Anda di halaman 1dari 4

Faringitis Kronik

Pengertian: Proses inflamasi kronik pada membran mukosa faring yang berlokasi di
saluran nafas atas, disebabkan oleh proses infeksi ataupun noninfeksi
yang terus-menerus
Anamnesis:
A. Faringitis kronik nonspesifik
Pasien datang dengan keluhan:
Tenggorokan, kering, berlendir, gatal dan terasa tebal
Rasa mengganjal di tenggorokan
Batuk berdahak kronik
Timbul rasa sakit di tenggorokan jika terdapat hal-hal yang merangsang
(makanan pedas, asap, dll)
Terkadang suara bisa serak
Bau mulut
B. Faringitis kronik spesifik
B.1. Faringitis Tuberkulosis
Pasien datang dengan keluhan:
Nyeri hebat di tenggorokan bahkan sampai ke telinga
Tanda tanda TBC paru biasanya (+): demam, keringat malam, batuk (dapat
disertai darah), pembengkakan kelenjar di leher, penurunan berat badan, dll.
Pada keadaan berat, dijumpai sesak nafas
B.2. Faringitis Sifilis
Pasien datang dengan keluhan:
Sulit menelan
Nyeri menelan
Nyeri tenggorokan
Batuk kronik
Bau mulut
Pada keadaan berat, dijumpai sesak nafas
Pemeriksaan Fisik:
A. Faringitis kronik nonspesifik
A.1. Faringitis hiperplastik
Perubahan mukosa dinding posterior faring yang tidak rata dan bergranulasi.
Mukosa menghasilkan sekret kental. Pembuluh darah di dinding faring
mengalami kongesti dan kemerahan. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa
faring dan lateral band hiperplasia atau menebal. Dinding faring posterior
seringkali mempunyai gambaran cobblestone (batu kerikil) karena hipertrofi
limfoid.
A.2. Faringitis atrofi
Sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi, tampak mukosa faring ditutupi
oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
B. Faringitis kronik spesifik
B.1. Faringitis Tuberkulosis

Terbentuk lesi tuberkel pada kedua sisi dan sering ditemukan pada posterior
faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole, dan
palatum durum. Beberapa tuberkel berdekatan bersatu sehingga mukosa
diatasnya meregang sehingga suatu saat akan pecah dan terbentuk ulkus

B.2. Faringitis Sifilis (Faringitis Luetika)


Bergantung pada stadium klinisnya:
Stadium primer: terdapat bercak keputihan pada lidah, palatum mole, tonsil
dan daerah posterior faring. Bila infeksi terus menerus maka akan timbul
ulkus yang tidak nyeri
Stadium sekunder: terdapat eritema pada dinding faring yang menjalar ke
arah laring
Stadium tersier: terdapat guma terutama pada tonsil dan palatum. Jarang
pada dinding posterior faring, jika terdapat guma pada dinding posterior dapat
menyebar ke vertebra servikal dan bila pecah dapat menyebabkan kematian
Kriteria Diagnosis:
Berdasarkan Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
A. Faringitis kronik nonspesifik
Tenggorokan, kering, berlendir, gatal dan terasa tebal
Rasa mengganjal di tenggorokan
Batuk berdahak kronik
Timbul rasa sakit di tenggorokan jika terdapat hal-hal yang merangsang
(makanan pedas, asap, dll)
Terkadang suara bisa serak
Bau mulut
Pada faringitis hiperplastik, terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring
yang tidak rata dan bergranulasi. Mukosa menghasilkan sekret kental.
Pembuluh darah di dinding faring mengalami kongesti dan kemerahan.
Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasia
atau menebal. Dinding faring posterior seringkali mempunyai gambaran
cobblestone (batu kerikil) karena hipertrofi limfoid
Pada faringitis atrofi, sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi, tampak
mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak
mukosa kering
B. Faringitis kronik spesifik
B.1. Faringitis Tuberkulosis
Nyeri hebat di tenggorokan bahkan sampai ke telinga
Tanda tanda TBC paru biasanya (+): demam, keringat malam, batuk (dapat
disertai darah), pembengkakan kelenjar di leher, penurunan berat badan, dll.
Pada keadaan berat, dijumpai sesak nafas
B.2. Faringitis Sifilis
Sulit menelan
Nyeri menelan

Nyeri tenggorokan
Batuk kronik
Bau mulut
Pada keadaan berat, dijumpai sesak nafas
Stadium primer: terdapat bercak keputihan pada lidah, palatum mole, tonsil
dan daerah posterior faring. Bila infeksi terus menerus maka akan timbul ulkus
yang tidak nyeri
Stadium sekunder: terdapat eritema pada dinding faring yang menjalar ke arah
laring
Stadium tersier: terdapat guma terutama pada tonsil dan palatum. Jarang pada
dinding posterior faring, jika terdapat guma pada dinding posterior dapat
menyebar ke vertebra servikal dan bila pecah dapat menyebabkan kematian
Diagnosis Banding:
- Faringitis Difteri
- Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)
- Karsinoma faring
- Lupus vulgaris faring
- Aktinomikosis faring
- Mononukleosis Infeksiosa
Pemeriksaan Penunjang:
1. Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan darah, kultur sputum, hapusan mukosa
faring, serologik marker
2. Foto toraks untuk melihat proses spesifik (TB, dll)
Terapi:
1. Pemberian antibiotik adekuat sesuai hasil kultur mikroorganisme dan uji
sensitivitas (Faringitis Tuberkulosis obat anti TB, Faringitis Luetika Penicillin)
2. Pemberian tablet hisap atau obat kumur desinfektan
3. Pemberian steroid jangka pendek (short-term corticosteroid)
4. Pemberian analgesik
5. Pengangkatan sekuester (Faringitis Luetika)
Edukasi:
1. Istirahat yang cukup
2. Menghindari paparan iritan seperti debu, asap rokok
3. Konsumsi cairan yang banyak
4. Diet ringan yang bergizi
5. Berhenti merokok dan konsumsi alkohol
6. Menjaga kebersihan gigi dan mulut
7. Menghindari asupan makanan yang pedas dan berminyak
Prognosis:
Prognosis baik, bergantung pada keadaan sosial ekonomi pasien, sanitasi, asupan
makanan, kebiasaan hidup sehat dan ketekunan berobat
Kepustakaan:
Centor, R.M., Allison, J.J. and Cohen, S.J. 2007. Pharyngitis management: defining
the controversy. J Gen Intern Med; 22:127.

Centor, R.M. 2009. Expand the pharyngitis paradigm for adolescents and young
adults. Ann Intern Med; 151:812.
Wessels, M.R. 2011. Clinical practice: Streptococcal pharyngitis. N Engl J Med;
364:648.
Pichichero, M.E. 2000. Controversies in the treatment of streptococcal pharyngitis.
Am Fam Physician; 42:1567
Randolph, M.F., Gerber, M.A., DeMeo, K.K. and Wright, L. 2005. Effect of antibiotic
therapy on the clinical course of streptococcal pharyngitis. J Pediatr; 106:870
Gerber, M.A. and Tanz, R.R. 2001. New approaches to the treatment of group A
streptococcal pharyngitis. Curr Opin Pediatr; 13:51
Al-Abdulhadi, K., 2007, Common throat infections: a review, ORL-HNS Department,
Zain and Al-Sabah Hospital, Kuwait, Bull Kuwait Inst Med Spec 2007;6:63-67
Bisno, A.L. 2001. Chronic pharyngitis. N. Engl. J. Med; 344:205-211
Wannamaker LW. Perplexity and precision in the diagnosis of streptococcal
pharyngitis. Am J Dis Child 1972;124:352-8
Linder JA, Chan JC, Bates DW. Evaluation and treatment of pharyngitis in primary
care practice: the difference between guidelines is largely academic. Arch Intern
Med 2006;166:1374-9
McIsaac WJ, Kellner JD, Aufricht P, Vanjaka A, Low DE. Empirical validation of
guidelines for the management of pharyngitis in children and adults. JAMA
2004;291:1587-95
Gerber MA, Shulman ST. Rapid diagnosis of pharyngitis caused by group A
streptococci. Clin Microbiol Rev 2004;17:571-80

Anda mungkin juga menyukai