Anda di halaman 1dari 20

A.

PROSTETIK DAN ORTETIK


Orthetik dan prosthetik terdiri dari dua kata yang masing-masing mempunyai
arti yang berbeda.
Prosthetik adalah suatu alat ganti tubuh yang diciptakan berupa kaki palsu
atau tangan palsu untuk menggantikan anggota tubuh yang hilang atau sengaja
dihilangkan karena adanya kelainan medis (amputasi). Sehingga anggota tubuh tadi
dapat membantu dalam kegiatan aktivitas sehari-hari.
Orthetik adalah suatu alat bantu pada tubuh yang berupa sepatu sandal khusus
dan biomekanik, cruk/tongkat, korset, collar sehingga dapat membantu penderita
untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
BAHAN DAN ALAT
A. ORTHETIK
Bahan-bahan yang dipakai dalam pembuatan orthetik adalah MCR dan kulit
1. MCR atau Micro Cellulair Ruber merupakan bahan baku yang mudah
didapati dipasaran. Bahan ini merupakan bahan semacam spon tebal yang
mempunyai tingkat kelembutan dan kelenturan yang cukup baik. Bahan
ini sengaja digunakan terutama untuk pasien kusta yang kebanyakan
mengalami anestesi atau mati rasa terhindar dari kelecatan kulit atau luka.
2. Kulit merupakan bahan yang paling banyak digunakan untuk pembuatan
sepatu/sandal. Begitu pula untuk pembuatan alas kaki penderita kusta,
kulit merupakan bahan baku yang paling banyak digunakan terutama kulit
sintetis yang halus/lembut permukaannya.

Gambar 1. Contoh Ortetik: korset torakolumbal untuk orang yang cedera kompresi
bagian tersebut, collar pada kasus trauma klavikula dan tongkat untuk pasien stroke
B. PROSTHETIK
Pada dasarnya bahan pembuatan prosthetic di Indonesia ada 3 macam bahan,
yaitu:
1. Aluminium
Aluminium merupakan bahan yang paling lama digunakan dan sekarang ini
sudah tidak digunakan karena dirasa kurang efektif dan efisien, disamping itu dari
segi kosmetik bahan ini juga kurang baik. Cara pembuatan atau produksinya juga
sangat tidak efisien dari segi waktu maupun tenaga.
2. Fiber Glass
Bahan ini sebenarnya bahan yang cukup baik untuk pembuatan prosthetik.
Bahan ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan bahan aluminium. Hasil
produksi dengan bahan ini lebih halus dan kuat. Tapi kelemahan dari bahan ini
yaitu dalam penggunaan jangka panjang fiber glass akan mengalami retak-retak
kecil, jadi akan mempengaruhi kosmetik dari prostetik tersebut.
3. Poly propylene
Bahan ini merupakan bahan terbaru yang dipakai untuk pembuatan prostetik
di Indonesia. Bahan ini masih jarang dipergunakan. Di Indonesia baru di beberapa
kota yang menggunakannya diantaranya Surabaya, Palembang, Medan dan
Makassar.
Bahan ini mempunyai kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh kedua
bahan diatas. Dari segi ketahanan bahan ini mempunyai daya tahan yang sangat

tinggi. Bahan ini tahan terhadap berbagai macam cuaca, cara memproduksi lebih
efektif dan efisien serta hasil kosmetik yang lebih baik.

Gambar 2. Contoh Prostetik: Tangan dan kaki palsu pada kasus amputasi
CARA PEMBUATAN PROTHESA
Dalam tata cara pembuatan prothesa terdiri dari beberapa tahap:
1. Pengukuran
Pasien yang datang dengan kondisi post-amputasi dilakukan pengukuran setelah
2-4 bulan amputasi atau sudah tidak ada luka dan tidak ada bengkak. Pengukuran
dilakukan pada aderah stump meliputi panjang, lingkar atau diameter, dan
panjang kaki yang sehat.
2. Pembuatan negative gips
Setelah pengukuran selesai, kemudian dilakukan negative gips dengan cara
membalutkan gips circular yang sudah dibasahi air keseluruh permukaan stump
sampai merata. Setelah gips kering kemudian gips dilepas dari stump dalam
bentuk cetakan.
3. Pembuatan positif gips
Setelah gips dilepas dari stump kemudian cetakan tadi diisi dengan adonan yang
terbuat dari gips bubuk yang dicampur air sampai penuh. Setelah kering negative
gips, sehingga tersisa positif gips saja. Kemudian positif gips dihaluskan dengan
parut sesuai dengan ukuran yang telah dicatat tadi.
4. Pembuatan socket

Socket dibuat dari bahan spon yang halus. Positif gips yang sudah halus dijadikan
untuk cetakan pembuatan socket. Caranya: spon dimasukkan ke dalam oven
sampai lembek. Setelah lembek diangkat dan dipasang di positif gips kemudian
dihisap dengan compressor sehingga spon akan mengikuti bentuk positif gips tadi.
5. Pembuatan polypropylene lapis I
Polypropylene dimasukkan ke dalam oven dengan tingkat panas 180-250oC
sampai lembek, setelah itu diangkat dan dicetak ke positif gips, lalu dihisap
dengan compressor sehingga polypropylene akan mengikuti bentuk positif gips.
6. Pencobaan/fitting
Setelah polypropylene selesai dicetak kemudian dihaluskan lalu dipasangi dengan
komponen pengganti tulang dan telapak kakinya. Setelah itu prothesa siap
dicobakan ke pasien sampai pasien merasa nyaman menggunakannya.
7. Proses finishing/ polypropylene lapis I
Setelah pasien mencoba prothesa dan merasa nyaman, proses selanjutnya adalah
finishing yaitu proses membentuk model betis atau kaki penderita. Disini
diperlukan jiwa seni dari pembuat prothesa karena pada proses ini akan
mempengaruhi kualitas dan segi kosmetik prothesa ini.

B. ULTRASOUND (US) THERAPY


Terapi ultrasound merupakan jenis thermotherapy (terapi panas) yang dapat
mengurangi nyeri akut maupun kronis. Terapi ini menggunakan arus listrik yang
dialirkan lewat transducer yang mengandung kristal kuarsa yang dapat mengembang
dan kontraksi serta memproduksi gelombang suara yang dapat ditransmisikan pada
kulit serta ke dalam tubuh.
Peralatan yang dipergunakan pada terapi ultasound adalah generator penghasil
frekuensi gelombang yang tinggi, dan transducer yang terletak pada aplikator.
Transducer terbuat dari kristal sintetik seperti barium titanate atau sirkon timbal

titanat yang memiliki potensi piezeloelectric yakni potensi untuk memproduksi arus
listrik bila dilakukan penekanan pada kristal. Terapi ultrasound biasanya dilakukan
pada rentang frekuensi 0.8 sampai dengan 3 megahertz (800 sampai dengan 3,000
kilohertz). Frekuensi yang lebih rendah dapat menimbulkan penetrasi yang lebih
dalam (sampai dengan 5 sentimeter). Frekuensi yang umumnya dipakai adalah 1000
kilohertz yang memiliki sasaran pemanasan pada kedalaman 3 sampai 5 cm dibawah
kulit. Pada frekuensi yang lebih tinggi misalkan 3000 kilohertz energi diserap pada
kedalaman yang lebih dangkal yakni sekitar 1 sampai 2 cm. Gelombang suara dapat
mengakibatkan molekul-molekul pada jaringan bergetar sehingga menimbulkan
energi mekanis dan panas. Keadaan ini menimbulkan panas pada lapisan dalam tubuh
seperti otot, tendo, ligamen, persendian dan tulang. Penetrasi energi ultrasound
bergantung pada jenis dan ketebalan jaringan.
Jaringan dengan kadar air yang tinggi menerap lebih banyak energi sehingga suhu
yang terjadi lebih tinggi. Pada jaringan lokasi yang paling berpotensi untuk terjadi
peningkatan suhu yang paling tinggi adalah antara tulang dan jaringan lunak yang
melekat padanya.
Terapi ultrasound berbeda dengan diagnostic ultrasound yang menggunakan
gelombang suara intensitas rendah yang digunakan untuk menghasilkan gambar
struktur internal tubuh. Terapi ultrasound dengan intensitas tinggi yang terfokus dapat
digunakan untuk menghancurkan jaringan yang tidak diinginkan seperti batu ginjal,
batu empedu, hyperplasia prostat dan beberapa jenis tumor fibroid.

Gambar 3. US therapy
Efek Fisiologis Ultrasound Therapy
Efek thermal terapi ultrasound ditemukan sangat bermanfaat dalam terapi
gangguan musculoskeletal, menghancurkan jaringan parut dan membantu mengulur
tendon. Penggunaan ultrasound dalam terapi panas dapat dikombinasikan dengan
stimulasi elektrik pada otot. Kombinasi ini dapat meningkatkan kemampuan
pembersihan sisa metabolisme, mengurangi spasme otot serta perlengketan jaringan.
Ultrasound terapeutik juga memiliki efek anti peradangan yang dapat mengurangi
nyeri dan kekakuan sendi. Terapi ini dapat digunakan untuk memperbaiki
impingement (jepitan) akar syaraf dan beberapa jenis neuritis (peradangan saraf) dan
juga bermanfaat untuk penyembuhan paska cedera.
Indikasi Ultrasound Therapy
Pada dasarnya terapi ultrasound dapat digunakan pada keadaan akut sampai
dengan kronis. Pada keadaan akut diperlukan terapi dengan frekuensi yang sering dan
durasi yang singkat, sedangkan pada keadaan kronis diperluakan terapi dengan
frekuensi yang lebih jarang akan tetapi dengan durasi terapi yang lebih lama.
Penggunaan ultrasound terapi pada jam jam awal setelah cedera atau dalam waktu 48
jam setelah cedera meningkatkan kecepatan penyembuhan cedera. Kondisi akut
cedera pada umumnya memerlukan terapi satu sampai dua kali sehari selama 6
sampai 8 hari sampai nyeri dan pembengkakan berkurang. Pada kondisi cedera kronis
terapi dapat dilakukan dua hari sekali selama 10 sampai 12 kali. Secara khusus, terapi
ultrasound dapat dipergunakan pada keadaan keadaan berikut :
a. Spasme otot yang merupakan keadaan ketegangan dan kontraksi otot yang
berlangsung terus menerus sehingga timbul rasa nyeri. Kontraktur otot yang
diakibatkan oleh keteganagan otot dapat diatasi dengan ultrasound karena
ultrasound

memiliki

efek

meningkatkan

kelenturan

jaringan

sehingga

meningkatkan jangkauan gerak.

b. Kompresi akar saraf dan beberapa jenis neuritis (radang saraf) karena peningkatan
aliran darah dari jaringan yang dipanaskan dengan terapi ultrasound dapat
mempercepat penyembuhan jaringan.
c. Tendinitis (peradangan tendon)
d. Bursitis (peradangan bursa yang merupakan kantong berisi cairan yang berada
diantara tendon dan tulang)
e. Herniasi diskus yang merupakan keadaan bocornya cairan diskus intervertebral
sehingga dapat menjepit saraf spinal. Pada keadaan ini, terapi ultrasound ditujukan
pada spasme otot yang dipersarafi.
f. Sprain yang merupakan laserasi pada ligamen sendi.
g. Kontusi yang merupakan cedera pada jaringan dibawah kulit tanpa adanya
perlukaan kulit.
h. Whiplash yang merupakan cedera pada leher akibat gerakan yang mendadak.
i. Cedera rotator cuff yang merupakan cedera pada otot dan tendon yang
menghubungkan ihumerus dengan scapula. Tendon pada rotator cuff biasanya kuat
akan tetapi dapat mengalami robekan dan peradangan akibat penggunaan yang
berlebihan, proses penuaan ataupun trauma mekanis akibat benturan.
j. Frozen shoulder (bahu beku) dengan gejala nyeri bahu dan kekakuan yang
diakibatkan oleh cedera atau arthritis. Pada keadaan ini, terapi ultrasound dapat
mengurangi kekakuan dan meningkatkan jangkauan gerak sendi.
k. Arthritis yang merupakan peradangan sendi. Beberapa jenis arthritis
yang dapat diperbaiki dengan terapi ultrasound adalah :
o

Osteoarthritis yang merupakan gangguan pengikisan kartilago


persendian yang terjadi secara progresif.

Rheumatoid arthritis yang merupakan gangguan peradangan jangka


panjang yang terutama mengenai persendian dan jaringan
sekitar.

Juvenile rheumatoid arthritis merupakan jenis arthritis pada anak yang


menyebabkan

kerusakan,

kekakuan

dan

perubahan

pada

persendian.
o

Ankylosing spondylitis yang merupakan peradangan sendi pada tulang


belakang dan antara tulang belakang dan panggul. Apabila
berlanjut tulang dapat mengalami penyatuan.

Gout yang merupakan jenis peradangan yang disebabkan oleh


penumpukan asam urat dalam tubuh.

Psoriatic arthritis yang merupakan jenis arthritis yang disertai dengan


rash pada kulit.

Pelaksanaan Ultrasound Therapy


Sebelum diadakan terapi dilakukan penilaian awal tentang perjalanan
penyakit, riwayat kesehatan serta pemeriksaan fisik. Penderita diminta untuk
menggambarkan secara detil rasa nyeri yang dialami. Pada beberapa kasus terapi
ultrasound dilakukan setelah dilakukan terapi dengan mempergunakan modalitas lain
seperti bantal pemanas, bantal pendingin atau terapi listrik. Berdasarkan pada area
yang terkena, penderita diminta untuk duduk atau berbaring selama dilakukan terapi
dengan ultrasound.
Resiko Ultrasound Therapy
Terapi ultrasound berbahaya apabila dilakukan di sekitar area perut wanita
hamil. Terapi ini juga memiliki efek negatif pada area yang mengalami keganasan
atau area pertumbuhan tulang. Terapi ini juga tidak direkomendasikan pada penderita
dengan gangguan persepsi nyeri dan panas misalkan pada penderita diabetes dengan
neuropathy.
Terapi ultrasound pada dasarnya aman untuk sebagian besar orang. Walaupun
demikian apabila dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman dapat
menimbulkan luka bakar atau kerusakan jaringan dalam.
Terapi ini tidak direkomendasikan pada :

Kepala, mata, jantung dan organ reproduksi.


Perut wanita hamil
Luka yang mengalami infeksi.
Di dekat tumor
Di dekat area pertumbuhan tulang misalkan pada epifisis
Di dekat sumsum tulang belakang yang terekspose misal paska laminectomy
Di dekat alat pacu jantung dan alat implant lainnya
Penderita gangguan sensasi saraf misal pada diabetic neuropathy

C. SHORT WAVE DIATHERMY (SWD)


Short wave diathermy merupakan gelombang elektromagnetik yang
menghasilkan arus bolak balik frekuensi tinggi yaitu 27,12 MHz dengan panjang
gelombang 11 meter, yang digunakan sebagai modalitas fisioterapi untuk memperoleh
pengaruh panas dalam jaringan lokal. Penggunaan untuk penyakit yang memerlukan
9

peningkatan suhu jaringan tubuh lokal, sehingga diperoleh pengaruh fisiologis


sebagai reaksi tubuh terhadap stressor suhu dan dari pengaruh fisiologis tersebut
diperoleh pengaruh terapeutik.
Produksi panas short wave diathermy
Produksi panas short wave diathermy terjadi oleh karena pada jaringan
elektrolit/dielektrik tinggi terdapat banyak ion positif dan negatif, yang oleh induksi
frekuensi tinggi, kutub positif-negatif menarik ion yang berlawanan dan mendorong
yang sama dengan frekuensi 27,12 cycle/detik. Akibatnya terjadi gerak bolak-balik
ion yang cepat atau vibrasi longitudinal sehingga menimbulkan panas dalam jaringan.
Penetrasi short wave diathermy dalam jaringan
Short wave diathermy memiliki penetrasi paling dalam, tetapi tergantung
tehnik penerapan aplikatornya dan nilai dielektrik jaringan yang dilalui. Pada through
dan through condensor field penetrasi paling dalam dan panas optimal di jaringan
lemak dan jaringan ikat. Pada coplanar condensor field penetrasi paling superfisial
dan panas optimal jaringan dielektrik tinggi misalnya dalam otot rangka. Pada
elektroda

double

coil/diplode

penetrasinya

lebih

dalam

dari

single

coil

(monode/minode), keduanya efektif untuk jaringan tubuh dielektrik tinggi.


Pengaruh fisiologis short wave diathermy
Meningkatkan metabolisme lokal. Meningkatkan aktivitas lokal dari kerja
kelenjar keringat.. Terjadi vasodilatasi lokal, adanya hiperemia merupakan respon
terhadap peningkatan kebutuhan nutrisi jaringan. Meningkatkan rileksasi otot. Efek
sedatif terhadap sistem saraf sensorik bila diberi mild heating. Bila diberikan dalam
waktu yang lama akan meningkatkan temperatur tubuh, meningkatkan frekuensi pernafasan dan denyut jantung. Respon tersebut merupakan aksi dari panas yang tidak
dipakai oleh tubuh dan respon dalam memelihara keseimbangan temperatur
Pengaruh terapeutik
Mengurangi nyeri. Mengurangi spasme otot. Mempercepat penyembuhan
inflamasi kronik dengan cara membantu menyerap kembali (reabsorbsi) exudat
oedema sebagai akibat peningkatan supplay darah. Membantu meningkatkan sirkulasi
10

cutaneus. Membantu dalam mengontrol infeksi kronik oleh peningkatan sirkulasi. Ini
akan meningkatkan sel darah putih dan anti bodi untuk melawan organisme infeksi,
memperkuat mekanisme petahanan tubuh normal. Meningkatkan ekstensibilitas
jaringan fibrous, seperti tendon, kapsul sendi dan jaringan parut (scar) dengan waktu
5-10 menit yang dihasilkan oleh pengaruh peningkatan temperatur.
Indikasi short wave diathermy
Indikasi short wave diathermy yaitu: kondisi peradangan dan setelah trauma,
tahap subakut dan kronis, trauma pada system musculoskeletal, kondisi ketegangan,
pemendekan, perlengketan otot jaringan lunak dan gangguan pada sistem peredaran
darah.
Kontra indikasi short wave diathermy
Kontra indikasi short wave diathermy yaitu perdarahan, vena trombosis, penyakit
arteri, kehamilan, logam dalam jaringan, hilangnya sensasi kulit, tumor/keganasan
dan pengobatan dengan X-Ray.

Gambar 4. SWD
D. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah penggunaan arus
listrik yang dihasilkan oleh perangkat untuk merangsang saraf untuk mengurangi rasa
sakit. Unit ini biasanya dilengkapi dengan elektroda untuk menyalurkan arus listrik
yang akan merangsang saraf pada daerah yang mengalami nyeri. Rasa geli sangat

11

terasa dibawah kulit dan otot yang diaplikasikan elektroda tersebut. Sinyal dari TENS
ini berfungsi untuk mengganggu sinyal nyeri yang mempengaruhi saraf-saraf dan
memutus sinyal nyeri tersebut sehingga pasien merasakan nyerinya berkurang.
Namun teori lain mengatakan bahwa stimulasi listrik saraf dapat membantu tubuh
untuk memproduksi obat penghilang rasa sakit alami yang disebut endorfin, yang
dapat menghalangi persepsi nyeri.

Gambar 5. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation


TENS memberikan arus listrik dengan amplitudo sampai dengan 50mA dengan
frekuensi 10-250Hz, banyak digunakan untuk terapi pengurangan rasa sakit. Banyak
teori yang mendukung prinsip kerja TENS, satu diantaranya adalah teori pain gates
yang diajukan oleh Melzack dan Walls. Menurut teori ini TENS diperkirakan
mengaktifkan secara khusus perifer A beta pada daerah tanduk dorsal sehingga
memodulasi serabut A delta dan C yang menghantarkan rasa nyeri. Hipotesis lain
menjelaskan efek TENS dalam mengurangi nyeri melalui system neurotransmitter
lain yaitu perubahan system serotonin dan substansia P.
Dengan menggunakan metode TENS, transkutan (yaitu melalui kulit) Listrik
Stimulasi saraf, fungsi saraf penting dapat diaktifkan secara efektif. Frekuensi impuls,
yang sebanding dengan bioelectricity alami, merangsang menghilangkan rasa sakit.
Dengan cara ini, transmisi nyeri oleh serabut saraf terhambat dan aliran listrik

12

menghilangkan rasa sakit, seperti zat endorphin, yang dipicu. Selanjutnya, aliran
darah melalui zona tubuh ditingkatkan.
Terapi dengan TENS dilakukan dengan kontak langsung alat terhadap pasien
melalui sepasang elektroda. Demi memenuhi persyaratan standar keamanan alat
medis sebuah sistem keamanan harus dirancang sehingga cidera pada pasien dapat
dicegah. Sistem keamanan yang dirancang pada dasarnya adalah mencegah terjadinya
luka bakar pada kulit akibat kesalahan penempatan elektroda. Kesalahan penempatan
elektroda memungkinkan elektroda tidak melekat dengan baik pada kulit dan
sementara itu arus dialirkan, dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien.

Gambar 6. Aplikasi dari TENS


Keuntungan

dari

menggunakan

TENS

adalah

bahwa

tidak

seperti

menghilangkan rasa sakit oleh obat, karena tidak menimbulkan ketagihan, tidak
menyebabkan kantuk atau mual, dan dapat dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan.
TENS mengubah persepsi tubuh mengenai rasa sakit. TENS juga diakui sebagai
alternatif akupunktur sebagai non-farmakologis untuk mengobati dismenorea. Pada

13

impuls rendah (2 Hz) produksi endorphin sebagai penghilang rasa sakit alami dipacu
untuk dikeluarkan. Oleh karena itu TENS telah digunakan untuk mengobati nyeri
yang akut seperti patah tulang, nyeri sendi, strain otot, pasca operasi dan menstruasi
yang menimbulkan rasa sakit. Efeknya berkurangnya rasa nyeri bisa lambat tapi dapat
mengurangi rasa nyeri yang berlangsung selama beberapa jam. Pada impuls tinggi
(90-150Hz) 'gerbang ' rasa sakit akan ditutup. Hal ini terjadi pada sakit kepala,
migrain, arthritis, neuralgia pasca-herpes, linu panggul, sakit pinggang, leher dan
punggung nyeri akan segera mereda, tapi efeknya tidak begitu lama.
Umumnya TENS diterapkan pada:
Frekuensi tinggi (> 50 Hz) dengan intensitas di bawah kontraksi motorik
(intensitas sensorik). Pada frekuensi tinggi, secara selektif merangsang syaraf
tertentu untuk mengirim sinyal ke otak yang menghalangi sinyal saraf lainnya
membawa pesan rasa sakit.
Frekuensi rendah (<10 Hz) dengan intensitas yang menghasilkan kontraksi
motor. Pada frekuensi rendah merangsang produksi endorfin, hormon
penghilang rasa sakit.
TENS digunakan untuk meringankan rasa sakit yang disebabkan oleh berbagai
kondisi kronis, termasuk:

leher dan nyeri punggung bawah

sakit kepala / migrain

radang sendi

Perangkat ini juga efektif terhadap nyeri jangka pendek, seperti:

persalinan

nyeri pasca bedah

patah tulang

otot dan nyeri sendi

olahraga cedera

kram menstruasi

14

Tidak seperti banyak-menghilangkan rasa sakit obat-obatan, TENS tidak


menimbulkan ketergantungan dan tampaknya memiliki beberapa efek samping.
Kebanyakan orang bisa menggunakan mesin TENS tetapi tidak cocok untuk:

Epilepsi.

Mereka dengan alat pacu jantung dan beberapa jenis lain penyakit jantung.

Diketahui penyebab sakit.

Tanpa pengawasan pada kehamilan (selain tenaga kerja).

E. SHOULDER WHEEL

15

Latihan ini terutama pada penderita yang mengalami keterbatasan Lingkup


Gerak Sendi (LGS). Contohnya pada pasien frozen shoulder. Penyakit frozen
shoulder adalah penyakit kronis dengan gejala khas berupa nyeri bahu dan
keterbatasan lingkup gerak sendi bahu yang dapat mengakibatkan gangguan aktivitas
kerja sehari-hari. Penyebabnya idiopatik yang sering dialami oleh orang berusia 4060 tahun dan memiliki riwayat trauma sering kali ringan. Penyebab frozen shoulder
tidak diketahui, tetapi sangat identik dengan adanya semburan AC dan kipas angin
yang terlalu sering. Manifestasi klinis dari frozen shoulder memiliki ciri khas yaitu
terbagi dalam tiga fase, nyeri, kaku, dan perbaikan. Proses alamiah dari fase-fase
ini biasanya berjalan selama 1 hingga 3 tahun.
Fase pertama sering disebut juga sebagai painful atau freezing stage, fase ini
diawalin dengan rasa nyeri pada bahu. Pasien akan mengeluhkan nyeri saat tidur
dengan posisi miring dan akan membatasi gerak untuk menghindari nyeri. Pasien
akan sering mengeluhkan nyeri pada daerah deltoid. Sering kali pasien tidak akan
meminta bantuan medis pada fase ini, karena dianggap nyeri akan hilang dengan
sendirinya. Mereka dapat mencoba mengurangi nyeri dengan analgesic. Tidak ada
trauma sebelumnya, akan tetapi pasien akan ingat pertama kali dia tidak bisa
melakukan kegiatan tertentu akibat nyeri yang membatasi pergerakan. Fase ini dapat
berlangsung selama 2 sampai 9 bulan.
Fase kedua ini disebut stiff atau frozen fase. Pada fase ini pergerakan bahu
menjadi sangat terbatas, dan pasien akan menyadari bahwa sangat sulit untuk
melalukan kegiatan sehari-hari, terutama yang memerlukan terjadinya rotasi interna
dan externa serta mengangkat lengan seperti pada saat keramas atau mengambil
sesuatu yang tinggi.
Fase terakhir adalah fase resolusi atau thawing fase. Pada fase ini pasien mulai
bisa menggerakan kembali sendi bahu. Setelah 1-3 tahun, kemampuan untuk
melakukan aktivitas akan membaik, tapi pemulihan sempurna jarang terjadi
Penatalaksanaan frozen shoulder di samping dengan pendekatan sebagaimana
tersebut di atas juga melalui terapi exercise. Terapi ini merupakan kegiatan fisik yang
16

diberikan atau diajarkan kepada seseorang untuk meningkatkan kemampuan dalam


kebebasan bergerak dan fungsi anggota tubuh didasarkan pada anatomi, fisiologi,
kinesiologi, prosedur pemeriksaan medis serta ilmu patologi.
Awalnya dengan latihan pasif kemudian dilanjutkan dengan latihan aktif yang
salah satunya yaitu shoulder wheel. Latihan ini dimulai dengan posisi menghadap alat
yang telah disiapkan, kemudian pasien diharuskan untuk menggerakkan beban secara
memutar sesuai dengan kemampuannya. Pada latihan ini penderita harus di pacu agar
rajin melakukan latihan secara teratur walaupun dihambat oleh rasa nyerinya dengan
tujuan meningkatkan LGS dan dapat memperkuat otot.

Gambar 7. Shoulder wheel

F. PERBEDAAN PARESIS N.VII DAN BELLS PALSY

17

Saraf fasialis atau saraf kranialis ketujuh mempunyai komponen motorik yang
mempersarafi semua otot ekspresi wajah pada salah satu sisi, komponen sensorik
kecil (nervus intermedius Wrisberg) yang menerima sensasi rasa dari 2/3 depan lidah,
dan komponen otonom yang merupakan cabang sekretomotor yang mempersarafi
glandula lakrimalis.
Saraf fasialis keluar dari otak di sudut serebello-pontin memasuki meatus
akustikus internus. Saraf selanjutnya berada di dalam kanalis fasialis memberikan
cabang untuk ganglion pterygopalatina sedangkan cabang kecilnya ke muskulus
stapedius dan bergabung dengan korda timpani. Pada bagian awal dari kanalis
fasialis, segmen labirin merupakan bagian yang tersempit yang dilewati saraf fasialis.

Gambar 8. Perjalanan N. VII


Paresis N.VII terbagi atas sentral (UMN) dan perifer (LMN). Paresis N.VII
sentral dapat merupakan stroke bila disertai kelemahan anggota gerak sisi yang sama
dan ditemukan proses patologis di hemisfer serebri kontralateral, atau tumor. Adapun
paresis N.VII perifer dapat berupa Bells Palsy.
Bells Palsy merupakan Lesi LMN: bisa terletak di pons, disudut serebelo
pontin, di os petrusus, cavum tympani di foramen stilemastoideus dan pada cabangcabang tepi nervus facialis. Lesi di pons yang terletak disekitar inti nervus abducens
18

bisa merusak akar nevus facialis, inti nervus abducens dan fasikulus longitudinalis
medialis.

Gambar 9. Perbandingan paresis N. VII (sentral) dan Bells Palsy (perifer)


Tabel 1. Perbedaan Paresis N.VII sentral dan Bells Palsy (Perifer)
N.VII Sentral
Lesi UMN (upper motor neuron)
Penyebab: Stroke, Tumor otak
Paralisis kontralateral otot wajah bawah
Dapat mengangkat alis dan dahi pada sisi

Bells Palsy (Perifer)


Lesi LMN (lower motor neuron)
Penyebab: infeksi virus, paparan dingin
Paralisis ipsilateral otot wajah atas bawah
Tidak dapat mengangkat alis dan dahi

lumpuh
Terdapat defisit neurologis (motoric atau

pada sisi lumpuh


Pemeriksaan neurologis lain (motoric,

sensoris atau keduanya)

sensorik) dalam batas normal

G. UGO FISCH SCALE


Ugo fisch scale bertujuan untuk pemeriksaan fungsi motorik dan
mengevaluasi kemajuan motorik otot wajah pada penderita Bells Palsy.
Penilaian dilakukan pada 5 posisi yaitu saat istirahat, mengerutkan dahi,

19

menutup mata, tersenyum, dan bersiul. Selanjutnya dilihat simetris atau


tidaknya antara sisi yang sakit dan sisi yang sehat.
Ada 4 penilaian dalam persen (%) untuk posisi tersebut antara lain:
1. 0% (zero) : asimetris komplit, tidak ada gerakan
2. 30% (poor) : asimettris ringan, kesembuhan cenderung asimettris, ada
gerakan volunteer
3. 70% (fair) : asimetris sedang, kesembuhan cenderung normal
4. 100% (normal) : simetris komplit (normal)
Angka persentase masing-masing posisi harus diubah menjadi skor
dengan criteria berikut:
- Saat istirahat: 20 poin
- Mengerutkan dahi: 10 poin
- Menutup mata: 30 poin
- Tersenyum: 30 poin
- Bersiul: 10 poin
Pada keadaan normal, untuk jumlah 5 posisi wajah adalah 100 poin. Hasil
penilaian itu diperoleh dari penilaian angka persentase dikalikan dengan
masing-masing poin. Nilai akhirnya adalah jumlah dari 5 aspek penilaian
tersebut.

20

Anda mungkin juga menyukai