Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak
membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola
hidup maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering
dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya
yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya
dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah
tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan
budaya bisa memberikan dampak positif maupun negative.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai
salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara
pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat
membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala
masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga
kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka
mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan
keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan
Sosiocultural .
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui konsep keperawatan komunitas
Untuk mengetahui konsep keperawatan tentang lansia dengan gangguan
Untuk mengetahui tujuan asuhan keperawatan lansia
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Lansia dengan Gangguan Sosiocultural

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada
tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental,
khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal, seperti
rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman
panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas
orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan
peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai.
Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat
menyikapi secara bijak (Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal
perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut
sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentangkehidupan.
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di
ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi
dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas
dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi
manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam
setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya
(Darmojo, 2004).
Sosial dapat berarti kemasyarakatan. Sosial adalah keadaan dimana terdapat
kehadiran orang lain. Kehadiran itu bisa nyata anda lihat dan anda rasakan, namun
juga bisa hanya dalam bentuk imajinasi. Setiap anda bertemu orang meskipun hanya
melihat atau mendengarnya saja, itu termasuk situasi sosial. Begitu juga ketika anda
sedang menelpon, atau chatting (ngobrol) melalui internet. Pun bahkan setiap kali
anda membayangkan adanya orang lain, misalkan melamunkan pacar, mengingat ibu
bapa, menulis surat pada teman, membayangkan bermain sepakbola bersama,
mengenang tingkah laku buruk di depan orang, semuanya itu termasuk sosial.
Sekarang, coba anda ingat-ingat situasi dimana anda betul-betul sendirian. Pada saat
itu anda tidak sedang dalam pengaruh siapapun. Bisa dipastikan anda akan mengalami
kesulitan menemukan situasinya. Jadi, memang benar kata Aristoteles, sang filsuf
Yunani, tatkala mengatakan bahwa manusia adalah mahluk sosial, karena hampir
semua aspek kehidupan manusia berada dalam situasi sosial.

Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial
sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum
muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi,
pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang
semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas
sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga.
B. Pengaruh Masalah Sosial Budaya Pada Lansia
Mungkin semua orang mengerti apa kebudayaan itu , tapi tidak setiap orang
dapat menjelaskannya . Sebagian orang menjelaskan bahwa kebudayaan itu adalah
sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang dipelajari secara turun
temurun , tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah mengundang resiko bagi timbulnya
suatu penyakit . Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu batasan tertentu yang sempit ,
tetapi mempunyai struktur-struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari
masyarakat itu sendiri.
Hubungan antara faktor sosial budaya dan pelayanan kesehatan pada
lansia sangatlah penting untuk di pelajari khususnya bagi tenaga kesehatan. Bila suatu
informasi kesehatan yang baru akan di perkenalkan kepada masyarakat haruslah di
barengi dengan mengetahui terlebih dahulu tentang latar belakang sosial budaya yang
dianut di dalam masyarakat tersebut.
Kebudayaan yang dianut oleh masyarakat tertentu tidaklah kaku dan bisa
untuk di rubah, tantangannya adalah mampukah tenaga kesehatan memberikan
penjelasan dan informasi yang rinci tentang pelayanan kesehatan yang akan di berikan
kepada masyarakat . Ada banyak cara yang bisa dilakukan ,mulai dari perkenalan
program kerja, menghubungi tokoh-tokoh masyarakat maupun melakukan pendekatan
secara personal .

Sikap budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang dalam
terhadap kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada masyarakat tradisional
warga usia lanjut ditempatkan pada kedudukan yang terhormat, sebagai Pinisepuh
atau Ketua Adat dengan tugas sosial tertentu sesuai adat istiadatnya, sehingga warga
usia lanjut dalam masyarakat ini masih terus memperlihatkan perhatian dan

partisipasinya dalam masalah - masalah kemasyarakatan. Hal ini secara tidak


langsung berpengurah kondusif bagi pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental
mereka.
Sebaliknya struktur kehidupan masyarakat modern sulit memberikan peran
fungsional pada warga usia lanjut, posisi mereka bergeser kepada sekedar peran
formal, kehilangan pengakuan akan kapasitas dan kemandiriannya. Keadaan ini
menyebabkan warga usia lanjut dalam masyarakat modern menjadi lebih rentan
terhadap tema - tema kehilangan dalam perjalanan hidupnya.Era globalisasi
membawa konsekuensi pergeseran budaya yang cepat dan terus menerus ,
membuat nilai - nilai tradisional sulit beradaptasi. Warga usia lanjut yang hidup pada
masa sekarang,seolah-olah dituntut untuk mampu hidup dalam dua dunia yakni :
kebudayaan masa lalu yang telah membentuk sebagian aspek dari kepribadian dan
kekinian yang menuntut adaptasi perilaku. Keadaan ini merupakan ancaman bagi
integritas egonya, dan potensial mencetuskan berbagaimasalah kejiwaan
Menurut Setiabudhi (1999), permasalahan sosial budaya lansia secara umum
yaitu masih besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan, makin
melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang
diperhatikan, dihargai dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola
kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil,
akhirnya kelompok masyarakat industri yang memiliki ciri kehidupan yang lebih
bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan
untung rugi, lugas dan efisien yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan
lansia, masih rendahnya kuantitas tenaga professional dalam pelayanan lansia dan
masih terbatasnya sarana pelayanan pembinaan kesejahteraan lansia, serta belum
membudayanya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia .

C. Perubahan Peran Diri Pada Lansia


Sama seperti orang berusia madya harus belajar untuk memainkan peranan
baru demikian juga dengan kaum lansia. Dalam kebudayaan dewasa ini, dimana
efisiensi, kekuatan, kecepatan dan kemenarikan bentuk fisik sangat dihargai,
mengakibatkan orang lansia sering dianggap tidak ada gunanya lagi. Karena mereka
tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang lebih muda dalam berbagai bidang

tertentu dimana kriteria nilai sangat diperlukan, dan sikap sosial terhadap mereka
tidak menyenangkan.
Lebih jauh lagi, orang lansia diharapkan untuk mengurangi peran aktifnya
dalam urusan masyarakat dan sosial. Demikian juga dengan dunia usaha dan
profesionalisme. Hal ini mengakibatkan pengurangan jumlah kegiatan yang dapat
dilakukan oleh lansia, dan karenanya perlu mengubah beberapa peran yang masih
dilakukannya.
Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum lansia, pujian yang
mereka hasilkan dihubungkan dengan peran usia tua bukan dengan keberhasilan
mereka. Perasaan tidak berguna dan tidak diperlukan lagi bagi lansia menumbuhkan
perasaan rendah diri dan kemarahan, yaitu suatu perasaan yang tidak menunjang
proses penyesuaian sosial seseorang.

Peran dalam Keluarga


Kehidupan dalam keluarga pada usia lanjut yang merupakan hal yang paling

serius adalah keharusan untuk melakukan perubahan peran. Mereka semakin sulit dari
tahun ketahun. Semakin radikal perubahan tersebut dan semakin radikal perubahan
tersebut dan semakin berkurang prestise peran tersebut, maka semakin besar pula
penolakan terhadap perubahan.
Pria atau wanita yang telah terbiasa dengan peran sebagai kepala keluarga
akan menemukan kesulitan untuk hidup bergantung dirumah anaknya. Seperti juga
halnya dengan pria yang memperoleh kedudukan dan prestise serta tanggung jawab
dalam dunia kerjanya, merasa akan sulit menghadapi fakta sebagai pembantu istrinya
apabila sudah pensiun. Peran ini dirasakan akan menghilangkan otoritas dan
kejantanannya.

Peran dalam Sosial Ekonomi


Walaupun mereka sudah mempersiapkan diri untuk pensiun, tetapi lansia

menghadapi masalah yang oleh Erikson disebut krisis identitas (identity crisis), yang
tidak sama dengan krisis identitas yang dihadapi dimasa dewasanya, pada waktu

mereka kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak dan kadang-kadang sebagai


orang dewasa. Krisis identitas yang menimpa orang setelah pensiun adalah sebagai
akibat untuk melakukan perubahan peran yang drastis dari seseorang yang sibuk dan
penuh optimis, menjadi seorang pengngangur yang tidak menentu. Dan lebih lebih
lanjut lagi bahwa perubahan terhadap kebiasaan dan pola yang sudah mantap yang
telah dilakukan sepanjang hidup yang pernah dialaminya, sering mengakibatkan
perasaan yang traumatik bagi lansia.

Peran dalam Sosial masyarakat


Sebagian besar tugas perkembangan usia lanjut lebih banyak berkaitan dengan

kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Orang tua diharapkan
untuk menyesuaiakan diri dengan menurunkan kekuatan, dan menurunnya kesehatan
secara bertahap. Hal ini sering diartikan sebagai perbaikan dan perubahan peran yang
pernah dilakukan didalam maupun diluar rumah. Mereka juga diharapkan untuk
mencari kegiatan untuk menganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagian
besar waktu dikala masih muda dahulu.
Bagi beberapa lansia berkewajiban mengikuti rapat yang meyangkut kegiatan
sosial dan kewajiban sebagai warga negara sangat sulit dilakukan karena kesehatan
dan pendapatan yang menurun setelah mereka pensiun. Akibat dari menurunnya
kesehatan dan pendapatan, maka mereka perlu menjadwalkan dan menyusun kembali
pola hidup yang sesuai dengan keadaan saat itu, yang berbeda dengan masa lalu.

D. Permasalahan Sosial terkait Kesejahteraan Lansia


Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian
kesejahteraan Lanjut Usia, antara lain sebagai berikut :
1. Masih besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis kemiskinan.
2. Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung terjadi

perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada
bentuk keluarga kecil.
3. Lahirnya kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan yang
lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan
perhitungan untung rugi, lugas dan efisien, yang secara tidak langsung
merugikan kesejahteraan lanjut usia.
4. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut
usia dan masih terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus bagi lanjut
usia dengan berbagai bidang pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia.
5. Belum membudaya dam melembaganya kegiatan pembinaan kesejateraan
lanjut usia
Menurut

Departemen

Sosial

Republik

Indonesia

(1998),

berbagai

permasalahan khusus yang berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia adalah sebagai
berikut:
1. Berlangsungnya proses menjadi tua, yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik, mental maupun sosial. Mundurnya keadaan fisik yang menyebabkan
penuaan peran sosialnya dan dapat menjadikan mereka lebih tergantung
kepada pihak lain.
2. Berkurangnya integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan kegiatan
Lanjut Usia menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada kondisi sosial
psikologis mereka yang merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh masyarakat
lingkungan sekitarnya.
3. Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga kerja
muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah, menyebabkan
mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja yang ada, dan terpaksa
menganggur.
4. Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga diperlukan
bantuan dari berbagai pihak agar mereka tetap mandiri serta mempunyai
penghasilan cukup.
5. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat
individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan dihormati serta
mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi terlantar.
6. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan seperti dampak lingkungan,
polusi dan urbanisasiyang dapat mengganggu kesehatan fisik lanjut usia.
E. Hubungan Sosial Budaya dengan Lansia

Kebudayaan merupakan sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang
dipelajari secara turun temurun , tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah
mengundang resiko bagi timbulnya suatu penyakit . Kebudayaan tidak dibatasi oleh
suatu batasan tertentu yang sempit , tetapi mempunyai struktur-struktur yang luas
sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu sendiri.
Kebudayaan yang dianut oleh masyarakat tertentu tidaklah kaku dan bisa untuk di
rubah, tantangannya adalah mampukah seorang perawat memberikan penjelasan dan
informasi yang rinci tentang pelayanan kesehatan asuhan keperawatan yang akan di
berikan kepada lansia .
Sikap budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang dalam
terhadap kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada masyarakat tradisional
warga usia lanjut ditempatkan pada kedudukan yang terhormat, sebagai Pinisepuh
atau Ketua Adat dengan tugas sosial tertentu sesuai adat istiadatnya, sehingga warga
usia lanjut dalam masyarakat ini masih terus memperlihatkan perhatian dan
partisipasinya dalam masalah - masalah kemasyarakatan. Hal ini secara tidak
langsung berpengurah kondusif bagi pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental
mereka.
Sebaliknya struktur kehidupan masyarakat modern sulit memberikan peran
fungsional pada warga usia lanjut,posisi mereka bergeser kepada sekedar peran
formal, kehilangan pengakuan akan kapasitas dan kemandiriannya. Keadaan ini
menyebabkan warga usia lanjut dalam masyarakat modern menjadi lebih rentan
terhadap tema - tema kehilangan dalam perjalanan hidupnya. Era globalisasi
membawa konsekuensi pergeseran budaya yang cepat dan terus menerus , membuat
nilai - nilai tradisional sulit beradaptasi. Warga usia lanjut yang hidup pada masa
sekarang,seolah-olah dituntut untuk mampu hidup dalam dua dunia yakni :
kebudayaan masa lalu yang telah membentuk sebagian aspek dari kepribadian dan
kekinian yang menuntut adaptasi perilaku. Keadaan ini merupakan ancaman bagi
integritas egonya, dan potensial mencetuskan berbagai masalah kejiwaan .

F. Konsep-konsep yang Relefan dengan Budaya


Holisme / Seutuhnya.
Antropologi percaya bahwa kebudayaan adalah fungsi yang terintegrasi
seluruhnya dengan bagian interelasi dan interdependensi. Demikian juga budaya lebih

baik dipandang dan dianalisa secara menyeluruh. Berbagai komponen dari budaya
seperti politik, ekonomi, agama, persaudaraan dan system kesehatan, melakukan
fungsi yan terpisah tetapi kemudian bercampur membentuk perbuatan yang
menyeluruh. Jadi untuk mengetahui system dari seseorang harus memandang masingmasing hubunganya dengan orang lain dan dari keseluruhan kulturnya (Benedict,
1934).
Perubahan budaya biasanya mengundang tantangan tantangan baru dan
berbagai masalah. Perubahan meliputi adaptasi kreatif dari perilaku yang terdahulu
yang disebabkan Karena bahasa, adapt, kepercayaa, sikap, tujuan, undang undang,
tradisi dank ode moral. Pada saat yang terdahulu sudah keluar dari mode atau kurang
bias diterima dan menjadi sumber konflik yang potensial (Elling, ((1977).

Enkulturasi
Adalah proses mendapatkan pengetahuan dan menghayati nilai-nilai. Melalui

proses ini oran bias mendapatkan kompetensi dari budayanya sendiri. Anak-anak
melihat orang tua dan mengambil kesimpulan tentang peraturan demi perilaku. Polapola perilaku menyajikan penjelasan untuk kejadian dalam penghidupan seperti,
dilahirkan, maut, remaja, hamil, membesarkan anak, sakit penyakit .

Etnosentris
Adalah suatu kepercayaan bahwa hanya sendiri yang terbaik. Sangat penting

bagi perawat untuk tidak berpendapat bahwa hanya caranya sendiri yang terbaik dan
menganggap ide orang lkain tidak diketahui atuau di pandang rendah.

Stereotip
Stereotip atau sesuatu yang bersifat statis / tetap merupakan kepercayaan yang

dibesar besarkan dan gambaran yang dilukiskan dengan populer dalam media massa

dan ilmu kebangsaan. Sifat ini juga menyebabkan tidak bekembangnya pemikiran
seseorang.

Nilai nilai Budaya


Sistem budaya mengandung berbagai orientasi nilai. Nilai merupakan bentuk

kepercayaan bagaimana seseorang harus berperilaku , kepercayaan adalah sesuatu


pertanyaan yang tujuannya berpegang kepada kebenaran tapi mungkin boleh atau
tidak boleh berlandaskan kenyataan empiris. Salah satu elemen yang paling penting
terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini bersama sama memiliki budaya
yang paling penting terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini bersama
memberikan stabilitas dan keamanan budaya, menyajikan standart perilaku. Bila dua
orang bersama sama memiliki budaya yang serupa dan pengalamanya cenderung
serupa nilai nilai mereka akan serupa , walaupun dua orang tersebut tidak mungkin
pola nilai yang tetap serupa , namun mereka cukup serupa untuk mengenal kesamaan
dan utuk mengidentifkasi yang lain sama sepeti saya (Gooenough, 1966) .
Konsep budaya menurut Linton adalah : suatu tatanan pola perilaku yang
dipelajari, diciptakan, serta ditularkan di antara suatu anggota masyarakat tertentu .
Batasan budaya menurut Koentjaraningrat adalah : keseluruhan system gagasan ,
tindakan dan Hasil karyamanusia, dalam rangka kehidupan bermasyarakat, yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar.Karakteristik budaya menurut TO. Ihromi
adalah :
1. Budaya diciptakan dan ditransmisikan lewat proses belajar .
2. Budaya dimiliki bersama oleh sekelompok manusia dan merupakan pola
kelakuan umum.
3. Budaya merupakan mental blue print.
4. Penilaian terhadap budaya bersifat relatif . Budaya bersifat dinamis, adaptif
dan integratif.Pemahaman akan konsep budaya, membawa kita pada
kesimpulan bahwa gagasan, perasaan dan perilakumanusia dalam kehidupan
sosialnya sangat dipengaruhi oleh budaya yang berlaku di masyarakat.
Demikianpula pergeseran ataupun perubahan pada tatanan budaya dalam suatu
masyarakat akan diiringi denganperubahan perilaku dari individu yang hidup
di dalamnya.Budaya tercipta sebagai upaya manusia untuk beradaptasi
terhadap masalah -masalah yang timbul dari lingkungan hidupnya.

Selanjutnya

budaya

mempengaruhi

pembentukan

dan

perkembangan

kepribadian manusia dalam kelompoknya. Interaksi keduanya membentuk


suatu pola spesifik perilaku, proses pikir,emosi dan persepsi individu atau
kelompok dalam bereaksi terhadap tekanan-tekanan kehidupan. Dengan
demikian dapat dimengerti peranan budaya dalam masalah kesehatan jiwa.

G. Perbedaan Budaya
Sesungguhnya karena tradisi berbeda budaya dan peningkatan mobilitas dan
memiliki standart perilaku yang sama. Individu yang dibesarkan dalam kelompok
seperti itu mengikuti budaya oleh norma-norma yang menentukan jalan pikiran dan
perilaku mereka .

Kolektifitas Etnis
adalah kelompok dengan asal yang umum, perasaan identitas dan
memiliki standart perilaku yang sama. Individu yang bedasarkan dalam
kelompok seperti itu mengikuti budaya oleh norma-norma yang menentukan

jalan ikiran dan perilaku mereka ( Harwood, 1981 ) .


Shok Budaya
adalah salah satu sebab karena bekerja dengan individu yang latar
belakang kulturnya berbeda. Shock budaya sebagai perasaan yang tidak ada
yang menolong ketidaknyamanan dan kondisi disoirentasi yang dialami oleh
orang luar yang berusaha beradaptasi secara komprehensif atau secara efektif
dengan kelompok yang berbeda akibat akibat paraktek nilai-nilai dan
kepercayaan.( Leininger, 1976). Perawat dapat mengurangi shock budaya
dengan mempelajari tentang perpedaan kelompok budaya dimana ia terlibat.
Pemting untuk perawat mengembangkan hormat kepada orang lain yang
berbeda budaya sambil menghargai perasaan dirinya. Praktik perawatan
kesehatan memerlukan toleransi kepercayaan yang bertentangan dengan

perawat.
Pola Komunikasi
Kendala yang paling nyata timbul bila kedua orang berbicara dengan
bahasa ang berbeda. Kebiasaan berbahasa dari klien adalah salah satu cara
untuk melihat isi dari budaya. Menurut Kluckhohn,1972, bahwa tiap bahasa

adalah merupakan jalan khusus untuk meneropong dan interprestasi


pengalaman tiap bahasa membuat tatanan seluruhnya dari asumsi yang tidak
disadari tetang dunia dan penghidupan. Kendala untuk komunkasi bisa saja
terjadi walaupun individu berbicara dengan bahasa yang sama. Perawat
kadang kesulitan untuk menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang sederhana,
bebas dari bahasa yang jlimet yang klien bisa menagkap. Sangat penting untuk
menentukan ahwa pesan kita bisa diterima dan dimengerti maksudnya .

Jarak Pribadi dan Kontak


Jarak pribadi adalah ikatan yang tidak terlihat dan fleksibel. Pengertian
tentang jarak pribadi bagi perawat kesehatan masyarakat memungkinkan
proses pengkajian dan peningkatan interaksi perawat klien. Profesional
kesehatan merasa bahwa mereka mempunyai ijin keseluruh daerah badan
klien. Kontak yang dekat sering diperlukan perawat saat pemeriksaan fisik,
perawat hendaknya berusaha untuk mengurangi kecemasan dengan mengenal
kebutuhan individu akan jarak dan berbuat yang sesuai untuk melindungi hak
privasi.

Padangan Sosiokultural tentang Penyakit dan Sakit


Budaya mempengaruhi harapan dan persepsi orang mengenai gejala
cra memberi etika kepada penyakit, juga mempengaruhi bilamana, dan kepada
siapa mereka harus mengkomunikasikan masalah masalah kesehatan dan
berapa lama mereka berada dalam pelayanan. Karena kesehatan dibentuk oleh
faktor faktor budaya, maka terdapat variasi dari perilaku pelayanan
kesehatan, status kesehatan, dan pola pola sakit dan pelayanan didalam dan
diantara budaya yang berbeda beda.
Perilaku pelayanan kesehatan merujuk kepada kegiatan-kegiatan sosial
dan biologis individu yang disertai penghormatan kepada mempertahankan
akseptabilitas status kesehatan atau perubahab kondisi yang tidak bisa
diterima. Perilaku pelayanan kesehatan dan status kesehatan saling
keterkaitkan dan sistem kesehatan ( Elling, 1977 ).

H. Kebudayaan dan Asuhan Keperawatan pada Lansia

Bila suatu bentuk pelayanan kesehatan baru diperkenalkan ke dalam suatu


masyarakat dimana faktor-faktor budaya masih kuat. Biasanya dengan segera
mereka akan menolak dan memilih cara pengobatan tradisional sendiri. Apakah
mereka akan memilih cara baru atau lama, akan memberi petunjuk kepada kita
akan kepercayaan dan harapan pokok mereka lambat laun akan sadar apakah
pengobatan baru tersebut berfaedah , sama sekali tidak berguna, atau lambat
memberi pegaruh. Namun mereka lebih menyukai pengobatan tradisional karena
berhubungan erat dengan dasar hidup mereka. Maka cara baru itu akan
dipergunakan secara sangat terbatas, atau untuk kasus-kasus tertentu saja.
Pelayanan kesehatan yang modern oleh sebab itu harus disesuaikan dengan
kebudayaan setempat, akan sia-sia jika ingin memaksakan sekaligus cara-cara
modern dan menyapu semua cara-cara tradisional . Bila tenaga kesehatan berasal
dari lain suku atau bangsa, sering mereka merasa asing dengan penduduk setempat
. ini tidak akan terjadi jika tenaga kesehatan tersebut berusaha mempelajari
kebudayaan mereka dan menjembatani jarak yang ada diantara mereka. Dengan
sikap yang tidak simpatik serta tangan besi, maka jarak tersebut akan semakin
lebar. Setiap masyarakat mempunyai cara pengobatan dan kebiasaan yang
berhubungan dengan ksehatan masing-masing. Sedikit usaha untuk mempelajari
kebudayaan mereka akan mempermudah memberikan gagasan yang baru yang
sebelumnya tidak mereka terima.
Pemuka - pemuka di dalam masyarakat itu harus diyakinkan sehingga
mereka dapat memberikan dukungan dan yakin bahwa cara - cara baru tersebut
bukan untuk melunturkan kekuasaan mereka tetapi sebaliknya akan memberikan
manfaat yang lebih besar .Pilihan pengobatan dapat menimbulkan kesulitan.
Misalnya , bila pengobatan tradisional biasanya mengunakan cara-cara
menyakitkan seperti mengiris-iris bagian tubuh atau dengan memanasi penderita ,
akan tidak puas hanya dengan memberikan pil untuk diminum . Hal tersebut
diatas bisa menjadi suatu penghalang dalam memberikan pelayanan kesehatan,
tapi dengan berjalannya waktu mereka akan berfikir dan menerima.

I. Sosial dan Kultural yang Mempengaruhi Asuhan Keperawatan Pada Lansia

Yang dipakai sebagai pokok pembicaraan dari bab ini adalah tentang
kesehatan lansia yang bukan hanya berdasarkan pengetahuan dari penyakit fisik saja ,
tetapi juga atas pengaruh dari sosial kultural. Sering kali perawat harus merencanakan
dan memberikan asuhan kepada individu / keluarga pasien lansia yang kepercayaan
kesehatannya berbeda dari faham perawat . Guna memberikan pelayanan yang efektif
dan cocok perawat harus mengenal pentingnya pengaruh budaya dan lain - lain
kultural .
Secara sosial seseorang yang memasuki usia lanjut juga akan mengalami
perubahan- perubahan. Perubahan ini akan lebih terasa bagi seseorang yang
menduduki jabatan atau pekerjaan formal. la akan merasa kehilangan semua
perlakuan yang selama ini didapatkannya seperti dihormati, diperhatikan dan
diperlukan. Bagi orang-orang yang tidak mempunyai waktu atau tidak merasa perlu
untuk bergaul diluar lingkungan pekerjaannya, perasaan kehilangan ini akan
berdampak pada semangatnya, suasana hatinya dan kesehatannya. Di dalam keluarga,
peranannya-pun mulai bergeser. Anak-anak sudah "jadi orang", mungkin sudah punya
rumah sendiri, tempat tinggalnya mungkin jauh. Rumah jadi sepi, orangtua seperti
tidak punya peran apa-apa lagi.

J. Sosial dan Kultural yang Mempengaruhi Asuhan Keperawatan Pada Lansia


Yang dipakai sebagai pokok pembicaraan dari bab ini adalah tentang
kesehatan lansia yang bukan hanya berdasarkan pengetahuan dari penyakit fisik saja ,
tetapi juga atas pengaruh dari sosial kultural. Sering kali perawat harus merencanakan
dan memberikan asuhan kepada individu / keluarga pasien lansia yang kepercayaan
kesehatannya berbeda dari faham perawat . Guna memberikan pelayanan yang efektif
dan cocok perawat harus mengenal pentingnya pengaruh budaya dan lain - lain
kultural .
Secara sosial seseorang yang memasuki usia lanjut juga akan mengalami
perubahan- perubahan. Perubahan ini akan lebih terasa bagi seseorang yang
menduduki jabatan atau pekerjaan formal. la akan merasa kehilangan semua

perlakuan yang selama ini didapatkannya seperti dihormati, diperhatikan dan


diperlukan. Bagi orang-orang yang tidak mempunyai waktu atau tidak merasa perlu
untuk bergaul diluar lingkungan pekerjaannya, perasaan kehilangan ini akan
berdampak pada semangatnya, suasana hatinya dan kesehatannya. Di dalam keluarga,
peranannya-pun mulai bergeser. Anak-anak sudah "jadi orang", mungkin sudah punya
rumah sendiri, tempat tinggalnya mungkin jauh. Rumah jadi sepi, orangtua seperti
tidak punya peran apa-apa lagi.

K. Asuhan Keperawatan Gangguan Sosialcultural pada Lansia


Definisi
Proses asuhan keperawatan pada usia lanjut adalah kegiatan yang
dimaksudkan

untuk

memberikan

bantuan,

bimbingan,

pengawasan,

perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu, seperti di


rumah/lingkungan keluarga, panti werda maupun puskesmas, yang diberikan
oleh perawat untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh
anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan,
diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga
keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti.

Klasifikasi

Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada


kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain;
1. Lanjut usia aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang
personal hygiene, kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi
palsu, kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata,
serta telinga; kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan;
makanan sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariasi dan mudah
dicerna, dan kesegaran jasmani.
2. Lanjut usia pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu
diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia
pasif pada dasarnya sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan
penuh oleh anggota keluarga atau petugas.

Pendekatan Perawatan Lansia


1. Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan obyektif, kebutuhan, kejadiankejadian yang dialami klien lanjut semasa hidupnya, perubahan fisik pada
organ

tubuh,

dikembangkan,

tingkat
dan

kesehatan
penyakit

yang

yang

masih

dapat

bisa

dicegah

dicapai
atau

dan

ditekan

progrevitasnya.Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat


dibagi atas dua bagian, yakni:
2. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya seharihari masih mampu melakukan sendiri.
3. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit, perawat harus mengetahui
dasar perawatan klien lanjut usia ini terutama tentang hal-hal yang
berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk memepertahankan
kesehatannya. Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha
menceggah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul
bila kebersihan kurang mendapat perhatian.
Di samping itu, kemunduran kondisi fisik akibat proses ketuaan, dapat
mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari
luar.Untuk klien lanjut usia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan

mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan
rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan,
cara memakan obat, dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau
sebaliknya. Hal ini penting karena meskipun tidak selalu, keluhan-keluhan
yang dikemukakan atau gejala-gejala yang ditemukan memerlukan perawatan,
tidak jarang para klien lanjut usia dihadapkan pada dokter dalam keadaan
gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif.
Adapun komponen pendekatan

fisik yang lebih mendasar adalah

memperhatikan dan membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan
lancar, makan termasuk memilih dan menentukan makanan, minum, melakuan
eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi
tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian,
mempertahankan suhu badan, melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi
terhadap kekurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu
kekurangan O2 yang mendadak harus dicegah dengan posisi bersandar pada
beberapa bantal, jangan makan terlalu banyak dan jangan melakukan gerak
badan yang berlebihan.

4. Pendekatan Psikis
Di sini perawat mempunyai peranan penting mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter,
interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia
yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki
kesabaran dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk
keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang
prinsip Tripple S, yaitu Sabar, Simpatik, dan Service.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta
kasih dari lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan.
Untuk itu perawat harus selalu menciptakan suasana aman, tidak gaduh,
membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan
hobi yang dimilikinya.
Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut
usia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri,

rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan


yang dideritanya.
Hal ini perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi bersama
dengan berlanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala,
seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi ,
berkurangnya

kegairahan

keinginan

peningkatan

kewaspadaan,

perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu


siang, dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita-cerita dari masa lampau
yang membosankan, jangan mentertawakan atau memarahi klien lanjut
usia bila lupa atau kesalahan. Harus diingat, kemunduran ingatan jangan
dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan tertentu.
Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka
terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan-lahan dan
bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah
pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak
menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini
mereka dapat merasa puas dan bahagia.
5. Pendekatan Sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu
upaya perawat dalam pendekatan sosial. Memberikan kesempatan untuk
berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia berarti menciptakan
sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan suatu pegangan
bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan

orang

lain.

Dalam

pelaksanaannya

perawat

dapat

menciptakan hubungan social antara lanjut usia dan lanjut usia dan
perawat sendiri.
Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para
lanjut usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misal
jalan pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan lain.
Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti
menonton televisi, mendengarkan radio, atau membaca surat kabar dan
majalah. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan
tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam proses
penyembuhan atau ketenangan para klien lanjut usia.

Tidak sedikit klien tidak dapat tidur karena stress, stress memikirkan
penyakit, biaya hidup, keluarga yang di rumah sehingga menimbulkan
kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Untuk
menghilangkan

rasa

jemu

dan

menimbulkan

perhatian

terhadap

sekelilingnya perlu diberi kesempatan kepada lanjut usia untuk menikmati


keadaan di luar, agar merasa masih ada hubungan dengan dunia luar.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian di antara lanjut usia
(terutama yang tinggal dipanti werda), hal ini dapat diatasi dengan
berbagai usaha, antara lain selalu mengadakan kontak dengan mereka,
senasib dan sepenanggungan, dan punya hak dan kewajiban bersama.
Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik
sesama mereka maupun terhadap mempunyai hubungan komunikasi baik
sesama mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan
dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia dipanti werda.
6. Pendekatan Spiritual
Perawat harus bias memberikan ketentuan dan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan tujuan atau agama yang dianutnya, terutama bila
klien lanjut usia dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.sehubungan
dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menekati kematian,
DR Toni Setyobudhi mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah
rasa takut. Rasa takut semacam ini di dasari oleh berbagai macam faktor
seperti,

ketidakpastian

pengalaman

selanjutnya,

adanya

rasa

sakit/penderitaan yang sering menyertainya, dan kegelisahan untuk tidak


kumpul lagi dengan keluarga/lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian, setiap klien lanjut usia akan memberikan
reaksi-reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara mereka
menghadapi hidup ini. Sebab itu, perawat harus meneliti dengan cermat di
manakah letak kelemahan dan di mana letak kekuatan klien, agar perawat
selanjutnya akan lebih terarah lagi. Bila kelemahan terletak pada segi
spiritual, sudah seelayaknya perawat dan tim berkewajiban mencari upaya
agar klien lanjut usia ini dapat diringankan penderitaannya. Perawat bisa
memberikan kesempatan pada klien lanjut usia untuk melaksanakan
ibadahnya, atau secara langsung memberikan bimbingan rohani dengan
menganjurkan melaksanakan ibadahnya seperti membaca kitab atau

membantu lanjut usia dalam menunaikan kewajiban terhadap agama yang


dianutnya.
Apabila kegelisahan yang timbul disebabkan oleh persoalan keluarga,
maka perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa keluarga tadi
ditinggalkan, masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan bila
ada rasa bersalah yang menghantui pikiran lanjut usia, segera perawat
segera menghubungi seorang rohaniawan untuk dapat mendampingi lanjut
usia

dan

mendengarkan

keluhan-keluhannya

maupun

pengakuan-

pengakuannya.
Umumnya pada waktu kematian akan datang, agama atau kepercayaan
seseorang merupakan faktor yang penting sekali. Pada waktu inilah
kehadiran seorang imam sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut
usia.
Dengan demikian pendekatan perawat lanjut usia bukan hanya
terhadap fisik, yakni membantu mereka dalam keterbatasan fisik saja,
melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia
melalui agama mereka.

Tujuan Asuhan Keperawatan Lansia


1. Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.
2. Mempertahankan kesehatan dan kemampuan dari mereka yang usianya
telah lanjut usia dan jalan perawatan dan pencegahan.
3. Membantu mempertahankan serta membesarkan semangat hidup klien
lanjut usia.
4. Merawat dan menolong klien lanjut usia yang menderita penyakit atau
mengalami gangguan tertentu (kronis maupun akut).
5. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan
menegakkan diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai suatu
kelainan tertentu.
6. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang
menderita suatu penyakit atau gangguan , masih dapat mempertahankan
kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan

Fokus Keperawatan Lansia


Peningkatan kesehatan (health promotion).
Pencegahan penyakit (preventif).
Mengoptimalkan fungsi mental.
Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

BAB III
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
A. Permasalahan
Kasus:
Ny.A (65 tahun) tinggal di rumah sederhana di sebuah desa dengan penduduk
lumayan padat. Sejak 5 tahun yang lalu, kedua anaknya meningglakan Ny. A sendiri
di rumah, karena harus pergi merantau mencari pekerjaan. Ny.A banyak
menghabiskan waktunya di rumah. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Ny.A
dibantu oleh tetangganya, karena merasa kasihan terhadap Ny.A. Ny.A sering
mengeluhkan nyeri dibagian sendi tangan dan kakinya sejak 10tahun yang lalu.
Tetangga Ny.A menawarkan bantuan pada Ny.A untuk mengantarkan dia pergi
berobat ke dokter untuk memeriksakan penyakitnya. Namun Ny.A lebih senang
memijatkan tangan dan kakinya ke tukang pijat yang ada di daerahnya. Ny.A lebih
percaya pada tukang pijat yang menjadi langganannya sejak dulu. Petugas pelayanan
kesehatan juga beberapa kali mendatangi Ny.A, untuk memberikan pelayanan
kesehatan gratis. Namun Ny.A, menolak dan menyuruh petugas itu pergi.
Hubungan Ny. A, juga tidak terlalu baik dengan tetangganya . Ny.A hanya
mau menerima bantuan, namun enggan untuk berinteraksi terlalu lama dengan
tetangganya. Ny.A hanya mau menjawab pertanyaan dan berbicara seperlunya saja.
Ny.A tampak menarik diri dari lingkungan sekitarnya. Ny.A hanya mau banyak
bercerita pada tetangga yang memiliki hubungan paling dekat dengannya. Ny.A
mengaaku lebih nyaman berkomunikasi dengan anak-anaknya.
Di dalam rumah Ny. A terdapat sebuah TV, Namun TV tersebut tidak pernah
difungsikan. Tidak ada fasilitas telepon di rumah Ny.A, Ny.A biasanya mendapat

kabar tentang anaknya dari tetangga yang juga merantau dan sedang pulang kampung.
Ny.A biasanya menggunakan jasa tukang becak untuk berpergian sekedar membeli
kebutuhan sehari-hari setiap satu minggu sekali. Ny.A mengaku tidak terbiasaa
menggunakan jasa kendaraan bermotor paada saat bepergian, karena takut jatuh.

B. Pembahasan
Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih
pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan
teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
Dalam kasus ini diungkapakan bahwa, klien seseorang yang meyakini bahwa
sakit yang dideritanya itu bisa disembuhkan ke dukun pijat tanpa harus pergi ke
petugas kesehatan. Dengan berbagai alasan, dikarenakan lokasi yang kurang
terjangkau dan juga faktor dari dalam diri klien sendiri yang menganggap bahwa
dukun pijat lebih mampu mengatasi penyakit klien.

Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)


Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat
realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat
untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya
sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang
dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit,
cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap
kesehatan.
Dalam kasus tidak diungkapakan secara langsung agama apa yang dianut oleh

klien. Namun pada kondisis sakit seperti itu, klien tertutup dengan masalah
kesehatannya. Kllien sudah dinasehati oleh tetangganya untuk pergi ke dokter, namun
ia beranggapan dukun pijat lebih bisa diandalkan.

Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)


Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala
keluarga.
Tipe keluarga yang ada pada kasus ini, adalah keluarga dengan lansia

didalamnya. Dimana lansia tersebut memiliki 2 orang anak yang merantau sejak lioma
tahun yang lalu.

Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah
suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya
terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang
dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan,
makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan
aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
Ny. A adalah seorang ibu rumah tangga namun, sejak 10 tahun yang lalu ia

sudah terjangkit artritis. Dia memiliki 2 orang anak namun sudah merantau keduanya
dan tidak tinggal dalam satu rumah lagi. Demi memenuhi kehidupan sehari-hari Ny. A
hanya menerima bantuan dari tetangganya. Sesekali (1 minggu sekali) ny. A pergi
berbelanja.

Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya
(Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan
dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota
keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.

Petugas kesehatan sekitar sudah mencoba berkunjung ke rumah Ny. A namun,


selalu tidak ada respon yang baik dari klien.

Faktor ekonomi (economical factors)


Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material
yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi
yang harus dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya
pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain
misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota
keluarga.
Dalam memenuhi kehidupan sehari-hari klien lebih suka menerima bantuan

dari orang lain. Klien mengira bahwa biaya ke rumah sakit atau berobat ke dokter
terlalu mahal jika dibandingkan dengan pergi berobat ke dukun pijat.

Faktor pendidikan (educational factors)


Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh
jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien
maka keyakinan klien biasanya di dukung oleh bukti bukti ilmiah yang
rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang
sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini
adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk
belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak
terulang kembali.
Klien menderita atritis selama 10 tahun terakhir, namun tidak ada upaya untuk

pergi berobat ke fasilitas kesehatan. Klien kurang bisa belajar secara aktif dan mandiri
terhadap penyakitnya.

C. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Identitas Klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,


tangggal MRS, informan, tangggal pengkajian dan alamat klien.

Orang-orang terdekat
Status perkawinan, kebiasaan pasien di dalam tugas-tugas keluarga dan
fungsi-fungsinya, pengaruh orang terdekat, proses interaksi dalam
keluarga.

Kultural
Latar belakang etnis, tingkah laku mengusahakan kesehatan (sistem
rujukan penyakit), nilai-nilai yang berhubungan dengan kesehatan dan
keperawatan, faktor-faktor kultural yang dihubungkan dengan penyakit
secara umum dan respons terhadap rasa sakit, kepercayaan mengenai
perawatan dan pengobatan.

Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar ,menolak interaksi
dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, dependen.

Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan,harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan
/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur
sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan,
dicerai pasangan, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang
terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba tiba) perlakuan
orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri
sendiri yang berlangsung lama.

Aspek fisik / biologis


Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhanfisik yang dialami oleh klien.

Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata ,
kurang dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang
mampu berhubungan denga orang lain , Adanya perasaan keputusasaan
dan kurang berharga dalam hidup.

Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya
pada orang orang lain ( lebih sering menggunakan koping menarik diri)

Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor,therapy okopasional, TAK, dan rehabilitas.

2. Diagnosa
Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan ketiadaan orang
terdekat, ketidakselarasan sosial kultural, defisit pengetahuan atau
keterampilan tentang cara meningkatakan kebersamaan.
Intervensi

Tujuan atau Kriteria Hasil (NOC):


1. Pasien menunjukkan keterampilan interaksi sosial
2. Pasien menunjukkan keterlibatan sosial
3. Pasien memahami dampak perilaku diri pada interaksi sosial
4. Pasie menunjukkan perilaku yang dapat meningkatkan atau
memperbaiki interaksi sosial
5. Pasien mendapatakan / meningkatkan keterampilan interaksi
sosial (mis; kedekatan dan kerja sama).
6. Pasien mengungkapakan keinginan untuk berhubungan dengan
orang lain
o Intervensi (NIC) :
1. Modifikasi perilaku keterampilan sosial : Membantu pasien
mengembangkan atau meningkatakan keterampilan sosial
interpersonal.

2. Pembinaan hubungan kompleks : Membina hubungan yang


terapeutik dengan pasien yang kesulitan berinteraksi dengan
orang lain.
3. Promosi integritas keluarga : Meningkatkan persatuan dan
kesatuan keluarga.
4. Promosi keterlibatan keluarga : Memfasilitasi perawatan
keluarga dalam perawatan emosi dan kondisi fisik pasien.
5. Peningkatan Harga Diri :Membantu pasien meningkatkan
penilaian pribadi tentang harga diri.
6. Peningkatan sosialisi : Memfasilitasi kemampuan pasien
untuk berinteraksi dengan orang lain.

Aktivitas lain :
o Buat interaksi terjadwal
o Identifikasi perubahan perilaku tertentu
o Identifikasi tugas-tugas yang dapat meningkatakan atau
memperbaiki interaksi sosial
o Libatkan pendukung sebaya dalam memberkan umpan balik
kepada pasien dalam interksi sosial
o Peningkatan sosialisa ( NIC) :
1. Anjurkan bersikap jujur dan apa adanya dalam
berinteraksi dengan oran lain
2. Anjurkan menghargai hak orang lain
3. Anjurkan sabar dalam membina hubungan
4. Bantu pasien meningkatkan kesadaran tentang kekuatan
dan keterbatasan dala berkomunikasi dengan orang lain
5. Beri umpan balik positif jika pasien dapat berinterksi
dengan orang lain
6. Fasilitasi pasien dalam memberi masukan dan membuat
perencanaan aktivitas mendatang

Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk terikat


dalam hubungan pribadi yang memuaskan, perilaku atau nilai sosial
yang tidak berterima.
Intervensi
Tujuan/ Kriteria Evaluasi (NOC):

1. Pasien menunjukkan keterlibatan sosial ( interaksi dengan teman


dekat,

tetangga,

anggota

keluarga,berpartisipasi

sebagai

sukarelawan pada aktivitas atau organisasi,dan sebagainya)


2. Mulai membina hubungan dengan orang lain
3. Mengembangkan hubungan satu sama lain
4. Mengembangkan keterampilan sosial yang dapat mengurangi
isolasi (mis, bekerja sama)
5. Melaporkan adanya dukungan sosial (mis, bantuan dalam bentuk
dari orang lain dalam bentuk bantuan emosi, waktu, keuangan,
tenaga, atau informasi )

Intervensi (NIC) :
1. Modifikasi perilaku keterampilan sosial : Membantu pasien
mengembangkan

atau

meningkatakan

keterampilan

sosial

interpersonal.
2. Pembinaan hubungan kompleks : Membina hubungan yang
terapeutik dengan pasien yang kesulitan berinteraksi dengan orang
lain.
3. Peningkatan koping : Membantu pasien beradaptasi dengan
persepsi stresor, perubahan, atau ancaman yang menghambat
pemenuhan kenutuhan hidup dan peran.
4. Promosi integritas keluarga : Meningkatkan persatuan dan kesatuan
keluarga.
5. Promosi keterlibatan keluarga : Memfasilitasi perawatan keluarga
dalam perawatan emosi dan kondisi fisik pasien.
6. Peningkatan kesadaran diri : Membantu pasien menggali dan
memahami gagasan, perasaan, motivasi, dan perilaku pasien.
7. Peningkatan sosialisi : Memfasilitasi kemampuan pasien untuk
berinteraksi dengan orang lain.
8. Peningkatan sistem dukungan : Memfasilitasi dukungan kepada
pasien oleh keluarga, teman, dan komunitas.
Aktivitas lain :
o Bantu pasien membedakan persepsi dan kenyataan
o Identifikasi bersama pasien faktor-faktor yang mempengaruhi
perasaan isolasi sosial
o Beri penguatan terhadap usaha-usaha yang dilakukan pasien,
keluarga, dan teman-teman untuk berinterksi
o Peningkatan sosialisasi ( NIC) :

1. Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai


minat dan tujuan yang sama
2. Berikan umpan balik tentang peningkatan dalam aktivitas
3. Dukung pasien untuk mengubah lingkungan seperti jalanjalan

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya
dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah
tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan
budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif.
Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan pasien lansia biasanya dipelajari
pada masyarakat yang terisolasi dimana cara - cara hidup mereka tidak berubah
selama beberapa generasi, walaupun mereka merupakan sumber data-data bilogis
yang penting dan model antropologi yang berguna , lebih penting lagi untuk
memikirkan bagaimana mengubah kebudayaan mereka itu.
Perawat harus selalu menjaga hubungan yang efektif dengan masyarakat
pasiendengan selalu mengadakan komunikasi efektif demi meningkatkan status
kesehatan lansia dan mendukung keberhasilan pemerintah dalam bidang kesehatan
berbasis publik .
B. Saran
Makalah dibuat berdasarkan kebutuhan seorang mahasiswa sebagai tanggung
jawabnya dalam menyelesaikan tugas sebuah mata kuliah. Diperlukan bimbingan dan
arahan dari dosen pembimbing sehingga kiranya makalah tersebut dapat menjadi
sesuatu yang lebih berguna di masa yang akan datang.

Penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan olehnya itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai bahan ajar untuk
penyusunan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Basford, Lynn & Oliver Slevin. 2006. Teori dan Praktik Keperawatan : Pendekatan
Integral pada Asuhan Pasien. Jakarta : EGC
Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise,
Missouri : Mosby, Inc.
Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts, Theories,
Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies.
NANDA. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. Philadelphia :
NANDA International.
Royal College of Nursing (2006), Transcultural Nursing Care of Adult ; Section One
Understanding The Theoretical Basis of Transcultural Nursing Care Ditelusuri tanggal
14 Oktober 2006.
Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. Jakarta; EGC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku : Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai