alkohol
memberikan dua elektron ke H+ dari reagen asam, membentuk ion alkiloksonium. Ion ini
berperan sebagai leaving group yang sangat baik yang membentuk karbokation. Asam yang
terdeprotonasi (nukleofil) kemudian menyerang hidrogen yang paling dekat dengan
karbokation dan membentuk ikatan rangkap.
Eliminasi alkohol primer berupa eliminasi bimolekular (Mekanisme E2), sedangkan alkohol
sekunder dan tersier berupa eliminasi unimolekular (Mekanisme E1). Relativitas kereaktifan
alkohol dalam reaksi dehidrasi adalah sebagai berikut
Metanol < primer < sekunder < tersier
Alkhol primer terdehidrasi melalui mekanisme E2
Oksigen memberikan dua elektron kepada proton dari asam sulfat H2SO4 membentuk ion
alkiloksonium. Kemudian nukleofil HSO4- menyerang hidrogen terdekat dari belakang dan
ion alkil oksonium lepas dalam reaksi yang teratur, membentuk ikatan rangkap

Alkohol sekunder dan tersier terdehidrasi melalui mekanisme E1


Serupa dengan reaksi di atas, gugus OH sekunder dan tersier terprotonasi membentuk
alkiloksonium. Namun, dalam kasus ini, pertama ion pergi lepas karbokation sebagai reaksi
intermediet. Molekul air (yang lebih basa dari ion HSO4-) kemudian memisahkan proton dari

karbon terdekat, membentuk ikatan rangkap. Perhatikan mekanisme di bawah ini bahwa
alkena terbentuk berdasarkan proton yang terpisahkan: panah merah menunjukkan
pembentukan 2-butena yang lebih tersubstitusi, sedangkan panah biru menunjukkan
pembentukan 1-butena yang kurang tersubstitusi. Ingat kembali aturan umum bahwa alkena
yang tersubstitusi lebih stabil dibandingkan degan yang kurang tersubstitusi, dan alkena
trans lebih stabil dibandingkan dengan alkena cis. Oleh karena itu, hasil diastereomer trans
dari 2-butena paling banyak.
Reaksi dehidrasi alkohol sekunder

Mekanisme dehidrasi alkohol tersier serupa dengan mekanisme dehidrasi alkohol sekunder di
atas.
Ketika alkena yang dihasilkan lebih dari satu jenis, hasil yang lebih disukai adalah alkena yang
lebih stabil secara termodinamikal. Alkena yang lebih tersubstitusi lebih disukai dibandingkan
dengan yang kurang tersubstitusi; dan alkena yang tersubstitusi trans lebih disukai dibandingkan
cis.
STEP 1
Ikatan C=C tidak dapat berotasi secara bebas, alkena yang tersubstitusi cis kurang stabil
dibandingkan dengan alkena yang tersubstitusi trans karena hindaran sterik (interferensi spasial)
diantara dua substisuen pada sisi yang sama dari ikatan rangkap (seperti yang terlihat dalam

hasil cis pada gambar di atas). Alkena yang tersubstitusi trans mengurangi efek interferensi
spasial ini dengan cara memishkan dua substituen pada tiap sisi ikatan rangkap.
STEP 2
Panas dari hidrogenasi isomer alkena yang tersubstitusi secara berbeda paling rendah untuk
alkena yang lebih tersubstitusi, dengan demikian lebih stabil dari alkena yang kurang
tersubstitusi dan karena itulah hasil mayoritas dari reaksi eliminasi. Hal ini terjadi karena pada
alkena yang lebih tersubstitusi, orbital p dari ikatan pi lebih stabil dengan berdekatan dengan
substituen alkil, fenomena yang serupa dengan hiperkonjugasi.
Pergantian hidrid dan alkil
Karena pada reaksi dehidrasi alkohol terdapat intermediet karbokation, pergantian hidrid atau
alkil dapat terjadi yang mana memindahkan karbokation ke dalam posisi yang lebih stabil.
Produk yang terdehidrasi adalah campuran dari alkena, dengan atau tanpa penataan ulang
karbokation. Kation tersier lebih stabil dibandingkan dengan kation sekunder, yang kemudian
lebih stabil dari kation primer karena fenomena hiperkonjugasi, yang mana interaksi antara
orbital karbon tetangga yang terisi dan satu demi satu mengisi orbital p dalam karbokation dan
menstabilkan muatan positif pada karbokation.

Pada pergantian hidrid, hidrogen sekunder atau tersier dari karbon setelah karbokation
utama mengambil kedua elektron ke sisi kation, bertukar posisi dengan karbokation dan
membuatnya menjadi kation sekunder atau tersier yang lebih stabil.

Ketika tidak ada hidrid yang tersedia untuk pergantian hidrid, gugus alkildapat mengambil
elektron yang berikatan dan berganti posisi dengan kation yang terdekat. Proses ini disebut
pergantian alkil.

MEKANISME 14
Aldol Reaction

Terjadi antara 2 molekul aldehid dan keton dengan katalis basa


Reaksi terjadi di antara 2 komponen yang memiliki hidrogen alfa
Reaksi kondensasi reversible
Formasi enolat dan nukleofilik menyerang kabon karbonil
o Step 1
Langkah pertama adalah reaksi asam dengan basa. Hidroksida Berfungi sebagai
basa dan menghilangkan asam alfa-hydrogen menghasilkan Enolat yang reaktif.
o Step 2
Enolat neuklofilik menyerang C karbonil yang elektrofilik dalam Proses adisi
neuklofilik, sehingga menghasilkan alkoksida intermediate.
o Step 3
Reaksi asam basa. Alkoksida mendeprotonasi sebuah molekul air, Menghasilkan
hidroksida dan -hidroksialdehid atau disebut juga aldol product.

Base removes an
acidic alpha hydrogen
from one aldehyde
molecule, yielding
a resonancestabilized enolate ion.

HO:

O
H
C
H

STEP 2

STEP 3

STEP 1

C
H

MEKANISME 15
Kondensasi Aldol

Kondensasi adalah peristiwa reaksi antara 2 molekul yang melepaskan molekul air.

Reaksi ini menggunakan katalis basa

O
H

CH3

OH-, H2O
o

CH3

5 C

OH

H3C CH CH2 C H

C C
H3C

3-hydroxybutanal

acetaldehyde

-unsaturated aldehyde
trans-2-butenal

Reaksi diawali dengan formasi enolat

Karbon Nukleofilik dari enolat menyerang karboni pada aldehid yang kedua (Mekanisme
14)

H OH
O
O

OH
CH2

O
CH3

CH2

Enolate
small concentration

Reaksi dapat berhenti saat berada dalam temperatur rendah

Pada temperatur tinggi, diikuti dengan dehidrasi

Temperatur Rendah

Temperatur Tinggi

OH
CH2

C CH3
H

Aldol

Terjadi dehidrasi pada Produk Aldol

Step 1
Pertama, reaksi asam basa. Hidroksida berfungsi sebagai basa menghilangkan asam alfa
hidrogen sehingga menghasilkan enolat yang reaktif

Step 2
Elektron yang berkaitan dengan muatan negatif dari enolat digunakan untuk
membentuk ikatan rangkap karbon C=C. Regenerasi hidroksida menghasilkan aldehid
konjugasi.

MEKANISME 16

Tahap 1: Inisiasi

Tahap 2: Inisiasi

Tahap 5 Propagasi

Tahap 3 Propagasi

Tahap 6 Propagasi

Tahap 4 Propagasi

Tahap 7 Propagasi

Tahapan inisiasi adalah tahapan yang menggambarkan langkah untuk pembentukan radikal bebas.
Pada gambar, elektron bergerak dari bagian belakang panah, ke ujung depan panah. Pada tahapan
propagasi, saat sebuah radikal bebas dihasilkan, ia dapat bereaksi dengan molekul yang stabil untuk
membuat radikal bebas baru. Radikal bebas tersebut akan bereaksi dan menghasilkan lebih banyak
radikal bebas, dan seterusnya.
Terminasi terjadi dengan dua cara, yaitu:

Kombinasi: terjadi saat pembentukan polimer terhenti oleh elektron bebas (yang berasal
dari dua rantai yang masih berkembang) bergabung untuk membentuk sebuah rantai.
Disporposinasi: penghentian propagasi saat sebuah radikal bebas melepas secara paksa
atom hidrogen dari rantai yang aktif. Sebuah ikatan karbon rangkap (C=C) akan mengambil
tempat dari hidrogen yang telah hilang tersebut.

(sumber:
http://chemwiki.ucdavis.edu/Organic_Chemistry/Organic_Chemistry_With_a_Biological_Emphasis/
Chapter_17%3A_Radical_reactions/Section_17.2%3A_Radical_chain_reactions

http://plc.cwru.edu/tutorial/enhanced/files/polymers/synth/synth.htm)
MEKANISME 17

Reaksi dari metanol dengan aldehid/keton memiliki dua kemungkinan tempat terjadinya reaksi. Yang
pertama adalah ikatan phi C-O dan yang kedua adalah ikatan C-R.

Di dalam kedua kemungkinan reaksi ini, kedua produk yang dihasilkan memiliki muatan positif dan
negatif. Dalam kedua produk yang dihasilkan, muatan positif berada pada oksigen dari gugus
metoksi sehingga keduanya berada dalam tingkat energi yang sama. Namun, muatan negatif dari
kedua produk berada pada atom yang berbeda. Dalam reaksi pertama, muatan negatif produk
berada pada oksigen, sementara pada reaksi kedua, muatan negatif produk berada pada
karbon/hidrogen (di grup R). Berdasarkan elektronegativitas, tingkat elektronegativitas oksigen lebih
besar daripada hidrogen ataupun karbon. Oleh karena affinitas elektron dari oksigen, reaksi pertama
jauh lebih mungkin untuk terjadi dibandingkan dengan reaksi kedua.
Terakhir, terdapat reaksi transfer proton dimana proton pada oksigen yang bermuatan positif hilang
dan satu proton diperoleh untuk oksigen bermuatan negatif.
Ket:
Tingkat elektronegativitas:

Oksigen: 3,44
Karbon: 2,55
Hidrogen: 2,20

Adapun reaksi pertama tersebut adalah reaksi pembentukan hemiasetal, (seperti gambar di bawah
ini)

Sumber: Daley Organic Chemistry

Anda mungkin juga menyukai