TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus dengue. Penyakit ini ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus. Masa inkubasi virus ini adalah 2-10 hari di dalam tubuh
vektor dan akan muncul di kelenjar liur nyamuk dan siap menginfeksi manusia
yang tergigit.4
Demam berdarah dengue (DBD) memiliki manifestasi klinis berupa
demam 2 - 7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, jumlah trombosit <
100.000 /mm3, adanya tanda-tanda kebocoran plasma (peningkatan hematokrit >
20 % dari nilai normal, dan atau efusi pleura, dan atau ascites, dan atau
hypoproteinemia/albuminemia.5 Dengue Shock Syndrome adalah demam berdarah
dengue derajat III dan IV yang ditandai adanya renjatan/syok.6
B. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Virus dengue disebarkan melalui
vektor utamanya nyamuk Aedes aegypti. Genom virus dengue menyandi 10
produk gen yaitu C (capsid), prM (matrix), E (envelope), dan protein-protein
nonstruktural termasuk NS-1, NS-2A, NS-2B, NS-3, NS-4A, NS-4B, dan NS-5.
NS-1 merupakan satu-satunya dengan bentuk terlarut yang dapat dideteksi dalam
sirkulasi. Beberapa protein nonstruktural juga memainkan peran dalam
memodifikasi sistem imun, seperti NS-2A, NS-2B dan NS-4B yang berpengaruh
pada jalur sinyal interferon 1 dengan menginduksi produksi sitokin, NS-5
menginduksi produksi interleukin 8. NS-3 berfungsi ganda dalam aktivitas
helicase (melepas rantai DNA) dan protease, di mana aktivitas proteasenya
memerlukan NS-2B sebagai kofaktor. Dalam replikasi virus, NS-5 berfungsi
sebagai S-adenosine methyltransferase dan RNA-dependent RNA polymerase. 5,7
Protein E berinteraksi dengan reseptor seluler sehingga memprakarsai
proses masuknya virus dan rangkaian asam aminonya menentukan aktivitas
penetralisiran antibodi yang menggolongkan virus Dengue (DEN) menjadi 4
serotipe: DEN-1, 2, 3 dan 4. Terdapat 4 serotipe virus Dengue yaitu DEN-1, DEN2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau
demam berdarah dengue. DEN-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan
merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh DEN-2, DEN-1
dan DEN-4. 5,7 Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe tersebut diatas,
akan menyebabkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang
bersangkutan. Meskipun keempat serotipe virus tersebut mempunyai daya
antigenis yang sama namun mereka berbeda dalam menimbulkan proteksi silang
meski baru beberapa bulan terjadi infeksi dengan salah satu dari mereka.7
dengan incidence rate per 100.000 penduduk adalah sebesar 39,80%. Jumlah
kasus meninggal akibat penyakit DBD adalah sebanyak 907 orang dengan case
fatality rate sebesar 0,90%. Pada provinsi Kalimantan Selatan sendiri, dengan
jumlah penduduk sebesar 3.913.908 jiwa, terdapat 828 kasus dengan incidence
rate per 100.000 penduduk adalah sebesar 21,16%. Jumlah kasus meninggal
akibat penyakit DBD adalah sebanyak 17 orang dengan case fatality rate sebesar
2,05%.9
D. Klasifikasi
Berdasarkan WHO tahun 2014, kriteria klinis infeksi virus dengue dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: 2
1. Kriteria klinis demam dengue
Penyakit yang didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-menerus
berlangsung 2 - 7 hari, kemudian turun secara cepat. Demam secara
mendadak disertai dua gejala klinis yang tidak spesifik atau lebih seperti:
nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia, athralgia, ruam, dan terdapat
manifestasi perdarahan.2
2. Kriteria klinis demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 2014, diagnosis DBD ditegakkan bila hal di
bawah ini dipenuhi:2
1. Terdapat kriteria klinis demam dengue
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
uji bendung positif
petekie, ekimosis, atau purpura
Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk.
Untuk membedakannya dapat dilakukan penekanan pada bintik
merah yang dicurigai dengan kaca obyek atau penggaris plastik
6
Gejala
Laboratorium
*
DD
sakit kepala,
nyeri retro-orbital,
mialgia,
artralgia/nyeri tulang,
rash,
7
(wbc
5000sel/mm3)
2. Trombositopenia
(jumlah
trombosit
<150.000sel/mm3)
6. manifestasi perdarahan
7. tidak ada bukti plasma leakage
DBD
plasma leakage
II
Grade
ditambah
III
<100.000sel/mm3
2. Peningkatan
Hematokrit 20%
Grade I atau II ditambah kegagalan 1. Trombositopenia
sirkulasi (kulit dingin dan lembab
serta gelisah, hipotensi)
DBD
IV
<100.000sel/mm3
2. Peningkatan
Hematokrit 20%
perdarahan 1. Trombositopenia
spontan
DBD
Hematokrit (5%-10%)
4. Tidak
ada
bukti
kehilangan plasma
Demam dan manifestasi perdarahan 1. Trombositopenia
(tes torniquet positif) dan bukti
DBD
3. Peningkatan
<100.000sel/mm3
2. Peningkatan
Hematokrit 20%
Grade III ditambah Syok berat 1. Trombositopenia
disertai dengan tekanan darah dan
nadi tidak terukur
<100.000sel/mm3
2. Peningkatan
Hematokrit 20%
*DBD derajat III dan IV disebut Sindrom Syok Dengue (SSD)
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue
atau sindrom syok dengue (SSD).6
Gambaran klinis untuk DBD terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis
dan fase pemulihan.2
1. Fase febris
Fase febris biasanya terjadi demam mendadak tinggi 2 7 hari,
disertai muka kemerahan, eritema kulit, dan sakit kepala. Dapat juga
terdapat nyeri di area retroorbita, otot, sendi, dan tulang. Pada fase ini
dapat pula ditemukan ruam berbentuk makulopapuler yang muncul
setelah demam hari ke 3 dan ke 4. Ruam ini sering terlihat pada wajah,
leher, dan bagian tubuh lainnya yang nantinya akan memudar pada
akhir fase febris. 2
2. Fase kritis
Setelah fase febris, akan terjadi fase kritis pada hari 3 4 setelah
demam. Pada fase ini, kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya
kebocoran dapat menyebabkan terjadinya hipotensi. Pada fase ini,
hemostasis abnormal dan kebocoran plasma dapat mengakibatkan
syok, perdarahan, dan akumulasi cairan di pleura, dan abdomen.
Timbulnya kebocoran plasma ini biasanya berlangsung selama 36 48
jam. 2
3. Fase pemulihan
Bila fase kritis terlewati maka terjadi fase pemulihan yang berupa
pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara
perlahan pada 48 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita
membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis
membaik. 2
berdarah, dll
Nyeri perut atau ketidaknyamanan pada daerah perut
Palpitasi, sesak napas
Disfungsi hati atau hepatomegali
Penurunan output urin
Kadar HCT yang tinggi (>45%)
10
12
makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi
sel T sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga
mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Proses tersebut akan
menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala
sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.13
Pada DBD, teori yang kini dianut luas adalah teori immunologic
enchancement atau antibody dependent enhancement (ADE). Berdasarkan teori
ini, bila ada antibodi yang spesifik untuk satu jenis virus maka antibodi
tersebut dapat mencegah penyakit oleh virus tersebut, tetapi kalau didalam
tubuh seseorang terdapat antibodi yang tidak mampu menetralisir virus
tersebut justru dapat menimbulkan manifestasi penyakit yang berat. Pada
infeksi dengue didapatkan kedua tipe antibodi tersebut. Yang pertama
antibodi yang dapat menetralisir virus secara spesifik, sedang yang kedua
antibodi non neutralisasi yang memacu replikasi virus. Teori infection
enhancing
antibody
berdasarkan
pada
peran
sel
fagosit mononuklear
13
14
Pada
umumnya
penurunan
trombosit
mendahului
peningkatan
15
16
17
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue. Prinsip utama adalah
terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus agar tidak jatuh
ke dalam kondisi syok. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan
oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan
suplemen
cairan
melalui
intravena
18
untuk
mencegah
dehidrasi
dan
19
20
b) Tes laboratorium :
- hitung darah lengkap (FBC)
- hematokrit (HCT)
c) Perawatan :
Dilakukan dengan memberikan cairan oral. Jika intoleran, diberikan terapi
cairan intravena 0,9% salin atau Ringers Laktat dalam laju yang terkontrol.
d) Monitoring :
- memonitor pola suhu tubuh
- memonitor volume cairan yang masuk dan keluar
- memonitor output urin (volume dan frekuensi)
- memonitor warning sign
- memonitor hematokrit, sel darah putih, trombosit
Selain itu, terdapat kriteria lain pasien grup B yakni pasien yang memiliki
warning sign.
a) Tes laboratorium :
- hitung darah lengkap (FBC)
- hematokrit (HCT)
b) Perawatan :
- Melihat nilai hematokrit sebelumnya sebelum terapi cairan diberikan.
- Memberikan larutan isotonik seperti 0,9% salin, Ringers Laktat.
Dimulai dengan 5-7ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian dikurangi
menjadi 3-5ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kemudian dikurangi menjadi 23ml/kg/jam atau kurang, sesuai dengan respon klinis pasien.
c) Pemeriksaan kembali status klinis dan pengulangan hematokrit
Jika hematokrit tetap atau kenaikannya minimal, lanjutkan dengan 23ml/kg/jam selama 2-4 jam.
21
22
23
24
25
g. Sindrom hemofagositik
K. Pencegahan
Upaya pemberantasan demam berdarah terdiri dari tiga hal yaitu
peningkatan kegiatan surveilans penyakit dan surveilans vektor, diagnosis dini dan
pengobatan dini, dan peningkatan upaya pemberantasan vektor penular penyakit
DBD. Program yang dilakukan adalah gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) secara massal dan nasional. Dalam memberantas jentik nyamuk Aedes
aegypti atau yang dikenal dengan PSN DBD dilakukan dengan cara:17
26
1. Pengendalian Fisik
Pemberantasan dengan cara ini dikenal sebagai kegiatan 3M. Program 3M
di Indonesia pertama kali dilaksanakan pada tahun 1992 dengan berdasar pada
Keputusan Menkes No. 581/Menkes/SK/VII/92. Program 3M pada dasarnya
adalah pengembangan dari program PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
yang memfokuskan ke arah perbaikan fisik.18
Kegiatan 3M yang pertama yaitu menguras adalah kegiatan menguras
tempat tempat penampungan air seperti bak air untuk mandi, tandon air,
drum yang berisi air. Kegiatan menguras dilakukan minimal satu kali dalam
seminggu untuk mencegah perkembangan nyamuk menjadi nyamuk dewasa.
Hal ini karena siklus metamorfosis nyamuk memakan waktu minimal
seminggu.17
Kegiatan 3M yang berikutnya adalah menutup tempat tempat
penampungan air. Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah nyamuk Aedes
aegypti meletakkan telurnya di tempat penampungan air tersebut. Kegiatan
menutup tempat penampungan air dilakukan minimal untuk tempat
penampungan air yang susah untuk dikuras ataupun dikubur tetapi akan lebih
baik lagi apabila kegiatan menutup ini dilakukan untuk semua tempat
penampungan air yang mungkin untuk ditutup. 17
Kegiatan 3M yang terakhir adalah mengubur barang barang bekas
ataupun tempat yang dapat menjadi penampungan air saat hujan. Kegiatan
mengubur ini tidak terbatas hanya untuk barang barang bekas seperti kaleng
tetapi juga untuk lobang di tanah yang bias menampung air. Kegiatan
27
mengubur ini lebih bagus apabila minimal seminggu sekali karena berpatokan
dari siklus nyamuk. 17
Pengembangan program 3M sampai saat ini sudah banyak dilakukan
seperti yang terbaru adalah 3M plus, yaitu 3M diatas ditambah dengan
memakai repellent, tidak tidur pada jam jam dimana nyamuk DBD
berkeliaran, memakai kelambu saat tidur, memelihara ikan pemakan jentik di
tempat tempat yang susah untuk dikuras, dan lain sebagainya.17
2. Pengendalian Biologis.
Pengendalian secara biologis merupakan upaya pemanfaatan agent biologi
untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agent biologis yang sudah digunakan
dan terbukti mampu mengendalikan populasi larva vektor DB/DBD adalah dari
kelompok bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop (Copepoda).1
Predator larva di alam cukup banyak, namun yang bisa digunakan untuk
pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya, dan yang paling mudah
didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah ikan pemakan jentik.
Di Indonesia ada beberapa ikan yang berkembang biak secara alami dan bisa
digunakan adalah ikan kepala timah dan ikan cetul. Namun ikan pemakan jentik
yang terbukti efektif dan telah digunakan di kota Palembang untuk pengendalian
larva DBD adalah ikan cupang. Meskipun terbukti efektif untuk pengendalian
larva Aedes aegypti, namun sampai sekarang belum digunakan oleh masyarakat
secara luas dan berkesinambungan.1
Jenis
predator
lainnya
yang
dalam
penelitian
terbukti
mampu
mengendalikan larva DBD adalah dari kelompok Copepoda atau cyclops. Jenis ini
28
sebenarnya jenis Crustacea dengan ukuran mikro. Namun jenis ini mampu
memakan larva vektor DBD.1
3. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi masih paling populer baik bagi program
pengendalian DBD dan masyarakat. Penggunaan insektisida dalam pengendalian
vektor DBD bagaikan pisau bermata dua, artinya bisa menguntungkan sekaligus
merugikan. Insektisida kalau digunakan secara tepat sasaran, tepat dosis, tepat
waktu dan cakupan akan mampu mengendalikan vektor dan mengurangi dampak
negatif terhadap lingkungan dan organisme yang bukan sasaran. Penggunaan
insektisida dalam jangka tertentu secara akan menimbulkan resistensi vektor.
Insektisida untuk pengendalian DD/DBD harus digunakan dengan bijak dan
merupakan senjata pamungkas.1
L. Prognosis
Prognosis DBD terletak pada pengenalan tanda-tanda bahaya secara awal
dan pemberian cairan larutan garam isotonik atau kristaloid sebagai cairan awal
pengganti volume plasma sesuai dengan berat ringan penyakit. Prognosis DBD
derajat I dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara
cepat maka pasien dapat ditolong. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50%
pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat, kematian
dapat ditekan <1% kasus.7
29