Anda di halaman 1dari 13

Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura

Identifikasi Karakteristik Corak Ukiran Melayu Pada


Fasad Hunian Di Kelurahan Bansir Laut
Jessica
1

Program Studi Arsitektur, Universitas Tanjungpura, Indonesia


Jessicakhow.jk@gmail.com

ABSTRAK
Arsitektur merupakan salah satu hasil dari kebudayaan, manusia
menciptakan berbagai bentuk, simbol,ukiran serta fasad / wajah
bangunan yang antara lain adalah untuk memenuhi kebutuhan akan
identitas. Pada Kota Pontianak terdapat hunian yang masih
mempertahankan corak ukiran Melayu pada fasad hunian, yang salah
satunya terdapat di Kelurahan Bansir Laut. Bangunan hunian tersebut
merupakan bangunan Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) dimana
bangunan
MABM
merupakan
bangunan
berarsitektur
Melayu
peninggalan kesultanan Melayu yang masih ada pada Kota Pontianak.
Terkait dengan berbagai ragam corak ukiran hiasan Melayu yang
terdapat pada komponen-komponen arsitektur bangunan hunian
Melayu, pada umumnya dibuat berdasarkan motif-motif yang bersumber
dari unsur flora (akar-akaran, tanaman, bunga-bungaan tunggal dan
bunga-bungaan rangkai). Corak ukiran Melayu jarang dibuat dengan
motif hewan ataupun manusia. Tetapi dengan masuknya pengaruh
kebudayaan Timur jauh dan negara-negara tetangga, serta motif-motif
yang diperoleh pengukir-pengukir Melayu dari perantauan, maka
muncullah ukiran-ukiran yang bermotifkan margasatwa, berupa gambar
naga, ikan, burung, atau fauna lain. Motif-motif ini sudah disesuaikan
dengan iklim, adat istiadat yang berlaku, dan syariat agama Islam.
Kata kunci: Corak Ukiran, Fasad, Bangunan Hunian

ABSTRACT
Architecture is one of the results of the culture, people create
various shapes, symbols, carving and facades / face buildings, among
others, is to meet the need for identity. The residential in the city of
Pontianak, still retains Malay carving patterns on the facade of the
house, one of it which are located in Bansir Laut sub-district. The
residential building is Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) which is an
Malay architecture building heritage from Malay sultanate heritage that
still exist in the city of Pontianak.
Associated with various shades of Malay ornate carvings found in
the components of the architecture of the Malay residential
building,pattern is generally made based from elements of flora (roots,
plants, single flowers and rope flowers). Malay carving pattern rarely
made with human or animal patterns. But with the influence of Far
Eastern culture and the neighboring countries, as well as the motives
obtained sculptor-engraver Malay from overseas, then comes carvings
motivated wildlife, in the form of a dragon, fish, birds, or other animals.
These patterns have been adapted to the climate, culture - prevailing
customs and religious laws of Islam.
Keywords: Carving Pattern, Facade, Residential Building

1. Pendahuluan
Volume 1 / Nomor 1 / Januari 2016
Hal 1

Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura


Arsitektur dari suatu bangsa, suku bangsa, daerah maupun masyarakat
pada suatu masa seringkali berbeda-beda, baik dalam hal bentuk maupun makna
yang melandasinya karena arsitektur merupakan salah satu hasil dari
kebudayaan.. Dari masa ke masa terlihat bahwa semakin lama manusia semakin
meninggalkan identitas. Identitas ini ditujukan bagi dirinya maupun objek-objek
yang ada di sekelilingnya.
Di bidang arsitektur, manusia menciptakan berbagai bentuk, simbol,ukiran
serta fasad / wajah bangunan yang antara lain adalah untuk memenuhi
kebutuhan akan identitas. Dikaitkan dengan perihal identitas arsitektur,
merupakan sebuah topik yang tak kunjung habisnya. Mungkin dalam pencarian
identitas tersebut memang tidak akan pernah dicapai kata akhir dikarenakan
sifat dari arsitektur (kebudayaan) itu sendiri yang selalu berubah dan
berkembang.
Jati diri arsitektur yang terdapat di negara Indonesia masih dalam tahap
penelitian dan merupakan hal yang sering diperdebatkan. Tidaklah mudah
mengemukakan suatu jawaban mengenai bentuk arsitektur yang berciri khas
Indonesia, terkait dengan banyaknya ragam budaya yang terdapat di negara
Indonesia. Tetapi paling tidak diperlukan upaya-upaya menggali dan mengkaji
karakteristik arsitektur lokal yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan karya
arsitektur yang secara utuh memiliki ciri sebagai karya arsitektur Indonesia
maupun arsitektur daerah. Dalam hal ini yang menjadi titik fokus penulis adalah
karakteristik corak ukiran Melayu pada fasad hunian di Kelurahan Bansir Laut.
Merancang suatu bangunan yang dikehendaki dapat mewakili bentuk atau
ciri daerah, misalnya pada bangunan hunian (rumah tinggal), haruslah
memandang budaya (adat) dan arsitektur setempat. Hal ini dapat dicapai dengan
menggali sebanyak mungkin unsur-unsur yang membentuk ciri daerah tersebut,
mengetahui komponen-komponen yang terdapat pada sebuah fasad hunian,
serta makna dari corak ukiran yang terdapat pada fasad hunian.

Volume 1 / Nomor 1 / Januari 2016


Hal 2

Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura


Rumah memiliki arti yang sangat penting bagi orang Melayu.
Rumah merupakan tempat tinggal di mana kegiatan kehidupan
dilakukan dengan sebaik-baiknya. Dalam pergaulan sehari-hari
orang Melayu, rumah menjadi ukuran apakah seseorang
bertanggung jawab terhadap keluarganya atau tidak. Orang yang
sudah menikah tapi tidak memiliki rumah kediaman tersendiri,
dianggap tidak atau kurang memiliki rasa tanggung jawab terhadap
anak istrinya. Oleh karena itu orang Melayu selalu berusaha
mendirikan rumah kediaman walaupun dalam bentuk yang sangat
sederhana.
Lambang-lambang simbolis / corak ukiran yang berkaitan dengan
bangunan hunian Melayu terdapat pada bagian-bagian bangunan.
Bangunan hunian Melayu adalah suatu bangunan yang utuh, yang
dapat
dijadikan
tempat
kediaman
keluarga,
tempat
bermusyawarah, tempat beradat berketurunan, tempat berlindung
bagi siapa saja yang memerlukannya. Dalam membangun rumah
tradisional Melayu, syariat agama Islam sangat diperhatikan. Letak
ruang kaum lelaki berbeda dengan ruang perempuan.
Terkait dengan berbagai ragam corak ukiran hiasan Melayu yang
terdapat pada bangunan hunian Melayu, jarang dibuat dengan
motif hewan ataupun manusia. Tetapi dengan masuknya pengaruh
kebudayaan Timur jauh dan negara-negara tetangga, serta motifmotif yang diperoleh pengukir-pengukir Melayu dari perantauan,
maka muncullah ukiran-ukiran yang bermotifkan margasatwa,
berupa gambar naga, ikan, burung, atau binatang lain. Motif-motif
ini sudah disesuaikan dengan iklim, adat istiadat yang berlaku,
dan syariat agama Islam.
Pada Kota Pontianak terdapat hunian yang masih mempertahankan
corak ukiran Melayu pada fasad hunian, yang salah satunya terdapat
di Kelurahan Bansir Laut. Bangunan hunian tersebut merupakan
bangunan Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) dimana bangunan
MABM merupakan bangunan berarsitektur Melayu peninggalan
kesultanan Melayu yang masih ada pada Kota Pontianak .
2. Tinjauan Pustaka
Melihat dari tujuan penelitian yakni ingin mengidentifikasi karakteristik
fasad hunian di Kelurahan Bansir Laut berdasarkan corak ukiran khas Melayu ,
dimaksudkan untuk mendapatkan definisi dan langkah untuk menemukan
gambaran karakteristik corak ukiran Melayu pada fasad hunian tersebut. Definisi
identifikasi menurut kamus besar bahasa Indonesia (Kamus besar bahasa
Indonesia (2008:180) adalah tanda kenal diri, bukti diri, penentu atau penetapan
identitas seseorang atau benda. Identifikasi juga dapat diartikan dengan
menentukan atau menetapkan identitas orang atau benda, serta menemu kenali
sesuatu, baik orang maupun benda agar dapat dibedakan.
Menurut Pei (1971) dalam Sudarwani mengatakan bahwa karakter
adalah tanda-tanda yang berarti; simbol yang digunakan didalam penulisan, atau
mencetak, membedakan atau mengenalkan tanda / muka, kumpulan
karakteristik atau pengenalan muka dari suatu benda, kualitas yang aneh, ganjil,
istimewa.
Menurut Jian (2010), corak ialah susunan motif yang sama dan
peletakannya berulang secara teratur, terancang atau secara bebas. Corak terdiri
dari corak terancang dan corak tidak terancang. Motif ialah rupa atau bentuk
dalam satu-satu rekaan atau gubahan dan terdiri dari motif flora, fauna,
geometrikal dan organik.
Volume 1 / Nomor 1 / Januari 2016
Hal 3

Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura


Menurut Bayu (2008), ukiran merupakan gambar hiasan dengan bagianbagian cekung (kruwikan) dan bagian-bagian cembung (buledan) yang menyusun
suatu gambar yang indah. Pengertian ini berkembang hingga dikenal sebagai
seni ukir yang merupakan seni membentuk gambar pada kayu, batu, atau bahanbahan lain.
Menurut Masenge (2008), adat merupakan aturan-aturan tentang
beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam
suatudaerah tertentu di Indonesia dan sebagai kelompok sosial untuk mengatur
tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya.Adat ini merupakan istilah yang
dikenal sebagai Het Indische Gewoontezecht. Dalam bahasa Indonesia, istilah ini
diterjemahkan sebagai hukum kebiasaan Indonesia.
Krier (2001) menjelaskan bahwa akar kata fasad (fasad) diambil dari kata
latin facies yang merupakan sinonim dari face (wajah) dan appearance
(penampilan). Oleh karena itu, membicarakan wajah sebuah bangunan, yaitu
fasad, yang kita maksudkan adalah bagian depan yang menghadap jalan.
Sebagai suatu keseluruhan, fasad tersusun dari elemen tunggal, suatu kesatuan
tersendiri dengan kemampuan untuk mengekspresikan diri mereka sendiri.
Elemen-elemen tersebut yakni alas, jendela, atap dan sebagainya karena sifat
alaminya merupakan benda-benda yang berbeda sehingga memiliki bentuk,
warna dan bahan yang berbeda.
Erwinthon P.Napituoulu (2008) dalam Mangunwijaya (1997) menjelaskan
bahwa sebuah rumah selain dapat digunakan, rumah itu memancarkan nilailebih, nilai pengangkatan jiwa manusia kepada yang lebih luhur. Dengan kata lain
: Selain unsur guna, kita menemukan dalam karya arsitektur manusia yang lebih
berkebudayaan: unsur CITRA.
Standar/parameter yang bisa diterapkan dalam penelitian terkait dengan
judul identifikasi karakteristik corak ukiran Melayu pada fasad Hunian di
Kelurahan Bansir Laut adalah komponen dalam bangunan Melayu, dimana
didalamnya terdapat : komponen dasar arsitektur Melayu dan komponen estetis
arsitektur Melayu. Pada komponen dasar arsitektur Melayu terdapat pilar(tiang),
lantai, tangga, pintu dan jendela. Terdapat tiga bagian utama pada bangunan
Melayu, yaitu pilar (tiang), dinding dan atap.
Unsur pilar (tiang) dalam bangunan hunian Melayu adalah sebagai
kekuatan dan daya tahan dari bangunan. Daya tahan bangunan tergantung pada
jenis material yang digunakan dari pilar tersebut. Bagian terpenting dari
bangunan ini adalah pilar-pilarnya. Oleh karena itu, pilar-pilar tersebut harus kuat
menahan dan menopang beban bangunan (Nasir dan Teh, 1997).
Unsur lantai dalam bangunan hunian Melayu adalah sebagai dasar untuk
berpijak atau berdiri dan berjalan. Pada awalnya, lantai terbuat dari kayu
tanaman jenis Ficus, atau dari batang kelapa (pinang), atau dari batang bambu
yan gmemiliki lebar 5-6 cm. Saat ini, lantai dari bangunan Melayu pada
umumnya terbuat dari papan kayu yang telah terbagi menggunakan gergaji.
Banyak yang dibuat dengan papan, dan dipasang dengan baik ketika dibeli dari
penggergajian (Nasir dan Teh, 1997).
Tangga pada awalnya, termasuk anak-anak tangga yang terbuat dari kayu
tiang, setiap anak tangga ditopang oleh rotan atau kayu (Nasir dan Teh, 1997).
Pintu pada bangunan Melayu terdiri dari dua daun pintu yang biasanya terbuka
ke dalam. Sangat jarang pintu tersebut terbuka keluar. Pintu pada bangunan
Melayu biasanya memliki baut atau kunci lintang. Kunci lintang berfungsi sebagai
kunci untuk mencegah dari perbuatan kriminal. Selain itu, kunci ini juga berfungsi
untuk menghindari serangan dari penyusup.
Pada bangunan Melayu, jendela yang digunakan merupakan jendela yang
dapat dibuka atau memiliki daun jendela. Ada yang hanya memiliki satu daun
jendela dan ada pula yang memiliki dua daun jendela yang terbuka ke luar (Nasir
dan Teh, 1997). tap yang digunakan pada bangunan Melayu pada umumnya
adalah atap pelana dan atap limasan. Atap pelana biasanya digunakan pada
Volume 1 / Nomor 1 / Januari 2016
Hal 4

Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura


banguan dengan fungsi rumah tinggal. Sementara atap limasan digunakan untuk
bangunan dengan fungsi rumah ibadah, namun tidak jarang juga banguna
dengan fungsi rumah tinggal menggunakan atap limas (Nasir dan Teh, 1997).
Pada awalnya, dinding pada bangunan Melayu terbuat dari dedaunan dan
bambu, namun seiring berjalannya waktu banyak pendiri bangunan yang
menggunakan papan kayu sebagai dinding pada bangunan tersebut (Nasir dan
Teh, 1997).
Menurut Rashid dan Amat(2007) selain komponen dasar arsitektur Melayu
yang telah dilampirkan diatas, terdapat komponen estetis arsitektur pada fasad
hunian Melayu yaitu tunjuk langit, sulur bayung dan ande-ande. Tunjuk langit
merupakan sesuatu yang menunjuk ke arah langit. Tunjuk langit pada bangunan
terdapat pada bagian atap teratas (kemuncak atap). Pada arsitektur Melayu
terdapat berbagai jenis tunjuk langit yaitu, jenis batang, jenis silang, dan jenis
bunga (Rashid dan Amat, 2007).

Gambar 1 : Tunjuk langit berbentuk batang


Sumber : Rashid dan Amat , 2007

Gambar 2 : Tunjuk langit berbentuk flora


Sumber : Rashid dan Amat , 2007

Sulur berarti pucuk ranting dari tumbuhan. Sementara kata bayung pula
diartikan sebagai dari ukiran dan jenis sayur atau tumbuhan seperti daun kacang
panjang. Dari definisinya sulur bayung berarti ukiran atau dekorasi yang
melingkar dan melilit pada sudut atap. Hiasan sayap layang-layang yang terletak
di keempat sudut atap itu kadangkala berbentuk motif ukiran dari keramik atau
semen. Bagi seni bina tradisional Bugis Makasar, elemen ini dipanggil anjung
balla yang bermaksud hiasan sudut atap yang turut mengambil inspirasi dari
sulur-sulur daun (Syakir dalam Rashid dan Amat, 2007). Ande-ande merupakan
papan hiasan yang berukir terletak di cucuran atap secara mendatar berfungsi
untuk menutup ujung kayu kasau.

Gambar 3 : Bentuk-bentuk sulur bayung pada bangunan tradisional Melayu


Sumber : Rashid dan Amat , 2007

Gambar 4 : Bentuk-bentuk ande-ande pada bangunan tradisional Melayu

Volume 1 / Nomor 1 / Januari 2016


Hal 5

Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura


Sumber : Rashid dan Amat , 2007

3.

Metodologi
Bangunan Majelis Adat Budaya Melayu Kota Pontianak (MABM) berada di
Kota Pontianak ibukota Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Tepatnya berada
pada kecamatan Pontianak Selatan. Bangunan Majelis Adat Budaya Melayu Kota
Pontianak (MABM) dalam Kelurahan Bansir Laut. Secara geografis bangunan
Majelis Adat Budaya Melayu berdekatan dengan Sungai Kapuas yang memiliki
kaitan erat dengan sejarah Kota Pontianak.

Gambar 5 : Peta Administrasi Kota Pontianak dan Lokasi Perancangan


Sumber : edoc.pontianakkota.go.id & Google Earth (diakses Oktober 2015)
yang telah dimodifikasi penulis

Penelitian terlebih dahulu dimulai dengan mengumpulkan data dan


memahami teori-teori tentang komponen fasad hunian pada bangunan Melayu
serta teori-teori mengenai corak ukiran Melayu yang ada pada fasad hunian
bangunan Melayu. Setelah memahami teori tersebut, dilakukan pengolahan data
yang didapat dari lokasi penelitian. Untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan mengenai komponen fasad hunian pada bangunan Melayu serta teoriteori mengenai corak ukiran Melayu, penulis terlebih dahulu melakukan tahaptahap pengumpulan data, yaitu melalui observasi dan pengukuran langsung pada
lapangan, yaitu fasad bangunan Majelis Adat Budaya Melayu di Kelurahan Bansir
Laut.

Gambar 6 : Bangunan Majelis Adat Budaya Melayu


Sumber : Foto dokumentasi penulis, 2015

Volume 1 / Nomor 1 / Januari 2016


Hal 6

Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura


Pengolahan data hasil observasi yang dapat berupa hasil wawancara, studi
literatur maupun survei lapangan, diolah dan divisualisasi menggunakan media
komputer. Hasil observasi berupa foto hasil dokumentasi peneliti, hasil
wawancara terkait dengan ukuran dan bentuk ukiran serta pada fasad, kemudian
diolah menjadi data 2 dimensi menggunakan media komputer yang hasilnya
dapat berupa empat tampak (tampak kiri, tampak kanan, tampak depan dan
tampak belakang) dan detail-detail komponen arsitektur bangunan Melayu
beserta dengan detail corak ukiran Melayu yang terdapat pada fasad hunian
Melayu.

Gambar 7 : Kegiatan Pengukuran pada Bangunan Majelis Adat Budaya Melayu


Sumber : Foto dokumentasi penulis, 2015

Data yang telah diolah menjadi gambar tampak bangunan pada objek
penelitian kemudian dianalisis dengan mengidentifikasi fasad bangunan dengan
memperhatikan makna yang terdapat dari corak ukiran Melayu yang terdapat
pada fasad hunian pada bangunan Majelis Adat Budaya Melayu di Kelurahan
Bansir Laut. Penulis dapat mengetahui makna yang terkandung dalam corak
ukiran tersebut berdasarkan hasil dari studi literatur, wawancara dengan tokoh
masyarakat yang berkaitan dengan pendiri Majelis Adat Budaya Melayu serta
staf-staf sejarahwan yang terdapat pada Majelis Adat Budaya Melayu tingkat
provinsi. Data-data yang diperoleh baik secara wawancara, studi kasus dan
perbandingan studi literatur, untuk memperoleh suatu kesimpulan mengenai
karakteristik corak ukiran Melayu pada fasad hunian Melayu.

Gambar 8 : Kegiatan wawancara pada bangunan Majelis Adat Budaya Melayu Provinsi
Sumber : Foto dokumentasi penulis, 2015

Instrumen penelitian yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini


adalah kamera dan Alat perekam, sebagai alat untuk melakukan dokumentasi
objek penelitian pada tahap observasi. Media komputer maupun laptop, untuk
membantu dalam penulisan penelitian, pengolahan, analisis data penelitian dan
mencari literature tentang penelitian. Alat ukur, seperti meteran, sebagai alat
untuk mendapatkan dimensi yang sesuai dengan kondisi eksisting. Log book dan
alat tulis untuk mencatat dan menulis data yang diperoleh selama penelitian
berlangsung.
4. Analisis dan Pembahasan
Analisis dilakukan dengan dua tahapan. Tahapan pertama adalah
Volume 1 / Nomor 1 / Januari 2016
Hal 7

Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura


melakukan observasi dan pengukuran pada lokasi penelitian yaitu bangunan
Majelis Adat Budaya Melayu Kelurahan Bansir Laut, kemudian penulis menyajikan
tentang pengolahan hasil data melalui gambaran empat tampak yaitu tampak
kiri, tampak kanan, tampak kiri dan tampak belakang.

Gambar 9 : Tampak depan bangunan Majelis Adat Budaya Melayu


Sumber : Analisis pribadi, 2015

Gambar 10 : Tampak belakang bangunan Majelis Adat Budaya Melayu


Sumber : Analisis pribadi, 2015

Gambar 11 : Tampak kanan bangunan Majelis Adat Budaya Melayu


Sumber : Analisis pribadi, 2015

Gambar 12 : Tampak kiri bangunan Majelis Adat Budaya Melayu


Sumber : Analisis pribadi, 2015

Setelah didapatkan gambaran empat tampak dari bangunan Majelis Adat


Budaya Melayu, dianalisa apa saja komponen-komponen arsitektur Melayu yang
dapat berupa komponen utama fasad arsitektur Melayu yaitu gerbang / pintu
masuk, zona lantai dasar, pintu dan jendela, ventilasi, pilar / tiang, pagar / railing
Volume 1 / Nomor 1 / Januari 2016
Hal 8

Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura


dan atap / akhir bangunan. Kemudian dianalisa komponen estetis arsitektur
Melayu yang berupa tunjuk langit, ande-ande dan sulur bayung.
Setelah ditemukan komponen-komponen yang ada pada bangunan
Majelis adat Budaya Melayu, diidentifikasi corak ukiran Melayu yang didapat pada
bangunan Majelis Adat Budaya Melayu serta diidentifikasi makna corak ukiran
tersebut. Diharapkan setelah analisis dilakukan, penulis dapat memahami makna
dari ukiran-ukiran yang terdapat pada komponen arsitektur Melayu yang dapat
dilihat pada tabel dibawah ini (tabel 1) :

Volume 1 / Nomor 1 / Januari 2016


Hal 9

Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura

Volume 1 / Nomor 1 / Januari 2016


Hal 10

Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura


Tabel 1: Komponen Fasad pada bangunan Majelis Adat Budaya Melayu beserta makna
corak ukiran Melayu yang terdapat dalam komponen fasad bangunan Majelis Adat
Budaya Melayu
Sumber : Analisis pribadi, 2015

Volume 1 / Nomor 1 / Januari 2016


Hal 11

Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura


Setelah ditemukan komponen-komponen yang ada pada bangunan
Majelis adat Budaya Melayu, diidentifikasi corak ukiran Melayu yang didapat pada
bangunan Majelis Adat Budaya Melayu serta diidentifikasi makna corak ukiran
tersebut dan berikut adalah contoh-contoh ukiran Melayu yang dapat
diaplikasikan beserta makna dari ukiran Melayu tersebut (tabel 2) :

Tabel 2: Corak ukiran Melayu yang dapat diaplikasikan pada fasad hunian Melayu
beserta makna yang terkandung dalam corak ukiran Melayu tersebut
Sumber : Analisis pribadi, 2015

Berdasarkan analisis dan studi kasus, ditemukan bahwa arsitektur Melayu


pada umumnya menggunakan corak ukiran yang berdasarkan unsur flora (akarakaran, bunga-bunga tunggal, bunga-bunga rangkai dan tanaman). Tidak
digunakan corak ukiran yang berunsur fauna dikarenakan masyarakat Melayu
pada umumnya beragama Islam. Namun masih ditemukan beberapa ukiran yang
berunsur fauna pada fasad hunian, yaitu ukiran lebah bergantung dan corak
insang.
5. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan beberapa hal yang menyimpang
dari karakter fasad hunian Melayu pada bangunan Majelis Adat budaya Melayu
Kelurahan Bansir Laut, yaitu kurangnya komponen-komponen estetis Melayu
pada bangunan Majelis Adat Budaya Melayu yang seharusnya ada pada
komponen rumah Melayu pada umumnya. Kemudian penambahan elemen fasad
yang tidak berhubungan atau tidak menunjukkan karakteristik Melayu dilihat dari
corak ukiran yang seharusnya bersumber dari unsur flora, namun ditemukan
corak ukiran yang bersifat fauna pada fasad hunian, yaitu ukiran lebah
bergantung dan corak insang. Sehingga menyebabkan penyimpangan terhadap
ketentuan dasar ukiran Melayu. Dan yang terakhir, pada umumnya maknamakna yang terdapat pada corak ukiran Melayu khususnya pada fasad hunian
melambangkan hal-hal yang berkaitan dengan keharmonisan rumah tangga.
Penulis berharap dengan adanya hasil penelitian ini terkait arsitektur
Melayu, khususnya pada fasad hunian masih dapat mempertahankan
karakteristik corak ukiran Melayu yang sesuai dengan identitas dan adat istiadat
Volume 1 / Nomor 1 / Januari 2016
Hal 12

Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura


masyarakat Melayu. Namun pada kondisi eksisting, penulis memberikan saran
dalam penjagaan karakteristik fasad hunian yaitu seluruh elemen fasad harus
disesuaikan dengan pola fasda ornamentasi Melayu, baik dalam komponen fasad
bangunan dan komponen estetis bangunan. Kemudian, penambahan massa
bangunan yang bersifat baru harus mengikuti corak ukiran Melayu untuk
menghasilkan identitas yang seirama dengan bangunan Melayu lainnya. Dan
yang terakhir, komponen-komponen fasad, estetis fasad dan corak ukiran Melayu
sebaiknya terdapat pada hunian rumah Melayu yang akan dibangun kedepannya.

Volume 1 / Nomor 1 / Januari 2016


Hal 13

Anda mungkin juga menyukai