Hipertensi DLM Kehamilan
Hipertensi DLM Kehamilan
I. PENDAHULUAN
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 -15 % penyulit kehamilan. Hipertensi
kehamilan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup
tinggi. Hal ini disebabkan selain etiologi (HDK) tidak jelas, juga disebabkan perawatan dalam
persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistim rujukan yang belum sempurna.
HDK dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil, sehingga pengetahuan tentang pengelolaan
HDK harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medis baik dipusat maupun di daerah.
II. TERMINOLOGI
Terminologi yang dipakai adalah
1. Hipertensi dalam kehamilan, atau
2. Preeclampsia eclampsia
III. KLASIFIKASI
A. Pembagian klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National
High Blood Pressre Ecducation Program Working Group on High Blood Pressure in
Pregnancy tahun 2000, ialah :
1. Hipertensi kronik
2. Preeclampsia eclampsia
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia
4. Hipertensi gestational.
B. Penjelasan pembagian klasifikasi
1. Hipertensi kronik adalah :
Hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau
hipertensi yang pertama kali di diagnose setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeclampsia adalah
Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria
3. Eclampsia adalah
Preeclampsia yang disertai dengan kejang2 dan atau koma
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia adalah
Hipertensi kronik disertai tanda2 preeclampsia
atau
hipertensi kronik disertai proteinuria
5. Hipertensi gestational
Hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi
menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan.
atau
Kehamilan dengan tanda2 preeclampsia tetapi tanpa proteinuria
Hipertensi gestational disebut juga transient hypertension
C. Penjelasan tambahan
1. Hipertensi ialah : tekanan darah sistolik dan diastolic 140/90 mmHg.
Pengukuran desakan darah sekurang2nya dilakukan 2 kali selang 4
jam.
Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg dan kenaikan darah
diastolic 15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai
lagi.
2. Proteinuria ialah : adanya 300 mg protein dalam urine selama 24 jam
atau
sama dengan 1+ dipstick
3. Edema : dahulu edema tungkai dipakai sebagai tanda2 preeclampsia, tetapi sekarang
edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka).
A.
Kondisi pasien
1.
2. Lengan atas dalam keadaan bebas dan diletakkan dimeja setinggi jantung,
Bila perlu diberi penyangga dibawah lengan
B. Lingkungan
1. Dalam 30 menit sebelum pengukuran tekanan darah, pasien tidak diizinkan
mengkonsumsi caffeine, merokok, atau stimulan adrenegik .
2.
C. Peralatan
1. Alat yang dipakai :
a. Mercury sphygromanometer
b. Aneroid sphygromanometer
c. Electronic sphygromanometer
2. Ukuran cuff ; ukuran manchet :
Kantong manchet harus melingkari 80 % lingkaran lengan atas dan menutupi 2/3
lengan atas. Manchet harus setinggi jantung
3. Manometer
Manometer harus sudah dikalibrasi
4. Stethoscope
Beel stethoscope atau diaphragma stethoscope diletakkan pada arteri brachialis
Agar pipa karet yang menghubungkan dengan manchet tidak mengganggu diaphragma
stethoscope, maka pipa karet diarahkan keatas
5. Pengukuran
Manchet dipompa mencapai 20 mmHg diatas tekanan darah sistolik. Untuk
menentukan desakan darah, manchet dikempiskan dengan kecepatan 3 mmHg/menit.
Suara Korotkoff I (munculnya suara) adalah desakan sistolik sedang Korotkoff V
(hilangnya suara) adalah desakan diastolic.
V. FAKTOR RISIKO
1. Primigravida, primipaternity.
2. Hyperplacentosis
Mola hydatidosa
Kehamilan multiple
Diabetes mellitus
Hydrops fetalis
Bayi besar
1. Umur yang ekstrim
2. Riwayat keluarga pernah preeclampsia/eclampsia
3. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
4. Obesitas
A. PATOFISIOLOGI
Penyebab HDK hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan
tentang terjadinya HDK, namun tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah, (Sibai) :
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
2. Teori Iskemia plasenta, Radikal bebas dan Disfungsi endothel
3. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
4. Teori adaptasi kardiovaskuler
5. Teori defisiensi genetic
6. Teori defisiensi gizi
7. Teori inflamasi
Ad. 1 : Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
1.
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang2 arteri
uterina dan ateria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium dalam
bentuk :
2.
arteri arcuarta
arteri basalis
3.
Pada hamil normal: terjadi invasi sel throphoblast pada arteri spirales.
a. Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trophoblast ke
dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebut. Invasi throphoblast juga memasuki jaringan sekitar kapiler,sehingga jaringan
menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spirales melebar.
b. Degenerasi otot arteri spirales, menyebabkan lapisan tersebut menjadi lunak,
sehingga lumen arteri spirales dengan mudah mengalami, distensi dan vasodilatasi
c. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spirales ini, memberi dampak penurunan
desakan darah, penurunan resistensi vaskuler, dan peningkatan aliran darah
pada daerah utero plasenta.
d. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,
sehingga
Gambar 1. Dilatasi arteri spiralis pada kehamilan normotiv dan vasokonstriksi arteri spiralis pada kehamilan
preeclampsia
a. Akibat sel endothel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endothel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endothel. Kerusakan
membrane sel endothel mengakibatkan terganggunya fungsi endothel, bahkan
rusaknya seluruh struktur sel endothel. Keadaan ini disebut isfungsi endothel
(endothelial dysfunction).
b. Pada waktu terjadi kerusakan sel endothel yang mengakibatkan disfungsi sel endothel,
maka akan terjadi :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya HDK terbukti dengan
fakta sebagai berikut :
a. Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya HDK dibanding dengan
multigravida.
b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi, mempunyai risiko lebih besar terjadinya
HDK dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
c. -
2.
Pada wanita hamil normal, respon imune tidak menolak adanya hasil konsepsi yang
bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA),
yang berperan penting dalam modulasi respon imune, sehingga si ibu tidak menolak hasil
konsepsi (plasenta). Pada plasenta HDK terjadi penurunan human leukocyte antigen
protein G , atau placenta memproduksi human leukocyte antigen protein G dalam
bentuk lain, sehingga terjadi intoleransi ibu terhadap plasenta.
3.
Pada HDK didapatkan kadar Cytokines dalam plasenta maupun sirkulasi darah yang
meningkat. Demikian juga didapatkan natural killer cells dan aktivasi neutrophil yang
meningkat.
4.
10
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak
ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeclampsia.
Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat
dipakai sebagai alternative pemberian aspirin.
c. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi calcium pada diet wanita hamil
mengakibatkan resiko terjadinya preeclampsia / eclampsia. Penelitian di Negara Equador
Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian
calcium dan placebo.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup,
kasus yang mengalami preeclampsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17%.
Ad. 7 : Teori Inflamasi
1. Redman-1999, menyatakan bahwa disfungsi endothel pada preeclampsia disebabkan
kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskuler pada kehamilan yang biasanya
berlangsung normal dan menyeluruh .
2. Keadaan ini disebabkan : oleh akivitas leukosit yang sangat tinggi pada sirkulasi ibu.
Kuliah Dasar HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN edisi IV tahun 2005
11
a. Prostacycline turun
b. Agregasi trombocyte
Tromboxane meningkat
c. Ektravasasi
12
B.
permeabilitas
13
14
Viskositas
Vasokonstriksi
Aliran Darah
Regional
Ginjal
Rahim
Perfusi
Jaringan
Filtrasi Glomerolus
Oliguria
Konsumsi
O2
Creatinine
Uric acid
BUN
Rawan thd
perdarahan
Mudah syok
Placenta
Fetus : - IUGR
- IUFD
15
Endothel
Rusak
Thromboxane
Vasokonstriksi
6. Hepar
Perubahan pada hepar akibat vasospasme dan iskemia :
a.
b. Perdarahan ini dapat melebar dan meluas dibawah kapsula hepar disebut :
subscapular hematoma yang dapat menimbulkan rupture hepar, sehingga perlu
pembedahan. Hematoma subscapular inilah yang menimbulkan rasa nyeri
epigastrium.
7. Neurologik
a. Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik
edema
b. Gangguan visus
Akibat spasme arteri retina dan edema retina terjadi :
-
pandangan kabur
skotomata
c. Hiperrefleksi :
Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeclampsia berat, namun bukan faktor prediksi
terjadinya eclampsia.
d. Kejang eclamptik
Penyebab kejang eclamptik belum diketahui dengan jelas. Faktor-faktor yang
menimbulkan kejang adalah : - edema cerebri,
- vasospasme cerebri
- iskemia
e. Perdarahan intracranial
Perdarahan intracranial meskipun jarang, namun dapat terjadi pada preeclampsia
berat dan eclampsia
16
8. Kardiovaskuler
Perubahan kardiovaskuler disebabkan :
a.
b.
9. Paru paru
Penderita preeclampsia berat mempunyai risiko besar terjadinya edema paru.
Penyebab edema paru ialah :
a. Payah jantung kiri
b. Kerusakan sel endothel pada pembuluh darah kapiler paru
c. Menurunnya diuresis
Dalam menangani edema paru, pemasangan CVP (Central Venous Pressure) tidak
menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari pulmonary capillary wedge pressure.
10. Janin
Preeclampsia dan eclampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin, yang
disebabkan :
a. menurunnya perfusi utero plasenta (karena hipovolemia, vasospasme dan kerusakan
sel endothel pembuluh darah plasenta).
b. iatrogenik prematuritas
Dampak preeclampsia dan eclampsia pada janin adalah
a.
b.
Oligohydramnios
Prematuritas
Solutio placenta
17
Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeclampsia ialah : edema,
hipertensi dan terakhir proteinuria; sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam
urutan diatas, dapat dianggap bukan preeclampsia.
Dari semua gejala-gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria merupakan
gejala yang paling penting, namun sayangnya penderita seringkali tidak merasakan
perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala,
gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.
2.
Pencegahan
Untuk dapat mencegah suatu penyakit harus diketahui etiologi, pathogenesis dan faktorfaktor resikonya.
Mengingat etiologi preeclampsia belum diketahui, maka metode untuk memprediksi
terjadinya preeclampsia juga masih rendah kepekaannya.
Beberapa fakta dibawah ini dapat menggambarkan cara-cara pencegahan preeclampsia:
a. Istirahat tirah baring
18
Istirahat tirah baring pada wanita hamil tidak mencegah preeclampsia ringan. Namun
istirahat baring dapat mencegah preeclampsia ringan menjadi preeclampsia berat.
b. Diet rendah garam dan pemberian diuretik
Restriksi garam pada kehamilan tidak mencegah terjadinya preeclampsia.
Pemberian diuretik juga tidak dapat mencegah terjadinya preeclampsia, sekedar
menghilangkan udema dan penurunan tekanan darah.
c. Suplementasi Magnesium
Defisiensi magnesium pada diet oleh beberapa peneliti mempunyai asosiasi terhadap
pathogenesis preeclampsia, pertumbuhan janin terlambat dan persalinan preterm.
Namun demikian peranan magnesium dalam pencegahan terjadinya preeclampsia
masih kontroversi.
d. Defisiensi Zinc
Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa defisiensi zinc mempunyai hubungan
dengan pathogenesis preeclampsia. Hal ini terbukti bahwa pada preeclampsia kadar
zinc dalam plasma, leukosit, dan plasenta menurun. Penelitian pemberian zinc pada
masyarakat Meksiko-Amerika ternyata terjadi penurunan resiko preeclampsia. Tetapi
penelitan pemberian zinc pada wanita hamil di Inggris ternyata tidak memberikan
efek penurunan insidens preeclampsia.
e. Suplementasi Minyak Ikan
Telah dilakukan penelitian pemberian minyak ikan pada wanita hamil yang secara
teoritis dapat memungkinkan terjadinya insidens preeclampsia. Minyak ikan ini
mengandung asam lemak tidak jenuh yang berpengaruh terhadap metabolisme
prostaglandin
sehingga tidak
terbentuk
thromboxane A2,
tetapi
terbentuk
19
klinik terbesar yang dikerjakan oleh The Collaborative Low-Dose Aspirin Study in
Pregnancy (CLAPS-1994), melibatkan 9364 wanita hamil dari beberapa negara,
dengan dosis Aspirin 60 mg/hari dibandingkan dengan placebo, secara acak, tersamar
ganda. Hasil uji klinik ini membuktikan tidak ada perbedaan bahwa antara pemberian
aspirin dan pemberian placebo setelah terjadinya preeclampsia, pertumbuhan janin
terhambat dan penyulit ibu yang lain (misal: solusio plasenta).
h. Pemberian Antioksidant
Vitamin C, vitamin E, -carotine, CoQ10 , N-Acetylcysteine
B. PREECLAMPSIA RINGAN
1. Diagnosis.
Diagnosis preeclampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai
proteinuri dan atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
Hipertensi : sistolik / diastolik 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik 30 mmHg dan
kenaikan diastolik 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria
preeclampsia
Proteinuria : 300 mg/24 jam atau 1 + dipstick
Edema : edema local tidak dimasukkan dalam kriteria preeclampsia, kecuali edema pada
lengan, muka dan perut,edema generalisata
2. Manajemen umum preeclampsia ringan
a. Pada setiap kehamilan disertai penyulit suatu penykit, maka selalu dipertanyakan,
bagaimana :
1) sikap terhadap penykitnya, berarti pemberian obat2an, atau terapi medicinal
2) sikap terhadap kehamilannya; berarti mau diapakan kehamilan ini
a) apakah kehamilan akan diteruskan sampai aterm ?
Disebut perawatan kehamilan konservativ atau ekspektativ
b) apakah kehamilan akan diakhiri (diterminasi) ?
Disebut perawatan kehamilan aktiv atau aggressive
3. Tujuan utama perawatan preeclampsia ialah :
a.
Mencegah kejang
b.
c.
d.
20
- Fungsi hati
- Urine lengkap
- Fungsi ginjal
21
gangguan visus
2) Pemeriksaan laboratorik
a) Pemeriksaan proteinuria dgn dipstick pada waktu masuk dan tiap 2 hari
b) Pemeriksaan hematocrit dan thrombocyte setiap 2 minggu
c) Pemeriksaan fungsi hepar tiap 2 minggu
d) Pemeriksaan creatinine serum, asam urat dan BUN
e) Pengukuran urine produksi tiap 3 jam
3) Pemeriksaan kesejahteraan janin
a) Perhitungan gerakan janin
b) Nonstress test 2 kali seminggu
c) Pemeriksaan USG dan Doppler
4) Konsultasi dengan bagian : mata, jantung ,dll
6. Perawatan obstetric: Sikap terhadap kehmilannya.
a. Pada kehamilan Preterm ( <37 minggu )
Bila desakan darah mencapai normotensif, selama perawatan, persalinannya
ditunggu sampai aterm
b. Pada kehamilan Aterm ( 37 minggu )
Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan
untuk melakukan induksi persalinan pada Taksiran Tanggal Persalinan.
c. Bila pasien sudah inpartu, perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman
atau Partograf WHO
d. Cara persalinan
Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II.
22
Norepinephrine
placenta
Reaktivitas
Vasospasme
Aliran darah
Ginjal
GFR
Diuresis
vaskuler
Pengeluaran
PERBAIKAN JANIN
garam
23
C. PREECLAMPSIA BERAT
1. Diagnosis preeclampsia berat :
Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria Preeclampsia berat sebagaimana tercantum
dibawah ini :
Preeclampsia digolongkan preeclampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala
sebagai berikut :
a. Desakan darah sistolik 160 mmHg dan desakan darah diastolik 110 mmHg.
Desakan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah
sakit dan sudah menjalani tirah baring.
b. Proteinuria lebih 5 gr/ 24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
c. Oliguria, yaitu produksi urine kurang dari 500 cc/ 24 jam.
d. Kenaikan kadar kreatinin plasma.
e. Gangguan visus dan cerebal.: penurunan kesadaran, nyeri kepala, scotoma dan
pandangan kabur.
f. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadrant kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson)
g. Edema paru-paru dan cyanosis.
h. Thrombocytopenia berat.
i. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler)
j. Pertumbuhan janin : intra uterine yang terhambat.
k. Sindrome Hellp
2. Pembagian preeclampsia berat :
Preeclampsia berat dibagi menjadi :
a. Preeclampsia berat tanpa impending eclampsia
b. Preeclampsia berat dengan impending eclampsia
Impending Eclampsia :
Bila Preeclampsia berat disertai gejala-gejala dibawah ini ,yang merupakan gejala2
subjektiv:
Kuliah Dasar HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN edisi IV tahun 2005
24
Gangguan visus
Muntah-muntah
Nyeri epigastrium
hipovolemia
vasospasme
25
b. Oleh karena itu monitoring : input cairan (melalui oral maupun infuse ) dan
output cairan (melalui urine) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan
pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang keluar melalui urine.
Bila terjadi tanda-tanda edema paru segera dilakukan tindakan koreksi.
c. Pemberian cairan :
Cairan intravena :
1) Cairan yang diberikan adalah 5 % Ringer-dectrose atau cairan garam faali
jumlah tetesan : < 125 cc/jam
2) Atau Infuse Dextrose 5%. Yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse
Ringer lactate (60-125 cc/jam) 500 cc.
3) Dipasang Foley Catheter : untuk mengukur output urine
d. Oliguria terjadi bila produksi urine < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500
cc/24 jam.
4. Antasida : untuk menetraliser asam lambung,bila mendadak kejang ,dapat
menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat asam.
5. Diet : cukup protein; rendah karbohidrat, lemak dan garam.
6. Pemberian obat anti kejang :
Obat anti kejang adalah :
a. Golongan MgSO4
b. Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk anti kejang-kejang :
1) Diasepam (Lean, 1967).
2) Phenytoin ( Ryan, 1989 )
Diphenyhydantion obat anti kejang untuk epilepsy telah banyak dicoba
pada penderita eclampsia.
Beberapa peneliti telah memakai bermacam - macam regimen. Phenytoin
sodium mempunyai stabilisasi membrane neuron, cepat masuk jaringan otak dan
efek anti kejang terjadi 3 menit setelah injeksi intra vena. Phenytoin sodium
diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan dengan pemberian intra vena 50
mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulphate. Pengalaman
pemakaian Phenytoin dibeberapa senter di dunia masih sedikit.
26
Loading dose :
27
Maintenance dose :
Diberikan 4 atau 5 gram i.m., 40% setelah 6 jam pemberian loading
dose. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m. tiap 6 jam.
c.
d.
4 -7 mEq/liter
10 mEq/liter
12 mg/dl
3. Terhentinya pernafasan
15 mEq /liter
18 mg/dl
4. Terhentinya jantung
>30 mEq/liter
>36 mg/dl
memperberat hipovolemia
b.
c.
meningkatkan hemokonsentrasi
28
d.
(Apresoline) injeksi
29
Indikasi
Indikasi perawatan aktip, ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini:
1) Ibu :
a) Umur kehamilan 37 minggu.
b) Adanya tanda2 /gejala2 Impending Eclampsia
c) Kegagalan terapi pada perawatan konservatip, yaitu : keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
2) Janin :
a) Adanya tanda-tanda fetal distress
b) Adanya tanda-tanda IUGR ( Intra uterine growth restriction}
3) Laboratorik
a) Adanya the HELLP syndrome.
30
syarat induksi tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi oxytocin drip
2. Sudah Inpartu :
Kala I :
Kala II :
2. Perawatan Konservatip
a. Indikasi :
2)
3)
31
Preeclampsia Berat
Terapi Medicinal
Terapi Obstetrik
Konservatif
Kehamilan dipertehankan
Aktif
Kehamilan diakhiri
1.
1.
Umur kehamilan 37
minggu dengan inpending
eclampsia
2.
Umur < 37 minggu
dengan inpending eclampsia
3. Janin : fetal distress, IUGR
4. Sindroma HELLP
Belum Inpartu
1.
Induksi
2.
SC
Sudah Inpartu
1.
Grafik
Friedman
2.
kala II
32
Pengobatan
Kegunaan
evaluasi
observasi dan pengobatan
diuretikum fisiologik
menurunkan desakan darah
meningkatkan aliran darah rahim
menurunkan kematian bayi
4. Anti hipertensi
nifedipin
clonidine
menghilangkan vasospasme
perifer
5. Diuretikum
7. Antasida
8. Pengobatan suportif
koreksi asidosis
digitalisasi
heparinisasi
pemakaian respirator, dll
PR
PB
PR : Preeclampsia ringan
PB : Preeclampsia berat
33
D. ECLAMPSIA
1. Gambaran Klinik
a. Eclampsia merupakan kasus akut, pada penderita preeclampsia, yang disertai
dengan kejang dan koma. Sama halnya dengan preeclampsia, eclampsia dapat
timbul pada ante, intra dan post partum. Eclampsia post partum umumnya hanya
terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
b. Pada penderita preeclampsia yang akan kejang, umumnya memberi gejala2 atau
tanda2 yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan terjadinya
kejang. Preeclampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini disebut sebagai
impending eclampsia atau imminent eclampsia Lihat tabel III.
Tabel II : Tanda/ Gejala-gejala prodoma kejang
(impending eclampsia)
Tanda tanda / gejala
Penyebab
edema cerebri
edema cerebri
edema cerebri
teregangnya capsule hepar
atau perdarahan subcapsuler
34
15 30 detik.
e. Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik Kejang klonik dimulai
dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai
pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan
konstraksi intermitten pada otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat
kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat
tidur. Sering kali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan
tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa yang kadang-kadang disertai
bercak-bercak darah. Wajah tampak membengkak karena konggesti dan pada
konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik perdarahan.
Pada waktu timbul kejang, diafragma terfikser, sehingga pernafasan tertahan,
kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur
kejang melemah, dan akhirnya penderita diam tidak bergerak.
Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit, kemudian berangsur-angsur kontraksi
melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh kedalam koma. Pada waktu
timbul kejang, desakan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan
meningkat, yang mungkin oleh karena gangguan cerebral. Penderita mengalami
inkontinesia disertai dengan oliguria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi
bahan muntah.
f. Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi, dan bila tidak
segera diberi obat-obat anti kejang akan segera disusul dengan episode kejang
berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat
mencapai 50 kali per menit akibat terjadinya hypercardia, atau hypoxia. Pada
beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan cyanosis.
g. Penderita yang sadar kembali dari koma, umumnya mengalami disorientasi dan
sedikit gelisah. Untuk menilai derajat hilangnya kesadaran, dapat dipakai beberapa
Kuliah Dasar HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN edisi IV tahun 2005
35
cara. Di rumah sakit Dr. Soetomo telah diperkenalkan suatu cara untuk menilai
derajat kedalaman koma tersebut Glasgow Coma Scale. Di Inggris untuk
mengevaluasi coma pada eclampsia ditambah penilaian kejang, dan disebut
Glasgow-Pittssburg coma scoring system. Lihat tebel V berikut ini.
2. Perawatan Eclampsia
Perawatan eclampsia sebagai suatu penyakit.
a. Pada hakekatnya pengobatan yang sangat penting dalam perawatan penderita
eclampsia ialah pengobatan medical dan perawatan suportif.
Garis besar perawatan dan pengobatan eclampsia dapat dilihat dalam tabel II.
Tujuan utama dari pengobatan medical eclampsia ialah
1)
2)
3)
4)
sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara yang
tepat.
Pengobatan medicinal
Obat anti kejang
Obat anti kejang yang menjadi pilihan pertama ialah Sulfas magnesikus. Bila
dengan jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, maka dapat dipakai obat jenis lain,
misalnya : Thiopental. Diazepam dapat dipakai sebagai alternative pilihan, namun
mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi, maka pemberian Diazepam hanya
dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman. Pemberian diuretikum hendaknya
selalu disertai dengan memonitor plasma elektrolit. Obat kardiotonika ataupun obatobat anti hipertensi hendaknya selalu disiapkan dan diberikan benar-benar atas
indikasi.
MgSO4 :
a) Loading dose: 4-5 gr; 20% - MgSO4 dlm larutan 20cc- 25cc intravena selama 45 menit
36
b) Maintenance dose :
-
37
3) Oleh karena itu tindakan pertama-tama pada penderita yang jatuh koma (tidak
sadar), ialah menjaga dan mengusahakan agar jalan nafas atas tetap terbuka.
Cara yang sederhana dan cukup efektif dalam menjaga terbukanya jalan nafas
atas, ialah dengan maneuver head tilt-neck lift atau head tilt-chain lift
yang kemudian dapat dilanjutkan dengan pemasangan oropharyngeal airway.
4) Hal penting kedua yang perlu diperhatikan ialah, bahwa penderita koma, akan
kehilangan refleks muntah sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi bahan
lambung adalah sangat besar. Lambung ibu hamil harus selalu dianggap
sebagai lambung penuh. Oleh karena itu, semua benda-benda yang ada dalam
rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa lendir, maupun sisa makanan harus
segera dihisap secara intermitten. Penderita ditidurkan dalam posisi stabil untuk
drainage lendir.
5) Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai : Glasgow Coma
Scale. (lihat lampiran)
6) Pada perawatan koma; perlu diperhatikan pencegahan decubitus dan makanan
penderita.
7) Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin; cukup diberikan dalam
bentuk NGT (Naso Gastric Tube)
3. Pengobatan Obstetrik :
Sikap terhadap kehamilan.
a. Sikap dasar : semua kehamilan dengan eclampsia harus diakhiri tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin.
b. Bilamana diakhiri :
-
4. Prognose :
Kuliah Dasar HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN edisi IV tahun 2005
38
Bila didapatkan satu atau lebih dari gejala tersebut, prognose ibu buruk.
Tabel IV : Glasgow Pittsburgh Coma Scoring System
Glasgow coma scale : hanya A + B + C
Untuk penilaian coma pada eclampsia ditambahkan D + E + F + G,
Sehingga disebut Glasgow-Pittsburgh Coma Scake
Encircle one each response category (A) ------------(C)
(A)
EYE OPENING
Spontaneous
To speech
To pain
None
(B)
(C)
=4
=3
=2
=1
=6
=5
=4
=3
=2
=1
=5
=4
=3
=2
=1
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan
tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan
patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah
Kuliah Dasar HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN edisi IV tahun 2005
39
persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognose yang baik, karena hal ini merupakan gejala
pertama penyembuhan.
Desakan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.
Eclampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin pada beberapa
golongan yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognose janin pada penderita eclampsia
juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intra uterine atau mati pada fase neonatal karena
memang kondisi bayi sudah sangat inferior.
: hemolisis,
EL
LP
40
trombotic microangiopathies
sepsis
perdarahan otak
41
rupture hepar
b. Kematian perinatal pada Sindoma Hellp cukup tinggi, terutama disebabkan oleh
persalinan preterm
6. Pengobatan
a. Diagnose dini adalah sangat penting, mengingat banyaknya penyakit yang mirip dengan
Sindroma Hellp.
b. Pengobatan sindroma HELLP juga harus memperhatikan cara2 perawatan dan
pengobatan pada preeclampsia dan eclampsia
c. Pemberian cairan intravena harus sangat hati2 karena sudah terjadi vasospasme dan
kerusakan sel endothel. Cairan yang diberikan adalah RD 5 %, bergantian RL 5 %
dengan kecepatan 100 cc/jam dengan produksi urine dipertahankan sekurang2nya
20 cc/jam.
d. Bila hendak dilakukan Sectio Caesarea dan bila trombosit < 50.000 /cc, maka perlu diberi
tranfusi trombosit. Bila trombosit < 40.000 /cc, dan akan dilakukan sectio caesarea maka
perlu diberi tranfusi darah segar.
e. Dapat pula diberikan plasma exchange dengan fresh frozen plasma dengan tujuan
menghilangkan sisa2 hemolisis mikroangiopathi
f. Pemberian double strength dexamethasone diberikan 10 mg.iv. tiap 12 jam segera
setelah diagnose sindroma Hellp ditegakkan
Kegunaan pemberian double strength dexamethasone ialah :
1.
2.
2.
meningkatnya thrombosit
3.
4.
42
Sikap terhadap kehamilan pada sindroma Hellp, tanpa memandang umur kehamilan segera
diakhiri. Persalinan dapat dilakukan perabdominam atau pervaginam. Perlu diperhatikan
adanya gangguan pembekuan darah bila hendak melakukan anestesi regional (spinal).
Desakan sistolik
< 120
Diastolik
< 80
Prehypertension
120 - 139
80 89
Stage 1 hypertension
140 - 159
90 - 99
Stage 2 hypertension
160
110
Normal
43
1) Bila wanita hamil mendapat monoterapi untuk hipertensinya, dan hipertensi dapat
terkendali, maka hipertensi kronik
44
45
c. Bila terjadi komplikasi dan kesehatan janin bertambah buruk, maka segera diterminasi
dengan induksi persalinan, tanpa memandang umur kehamilan
d. Secara umum persalianan diarahkan pervagina. Termasuk; hipertensi dengan
superimposed preeclampsia, dan hipertensi kronik yang tambah berat.
10. Perawataan pospartum
a. Perawatan postpartum sama seperti preeclampsia.
b. Edema cerebri, edema paru, gangguan ginjal, dapat terjadi 24 - 36jam post partum
c. Setelah persalinan : 6 jam pertama resistensi perifer meningkat,
d. Akibatnya : terjadi peningkatan kerja ventrikel kiri (left ventricular work load).
Bersamaan dengan itu akumulasi dari cairan interstitial masuk kedalam intravaskuler.
Perlu terapi lebih cepat dengan atau tanpa diuretic.
e. Banyak wanita dengan hipertensi kronik dan superimposed preeclampsia, mengalami
penciutan volume darah. (hipovolemia)
f. Bila terjadi perdarahan post partum, sangat berbahaya bila diberi cairan kristaloid,
maupun kolloid, karena telah lumen pembuluh darah telah mengalami vasokonstriksi.
Terapi terbaik bila terjadi perdarahan, ialah pemberian transfuse darah.
46
KEPUSTAKAAN
1. William Obstetrics 21st Edition, F.G.Cunningham, et al, Mc Graw Hill Medical Publishing
Division, 2001.
2. Manual of Obstetrics 6th Edition, Lippincott Williams and Wilkins, 2000.
3. Mgann,E.F.;Twelve steps to optimal management of HELLP Syndrome
Clinical Obsteteics and Gynecology; 42: 532,1999.
4. Kaplan's Clinical Hypertension, 8 th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2002.
5. Chronic Hypertension in pregnancy, ACOG Practice Bulletin, Clinical manegment guidelines
for Obsbterics Gynecologist, No:29, January 1996.
Dimuat dalam Obstetreics and Gynecology 98: 177,2001.
6. Chesley' Hypertensive Disorders in pregnancy, 2 Edition, Appleton and Lange,1999
7. Hypertensive Disorders in Women; Baha M.Sibai,; W.B. Saunders Co,2001
8. Hypertension in Pregnancy, edited by M.A. Belfort; Marcel Dekker, Inc. New York, 2003
9. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High
Blood Pressure in Pregnancy.; American Journal of Obstetric and Gynecology; Vol: 183,
Number 1, July 2000.
10. Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia, ACOG Practice Bulletin,
Clinical Management Guidelines for Obstetrician-Gynecologist, No:33, January 2002
47
EDISI IV 2005
OLEH :
48
PRAKATA
Edisi IV tahun 2005
Dalam buku kuliah Hipertensi dalam Kehamilan Edisi IV 2005, hal yang
perlu diperhatikan adalah :
1. Pada dasarnya isi edisi IV 2005 sebagian besar sama dengan edisi III
2004.
2. Namun isinya sebagian besar disederhanakan
3. Rujukan utama tetap dari buku teks wajib untuk pendidikan Obstetri
Ginekologi, yaitu Williams Obstetrics edisi ke 21.
4. Penjelasan yang bersifat teknis tentang diagnosis dan terapi Hipertensi
dalam Kehamilan harap melihat pedoman-pedoman di kamar bersalin.
Meskipun telah ada buku pegangan kuliah Hipertensi dalam Kehamilan namun
untuk mahasiswa masih tetap diwajibkan mengikuti kuliah.
Semoga buku ini bermanfaat dan selamat belajar.
49
DAFTAR ISI
I.
PENDAHULUAN
....................................................................................1
II.
TERMINOLOGI
....................................................................................1
III.
KLASIFIKASI
....................................................................................2
IV.
V.
2
2
3
4
4
4
FAKTOR RISIKO
....................................................................................5
A. Patofisiologi
...........................................................................5
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta .........................................................
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endothel ...................
3. Teori intoleransi immunologic antara ibu dan janin ..................................
4. Teori adaptasi kardiovaskuler ....................................................................
5. Teori defisiensi genetic ..............................................................................
6. Teori defisiensi gizi (Teori diet) .................................................................
7. Teori inflamasi ...........................................................................................
B. Perubahan dan sistim organ pada preeclampsia ..................................................
1. Hipertensi ...................................................................................................
2. Volume darah .............................................................................................
3. Fungsi ginjal ...............................................................................................
4. Edema ........................................................................................................
5. Hematologis ...............................................................................................
6. Hepar .........................................................................................................16
7. Neurologic ..................................................................................................
8. Kardiovaskuler ...........................................................................................
9. Paru-paru ....................................................................................................
Kuliah Dasar HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN edisi IV tahun 2005
5
8
9
10
11
11
11
13
13
13
13
14
15
16
16
17
50
....................................................................................18
A. Preeclampsia
...........................................................................18
1. Gambaran klinik .........................................................................................
2. Pencegahan ................................................................................................
B. Preeclampsia Ringan
...........................................................................20
1. Diagnosis ....................................................................................................
2. Manajemen umum preeclampsia ringan ....................................................
3. Tinjauan perawatan preeclampsia ..............................................................
4. Rawat jalan (ambulatoir) ............................................................................
5. Rawat inap .................................................................................................
6. Perawatan obstetric ....................................................................................
C. Preeclampsia Berat
...........................................................................24
1. Diagnosis .......................................................................................................
2. Pembagian preeclampsia berat ......................................................................
3. Perawatan dan pengobatan ............................................................................
D. Eclampsia
...........................................................................34
1. Gambaran klinik ............................................................................................
2. Perawatan eclampsia .....................................................................................
3. Pengobatan obstetric .....................................................................................
4. Prognose ........................................................................................................
VII. HELLP SYNDROME
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
ii
24
24
25
34
36
38
38
40
40
40
41
41
41
42
....................................................................................43
1. Definisi ................................................................................................................
2. Diagnosis hipertensi kronik pada kehamilan ......................................................
3. Dampak hipertensi kronik pada kehamilan .........................................................
4. Dampak paada janin dan ibu ...............................................................................
5. Pengelolaan pada kehamilan ...............................................................................
6. Obat anti hipertensi .............................................................................................
7. Evaluasi janin ......................................................................................................
8. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia .......................................
9. Persalinan pada kehamilan dengan hipertensi kronik .........................................
10. Perawatan postpartum .........................................................................................
IX. KEPUSTAKAAN
20
20
20
20
21
22
....................................................................................40
Pengertian ...........................................................................................................
Diagnosis .............................................................................................................
Klasifikasi sindroma HELLP ..............................................................................
Gambaran klinis ..................................................................................................
Kematian ibu dan janin .......................................................................................
Pengobatan ..........................................................................................................
Sikap terhadap kehamilan ...................................................................................
18
18
43
43
43
44
44
44
45
45
45
45
....................................................................................47
51
DAFTAR TABEL
iii
Hal
Tabel I.
33
Tabel II.
34
Tabel III.
38
Tabel IV.
39
Tabel V.
43
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
DAFTAR SKEMA
Skema 1.
Skema 2.
12
52
Skema 3.
23
Skema 4.
32
iv
53