Anda di halaman 1dari 16

FARMAKOTERAPI II

MYASTENIA GRAVIS

OLEH
NUR SYAMSIYAH
1301061

DOSEN
HUSNAWATI, M.Si, Apt

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
PEKANBARU
2016

KATA PENFGANTAR
Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis ingin menghaturkan
puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sebab berkat rahmat dan
anugerahNya, penulis telah berhasil menyelesaikan makala yang berjudul
Myastenia Gravis Dalam menyelesaikan makalah ini, banyak pihak yang
telah membantu, sehingga
rasa

penulis pada kesempatan ini ingin

menghaturkan

hormat, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Husnawati, M. Farm, Apt sebagai dosen pembimbing.


Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan maka
penulis

juga

memohon maaf yang sebesar besarnya jika ada yang kurang

berkenan dalam pandangan para pembaca sekalian. Oleh karena itu kritik
dan saran yang bermanfaat sangat diharapkan. Penulis berharap semoga
makalah ini berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.

Pekanbaru, Maret 2016


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
I.I LATAR BELAKANG...........................................................4
I.II TUJUAN..............................................................................4
BAB II ISI
II.I II.I Pengertian Myastenia Gravis......................................5
II.II Patofisiologi.......................................................................5
II.III Klasifikasi Miastenia Gravis..........................................6
II.IV Penyebab...........................................................................9
II.V Tanda Dan Gejala..............................................................9
II.IV Pengobatan.......................................................................10

BAB III PENUTUP


III.I KESIMPULAN..................................................................13
III.II SARAN..............................................................................13

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom klinis ini dikemukakan pertama kali pada tahun 1600. Pada akhir
tahun 1800an miastenia gravis mulai dibedakan dari kelemahan otot akibat
paralysis bulbar. Pada tahun 1920 seorang dokter yang menderita miastenia gravis
merasa ada perbaikan sesudah ia meminum obat efedrin yang ditujukan untuk
mengatasi kram menstruasi. Akhirnya pada tahun 1934 Mary Walker, seorang
dokter dari Inggris melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara miastenia
gravis dan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare yaitu
fisostigmin untuk mengobati miastenia gravis dan ternyata ada kemajuankemajuan yang nyata.
Tingkat kematian pada waktu lampau dapat sampai 90%. Kematian
biasanya disebabkan oleh insufisiensi pernafasan. Jumlah kematian telah berhasil
dikurangi secara drastic sejak tersedia obat-obatan serta unit-unit perawatan
pernapasan. Remisi spontan dapat terjadi pada 10% hingga 20% pasien dan dapat
dicapai dengan melakukan timektomi elektif pada pasien-pasien tertentu. Yang
paling cocok untuk menjalani cara ini adalah wanita muda yang masih dini
keadaannya (5 tahun pertama setelah awitan) dan tidak berespon baik dengan
pengobatan.
Miastenia gravis banyak timbul antara umur 10-30 tahun. Pada umur
dibawah 40 tahun miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita. Sementara
itu diatas 40 tahun lebih banyak pada pria. Insidens miastenia gravis di Amerika
Serikat sering dinyatakan sebagai 1 dalam 10.000. Tetapi beberapa ahli
menganggap angka ini terlalu rendah karena sesungguhnya banyak kasus yang
tidak pernah terdiagnosis.

I.II Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi Miesthania Gravis
2. Mengetahui klasifikasi Miesthania Gravis
3. Mengetahui etiologi Miesthania Gravis
4. Mengetahui patofisiologi Miesthania Gravis
5. Mengetahui manifestasi klinis Miesthania Gravis

BAB II
ISI
II.I Pengertian Myastenia Gravis
Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai
kelemahan dan kelelahan otot-otot rangka akibat defisiensi reseptor asetilkolin
pada sambungan neuromuscular.Miastenia gravis dapat terjadi akibat gangguan
sistem saraf perifer yang ditandai dengan pembentukan autoantibodi terhadap
reseptor asetilkolin yang terdapat di daerah motor and-plate otot rangka.
Autoantibodi igG secara kompetitif berikatan dengan reseptor asetilkolin dan
mencegah peningkatan asetilkolin ke reseptor sehingga mecegah kontraksi otot.
Miastenia gravis pada awalnya dapat menyebabkan kelemahan otot yang
mengontrol gerakan bola mata atau dapat mempengaruhi seluruh tubuh.
Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah.Penyakit
ini merupakan penyakit neuromuscular yang merupakan gabungan antara
cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan.Sindrom
klinis ini ditemukan pertama kali pada tahun 1600, dan pada akhir tahun 1800
Miastenia gravis dibedakan dari kelemahan otot akibat paralisis burbar.Pada tahun
1920 seorang dokter yang menderita penyakit Miastenia gravis merasa lebih baik
setelah minum obat efedrin yang sebenarnya obat ini ditujukan untuk mengatasi
kram menstruasi.Dan pada tahun 1934 seorang dokter dari Inggris bernama Mary
Walker melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara Miastenia gravis dengan
keracunan kurare.Mary Walker menggunakan antagonis kurare yaitu fisiotigmin
untuk mengobati Miastenia gravis dan ternyata ada kemajuan nyata dalam
penyembuhan penyakit ini.
Miastenia gravis banyak timbul antara umur 10-30 tahun.Pada umur
dibawah 40 tahun miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita.Sementara
itu diatas 40 tahun lebih banyak pada pria. Insidens miastenia gravis di Amerika
Serikat sering dinyatakan sebagai 1 dalam 10.000. Tetapi beberapa ahli
menganggap angka ini terlalu rendah karena sesungguhnya banyak kasus yang
tidak pernah terdiagnosis.

II.II Patofisiologi
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara
terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas.Penyakit ini timbul

karena adanya gangguan dari synaptictransmission atau pada neuromuscular


junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi neuromuscular pada
otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter).
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan
umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh
fungsi saraf cranial.Miastenia gravis merupakan sindroma klinis akibat kegagalan
transmisi neuromuskuler yang disebabkan oleh hambatan dan destruksi reseptor
asetilkolin oleh autoantibodi.Sehingga dalam hal ini, miastenia gravis merupakan
penyakit autoimun yang spesifik organ.Antibodi reseptor asetilkolin terdapat
didalam serum pada hampir semua pasien.Antibodi ini merupakan antibodi IgG
dan dapat melewati plasenta pada kehamilan.Pada orang normal, bila ada impuls
saraf mencapai hubungan neuromuskular, maka membran akson terminal
presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam
celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan
reseptor asetilkolin pada membran postsinaps.
Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium
dan kalium secara tiba-tiba menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal
sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan
terbentuk potensial aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan dengan
saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini memicu
serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah transmisi
melewati hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan dihancurkan oleh
enzim asetilkolinesterase.
Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu.Abnormalitas
dalam penyakit miastenia gravis terjadi pada endplate motorik dan bukan pada
membran presinaps.Membran postsinaptiknya rusak akibat reaksi imunologi.
Karena kerusakan itu maka jarak antara membran presinaps dan postsinaps
menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin dalam perjalanannya ke arah
motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase. Selain itu jumlah asetilkolin
yang dapat ditampung oleh lipatan-lipatan membran postsinaps motor end plate
menjadi lebih kecil. Karena dua faktor tersebut maka kontraksi otot tidak dapat
berlangsung lama.

II.III Klasifikasi Miastenia Gravis


Klasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi menjadi:
1.

Kelompok I: Miastenia okular

Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia.Sangat


ringan, tidak ada kasus kematian.
2.

Kelompok IIA: Miastenia umum ringan

Awitan lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot


rangka dan bulbar.Sistem pernapasan tidak terkena.Respon terhadap terapi obat
baik.Angka kematian rendah.
3.

Kelompok IIB: Miastenia umum sedang

Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut


semakin berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar.Disartria,
disfagia, dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan miastenia gravis
umum ringan.Otot-otot pernapasan tidak terkena.Respon terhadap terapi obat
kurang memuaskan dan aktifitas pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah.
4.

Kelompok III: Miastenia berat akut

Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang
berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernapasan.Biasanya penyakit
berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan.Respons terhadap obat buruk.Insiden
krisis miastenik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi.Tingkat
kematian tinggi.
5.

Kelompok IV: Miastenia berat lanjut

Miastenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit 2 tahun sesudah awitan
gejala-gejala kelompok I atau II.Miastenia gravis berkembang secara perlahanlahan atau secara tiba-tiba.Respons terhadap obat dan prognosis buruk.
Disamping klasifikasi tersebut di atas, dikenal pula adanya beberapa
bentuk varian miastenia gravis, yaitu:
1. Miastenia neonatus
Jenis ini hanya bersifat sementara, biasanya kurang dari bulan.
Jenis ini terjadi pada bayi yang ibunya menderita miastenia gravis, dengan
kemungkinan 1:8, dan disebabkan oleh masuknya antibodi antireseptor
asetilkolin ke dalam melalui plasenta.
2. Miastenia anak-anak (juvenile myastenia)
Jenis ini mempunyai karakteristik yang sama dengan miastenia
gravis pada dewasa.

3. Miastenia kongenital
Biasanya muncul pada saat tidak lama setelah bayi lahir.Tidak ada
kelainan imunologik dan antibodi antireseptor asetilkolin tidak
ditemukan.Jenis ini biasanya tidak progresif.
4. Miastenia familial
Sebenarnya, jenis ini merupakan kategori diagnostik yang tidak
jelas.Biasa terjadi pada miastenia kongenital dan jarang terjadi pada
miastenia gravis dewasa.
5. Sindrom miastenik (Eaton-Lambert Syndrome)
Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan oleh
terganggunya pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf.Sering kali
berkaitan dengan karsinoma bronkus (small-cell carsinoma).Gambaran
kliniknya berbeda dengan miastenia gravis.Pada umumnya penderita
mengalami kelemahan otot-otot proksimal tanpa disertai atrofi, gejalagejala orofaringeal dan okular tidak mencolok, dan refleks tendo menurun
atau negatif.Seringkali penderita mengeluh mulutnya kering.
6. Miastenia gravis antibodi-negatif
Kurang lebih daripada penderita miastenia gravis tidak
menunjukkan adanya antibodi.Pada umumnya keadaan demikian terdapat
pada pria dari golongan I dan IIB. Tidak adanya antibodi menunjukkan
bahwa penderita tidak akan memberi respons terhadap pemberian
prednison, obat sitostatik, plasmaferesis, atau timektomi.
7. Miastenia gravis terinduksi penisilamin
D-penisilamin (D-P) digunakan untuk mengobati arthritis
rheumatoid, penyakit Wilson, dan sistinuria. Setelah penderita menerima
D-P beberapa bulan, penderita mengalami miastenia gravis yang secara
perlahan-lahan akan menghilang setelah D-P dihentikan.
8. Botulisme
Botulisme merupakan akibat dari bakteri anaerob, Clostridium
botulinum, yang menghalangi pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf
motorik.Akibatnya adalah paralisis berat otot-otot skelet dalam waktu
yang lama. Dari 8 jenis toksin botulinum, tipe A dan B paling sering
menimbulkan kasus botulisme. Tipe E terdapat pada ikan laut (see

food).Intoksikasi biasanya terjadi setelah makan makanan dalam kaleng


yang tidak disterilisasi secara sempurna.Mula-mula timbul mual dan
muntah, 12-36 jam sesudah terkena toksin. Kemudian muncul pandangan
kabur, disfagia, dan disartri.Pupil dapat dilatasi maksimal.Kelemahan
terjadi pola desendens selama 4-5 hari, kemudian mencapai tahap stabil
(plateau).Paralisis otot pernapasan dapat terjadi begitu cepat dan bersifat
fatal.Pada kasus yang berat biasanya terjadi kelemahan otot ocular dan
lidah.Sebagian besar penderita mengalami disfungsi otonom (mulut
kering, konstipasi, retensi urin).
Miastenia gravis juga menyerang otot-otot, wajah, dan laring.Keadaan ini
dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan
(otot-otot palatum), menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal, dan
pasien tak mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang
menggantung.Pada sistem pernapasan, terserangnya otot-otot pernapasan terlihat
dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan
pasien tidak lagi mampu membersihkan lender dari trakea dan cabangcabangnya.Pada kasus yang lebih lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang
hingga terjadi kelemahan pada semua otot-otot rangka.
Kelainan kelenjar timus terjadi pada miastenia gravis.Meskipun secara
radiologis kelainan belum jelas terlihat karena terlalu kecil, tetapi secara
histologik kelenjar timus pada kebanyakan pasien menunjukkan adanya
kelainan.Wanita muda cenderung menderita hiperplasia timus, sedangkan pria
yang lebih tua dengan neoplasma timus.Elektromiografi menunjukkan penurunan
amplitudo potensial unit motorik apabila otot dipergunakan terus-menerus.

II.IV Penyebab
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, miastenia gravis diduga
merupakan gangguan otoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan
mengurangi efisiensi hubungan neuromuskular.Keadaan ini sering bermanifestasi
sebagai penyakit yang berkembang progresif lambat.Tetapi penyakit ini dapat
tetap terlokalisir pada sekelompok otot tertentu saja. Gangguan tersebut
kemungkinan dipicu oleh infeksi, operasi, atau penggunaan obat-obatan tertentu,
seperti nifedipine atau verapamil (digunakan untuk mengobati tekanan darah
tinggi), quinine (digunakan untuk mengobati malaria), dan procainamide
(digunakan untuk mengobati kelainan ritme jantung).

Neonatal myasthenia terjadi pada 12% bayi yang dilahirkan oleh wanita
yang mengalami myasthenia gravis. Antibodi melawan acetylcholine, yang
beredar di dalam darah, bisa lewat dari wanita hamil terus ke plasenta menuju
janin.Pada beberapa kasus, bayi mengalami kelemahan otot yang hilang beberapa
hari sampai beberapa minggu setelah lahir.Sisa 88% bayi tidak terkena.

II.V Tanda Dan Gejala


Peristiwa pada gejala-gejala yang memperburuk sering terjadi. Pada waktu
yang lain, gejala-gejala kemungkinan kecil atau tidak ada. Gejala-gejala yang
paling sering terjadi sebagai berikut:

Kelemahan otat mata yang menyebabkan ptosis ( turunnya kelopak mata).


Kelemahan otot wajah, leher dan tenggorokan yang menyebabkan
kesulitan makan dan menelan.
Penyebaran kelemahan otot yang berkelanjutan. Pada awalnya terjadi
keletihan ringan dengan pemulihan kekuatan setelah beristirahat. Namun
pada akhirnya kekuatan tidak pulih lagi setelah melakukan istrahat.
Pada sistem pernapasan, terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari
adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan
pasien tidak lagi mampu membersihkan lender dari trakea dan cabangcabangnya.
Gangguan emosi atau stres. Kebanyakan pasien mengalami kelemahan
otot apabila mereka berada dalam keadaan tegang,

II.IV Pengobatan
Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3 prinsip,
yaitu:
1. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler:
a. Istirahat
Dengan istirahat, banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akan
bertambah sehingga serat-serat otot yang kekurangan AChR di bawah ambang
rangsang dapat berkontraksi.
b. Memblokir pemecahan Ach

10

Dengan anti kolinesterase, seperti prostigmin, piridostigmin, edroponium


atau ambenonium diberikan sesuai toleransi penderita, biasanya dimulai dosis
kecil sampai dicapai dosis optimal. Pada bayi dapat dimulai dengan dosis 10 mg
piridostigmin per os dan pada anak besar 30 mg , kelebihan dosis dapat
menyebabkan krisis kolinergik.
2. Mempengaruhi proses imunologik
a. Timektomi
Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainya perbaikan
signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat yang harus dikonsumsi
pasien, serta idealnya adalah kesembuhan yang permanen dari pasien.Timektomi
dianjurkan pada MG tanpa timoma yang telah berlangsung 3-5 tahun. Dengan
timektomi, setelah 3 tahun 25% penderita akan mengalami remisi klinik dan 4050% mengalami perbaikan.
b. Kortikosteroid
Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegah efek
samping.Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-lahan sampai dicapai
dosis yang diinginkan.Kerja kortikosteroid untuk mencegah kerusakan jaringan
oleh pengaruh imunologik atau bekerja langsung pada transmisi neromuskuler.
c. Imunosupresif
Yaitu dengan menggunakan Azathioprine, Cyclophosphamide (CPM),
Cyclosporine,.Namun biasanya digunakan azathioprin (imuran) dengan dosis 2
mg/kg BB.Azathioprine merupakan obat yang secara relatif dapat ditoleransi
dengan baik oleh tubuh dan secara umum memiliki efek samping yang lebih
sedikit dibandingkan dengan obat imunosupresif lainnya.Perbaikan lambat
sesudah 3-12bulan.Kombinasi azathioprine dan kortikosteroid lebih efektif yang
dianjurkan terutama pada kasus-kasus berat.
d. Plasma exchange
Berguna untuk mengurangi kadar anti-AChR; bila kadar dapat diturunkan
sampai 50% akan terjadi perbaikan klinik.
3. Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot
a. Memberikan penjelasan mengenai penyakitnya untuk mencegah
problem psikis.
b. Alat bantuan non medikamentosa

11

Pada Miastenia gravis dengan ptosis diberikan kaca mata khusus yang
dilengkapi dengan pengkait kelopak mata.Bila otot-otot leher yang kena,
diberikan penegak leher. Juga dianjurkan untuk menghindari panas matahari,
mandi sauna, makanan yang merangsang, menekan emosi dan jangan minum
obat-obatan yang mengganggu transmisi neuromuskuler seperti B-blocker,
derivate kinine, phenintoin, benzodiazepin, antibiotika seperti aminoglikosida,
tetrasiklin dan d-penisilamin.

12

BAB III
PENUTUP
III.I Kesimpulan
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai
oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan
secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini
timbul

karena

adanya

gangguan

dari

Synaptictransmission

atau

pada

neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi


neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang
(volunter).
Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio
perbandingan wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 3 : 1.Pada
wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 20 tahun,
sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 40tahun. Pada anak,
prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik daripada orang dewasa.
Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3prinsip,
yaitu; (1) Mempengaruhi transmisi neuromuskuler, (2)Mempengaruhi proses
imunologik, (3) Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot.

III.II Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat digunakan sebagai pedoman
bagi pembaca baik tenaga kesehatan khususnya perawat dalampemberian asuhan
keperawatan secara professional. Selain itu pembaca diharapkan dapat
mengaplikasikan tindakan pencegahan dan penanggulangan untuk menghindari
penyakit Miastenia gravis ini. Mungkindalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan makalah ini.

13

DAFTAR PUSTAKA

Chandrasoma, Parakrama, Clive R.Taylor. 2005. Ringkasan Patologi

Anatomi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal: 869-871


Dewabenny. 2008. Miastenia Gravis. http://dewabenny.com/ 2008/

07/12/ miastenia-gravis. (3 September 2009)


Endang Thamrin dan P. Nara. 1986. Cermin Dunia Kedokteran. No. 41,
1986.Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma, hal:

40-42
Mubarak,

Husnul.

2008.

Miastenia

gravis.

http://cetrione.blogspot.com/ 2008/06/miastenia-gravis.html. (3 September


2009)

14

KASUS
Bapak jones adalah pelanggan reguler di toko saya, dia menyerahkan resep
kepada saya. Bapak jones memiliki beberapa kesulitan dengan resep karena dia
tidak bisa fokus dengan baik karena kelopak matanya terkulai, dan tangannya
lemah. Baru-baru ini dia mengambil pensiun dini dari pekerjaan nya sebagai
petugas kantor karena ia mendapatkan extreme. Bapak jones merasa lelah pada
otot-ototnya, terutama sepanjang hari di tempat kerja nya. Kelelahan improve dan
sedang istirahat. ia telah berbicara dengan saya beberapa bulan yang lalu tentang
kelelahan yang dia rasakan dan dia berpikir bahwa mungkin diakibatkan karena
stres atau diet yang salah, karena ia telah bekerja seharian untuk menyelesaikan
waktu kerja nya. ia membeli beberapa multivitamin gingseng. Tapi rasa lelah nya
tidak berkurang kecuali bila ia beristirahat dalam beberapa hari.
Bapak jones diminta oleh ahli saraf di rumah sakit setempat untuk
menjalankan beberapa tes dan meminta GP untuk menuliskan resep nya yaitu
pyridostigmine bromide 60 mg tablets. Bapak jones awal nya meminum obat 4
kali sehari setengah tablet. Selanjut nya sampai enam tablet sehari . jika otot nya
masih mengalami kelemahan maka GP meresepkan kembali tablet hiosin
botylbromide 10 mg dua tablet diminum empat kali sehari.
Penyelesaian Kasus

Subjective :
Nama
Umur
Jenis kelamin
Keluhan

: Bapak jones
: : laki-laki
: lelah, stress, diet yang salah, kelopak matanya

terkulai, dan tangannya lemah


Objective :
Assessment:

Dari gelaja yang di tunjukkan oleh pasien seperti : lelah, stress, kelopak
matanya terkulai dan tangannya lemah, pasien di diagnosis menderita
penyakit myastenia gravis kelas IIB karena di tunjukkan dengan gejalagejala okular,aktifitas yang terbatas dan respon terhadap terapi obat yang
kurang memuaskan.
Plan
Terapi Farmakologi

15

pyridostigmine bromide teblets. Awalnya 4 x 1 hari

setengah tablet, kemudian dilanjut 6 x 1 hari.


hiosin botylbromide 10 mg 4 x 1 hari 2 tablet
Terapi Non-Farmakologi
Periode istirahat yang sering selama siang hari yang berfungsi
untuk menghermat energi.
Hindari/kurangi aktivitas yang berat.
Hindari Stress
Konsumsi makanan yang bergizi.

16

Anda mungkin juga menyukai