Anda di halaman 1dari 31

CSS OBAT ANALGETIK

OPIOID
GALUH PRASETIYO
12100115005

Definisi nyeri
Nyeri menurut The international Association
for
the
Study
of
Pain
merupakan
pengalaman sensoris dan emosional yang
tidak menyenangkan yang disertai oleh
kerusakan jaringan secara potensial dan
aktual.

Klasifikasi nyeri
Nyeri akut
Nyeri yg timbul mendadak dan berlangsung sementara
Membaik setelah dilakukan pengobatan
Contoh :nyeri somatik luar (nyeri tajam dikulit, subkutis,
mukosa)
Nyeri somatik dalam (nyeri tumpul di otot rangka,
tulang, sendi, jaringan ikat.
Nyeri viseral (nyeri karena penyakit atau disfungsi alat
dalam)
Nyeri
kronik
Suatu keadaan nyeri yang persisten dan penyebab
nyeri tidak selalu dapat dihilangkan atau sulit diobati.
Sangat subyektif dan dipengaruhi oleh kelakuan,
kebiasan, dll.

1. Nyeri cepat (fast pain)


Singkat dan tempatnya jelas sesuai rangsang yang
diberikan misalnya nyeri tusuk, nyeri pembedahan. Nyeri
ini dihantar oleh serabut saraf kecil bermielin jenis Adelta dgn kecepatan konduksi 12-30 meter/detik

2. Nyeri lambat (slow pain)


Sulit dilokalisir dan tak ada hubungan dgn rangsang
misalnya rasa terbakar, rasa berdenyut atau rasa ngilu,
linu. Dihantar oleh serabut saraf primitif tak bermielin
jenis C dgn kecepatan konduksi 0,5-2 meter/detik.

Nyeri
Nosisepsi
Somatik

Viseral

Non
Nosisepsi
Neuropatik

Simpatetik

Nyeri Nosisepsi berasal dari rangsangan


reseptor nyeri tertentu. Reseptor ini dapat
merespon rangsangan panas, dingin, vibrasi,
peregangan dan kimia yang dilepas oleh sel
yang rusal.
Nyeri Non Nosisepsi berasal dari sistem
syaraf perifer dan sentral. Pada nyeri ini
reseptor spesifik tidak ada, nyeri dihasilkan
oleh kerusakan sel syaraf.

Nyeri somatik:

Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang menyebabkan pelepasan zat


kima dari sel yang cedera dan memediasi inflamasi dan nyeri melalui
nosiseptor kulit.
Karakteristik: onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri bersifat
tajam, menusuk, atau seperti ditikam.
Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi.

Nyeri visceral:

Nosiseptor visceral lebih setikit dibandingkan somatic, sehingga jika


terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang kurang bisa dilokalisasi, bersifat
difus, tumpul, seperti ditekan benda berat.
Penyebab: iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan ligament, spasme otot
polos, distensi organ berongga / lumen.
Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual, muntah, hipotensi,
bradikardia, berkeringat.

Nyeri neuropatik:
Berasal dari cedera jaringan saraf
Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan,
alodinia (nyeri saat disentuh), hiperalgesia.
Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari
tempat cedera (sementara pada nyeri nosiseptif,
nyeri dialami pada tempat cederanya)
Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes,
multiple sclerosis, herniasi diskus, AIDS, pasien yang
menjalani kemoterapi / radioterapi.

Mekanisme nyeri
1. Transduksi
Rangsang nyeri (noksius) diubah menjadi depolarisasi
membran reseptor yg kemudian menjadi impuls saraf
2. Transmisi
a. Saraf sensoris perifer yg melanjutkan rangsang ke
terminal di medula spinalis disebut sebagai neuron
aferen primer
b. Jaringan saraf yg naik dari medula spinalis ke batang
otak dan talamus disebut neuron penerima kedua
c. Neuron yg menghubungkan dari talamus ke korteks
serebri disebut neuron penerima ketiga

3. Modulasi
Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer,
medula spinalis atau supraspinal. Modulasi ini
dapat menghambat atau memberi fasilitasi.
4. Persepsi
Nyeri sangat dipengaruhi oleh faktor subyektif,
walaupun mekanismenya belum jelas.

OAINS efektif untuk nyeri ringan-sedang, opioid


efektif untuk nyeri sedang-berat.
Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah
(langkah 1 dan 2) dengan pemberian intermiten
(pro re nata-prn) opioid kuat yang disesuaikan
dengan kebutuhan pasien.
Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi
sedang-berat, dapat ditingkatkan menjadi langkah
3 (ganti dengan opioid kuat dan prn analgesik
dalam kurun waktu 24 jam setelah langkah 1).
Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar
yang sering digunakan adalah morfin, kodein.

Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut OAINS,


dapat diberikan opioid ringan.
Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati, lakukan
pengurangan dosis secara bertahap
Intravena: antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid
Oral: antikonvulsan, antidepresan, antihistamin,
anxiolytic, kortikosteroid, anestesi lokal, OAINS,
opioid, tramadol.
Rektal (supositoria): parasetamol, aspirin, opioid,
fenotiazin
Topical: lidokain patch, EMLA
Subkutan: opioid, anestesi lokal

Opioid
Opioid ialah semua zat baik sintetik ataupun natural yang
dapat berikatan dengan reseptor morfin.
Reseptor opioid diidentifikasi menjadi 5 golongan :
Reseptor (mu) :
-1, analgesia suprasipinal, sedasi
-2, analgesia spinal, depresi napas, eforia, ketergantungan
fisik, kekakuan otot
Reseptor (delta) : analgesia spinal, epileptogen
reseptor (kappa) : -1 analgesia spinal, -2 tak
diketahui, -3 analgesia supraspinal
Reseptor (sigma) : disforia, halusinasi, stimulasi jantung
Reseptor (epsilon) : respon hormonal

Opioid digolongkan menjadi :


1. Agonis : mengaktifkan reseptor
Contoh : morfin, papaveretum, petidin (meperidin,
demerol), fentanil, alfentanil, sufentanil, remifentanil,
kodein, alfaprodin.
2. Antagonis : tidak mengaktifkan reseptor dan pada
saat bersamaan mencegah agonis merangsang
reseptor
Contoh : nalokson, naltrekson
3. Agonis-antagonis
Contoh : pentasosin, nalbufin, butarfanol, buprenorfin

Opioid natural : morfin, kodein, papaverin


dan tebain
Opioid
semisintetik
:
heroin,
dihidromorfin/morfinon, derivat tebain
Opioid sintetik : petidin, fentanil, alfentanil,
sufentanil, dan remifentanil

Mekanisme kerja opioid

Efek samping
Depresi pernapasan, dapat terjadi pada:
Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat
pemberian secara infus, opioid long acting
Pemberian sedasi bersamaan (benzodiazepin,
antihistamin, antiemetik tertentu)
Adanya kondisi tertentu: gangguan elektrolit,
hipovolemia, uremia, gangguan respirasi dan
peningkatan tekanan intrakranial.
Obstructive sleep apnoes atau obstruksi jalan nafas
intermiten

Sistem Saraf Pusat: Euforia, halusinasi, miosis,


kekakukan otot
Toksisitas metabolit
Petidin (norpetidin) menimbulkan tremor, twitching,
mioklonus multifokal, kejang
Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam
untuk penatalaksanaan nyeri pasca-bedah
Pemberian morfin kronik: menimbulkan gangguan
fungsi ginjal, terutama pada pasien usia > 70 tahun

Efek kardiovaskular :
Tergantung jenis, dosis, dan cara pemberian; status
volume intravascular; serta level aktivitas simpatetik
Morfin menimbulkan vasodilatasi
Petidin menimbulkan takikardi

Gastrointestinal: Mual, muntah. Terapi untuk mual


dan muntah: hidrasi dan pantau tekanan darah
dengan adekuat, hindari pergerakan berlebihan
pasca-bedah, atasi kecemasan pasien, obat
antiemetic.

No

1.

Obat

Onset Dura

Site of

Metab Ekskre

si

action

olisme

4-6

SSP dan

Morfin

20

Merupakan analgesic

menit jam

narkotik

Indikasi

Kontraindik

si

Efeksamping

asi

Di hati, Di urin Untuk nyeri yang Depresi

Konstipasi,

jaring-an men-

dengan sangat

pernapasan

retensiurin,

lain

jadi

sejuml

akut,

hipertensi dan

(menu-

gluko-

ahkecil trauma, dan

alkoholisme

depresi napas,

runkan

ronida

kedala

akut,

mual & vomitus,

(lukabakar,
operasi),

volume

mempe mengurangi

peningkatan

potensial untuk

tidal dan

du

kecemasan dan

tekanan

ketagihan

menimb

ketegangan

intracranial

ulkan

pasien menjelang atau

bradi-

operasi,

kardia)

meghindari
takipnea pada
pemberian
trikloroetilen,
agar anastesi
berjalan dengan
tenang dan dalam

kepala

cedera

Fentanil

<5

15-45 SSP,

Merupakan analgesic

menit menit saluran

Metabo urin

Analgesik,

Penderita

Nausea, mental

lisme

euforia, anastesia, sirosis

clauding,

di hati

juga analgesia

hepatis,

dizziness,

pascaoperasi

menyerupai

iritasikulit,

narkotik , mepunyai

napas,

potensi analgesik 80x

kardiova (metab

dari morfin

s-kular

olisme

kontraindikas hipertermia,

dan otot

lintas

polos.

per-

morfin

tama)

opioid lain.

terhadap apneu, carsdiac


dan output menurun,
muntah dan
menggigil pasca
bedah

Tramadol
Merupakan suatu agonis lemah yang terutama bekerja pada
reseptor MOP dengan potensi kurang lebih 10% potensi
morfin, tetapi memiliki potensi 100% dalam efek
sampingnya, seperti mual, muntah, dan konstipasi.
Tramadol
juga
menghambat
pengambilan
kembali
noradrenalin dan 5-hidroksitriptamin (5-HT) di dalam SSP,
sehingga memperkuat jaras inhibitorik desenden yang
mengatur persepsi nyeri.
Tramadol diabsorbsi baik per oral, dosisnya 50-100 mg tidak
lebih dari 4 jam sekali. Dosis serupa dapat diberikan melalui
IV dan IM.

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai