Resus Jiwa
Resus Jiwa
1. PENGALAMAN
Seorang wanita usia 25 tahun datang ke poli jiwa RSPS untuk kontrol dan
meminta obat rutin yang habis. 8 tahun yang lalu pasien berobat untuk pertama kalinya di
UGD RS W dikarenakan tiba-tiba pingsan dan seperti kesurupan dirumah. Singkat cerita
setelah di anamnesis, dikatakan saat itu pasien memiliki masalah dengan sahabatnya di
sekolah yang membuatnya sangat terpukul. Sejak kecil pasien sering diolok-olok oleh
teman sekolahnya hingga pasien terbiasa untuk menjalani keseharian tanpa teman. Saat
pasien duduk di bangku SMK, pasien memiliki seorang sahabat perempuan yang mau
tulus berteman dengannya. Ketulusan sahabatnya itu membuat pasien sangat
menyayanginya hingga tanpa sadar rasa sayang pasien terhadap sahabat perempuannya
menjadi lebih dari seorang sahabat. Pasien sangat ingin memiliki sahabatnya, meskipun
ia tau bahwa sebenarnya itu melawan kodratnya sebagai seorang perempuan. Suatu hari
teman-teman disekolahnya mengetahui keadaan pasien yang menyukai sesame wanita,
mereka mengolok-olok pasien dan hal tersebut membuat sahabat perempuan pasien juga
sangat malu. Beberapa hari setelah kejadian tersebut, sahabat pasien pindah sekolah tanpa
kabar. Hal tersebut membuat pasien sangat shock, pasien mencoba menghubungi
sahabatnya namun menurutnya yang terdengar dari sebrang telepon justru suara wanita
tertawa mengerikan seperti hantu. Semenjak itu juga tiba-tiba pasien sering melihat ada
bayangan laki-laki dan perempuan yang terlilit ular di cermin, gambar-gambar yang
hilang timbul di atap yang tidak ada orang lain yang bisa melihatnya selain dirinya
sendiri. Pasien lebih sering dikamar, berdiam diri. Ia merasa sangat mider dan kehilangan
minat untuk beraktivitas diluar. Ia malu jika harus bertemu dengan orang lain, ia juga tak
habisnya merasa bersalah dengan sahabatnya atas kejadian yang terjadi di sekolah saat
itu. Pasien mudah pusing dan berdebar jika mendengar televise, radio atau menerima
sms. Ia juga sering kali merasa tidak nyaman dengan dirinya sendiri, karena pikirannya
sering ia rasakan bergema didirinya sendiri. Ia juga sering mendengar bisikan yang
munculnya dari hatinya sendiri. Sejak tahun 2007 hingga 2015, pasien sudah sering
keluar masuk mondok di bangsal jiwa di berbagai RS. Kondisinya saat ini dikatakan jauh
lebih baik dibandingkan yang lalu, hanya saja rasa rendah diri yang ia rasakan tidak
pernah bisa hilang dan kondisinya yang seperti saat ini membuat ia yakin bahwa ia tidak
akan memiliki masa depan yang baik.
2. MASALAH YANG DIKAJI
Selain terapi farmakologi, apa saja terapi lain yang dapat diberikan kepada pasien
seperti kasus ini?
3. ANALISIS
Definisi psikoterapi memang sulit diberikan. Hanya secara umum bahwa
psikoterapi atau usada jiwa adalah proses formal interaksi antara dua pihak atau lebih.
Yang satu adalah sebagai profesional penolong dan yang lain adalah petolong (orang
yang ditolong) dengan catatan bahwa interaksi itu menuju pada perubahan atau
penyembuhan. Perubahan itu dapat berupa perubahan rasa, pikiran, perilaku, kebiasaan
yang ditimbulkan dengan adanya tindakan profesional penolong dengan latar ilmu
perilaku dan teknik-teknik usada yang dikembangkannya.
Psikoterapi dalam ilmu perilaku harus dilandasi dengan data yang ditemukan
selama proses wawancara. Psikoterapi juga bisa dikatakan suatu proses professional
dengan kode etik tertentu. Jadi kalau mahasiswa bertemu dan ada temannya yang ingin
konsultasi terus mahasiswa tersebut memberitahu cara pemecahannya langsung saat itu
tanpa asesmen yang adekuat, hal itu tidak dapat dikatakan sebagai konseling ataupun
psikoterapi. Ada aturan-aturan tertentu kalau proses itu disebut psikoterapi. Antara lain
aturan itu menyangkut biaya, waktu, tempat, alat-alat yang digunakan, teknik-teknik yang
diterapkan, landasan teori yang mendasari proses terapi. Jadi kalau suatu interaksi antar
teman jelas bukan proses terapi atau konseling, meskipun mungkin interaksi tersebut
membawa perubahan.
Dalam sebuah penelitian tahun 2014 yang dilakukan oleh David Trevor Turner,
M.Sc dkk, yang meneliti mengenai psikoterapi pada pasien dengan gejala psikotik
disebutkan beberapa macam bentuk psikoterapi antara lain, Befriending, Cognitivebehavioral therapy (CBT), Cognitive remediation, Psychoeducation, Social skills
training, Supportive counseling. Penelitian ini dilakukan kepada 3295 partisipan, yang
dibagi menjadi 6 kelompok dengan intervensi yang telah disebutkan diatas, kemudian
dibandingkan hasil setelah intervensinya. Pada kesimpulan disebutkan bahwa pada
penelitian ini perbedaan hasil efikasi yang didapat dari perbandingan semua intervensi
tidaklah terlalu mencolok, artinya semua intervensi memberikan efikasi yang sama.
Namun dari 6 intervensi tersebut, Cognitive-behavioral therapy (CBT) memiliki hasil
yang paling baik untuk menekan gejala positif, sedangkan social skills training memiliki
hasil yang paling baik untuk menekan gejala negative.
4. DOKUMENTASI
IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Bangsa/suku
Alamat
No. RM
: Nn. Y
: Perempuan
: 25 tahun
: Islam
: SMP
: Tidak bekerja
: Indonesia/Jawa
: Tirtonirmolo, Bantul
: 5598XX
No
1.
Hasil
Keterangan
Pembicaraan
Pasien
dimengerti
berbicara
dengan
dan
yang
cukup,
dapat
menjawab
sesuai
ditanyakan
saat
wawancara
3.
Orientasi
Orang: baik
Waktu: baik
pemeriksa datang.
Pasien dapat memberikan denah ke
Tempat: baik
rumah nya.
Pasien dapat menjelaskan kondisi
lingkungan saat itu.
Situasi : baik
.
Pasien
dapat
mengingat
nama
Memori
Memori
jangka
pendek
jangka
panjang
(recent)
Memori
4.
Sikap/tingkah laku
(remote)
Kooperatif
diwawancarai.
5.
Perilaku
dan Normoaktif
aktivitas
6.
Penampilan/rawat
Baik
Disforik
diri
7.
Mood
menyenangkan
8.
Afek
Inappropriate
9.
Pikiran
kurang
sesuai
dengan
kenyataan.
Isi pikir:
Ide bersalah (+)
10.
Perhatian
11.
12.
Persepsi
Insight
Ilusi (-)
Derajat 2
5. REFERENSI
Turner, David Trevor et all, 2014, Psychological Interventions for Psychosis: A MetaAnalysis of Comparative Outcome Studies. American Journal Psychiatry
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=127232&val=970