Diajukan Kepada :
dr. M. Ardiansyah, M. Kes, Sp. S
Disusun Oleh :
Aldhimas Marthsyal Pratikna
(20110310070)
PRESENTASI KASUS
a. IDENTITAS
Nama
: Ny. S
Usia
: 57 tahun
Alamat
: Bleder, Ngasinan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: IRT
Status
: Menikah
b. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Lemah pada kedua tangan, tangan kiri sama sekali tidak bisa digerakkan dan
tangan kanan masih bisa digerakkan walau range of motion terbatas.
c. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : baik
Kesadaran
Tekanan darah
: 150/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Napas
: 20x/menit
Suhu
: 36,6oC
Status gizi
: sedang
Status Internus
Rambut
:-
KGB
Keadaan regional
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Leher
PARU
Inspeksi
Palpasi
: fremitus kanan=kiri
3
Perkusi
: sonor
Auskultasi
JANTUNG
Inspeksi
:-
Palpasi
Perkusi
: Kiri
Auskultasi
Kanan
Atas
: RIC II
ABDOMEN
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: timpani
Auskultasi
Corpus vertebrae
Genitalia
: tidak diperiksa
Status Neurologis
1.Kesadaran
Compos Mentis, GCS 15 (E4 M6 V5)
2.Tanda Rangsangan selaput otak
Kaku kuduk
:-
Kernig :-
Brudzunsky I
:-
Brudzunsky II:-
Laseque
:-
:-
:-
4.Nervus Kranialis
Nervus I
: penciuman baik
Nervus II
Nervus III,IV,VI
(-)
Nervus IX&X
Nervus XII
fasikulasi (-)
4.Koordinasi :
Cara berjalan
Romberg test
:-
:-
:-
Sinistra
Pergerakan
sulit digerakkan
Kekuatan
440
000
555
555
Pada bagian lengan didapatkan beberapa ciri khas dari erbs palsy seperti lengan
kiri yang bagian bahunya mengalami rotasi kedepan, lengan kiri juga mengalami
atrofi otot dan pemendekan, dan selain itu juga terdapat ciri khas waiter-tip pada
pergelangan tangan lengan kiri.
Defekasi
: baik
Sekresi keringat:baik
8.Reflek fisiologis
Biseps
:++/++
Triseps
:++/++
Patella
: ++/++
Achiles
:++/++
9.Reflek Patologis
Babinski :-/-
Gordon :-/-
Chaddock:-/-
schaffer:-/-
Oppeinheim:-/-
d. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologi
yang merupakan paralysis dari bagian brachial atas. Dejerine-klumpke palsy adalah
paralysis dari bagian bawah pleksus brachialis. Meskipun cidera dapat terjadi setiap
saat, kebanyak cidera pleksus brachial terjadi saat proses persalinan, dimana bahu
bayi mengalami distokia. Terdapat 4 macam cidera yang biasanya terjadi, yaitu
avulsion, tipe yang paling parah, dimana sarafnya robek pada persambungan tulang
belakang. Rupture, dimana sarafnya robek tetapi bukan di persambungan dengan
tulang belakang. Neuroma, dimana saraf yang robek telah sembuh tetapi
menimbulkan jaringan parut dan menimbulkan tekanan pada saraf. Neuropraxia
atau stretch dimana sarafnya rusak tetapi bukan robek. Lesi pleksus brachialis
adalah lesi syaraf yang menimbulkan kerusakan saraf yang membentuk pleksus
brachialis, mulai dari radiks saraf hingga saraf terminal. Keadaan ini dapat
menimbulkan gangguan fungsi motoric, sensorik, atau autonomic pada ekstremitas
atas. Istilah lain yang sering digunakan yaitu neuropati pleksus brakhiais atau
pleksus brakhialis.
b. Penyebab
Penyebab lesi pleksus brachialis bervariasi, diantaranya:
c. Patofisiologi
Bagian cord akar saraf dapat terjadi avulsi karena mengalami traksi
atau kompresi. Setiap trauma yang meningkatkan jarak antara titik yang relative
fixed pada prevertebral fascia dan mid fore arm akan melukai pleksus.
Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan
merusak pembuluh darah. Kompresi yang berat dapat menyebabkan hematoma
intraneural dimana akan menjepit jaringan saraf sekitarnya.
Lokasi lesi sangat penting untuk menentukan terapi. Lesi yang dekat
dengan Dorsal Root Ganglion pada sisi sensori dan pada level dari rootlets dari
Anterior Horn Cells disebut Pre Ganglionic, dan lesi yang berada jauh dari struktur
tersebut disebut Post Ganglionic. Lesi pre ganglionic biasanya menandakan
kehilangan secara permanen, sedangkan lesi post ganglionic lebih dapat diperbaiki
karena mengindakasikan posisi axon yang jauh terhadap sel tubuh yang dimana
dapat beregenerasi.
9
d. Derajat Kerusakan
Derajat kerusakan pada lesi saraf perifer dapat dilihat dari klasifikasi Sheddon dan
Sunderland.
Klasifikasi Sheddon:
Neuropraksia, pada tipe ini terjadi kerusakan myelin namum akson tetap
intak. Dengan adanya kerusakan myelin dapat menyebabkan hambatan
konduksi saraf. Pada tipe cedera seperti ini tidak terjadi kerusakan struktur
terminal sehingga proses penyembuhan lebih cepat dan merupakan derajat
10
biasanya tidak sempurna dan dibutuhkan waktu serta observasi yang lama.
Merupakan derajat kerusakan paling berat.
Klasifikasi Sunderland lebih merinci kerusakan saraf yang terjadi dan
membaginya dalam 5 tingkat, yaitu:
(aksonotmesis)
Tipe 3, aksonotmesis yang melibatkan selubung endoneural tetapi
Faktor pencetus
Dalam sebagian besar kasus terjadinya lesi pleksus brachialis, biasanya disebabkan
oleh beberapa kejadian di lingkungan, seperti:
a. Kecelakaan kendaraan roda dua
b. Trauma akibat terjauth benda berat pada bagian bahu
c. Terjatuh dengan bagian leher dan bahu yng mengalami kontak lebih dahulu
d. Terkena serangan senjata tajam
e. Tertembak peluru
Patofisiologi penyebab yang umum terjadi pada a,b, dan c biasanya melibatkan
traksi pada pleksus yang disebabkan oleh sudut abnormal pada leher dan bahu
ketika seseorang terjatuh dan mengalami benturan. Jika bahu mengalami adduksi
saat itu maka bagian upper plexus yang terkena dampaknya melibatkan C5C6+/C7, tetapi jika yang terkena dampaknya adalah plexus bagian bawah maka yang
terlibat adalah C8T1. Jika dampak dari benturan yang dihasilkan sangat berat maka
mungkin saja semua saraf akan terlibat dan menyebabkan kegagalan dalam
menggerakkan seluruh bagian lengan atas.
11
Root
Upper
plexus
(Erb- C5-C6
Duchenne)
Affected
Sensory Loss
Muscles
Biceps,
deltoid,
spinati,
rhomboids,
brachioradialis
(triceps,
seratus
anterior)
Bagian
Klumpke)
kecil
dari forearm
tangan,
Thoracic outlet syndrome
C8/T1
ulnar
wrist flexor
Bagian
oto Ulnar
border
kecil
dari hand/forearm
tangan,
forearm
Terdiri dari:
Detail dari riwayat dan hal-hal yang berhubungan dengan kecelkaan atau
Evaluasi sensori, merupakan hal yang penting untuk tidak terjadi kehilangan
sensasi dan biasanya pasien merasakan sensasi yang berubah. Namun pada
pengujian sensorik biasanya pada daerah yang mengalami gangguan sering terjadi
anestesi.
13
i. Gambaran
Pemeriksaan radiologi dapat memberikan informasi yang sangat berarti tentang lesi
dan juga tentang cidera yang berhubungan. Beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah:
Foto polos rontgen untuk melihat adanya fraktur atau peningkatan
adalah 3 bulan berikutnya. Setelah jeda waktu tersebut maka hasil yang kurang
maksimal lebih mungkin didapatkan. Sebuah penelitian dari India juga
mendapatkan hasil bahwa periode terbaik dari pembedahan adalah 3 bulan pertama
sesudah cidera dan periode terbaik kedua adalah 3-6 bulan setelah cidera.
Usia sendiri juga mempengaruhi hasil terapi. Pasien dengan usia muda antara 20
tahun menunjukkan perkembangan penyembuhan yang cepat dengan peningkatan
kemampuan kekuatan yang baik. Sedangkan pada pasien yang berusia sekitar 40
tahun menunjukkan perkembangan yang sedikit lambat meskipun tetap
mendapatkan hasil yang adekuat dari operasi.
k. Teknik pembedahan
Biasanya pembedahan yang dilakukan melibatkan baik bagian bawah ataupun atas
klavikula, hal ini dilakukan untuk mendapatkan visual dari seluruh plexus dan juga
sarafnya
l. Strategi pengobatan
Secara luas pembedahan pada kasus ini dibagi kedalam dua kategori:
Pembedahan untuk perbaikan saraf
Prosedur sekunder
Pembedahan untuk perbaikan saraf harus diutamakan dari semua prosedur,
sesegera mungkin setelah pasien menyelesaikan perawatan primer pasien harus
segera mendapatkan perbaikan saraf.
Prosedur sekunder dilakukan setelah perbaikan saraf sudah terlambat untuk
dilakukan.
15
Prosedur sekunder
Pada pasien yang lebih tua dan mengalami cidera pre ganglionic:
16
Saat ini Oberlin dan Somsak menjadi lebih popular bahkan pada cedera post
ganglionic diantara para dokter bedah karena memiliki kemungkinan sukses yang
lebih tinggi terutama pada pasien yang lebih tua dan mengalami penundaan pada
proses perbaikan saraf.
Jika C7 loss terjadi pada cidera upper plexus
Pada cidera post ganglionic akan menghasilkan hasil yang sama seperti C5C6
pada pasien muda yang mengalami pembedahan awal. Pada kasus dengan cidera
pre ganglionic yang terjadi pada pasien usia tua strateginya adalah:
Ulnar ke MCN
ICN ke Axillary (somsak)
Median ke triceps
Cidera yang sering terjadi adalah pre ganglionic total avulsion. Pada kasus ini
strategi bertingkat harus dilakukan. Contoh strategi tersebut adalah:
17
Tahapan 1: lakukan eksplorasi plexus, dan jika ada yang layak dilakukan
neurotise
XIth to SSN
Contralateral C7 ke lateral atau posterior cord untuk memperoleh bicep
dan pectoralis major.
Tahapan 2 (dilakukan 3 bulan setelah tahapan 1): Gracilis yang bebas dan
fungsional dipindahkan menggunaan thoracodorsal vessels dan ICN saat bergerak
kearah volar melintasi siku dan dijahit ke flexor digitorum profundus dan flexor
policis longus.
Tahapan 3 ( 1 tahun setelah tahapan 1): Penggabungan pergelangan tangan jika
tidak ada perbaikan ECRL.
Tahapan 4: pemindahan tendon untuk meningkatkan fungsi tangan untuk
menggenggam dan penggabungan bahu jika bahu tidak stabil
Hampir didapatkan 50% penyembuhan fungsional dapat terjadi berupa, aktivitas
keseharian, kemampuan untuk berkendara, jika semua berjaan sesuai rencana.
Functional restoration after reconstruction of flail upper limb (a) Elbow flexion
(b) Functional restoration after reconstruction of flail upper limb (b) Fingers
flexing against resistance using Gracilis (c) Functional restoration after
reconstruction
Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan jika tidak ada lagi hal-hal yang
disebutkan diatas dapat dilakukan:
18
Kesimpulan
Hasil yang didapatkan bergantung terhadap beberapa parameter:
Usia pasien, semakin muda pasien semakin bagus hasil yang didapatkan
Waktu dari terjadinya cidera sampai dilakukannya operas, waktu terbaiknya
19
Fisioterapi
1. Fase akut 0 RICE (rest, ice, compression and elevan'on)
a. Istirahat
b. Terapi dingin : digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, dapat diberikan dengan
modalitas sederhana seperti cold pack atau dengan cryojet air yang mengluarkan uap air
dingin bersuhu -40C selama 20 menit dan dapat diulang tiap 2 jam.
c. Kompresi : dilakukan pada ekstremitas yang edema.
d. Elevation : pada cedera pleksus brakhialis berat (adanya avulsi radiks), dapat terjadi
edema yang signifikan pada ekstremitas yang terkena. Ini dikarenakan oleh pompa aliran
darah balik abnormal yang biasanya dilakukan oleh otot yang lumpuh diatas batas jantung.
Pada malam hari dapat dilakukan dengan cara diganjal dengan bantal dan pada beberapa
kasus dimodifikasi menggunakan splint.
Preventif
Dilakukan untuk mempertahankan ROM dan mencegah kelemahan lebih lanjut,meliputi :
- Proper positioning
- Splinting
- Latihan ROM
- Latihan penguatan pada otot yang terkena
- Pemeriksaan rutin dan perlindungan terhadap daerah yang mengalami gangguan sensorik
Latihan
Latihan pada ekstremitas yang lumpuh pada awal terapi bertujuan untuk
memelihara lingkup gerak sendi (LGS) dan mencegah atrofi otot, dimana umumnya sering
menjadi masalah pada masa penyembuhan. Latihan LGS yang diberikan dapat pasif, aktif
20
maupun aktif dibantu (active assited). Latihan peningkatan kekuatan/ stregthening exercise
dapat diberikan bilamana terdapat kontraksi otot secara aktif.
Latihan penguatan otot leher, diberikan secara isometrik dimana penderita
diintruksikan untuk mengkontraksikan otot leher tanpa menggerakan sendi. Pasien
meletakkan tangannya ddikepala untuk menahan gerakan leher. Kontraksi dipertahankan
selama lima hitungan (lima detik) diikuti relaksasi selama tiga hitungan dan kemudian
diulang lagi, umumnya sebanyak tiga kali. Latihan ini diulangi untuk semua arah gerak.
Alternatif lain adalah pasien berbaring terlentang/telungkup dengan kepala beralaskan
bantal kemudian menekan kepala kearah bantal. Dalam melakukan latihan ini harus
diperhatikan agar tidak terjadi gerakan leher. Cedera pleksus brakhialis menyebabkan
kelemahan dan immobilisasi yang membatasi perenggangan normal dari Otot dan jaringan
penyokong. Kontraktur berakibat, perubahan biomekanik dan peningkatan usaha yang
diperlukan untuk pergerakan lebih lanjut membatasi aktivitas. Saat istirahat/tidak aktif
keterbatasan kontraksi otot kurang dari 20% dari tegangan maksimal, terjadi disuse atrofi,
yang berlanjut dengan perburukan dari kelemahan. hingga bulan (3-4 bulan setelah
cedera). Pada tipe aksonotmesis, perbaikan diharapkan dapat terjadi dalam beberapa bulan
dan biasanya komplit kecuali terjadi atrofi motor endplate dan reseptor sensorik sebelum
pertumbuhan akson mencapai organ-organ ini. Perbaikan fungsi sensorik mempunyai
prognosis lebih baik dibandingkan motorik karena reseptor sensorik dapat bertahan lebih
lama dibandingkan motor endplate (kira-kira 18 bulan). Sedangkan neurotmesis,
regenerasi dapat terjadi namun fungsional sulit kembali sempurna. Faktor~faktor yang
mempengaruhi keluaran yaitu luasnya lesi jaringan saraf, usia (dimana usia tua
mengurangi proses pertumbuhan akson), status medis pasien, kepatuhan dan motivasi
pasien dalam menjalani terapi.
Untuk lesi pleksus brakhialis yang berat, hasil yang memuaskan dapat terjadi
pada lebih dari 70% pasien postoperatif setelah perbaikan primer dan 48% setelah graft
saraf. Kira-kira 50-85% pasien dengan TOS non-neurogenik mengalami perbaikan dengan
latihan,
Prognosis lesi pleksus brakhialis pada daerah supraklavikular kurang
memuaskan dibanding daerah infraklavikular, oleh karena biasanya disertai denganadanya
avulsi radiks.monoplegia serta edukasi penggunaan alat-alat bantu dirumah. Latihan yang
diberikan sehubungan dengan AKS vokasional adalah peningkatan kemampuan penderita
21
dalammenulis atau mengetik bila terganggu. Pada penderita dengan defisit sensorik,
dapatdiberikan latihan sensibilitas dengan obyek material yang bervariasi
Orthotik
Ortosis secara umum mempunyai tujuan sebagai berikut :
- Proteksi atau immobilisasi ; ortosis ini secara umum digunakan untuk stabilisasi setelah
tindakan operatif atau situasi dimana stabilisasi diperlukan untuk otot yang lemah dalam
melakukan aktivitas.
- Koreksi ; baik splint statis atau dinamis dapat diterapkan pada sendi untuk mencegah dan
bahkan memperbaiki subluksasi atau deformitas.
- Bantuan fungsional ; ortosis dapat membantu fungsi otot yang lemah atau deformitas
Ortosis atau alat bantu memegang peranan penting dalam penatalaksanaan rehabilitasi
cedera pleksus brakhialis lebih lanjut. Peresepan alat bantu pada penderita ini sangat
bervariasi dan tergantung disabilitas yang terjadi. Tujuan pemberian ortosis pada lesi
pleksus brakhialis, adalah untuk:
- Mencegah nyeri sendi bahu dan subluksasi
22
Beberapa contoh pertimbangan pemberian ortosis pada lesi pleksus brakhialis misalnya :
Jika fungsi tangan distal masih baik namun gerakan bahu dan fleksi siku
terganggu, maka ortosis dibuat dengan untuk menstabilkan bahu dan siku serta
memberikan posisi fungsional pada tangan. Pemakaian ortosis yang paling tepat
dapat berupa elbow andshoulder articulated arthoses dilengkapi dengan elbow
ratchet lock untuk memberikanposisi fungsional pada tangan penderita. Wilmer
Orthosis merupakan contoh ortosisyang banyak dipakai untuk pasien lesi pleksus
brakhialis seperti ini. Ini merupakan ortosis bahu yang sangat efektif dalam
mencegah subluksasi bahu dan memegang siku dalam posisi fleksi sehingga
tangan berada dalam posisi yang dapat dipakai untuk aktivitas contohnya
mengetik. Namun kekurangannya adalah pada penggunaan jangka lama dapat
menyebabkan kontraktur siku. Di Inggris Stanmore Brachial Plexus Orthosis
merupakan ortosis yang paling sering diresepkan. Ortosis ini dikatakan dapat
memenuhi semua kebutuhan pasien dimana terdapat bagian forearm yang
menyokong pergelangan tangan dan tangan, kemudian terdapat batang besi
disamping yang menghubungkannya dengan bagian siku. Bagian siku ini dapat
diatur dalam 6 posisi. Dari bagian sikukemudian terdapat batang besi yang
menghubungkannya dengan socket bahu. Beban lengan dijaga oleh socket bahu
ini.
Sebaliknya pada fungsi tangan yang terganggu namun fungsi otot ekstremitas
proksimal yang masih baik, maka pemberian ortosis dapat berupa wrist driven
flexor tenodesis splint, untuk mengembalikan fungsional tangan penderita.
23
24