Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN


PENGUJIAN ORGANOLEPTIK PRODUK SESUAI
STANDAR SNI

Disusun oleh :
Nashirotus Saadah
13/346000/PN/13136
Golongan A

LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKUTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA 2016

I.

PENDAHULUAN

A. Tinjauan Pustaka
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), cara organoleptik adalah cara
penilaian dengan hanya mempergunakan indera manusia, sehingga cara organoleptik
dapat juga disebut dengan cara sensorik. Cara ini sangat cepat, murah dan praktis untuk
dikerjakan tetapi ketelitiannya sangat tergantung pada tingkat kepandaian orang yang
melaksanakannya. Cara pemeriksaan organoleptik ini bersifat subjektif.
Beberapa uji yang termasuk dalam uji organoleptik adalah uji deskriptif
(descriptive test), uji hedonik (hedonic test), dan uji skor (scoring test). Uji deskriptif
merupakan penilaian sensorik berdasarkan sifat-sifat sensori yang lebih kompleks,
meliputi berbagai jenis sifat sensori yang menggambarkan keseluruhan sifat komoditi
tersebut. Uji ini dapat digunakan dalam industri pangan untuk menilai tingkat
pengembangan kualitas produk, mempertahankan/menyeragamkan mutu, sebagai alat
diagnosis, dan dapat berfungsi sebagai pengukuran pengawasan mutu (Junianto,
2003).
Menurut Hadiwiyoto (1993), berdasarkan uji organoleptik selain score sheet
hal penting lainnya adalah panelis. Adapun pengertian panelis adalah suatu alat
analistis yang digunakan untuk menera mutu. Nilai panelis tergantung kepada
ketelitian yang diberikan. Panelis harus berpengalaman dan peka terhadap
perkembangan dan perubahan-perubahan atribut mutu produk. Pelaksanaan uji
organoleptik memerlukan beberapa panelis. Tidak semua orang dapat dijadikan
panelis yang baik. Panelis ini dipilih secara sistematik atas dasar ketajaman alat indera
dan kemudian diberi latihan yang cukup untuk menjalani beberapa testing yang
diberikan.
Umumnya konsumen memilih makanan yang memiliki penampakan menarik.
Bau merupakan daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk suatu
makanan. Dalam hal ini bau lebih banyak dipengaruhi oleh indra pencium. Umumnya
bau yang dapat diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran dari
4 macam bau yaitu harum, asam, tengik dan hangus. Rasa merupakan faktor penentu
daya terima konsumen terhadap produk pangan. Faktor rasa memegang peranan
penting dalam pemilihan produk oleh konsumen. Rasa merupakan respon lidah

terhadap rangsangan yang diberikan oleh suatu makanan. Pengindraan rasa terbagi
menjadi empat rasa, yaitu manis, asin, pahit, dan asam. Konsumen akan memutuskan
menerima atau menolak produk dengan empat rasa tersebut. Tekstur merupakan segala
hal yang berhubungan dengan mekanik, rasa, sentuhan, penglihatan dan pendengaran
yang meliputi penilaian terhadap kebasahan, kering, keras, halus, kasar, dan
berminyak. Penilaian tekstur makanan dapat dilakukan dengan menggunakan jari,
gigi, dan langit-langit. Faktor tekstur diantaranya adalah rabaan oleh tangan,
keempukan dan mudah dikunyah (Purwaningsih, 2011).
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian uji organoleptik
2. Mengetahui apakah sampel ikan asin dan rumput laut kering sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Standar Mutu Ekspor (SME)
C. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari, tanggal

: Senin, 7 Maret 2016

Waktu

: 13.30-15.00 WIB

Tempat

: Laboratorium Teknologi Ikan, Departemen Perikanan

II. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Alat

1. Lepek kertas
2. Scoresheet
3. Alat tulis
Bahan :
1. Rumput laut kering
2. Ikan asin

B. Cara Kerja
1. Panelis diberi instruksi mengenai pengujian lembar penilaian SNI.
2. Panelis diberikan sampel dan diminta untuk menguji sesuai kriteria yang ada
pada SNI.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel Hasil Uji Organoleptik Ikan Asin Golongan A

Tabel Uji Organoleptik Rumput Laut Golongan A

B. Pembahasan
Standar adalah ketentuan atau karakteristik teknis tentang suatu kegiatan atau
hasil kegiatan yang dirumuskan dan disepakati bersama oleh pihak-pihak yang
berkepentingna sebagai acuan baku bagi kegiatan dan transaksi yang mereka lakukan.
Indonesia memiliki standar sendiri yang telah dirumuskan oleh Badan Standardisasi
Nasional yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar Nasional Indonesia (SNI)
disusun untuk mendefinisikan ketentuan yang berhubungan dengan industri,
perdagangan, kesehatan/keselamatan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta
komunikasi internasional. Penyusunannya sebagai bagian dari proses perumusan SNI
harus

lengkap,

berkesinambungan,

tepat,

jelas,

menggambarkan

kerangka

perkembangan teknologi masa depan, lugas, tegas, tidak menimbulkan interpretasi lain
dan mudah dipahami oleh pihal yang tidak berpartisipasi dalam perumusan SNI (BSN,
2000).
Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah dokumen berisi ketentuan teknis
(aturan, pedoman atau karakteristik) dari suatu kegiatan atau hasilnya yang
dirumuskan secara konsensus dan ditetapkan oleh Instansi terkait untuk dipergunakan
oleh stakeholder dengan tujuan mencapai keteraturan yang optimum ditinjau dari
konteks keperluan tertentu. RSNI adalah naskah standar sebelum menjadi Standar
Nasional Indonesia (BSN, 2000).
Struktur penomoran SNI terdiri atas serangkaian kode dengan arti tertentu yaitu
berupa kode SNI, nomor unik, nomor bagian dan nomor seksi serta tahun penetapan.
Kode SNI menyatakan bahwa dokumen tersebut adalah Standar Nasional Indonesia.
Nomor unik merupakan identifikasi dari suatu standar tertentu yang jumlah digitnya
sesuai dengan kebutuhan, minimal 4 digit dan dapat diawali dengan angka 0, kecuali
untuk SNI adopsi identik, kode nomor unik sama dengan standar yang diadopsi.
Nomor bagian merupakan identifikasi yang menunjukan nomor urut bagian dari suatu
standar yang mempunyai bagian. Nomor seksi merupakan identifikasi yang
menunjukkan nomor urut seksi dari suatu standar bagian tertentu. Tahun penetapan
sebanyak 4 digit menyatakan tahun standar tersebut ditetapkan oleh BSN (BSN, 2000).

Pengujian organoleptik atau sensori mempunyai peranan penting sebagai


pendeteksian awal dalam menilai mutu untuk mengetahui

penyimpangan dan

perubahan dalam produk. Pelaksanaan uji organoleptik dapat memberi hasil penilaian
yang sangat teliti, dalam beberapa hal, penilaian dengan indera bahkan melebihi
ketelitian alat yang paling sensitif. Sifat pengujian organoleptik adalah subyektif,
maka diperlukan suatu standar dalam melakukan penilaian organoleptik atau sensori
(BSN, 2006).
Menurut Adawyah (2007), penentuan kesegaran ikan merupakan hal yang
sangat penting di dalam industri perikanan dan juga dunia ilmu khususnya semenjak
dimulainya perdagangan produk perikanan secara besar-besaran, terutama di Jepang.
Banyak sekali jumlah penelitian yang telah dilakukan yang berkaitan dengan
kesegaran ikan dimana ditujukan untuk menciptakan suatu sistem pengujian kesegaran
ikan, misalnya karakteristik apa yang perlu dipilih untuk menentukan kesegaran ikan.
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), cara organoleptik adalah cara penilaian
dengan hanya mempergunakan indera manusia, sehingga cara organoleptik dapat juga
disebut dengan cara sensorik. Cara ini sangat cepat, murah dan praktis untuk
dikerjakan tetapi ketelitiannya sangat tergantung pada tingkat kepandaian orang yang
melaksanakannya. Cara pemeriksaan organoleptik ini bersifat subjektif.
Praktikum uji organoleptik menggunakan dua sampel, yaitu ikan asin dan
rumput laut kering. Panelis pada golongan A berjumlah 19 orang. Panelis diberi arahan
untuk mengisi komponen penilaian pada scoresheet. Sampel yang digunakan diberi
kode. Kode yang diberikan berupa kode 3 digit angka. Pengkodean dimaksudkan
untuk mengurangi informasi yang diberikan kepada panelis. Pemilihan tiga digit kode
untuk meminimalkan logical error karena angka satu digit seperti 1, 2, 3, dst
memberikan bias bahwa angka 1 lebih baik dari angka 2 atau 3 dan seterusnya.
Sebelum pengujian dilakukan panelis diberi arahan mengenai parameter sensorik yang
akan dinilai seperti kenampakan, aroma/bau, tekstur dan jamur pada sampel ikan asin.
Kemudian data semua panelis dianalisis untuk mengetahui batas atas dan batas bawah
sampel yang diujikan apakah sesuai dengan SNI dan SME (Standar Mutu Ekspor).
Rumput laut dalam bahasa Inggris diartikan sebagai seaweed. Rumput laut
dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu
karang. Rumput laut biasanya dapat hidup di atas substrat pasir dan karang mati.

Beberapa daerah pantai di bagian selatan Jawa dan pantai barat Sumatera, rumput laut
banyak ditemui hidup di atas karang-karang terjal yang melindungi pantai dari deburan
ombak. Rumput laut merupakan salah satu hasil perikanan laut yang dapat
menghasilkan devisa negara dan merupakan sumber pendapatan masyarakat pesisir.
Sampai saat ini sebagian besar rumput laut diekspor dalam keadaan kering atau hanya
dimakan sebagai sayuran (Istini dkk, 1985).
Rumput laut yang digunakan pada prktikum yaitu Eucheuma. Eucheuma
dengan nama lokal agar-agar. Sebagian besar rumput laut yang diperjualbelikan yaitu
jenis Eucheuma spinosum, hal ini disebabkan karena spesies Eucheuma spinosum
banyak terdapat di Indonesia dan dibutuhkan oleh banyak industri farmasi, makanan
dan minuman seperti saus, keju, biskuit, es krim dan sirup (Winarno, 1990).
Ikan asin merupakan bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang
diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini
daging ikan yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu
kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat.
Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam
amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai
90%, dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna oleh konsumen
(Adawyah, 2007).
Berdasarkan hasil pengujian sampel ikan asin kode 282 memiliki varian 1,69
dan standar deviasi sebesar 1,30. Sedangkan untuk kode sampel 328 memiliki varian
1,87 dan standar deviasi sebesar 1,36. Sampel rumput laut dengan kode 273 memiliki
varian 0,96 dan standar deviasi sebesar 0,89. Sedangkan sampel 732 memiliki varian
0,80 dan standar deviasi sebesar 0,97. Semakin tinggi variansinya artinya data semakin
tinggi fluktuasi antara satu data dengan data yang lain. Sebaliknya, semakin rendah
standar deviasi maka semakin rendah penyimpangan data dari rerata hitungnya yang
menunjukkan data homogen dan dapat dikatakan memiliki variabilitas rendah. Data
sampel ikan asin 282 memiliki keseragaman yang tinggi dan penyimpangan dari rerata
hitungnya rendah dibandingkan ikan asin 328 dan sampel rumput laut 273 memiliki
keseragaman yang tinggi dan penyimpangan dari rerata hitungnya rendah
dibandingkan rumpt laut 732.

Hasil analisis data pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan sampel ikan
asin 282 memiliki nilai P (7,14 < < 7,74) dan sampel ikan asin 328 diperoleh nilai P
(6,79 < < 7,41). Ikan asin menurut SNI 2721.1:2009 memiliki nilai organoleptik
minimal 7. Berdasarkan kedua sampel ikan asin, sampel yang memenuhi standar SNI
yaitu sampel 282.
Sedangkan untuk sampel rumput laut 273 memiliki nilai P (6,5 < < 7,36) dan
sampel rumput laut 732 diperoleh nilai P (6,61 < < 7,47). Sampel ikan asin, nilai
organoleptik yang ditetapkan SNI 2690.1:2009 adalah minimal 7. Nilai organoleptik
pada sampel rumput laut 273 dan 732 tidak memenuhi standar yang ditetapkan SNI.
Standar SNI semua dapat difahami bahwa apabila sampel lolos SNI berarti sekaligus
sudah lolos Standar Mutu Ekspor (SME) karena nilai organoleptik pada SME minimal
7.
Pengujian organoleptik berperan penting dalam pengembangan produk.
Evaluasi sensorik dapat digunakan untuk menilai adanya perubahan yang dikehendaki
atau tidak dalam produk atau bahan-bahan formulasi, mengidentifikasi area untuk
pengembangan, mengevaluasi produk pesaing, mengamati perubahan yang terjadi
selama proses atau penyimpanan, dan memberikan data yang diperlukan untuk
promosi produk. (Nasiru, 2011). Dalam uji organoleptik harus dilakukan dengan
cermat karena memiliki kelebihan dan kelemahan. Uji organoleptik memiliki relevansi
yang tinggi dengan mutu produk karena berhubungan langsung dengan selera
konsumen. Selain itu, metode ini cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, hasil
pengukuran dan pengamatan cepat diperoleh. Kelemahan dan keterbatasan uji
organoleptik diakibatkan beberapa sifat inderawi tidak dapat dideskripsikan, manusia
yang dijadikan panelis terkadang dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan mental
sehingga panelis menjadi jenuh dan kepekaan menurun, serta dapat terjadi salah
komunikasi antara manajer dan penelis. (Meilgaard, 2000).

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengujian organoleptik adalah suatu penilaian dengan hanya mempergunakan
indera manusia, sehingga cara organoleptik dapat juga disebut dengan cara
sensorik. Parameter yang digunakan yaitu aroma/bau, tekstur, kenampakan dan
jamur pada makanan.
2. Hasil analisis data diperoleh bahwa sampel ikan asin dengan kode 282 memenuhi
standar SNI sekaligus memenuhi SME dan sampel 328 tidak memenuhi standar
SNI dan SME. Begitupun dengan sampel rumput laut kering dengan kode 273 dan
732, keduanya tidak memenuhi standar SNI dan tidak memenuhi mutu ekspor.
B. Saran
Sebaiknya ditambah lagi sampel yang diujikan untuk menambah variansi
terutama produk dari olahan ikan.

DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT Bumi Aksara. Jakarta.
BSN. 2000. Standar Nasional Indonesia. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
BSN. 2006. SNI 01-2346-2006 tentang Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau
Sensori. BSN. Jakarta.
Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty. Yogyakarta.
Istini, S., Zatnika, A., dan Suhaimi. 1985. Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut
Seafarming Workshop Report November Part II. Bandar Lampung.
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Meilgaard, M., Civille G.V., dan Carr B.T. 2000. Sensory Evaluation Techniques.
CRC Press. Florida.
Murniyati, A.S. dan Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan Ikan.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Nasiru, M. 2011. Effect of Cooking Time and Potash Concentration on Organoleptic
Properties of Red and White Meat. Teknologi Pangan: Teori Praktis dan
Aplikasi. Graha ilmu. Yogyakarta
Purwaningsih, S., dkk. 2011. Aktivitas Proteolitik Dan Anti-Hipertensi Susu Kedelai
yang Difermentasi Oleh Lactobacillus Plantarum Ap1 dan Spingobacterium Sp
Tb17.

Bidang Mikrobiologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia hal: 19-23. Cibinong.


Winarno, F.G. 1990. Tempe: Misteri Gizi dari Jawa. Teknologi Pangan dan Gizi,
Fatameta, IPB, Bogor.

LAMPIRAN
A. Perhitungan
1. Ikan Asin
a. Sampel 282

= 7,44
=

= 1,69

1,69

= 1,30

7,447

<

7,148 <

<

<

< 7,447 +

< 7,746

Jadi, nilai P dari sampel ikan asin kode 282 yaitu 7,148 <

b. Sampel 328

= 7,10
=

= 1,87

7,10

6,79 <

< 7,746.

1,87

= 1,36
<
.

<

<

< 7,10 +

< 7,41

Jadi, niali P dari sampel ikan asin kode 328 yaitu 6,79 <

< 7,41.

2. Rumput Laut Kering


a. Sampel 273

= 6,93
= 0,96

= 0,80
= 0,89

<

<

1,96 < < 6,93 +

= 6,93 -

= 6,5 < < 7,36

1,96

Jadi, nilai P dari rumput laut kering kode 237 yaitu 6,5 < < 7,36.
b. Sampel 732

= 7,04
= 0,80

= 0,96
= 0,97

<

= 7,04 -

<

1,96 < <

= 6,61 < < 7,47

7,04 +

1,96

Jadi, nilai P dari sampel rumput laut kode 732 yaitu 6,61 < <7,47.

Anda mungkin juga menyukai