Anda di halaman 1dari 13

1

REFERAT
TATALAKSANA
DISFUNGSI KELENJAR MEIBOM

Penyusun :
Federika Rosilawati
030.11.099

Pembimbing :
Dr. Sri Lukman, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI
PERIODE 7 MARET 2016 9 APRIL 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

Disfungsi kelenjar meibom (DKM) adalah gangguan yang bersifat kronis dan
menyeluruh pada kelenjar meibom yang biasa ditandai dengan adanya obstruksi pada duktus
terminalis sehingga menyebabkan perubahan pada sekresi baik secara kuantitatif atau
kualitatif. DKM pertama kali digunakan pada tahun 1980 oleh Korb dan Henriquez. Sejak
saat itu, penelitian mengenai penyakit ini terus dilakukan.1 Prevalensi terjadinya DKM
dipengaruhi oleh pertambahan usia yang erat kaitannya dengan perubahan sturuktur, vaskular,
dan proses keratinisasi pada palpebra.2 Craig JP. Meibomian gland dysfunction. Optometry in
Practice 2014 vol 15 p 57-70
Pada dekade terakhir, penyakit ini diketahui menjadi penyebab utama pada keadaan
dry eye sehingga memerlukan tatalaksana yang tepat.Tujuan utama pemberian tatalaksana
pada kasus ini adalah untuk mengeliminasi gejala yang dialami pasien, meningkatkan
kenyamanan pasien dan mencegah terjadi komplikasi seperti adanya luka / defek pada kornea
yang disebabkan karena adanya infeksi dan inflamasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I.

Definisi disfungsi kelenjar meibom

II.

Anatomi dan fisiologi kelenjar meibom

Kelenjar Meibom
Sebuah kelenjar meibom dibentuk oleh sekumpulan secretory acini yang tersusun
sirkular mengelilingi sebuah duktus yang panjang dan secretory acini ini terhubung dengan
duktulus yang lebih pendek. Orifisium dari duktus kelenjar berakhir di batas posterior
palpebra sebelah anterior dari MCJ di tepi palpebra, tempat lipid disekresikan ke dalam
meniscus air mata. (Knop et al., 2011). Kelenjar meibom terletak di tarsus palpebra
berjumlah 30-40 kelenjar di palpebra superior dan 20-30 kelenjar di palpebra inferior.
Panjang satu kelenjar dilaporkan sekitar 5,5 mm di bagian tengah palpebra superior dan 2
mm di palpebra inferior. Kelenjar di palpebra inferior cederung lebih lebar dari pada di
superior. Jumlah secretory acini pada setiap kelenjar meibom diperkirakan sekitar 10-15
buah dan lebih banyak pada palpebra superior dibandingkan inferior. (American Academy of
Ophthalmology Staff, 2011-2012a; Knop et al., 2011).
Lipid kelenjar meibom diproduksi di reticulum endoplasma sel meibocyte. Lipid
droplet hasil dari reticumlum endoplasma ini berintegrasi dengan protein dan asam nukleat
membentuk produk sekresi minyak yang disebut dengan meibum. Meibum kemudian
disekresikan dari acinus ke sistem duktus dan diteruskan ke tepi palpebra. Mekanisme
pengeluaran sekresi meibum melalui mekanisme tekanan yaitu (1) melalui sekresi terus
menerus oleh secretory acini yang menghasilkan tekanan di acinus yang menekan meibum
ke sistem duktus dan kemudian menuju orifisium, (2) mekanisme penekanan oleh m.
orbicularis oculi yang terletak di luar tarsus dan m. riolan yang terletak melingkar di bagian
terminal kelenjar meibom pada saat mengedip. (Knop et al., 2011)

Lapisan Air Mata


Permukaan bola mata dilindungi oleh lapisan air mata yang berfungsi
mempertahankan kelembaban permukaan mata, sebagai media pembersih dari debris,
melindungi permukaan mata, dan menyediakan oksigen dan nutrisi kepada epitel kornea.
Lapisan air mata mengangkut zat-zat dan debris kemudian dikeluar melalui pungtum
lakrimal. Sebagai tambahan lapisan air mata juga mengandung bahan-bahan antimikroba,
sebagai lubrikasi antara kornea dan kelopak mata serta mencegah pengeringan
permukaan mata. (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a)
Air mata terdiri dari tiga lapisan, yaitu lipid, aqueous, dan musin. Lapisan air
mata memiliki ketebalan sekitar 8-9 m. Lapisan lipid memiliki ketebalan 0,10,2 m dan
merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air
mata dan mempertahankan stabilitas air mata. Lapisan aqueous di bagian tengah
memiliki ketebalan 7-8 m merupakan komponen utama lapisan air mata. Lapisan
aqueous mengandung elektrolit, air, dan protein yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal
utama yang terletak dalam orbita maupun oleh kelenjar lakrimal tambahan seperti
kelenjar Krause dan Wolfring pada konjungtiva. Protein pada lapisan aqueous meliputi
immunoglobulin A (IgA), IgG, IgD dan IgE yang berperan sebagai mekanisme
pertahanan lokal di bagian permukaan mata. Lapisan aqueous selain sebagai antibakteri
dan antiviral, juga berfungsi sebagai pelarut nutrisi, penyedia oksigen, dan menjaga
regularitas kornea. Bagian posterior lapisan air mata adalah lapisan musin dengan

ketebalan 1m mengandung glikoprotein. Lapisan musin berperan sebagai barrier dari


perlengketan maupun penetrasi partikel asing atau bakteri ke permukaan bola mata.
Lapisan musin ini diproduksi oleh kelenjar goblet konjungtiva. (American Academy of
Ophthalmology Staff, 2011-2012a; American Academy of Ophthalmology Staff, 20112012b)

Lapisan lipid air mata


Meibum normal memiliki karakteristik berwarna jernih dan cairan lemaknya dengan
mudah menyebar melapisi permukaan mata membentuk lapisan lipid air mata. Lapisan lipid
air mata memiliki ketebalan antara 20 sampai 160 nm yang terdiri atas dua lapisan yaitu
lapisan luar berupa lapisan lipid non-polar dan lapisan dalam berupa lapisan lipid polar
(Gambar 2.2). Lipid hasil sekresi kelejar meibom merupakan campuran kompleks yang
mengandung ester kolesterol, triasilgliserol, kolesterol bebas, asam lemak bebas, fosfolipid,
wax esters, dan diesters. Meibum ini memiliki titik leleh antara suhu 19C sampai 37C
sehingga pada suhu tubuh normal 37C akan dengan mudah untuk keluar ke tepi palpebra
(Green-Church et al., 2011; Macsai, 2008)

Lapisan lipid air mata memiliki fungsi untuk menghambat penguapan, berperan pada
pembiasan cahaya karena posisi pada antarmuka udara-film air mata, mempertahankan barier
hidrofobik yang mencegah air mata mengalir berlebihan dengan meningkatkan tegangan
permukaan. (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a; Green-Church et al.,
2011)

Lapisan lipid air mata berperan penting dalam stabilitas lapisan air mata.
Ketidakstbilan lapisan air mata merupakan salah satu dari mekanisme terjadinya mata kering
terjadi akibat tidak adekuatnya lapisan lipid air mata. Waktu pecah atau break up time air
mata dianggap menunjukkan stabilitas air mata. Break up time merupakan pemeriksaan untuk
mengukur kekeringan kornea sesudah satu kedipan pada waktu tertentu. Pemeriksaan
fluoresceine break up time (FBUT) mengukur waktu yang diperlukan untuk air mata pecah di
dalam mata. Uji FBUT berperan dalam menilai fungsi kelenjar meibom dan dianggap relevan
dipakai pada diagnosis DKM.
III.

Patofisiologi disfungsi kelenjar meibom


Faktor penyebab yang sudah diketahui yaitu proses penuaan, umur, jenis kelamin,

gangguan hormon, faktor lingkungan, lensa kontak, dan perubahan kualitas atau kuantitas
meibum saling berinteraksi menyebabkan terjadinya hiperkeratinisasi sistem duktus kelenjar
meibom, peningkatan viskositas meibum, atrofi acinar kelenjar. (Knop et al., 2011)
Hiperkeratinisasi dan peningkatan viskositas meibum merupakan mekanisme inti
dalam terbentuknya obstruksi orifisium kelenjar meibom yang akan menyebabkan
pengeluaran meibum ke tepi palpebra sangat rendah. Obstruksi orifisium ini juga
menyebabkan stasisnya meibum di sistem duktus menyebabkan peningkatan tekanan, dilatasi
sistem duktus dilanjutkan terjadinya atrofi acinar yang akhirnya menyebabkan sekresi
meibum rendah. (Knop et al., 2011)
Perubahan pada kualitas dan kuantitas meibum mengakibatkan terjadinya penurunan
viskositas dan atau peningkatan volume sekresi meibum. Adanya perubahan viskositas,
volume sekresi dan stasisnya meibum oleh karena obstruksi menyebabkan bakteri-bakteri
permukaan mata semakin berkembang. Bakteri komensal seperti stafilokokus koagulase
negative, Staphylococcus aureus, dan Propionibacterium acnes dihubungkan dan
berkontribusi terhadap patogenesis DKM. Bakteri yang tumbuh di permukaan mata tersebut
melepaskan enzim lipase yang memicu pelepaskan mediator-mediator toksik seperti asam
lemak dan menginisiasi reaksi peradangan subklinis dengan dilepasakan sitokin peradangan.
Mediator-mediator toksik ini akhirnya akan memicu terjadinya penyakit mata kering tipe
evaporative. (Knop et al., 2011)

IV.

Tatalaksana disfungsi kelenjar meibom


Kemajuan dalam pemahaman mengenai patogenesis DKM dan peningkatan

kemampuan dalam mendiagnosis DKM telah menyebabkan banyak kemajuan dalam


pengobatan dan manajemen penyakit ini. Beberapa tahun terakhir, tatalaksana diberikan
sesuai dengan tingkat keparahan dari penyakit. Sejak saat itu pula mulai banyak dilakukan
penelitian yang lebih dalam terhadap berbagai macam pengobatan DKM. Tingkat keparahan
dari DKM diklasifikasikan berdasarkan tanda-tanda, gejala dan tingkat sekresi dari kelenjar
meibom.
Stage
1

Tanda Klinis
Penatalaksanaan
Tidak ada keluhan mata tidak nyaman, Informasi kepada pasien tentang DKM,
gatal atau silau
akibat potensial dari diet, dan efek
lingkungan rumah atau tempat kerja
Tanda Klinis DKM berdasarkan ekspresi terhadap air mata.
kelenjar meibom
Pertimbangan higienitas palpebra termasuk
Perubahan Sekresi minimal
penghangatan dan penekanan
: Gradasi 2-4
Ekspresibilitas : 1
Tanpa pewarnaan permukaan mata

Keluhan minimal sampai ringan dari


keluhan tidak nyaman mata, gatal, atau

Saran pada meningkatkan kelembaban,


optimalisai tempat kerja dan peningkatan

silau

konsumsi asam lemak omega-3

Tanda klinis DKM minimal sampai ringan


Fitur tepi palpebra yang
tersebar
Perubahan sekresi ringan :
gradasi 4 - <8
Ekspresibilitas : 1

Higienitas palpebra dengan penghangatan


(minimal 4 menit, 1 2 kali sehari) diikuti
dengan pemijatan dan pengeluaran
sekresi kelenjar

Semua yang disebutkan diatas dikombinasi :


Air mata buatan
Pewarnaan
permukaan
mata terbatas Azitromicin topikal
Spray liposomal
Pertimbangkan
derivat tetrasiklin oral
Keluhan sedang pada rasa mata tidak Terapi seperti yang disebutkan pada stage 2
nyaman, gatal atau silau
ditambah dengan:
- Derivat tetrasiklin oral
- Salep lubrikasi saat tidur
Tanda klinis DKM sedang
- Fitur tepi palpebra : penyumbatan,
- Terapi anti peradangan untuk mata
vaskularitas
kering sesuai indikasi
- Perubahan sekresi sedang :
gradasi 8 - <13
- Ekspresibilitas : 2
Perwarnaan konjuntiva dan kornea perifer,
lebih sering di inferior ringan sampai
sedang

Keluhan yang jelas pada rasa tidak


nyaman pada mata , gatal dan
silau
yang
mengganggu
aktivitas seharihari

Terapi seperti yang disebutkan pada stage 3 ,


ditambah dengan:
- Terapi anti peradangan untuk mata kering

Tanda klinis DKM berat


-Fitur tepi
palpebra
:
droupout,
displacement
-Perubahan sekresi sedang : gradasi 13
-Ekspresibilitas : 3
Peningkatan perwarnaan konjungtiva
dan kornea termasuk pewarnaan sentral
Peningktan tanda peradangan :
hiperemi konjungtiva

PROBING KELENJAR MEIBOM INTRADUCTAL


Probing kelenjar meibom intraductal diusulkan oleh Maskin adalah metode yang
relatif nontraumatik untuk meringankan gejala DKM, yang secara mekanis bisa membuka

dan melebarkan lubang dan saluran kelenjar meibom untuk menghilangkan sekresi kelenjar
meibom yang abnormal.8 Setelah anestesi topikal, probe dengan diameter 2 mm dimasukkan
dengan bantuan slit lamp. Setelah itu probe yang dimasukkan akan melalui orificium dari
kelenjar meibom. Sudut probe dapat disesuaikan selama prosedur berlangsung. Setelah itu,
probe dengan diameter 4 mm dapat dimasukkan untuk mecapai saluran yang lebih dalam. 9
Maskin melaporkan bahwa sebagian besar kasus (24 dari 25 kasus; 96%) merasakan
gejala berkurang secara langsung pasca probing dan semua pasien sembuh setelah 4 minggu
pasca probing. Selain itu, melalui cara ini dapat menghilangkan kelenjar meibom yang
abnormal sehingga dapat meringankan kongesti dan peradangan.8
Sebagai pilihan pengobatan baru untuk DKM, probing kelenjar meibom memiliki
beberapa kerugian, seperti ketidaknyamanan pada pasien dan perdarahan selama prosedur.
Ketidaknyamanan terutama dirasakan pada pasien yang sudah merasakan nyeri sebelumnya
dan sudah terdapat peradangan yang kronis. Hal ini dapat diselesaikan dengan pemberian
lidokain 4% secara topikal. Perdarahan pada saluran dapat diselesaikan tanpa penataksanaan
khusus.8,9
TETES MATA EMULSI YANG MENGANDUNG LIPID
Dalam mata kering tipe evaporasi, proses inflamasi memiliki efek terhadap kelenjar
meibom sehingga menyebabkan lapisan air mata berubah.10 Oleh karena itu, beberapa tetes
mata yang mengandung emulsi lipid diperkenalkan sebagai pengobatan opsional untuk DKM.
Emulsi tersebut bermanfaat untuk mempertahankan ketebalan lapisan lipid pada lapisan air
mata.12 Baru-baru ini, sebuah studi tentang jenis tetes mata emulsi tipe kationik telah
dilaporkan dapat meningkatkan penyebaran air mata, memfasilitasi pengisian lapisan lipid,
dan mengurangi penguapan air mata karena penetrasi yang lebih baik melalui membran, yang
menghasilkan peningkatan bioavailabilitas.15
SISTEM DENYUT TERMAL LIPIFLOW
DKM sering melibatkan obstruksi pada kelenjar meibom sehingga dalam proses
pengobatannya tidak cukup hanya mengobati peradangan atau infeksi pada kelopak mata dan
permukaan mata. Cara tradisional dan umum untuk menghilangkan obstruksi dapat berupa
kompres hangat, melakukan pijatan pada daerah palpebra atau mengeluarkan obstruksi
tersebut secara manual.22 Sayangnya, kompres hangat dan pijatan daerah palpebra biasanya
kurang efektif dikarenakan memerlukan waktu yang cukup panjang, tingkat kepatuhan yang
tinggi, dan bersifat intensif.

23

Selain itu, pendekatan konvensional berupa kompres hangat

memiliki keberhasilan rendah karena panas harus menembus lapisan kulit kelopak mata, otot,
dan lempeng tarsal untuk mencapai kelenjar meibom dan isinya. 24 Meskipun terdapat

10

keterbatasan dari terapi kompres hangat tersebut, pengobatan ini dapat meningkatkan
ekspresi kelenjar meibom.25
Terapi LipiFlow (TearScience , Morrisville, NC, USA) menerapkan pemberian
panas pada kedua permukaan palpebra baik atas dan bawah. Terapi ini telah terbukti berhasil
mengatasi keterbatasan perawatan saat ini dalam membersihkan obstruksi kelenjar meibom.26
Terapi ini memiliki dua komponen utama: penghangat kelopak dan penutup mata. 18
Penghangat kelopak menyerupai lensa scleral besar yang dirancang untuk menutupi bagian
kornea dan memberikan panas pada kelopak mata bagian atas dan bawah pada waktu yang
bersamaan. Penutup mata berisi kantong udara yang dapat memijat kelopak mata untuk
mengekspresikan kelenjar meibom di kelopak mata atas dan bawah secara bersamaan.
Pemberian terapi dilakukan selama 12 menit. Hal ini jauh lebih mudah daripada terapi
kompres hangat konvensional yang biasanya membutuhkan waktu lebih lama.27
LipiFlow juga memiliki beberapa efek samping termasuk nyeri kelopak mata (3
mata dari 138 mata), injeksi vascular konjungtiva (1 mata dari 138 mata), rasa panas pada
mata (2 mata dari 140 mata), yang dilaporkan akan hilang dalam 4 minggu tanpa pengobatan.
26

Penatalaksanaan dengan pemberian modalitas panas dan tekanan dapat diterapkan


pada jaringan kelopak mata secara bersamaan untuk mempengaruhi kelenjar meibom,
LipiFlow telah menunjukkan keamanan dan efektivitas dalam mengobati DKM. Sebuah
studi baru-baru ini telah mendokumentasikan bahwa LipiFlow sistem denyut termal
memberikan perbaikan yang signifikan pada penderita DKM yang dinilai berdasarkan tanda
(air mata waktu istirahat, pewarnaan fluorescein pada kornea, dan skor sekresi kelenjar
meibom) dan gejala (berdasarkan indeks penyakit permukaan bola mata dan evaluasi pasien
mengenai mata kering).17,27
N-ASETIL-SISTEIN
N-asetil-sistein (NAC) adalah turunan asetat dari asam amino alami, l-sistein. Zat ini
memiliki efek berupa mukolitik, anti kolagenolitik, dan bersifat antioksidan. Hal ini juga
memodulasi status redoks selular sehingga mempengaruhi beberapa gen proinflamasi yang
mengatur jalur peradangan.28,29
Peran peradangan dalam etiologi DKM tidak pasti karena peradangan mungkin ada
atau tidak pada DKM.3 Tatalaksana anti inflamasi klasik yang dikombinasikan dengan
kebersihan diri, kompres hangat, dan antibiotik topikal sering dilakukan untuk waktu yang
singkat.30 Terapi anti inflamasi topikal dengan kortikosteroid telah terbukti efektif dalam
pengobatan DKM dengan menekan migrasi sel inflamasi dan menghambat pelepasan
beberapa sitokin.31,32 Namun, kortikosteroid mungkin menyebabkan beberapa komplikasi

11

seperti katarak, hipertensi okular, dan infeksi oportunistik. Terapi NAC 5% secara topikal
juga telah terbukti efektif dan ditoleransi dengan baik dalam pengelolaan dari tanda-tanda dan
gejala DKM. NAC menimbulkan perbaikan yang signifikan dalam lapisan air mata, skor
Schirmer, serta mengurangi gejala mata yang terasa terbakar atau penglihatan kabur. Perlu
dicatat bahwa pemberian topikal NAC juga sama efektfinya dengan pemberian natrium
betametason-sulfacetamide, terapi kombinasi steroid topikal dan antibiotik.36
AZITROMISIN TOPIKAL
Azitromisin topikal telah terbukti menjadi pengobatan yang berpotensi efektif dan
ditoleransi untuk disfungsi kelenjar meibom dalam studi terbaru. Terapi azitromisin topikal
dapat menghilangkan gejala dan tanda-tanda DKM, serta peningkatan sekresi lipid dari
kelenjar meibom.37 Azitromisin topikal juga dapat mengatasi sumbatan pada lubang kelenjar
meibom.38
Karena mekanisme yang mendasari DKM tidak sepenuhnya dipahami, peran bakteri
dalam patofisiologi DKM masih kontroversial. Namun, beberapa peneliti menemukan
kemungkinan kaitan DKM dengan kolonosisasi bakteri.39 Azitromisin memiliki beberapa
keuntungan seperti berspektrum luas, memiliki penetrasi yang baik pada jaringan kelopak
mata dan farmakokinetik yang baik.40 Selanjutnya, azitromisin memiliki sifat anti inflamasi
yang kuat. Mekanisme aktivitas antiinflamasi tidak sepenuhnya dipahami. Namun azitromisin
diketahui menyebabkan penurunan kadar sitokin inflamasi seperti interleukin-6 dan
interleukin-8. Secara umum, efek antibakteri dan anti inflamasi ini berkontribusi dalam
mengurangi tanda-tanda DKM, seperti kemerahan dan pembengkakan pada kelopak mata.37
Sekresi kelenjar meibom pada orang normal terutama terdiri dari sterol netral dan
ester lilin/wax (lipid non-polar) dengan jumlah yang lebih kecil dari lipid polar (asam lemak
bebas), diesters, triester, trigliserida, dan sterol bebas.43 Pada DKM, banyak perubahan pada
komposisi lipid kelenjar meibom, seperti peningkatan lemak tak jenuh tunggal dan komposisi
asam lemak yang berbeda. Kelenjar meibom yang abnormal memiliki suhu leleh yang lebih
tinggi, yang menghasilkan meibom tebal, penyumbatan duktus dan stagnasi lubang kelenjar
meibom.44-46 Azitromisin topical bisa menekan jaringan atau bakteri lipase yang dianggap
dapat menurunkan lipid dan berhasil membawa perbaikan.
SUPLEMENTASI ORAL ASAM LEMAK ESENSIAL DENGAN OMEGA-3
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa meibum di DKM sering tidak normal,
dan komposisi lipid meibom dipengaruhi oleh perubahan asupan lemak makanan. Oleh
karena itu, dianjurkan bahwa suplementasi oral berupa asam lemak esensial omega-3 dapat
menjadi pilihan terapi untuk pasien dengan DKM. 47 Suplemen asam lemak omega-3 esensial

12

telah dilaporkan untuk meningkatkan beberapa gejala klinis dan tanda-tanda DKM, seperti
perubahan pada isi kelenjar meibom.48
Ada dua hipotesis yang dapat menjelaskan bagaimana suplemen omega-3 asam lemak
esensial dapat meringankan DKM. Penelitian menunjukkan bahwa hasil metabolisme asam
lemak esensial omega-3 dapat menrunkan peradangan, sedangkan hasil metabolisme asam
lemak esensial omega-6 menghasilkan molekul yang menginduksi inflamasi.49,50 Omega-3
dan omega-6 bersaing untuk enzim yang sama untuk mempengaruhi jalur inflamasi. Jadi
hipotesis pertama adalah metabolisme asam lemak esensial omega-3 dapat menghambat
metabolisme omega-6 asam lemak esensial sehingga menyebabkan penurunan radang
kelopak mata.
Hipotesis kedua adalah bahwa suplementasi dengan omega-3 asam lemak esensial
dapat mempengaruhi komposisi asam lemak dan sifat lipid meibom. 48 Perubahan ini dapat
berkontribusi untuk menjaga kestabilan air mata dan menghindari sumbatan saluran kelenjar
meibom.48
SIKLOSPORIN A
Siklosporin A dapat dipilih untuk pengobatan DKM.51,52 Baru-baru ini, efek tetes mata
siklosporin 0,05% d pada kelompok DKM. Hasilnya cukup menggembirakan, karena
menunjukkan bahwa cyclosporine A dapat menurunkan inklusi kelenjar meibom untuk
memperbaiki tanda-tanda obyektif DKM.51 Namun, para peneliti tidak menemukan
peningkatan yang jelas dari gejala. Sebaliknya, Rubin dan Rao mencatat peningkatan baik
gejala dan tanda-tanda DKM.52 Kontradiksi ini mungkin karena mekanisme kompleks yang
terlibat dalam bagaimana cyclosporine A mempengaruhi DKM. Selain itu, jumlah mata
pelajaran dalam studi ini relatif kecil, yang dapat menyebabkan beberapa kontradiksi tidak
dapat dihindari saat membuat peran cyclosporine A.
Siklosporin A adalah imunomodulator yang sangat spesifik, yang telah digunakan
secara topikal untuk pengelolaan rejeksi pasca keratoplasti allograft dan glaucoma akibat
kortikosteroid, keratitis stroma akibat herpes simplex virus, keratokonjungtivitis vernal,
sindrom mata kering, dan seterusnya dengan terutama mempengaruhi T-limfosit. Siklosporin
A memiliki

banyak

keuntungan

untuk

penggunaan

mata.

Pertama-tama,

jarang

mempengaruhi tekanan intraocular.51-56 Kedua, dibandingkan dengan kortikosteroid,


siklosporin A menghasilkan penghambatan yang lebih sedikit dari sistem fagositosis, yang
menjamin fungsi antimikroba normal dari sistem kekebalan.57 Selain itu, siklosporin A
didemonstrasikan bahwa tidak menekan penyembuhan luka atau memiliki pengaruh pada
lensa, yang menunjukkan bahwa cyclosporine A aman untuk penggunaan okular.56,57

13

Mungkin ada dua mekanisme yang melaluinya siklosporin A dalam mengelola DKM.
Pertama, cyclosporine A, yang merupakan imunomodulator sangat spesifik yang
mempengaruhi T-limfosit, dapat menurunkan peradangan pada

kelenjar meibom,

menyebabkan bantuan dalam gejala DKM dan pemasukan kelenjar meibom. 51 Kedua,
siklosporin A telah terbukti memperbaiki gejala okular dan tanda-tanda mata kering dengan
memodulasi sel kekebalan dari kedua konjungtiva dan kelenjar lakrimal.56 Telah dicatat
bahwa DKM biasanya berdampingan dengan mata kering, sehingga mengurangi mata kering
mungkin memainkan peran dalam pengobatan DKM saat menggunakan cyclosporine A.

Anda mungkin juga menyukai