Oleh :
DIDIK EKO SETYANTO
150070300113026
Kelompok 17
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi
mungkin merupakan penyakit primer atau penyakit ginjal kronik merupakan
pemicu hipertensi melalui mekanisme retensi Na dan air, pengaruh vaso presor dari
system renin-angiotensin mungkin
Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat
dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini,
tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan
mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal
kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan
meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain.
Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini,
anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja
dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD
dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal.
Masing-masing
pengobatan
membutuhkan
persiapan.
Bila
kita
memilih
Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk
menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan
ginjal.
2)
3)
Gangguan metabolisme.
4)
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Gangguan klirens renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomerulus) klirens
kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator
yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstran
oleh tubuh.
Retensi
cairan
dan
natrium.
Ginjal
juga
tidak
mampu
untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap
akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit
sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga
dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin-angio-tensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron.
menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan
napas sesak.
Ketidak seimbangan kalsium dan posfat. Abnormalitas utama yang lain pada
gagal ginjal kronik adalah gangguan metabolisme kalsium dan posfat. Kadar serum
kalsium dan posfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal, terdapat peningkatan kadar posfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum
kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dan
akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
Pasien yang
nausea,
muntah,
gastritis,
ulkus
peptikum,
pendarahan
gastrointestinal
e. Hematologi: anemia (akibat penurunan eritropeitin penurunan tentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrom testinal akibat iritasi diet toxin, dan kehilangan
darah selama hemodialisis), diatesis, hemoragik
f. Infeksi: pneumonia, septicemia, infeksi nosokomial
g. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin
angiotensin aldosteron.
h. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat refensi fosfat, kadar kalsium
peningkatan kadar aluminium
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk menetapkan adanya CKD, adanya kegawatan, menentukan
derajat CKD, menentukan gangguan system dan membantu menentukan etiologi.
Uji laboratorium yang biasa dilakukan adalah ulji filtrasi glomerulus.
1)
Urine:
- Volume biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (oliguria) atau urine tidak ada
(anuria)
- Warna secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri;
sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin
porfirin.
- Berat jenis kurang dari 1,015 (menetap pada 1.010 menunjukkan kesusakan
berat); natrium lebih besar dari 40 meq/l; derajat tinggi proteinuria (3 4 +).
- Osmolalitas kurang dari 350 m osm/kg menunjukan kerusakan tubular dan
rasio urine: serum sering 1:
- Klirens Kreatinin: mungkin agak menurun
- Natrium; lebih besar dari 40 meq IL karena ginjal tidak mampu meriabson
natrium.
2)
Darah:
- BUN atau Creatinin; meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar
kreatinin 10 mg/dl, diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
- Darah Lengkap: Hematokrit menurun pada adanya anemia, Hemoglobin
kurang dari 7-8 mg/dl,
- Sel darah merah (SDM); menurun pada defisiensi eritropoetin seperti
azotemia
- Analisa gas darah (AGD); pH asidosis metabolik (pH kurang dari 7,2) terjadi
karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hydrogen dan
ammonia atau hasil akhir katabolisme protein, bikarbonat (HCO3) menurun,
PC02 menurun.
- Natrium serum; mungkin rendah (bila ginjal kehabisan natrium atau normal),
memungkinkan status delusi, hipernatremi.
- Kalium; terjadi peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM),
pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5
mEq atau lebih besar.
- Magnesium atau fosfat meningkat.
- Kalsium menurun
- Protein (khususnya albumin); kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urin, terjadinya perpindahan cairan dan
penurunan pemasukan atau penurunan sintesis karena kurang asam amino
esensial.
b. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis
(misalnya voltase rendah), aritemia, dan ganggguan elektrolit (hiperkalemia,
hipokalsemia).
c. Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal kortek ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi saluran kemih dan prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari
adanya factor yang reversible seperti obstruksi oleh batu atau masa tumor, juga
untuk menilai proses penyakit sudah lanjut.
d. Foto polos Abdomen
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain, sebaiknya
tanpa puasa karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
e. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan apabila dicurigai ada obstruksi reversible.
f. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat bendungan paru akibat kelebihan cairan, efusi fleura, kardio megali
efusi pericardial.
g. Pemeriksaan Radiologi tulang
Mencari ostodistrofi (terutama falang atau jari) dan klasifikasi metastatik.
h. Pielografi Intra-vena (PIV)
Pada CKD lanjut tidak bermanfaat lagi karena ginjal tidak dapat mengeluarkan
kontras dan pada CKD ringan mempunyai resiko penurunan faal ginjal lebih berat
terutama pada usia lanjut, DM dan nefropati asam urat.
i. Renogram
Pemeriksan yang digunakan untuk melihat fungsi ginjal kanan dan kiri.
j. CT Scan
Dapat melihat adanya perdarahan dan atau iskemik pada otak.
8. PENATALAKSANAAN KONSERVATIF GAGAL GINJAL KRONIK.
a. Memperlambat Progresi Gagal Ginjal.
1) Pengobatan hipertensi target penurunan tekanan darah yang dianjurkan lebih
dari 140/90 mmHg.
2) Pembatasan
hiperfiltrasi
glomerulus.
3) Restriksi fosfor untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder.
4) Mengurangi proteinurea.
5) Mengendalikan hiperlipidemia.
b. Mencegah Kerusakan Ginjal Lebih Lanjut.
1) Pencegahan kekurangan cairan, dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat
menyebabkan gagal ginjal. Kelainan yang dapat ditemukan adalah penurunan
tugor kulit, kulit dan mukosa kering, gangguan sirkulasi ortostatik, penurunan
vena jugularis, dan penurunan tekanan vena sentral merupakan tanda-tanda
yang membantu menegakkan diagnosis.
2) Sepsis. ISK akan memperburuk faal ginjal.
3) Hipertensi yang tidak terkendali. Kenaikan tekanan yang lanjut akan
memperburuk fungsi ginjal. Tetapi penurunan tekanan darah yang berlebihan
juga aakan memperburuk fungsi ginjal. Obat-obatan yang dapat diberikan
adalah furosemial, obat penyekat beta, vasodilator, antagonis kalsiumdan
penghambat alfa. Dosis obat disesuaikan dengan GFR karena kemungkinan
adanya akumulasi obat.
4) Obat-obat nefrotoksik seperti amino-glikosid, OAINS (obat anti inflamasi
nonsteroid), kontras radiology harus dihindari.
5) Kehamilan dapat memperburuk fungsi ginjal, memperburuk hipertensi dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya eklamsia. Resiko kehamilan meningkat
apabila kreatinin serum > 1.5 mg/dl dan apabila kadar kreatinin serum > 3
mg/dl dianjurkan tidak hamil.
natrium.
Peningkatan
cairan
intravaskuler
menyebabkan
4) Diet rendah protein. Diet rendah proten akan mengurangi akumulasi hasil akhir
metabolisme protein yaitu ureum dan toksik uremik. Selain itu diet tinggi
protein akan mempercepat timbulnya glomerulosklerosis akibat meningkatnya
beban kerja glomerulus (hiperfiltrasi glomerulus) dan fibrosis interstisial.
Kalori diberikan 35 kal/kg BB, protein 0,6 gram/kg BB/hari.
5) Anemia, penyebab utama anemia pada CKD adalah defisiensi eritropoetin.
Penyebab lainnya adalah perdarahan gastrointestinal, umur eritrosit yang
pendek dan adanya hambatan eritropoisis, malnutrisi dan defisiensi besi.
Transfusi darah yang baik apabila hemoglobin kurang dari 8gram% dengan
pemberian eritropoetin.
10. PATOFLOW
ISK
Nefrosklerosis
Hipertensif
Glomerulusnefritis
Penyakit ginjal
kronik
Gout
DM
Hiperparateoroidisme
Parenkim ginjal
terinfeksi akibat
refluks urine
Perubahan
patologis PD
ginjal
Kista-kista
multiple bilateral
Nefropati
diabetika
nefrokalasinosis
Nefropati toksik
Insufisiensi ginjal
Gagal ginjal
Destrusi gromerulus
GFR menurun
Gangguan erotropoesis
Produksi eritrosit
menurunn
Foiter uremik
Anemia
Gaangguan metabolism
Kalsium & Fosfat
Edema
Aktifitas system
RAA
Cairan >>>
Hemodilusi
hipertensi
Sekresi H+
menurun
Asam metabolik
Osteodistrofi renal
Hemoglobin menurun
Aktifitas miokard
meningkat
Suplay O2 kejaringan & organ
organ menurun
Anoreksia
Insufisiensi O2 jantung
Gangguan pemenuhan
nutrisi
Keletihan
Intoleransi aktivitas
produksi ADH
terganggua
Disfungsi kognitif
Angina
Eksresi natrium
Intoleransi
lemah
kejang
dehidrasi
Kekurangan volume
cairan
Cidera
Gangguan keseimbangan
asam basa
Pengkerutan sel
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Adapun yang perlu dilakukan pada klien dengan Gagal Ginjal Kronik adalah sebagai
berikut:
a.
Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b.
Riwayat Keperawatan
1)
Riwayat
kesehatan
sekarang,
meliputi
perjalanan
penyakitnya, awal gejala yang dirasakan klien, keluhan timbul secara mendadak
atau bertahap, faktor pencetus, upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut.
2)
3)
4)
5)
6)
c.
ujung kaki dengan teknik tersebut pada klien Gagal Ginjal Kronik adalah sebagai
berikut :
1) AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala: kelelahan ekstrim, kelemahan, malaise gangguan tidur (insomnia /
gelisah atau somnden)
Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2) SIRKULASI
Gejala: riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi: nyeri dada (angina)
Tanda: hipertensi: DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pittine pada kaki,
telapak tangan disitmia jantung, nadi lemah halus, hipertensi ortostatik
menunjukkan hipovotemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
Friction rub perikardial (respos terhadap akumulasi sisa)
Pucat ; kulit coklat kehijauan kuning, kecenderungan perdoral.
3) INTEGRITAS EGO
Gejala: faktor stress, contoh finansial, hubungan.perasaan tak berdaya, tak ada
harapan tak ada kekuatan.
Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah, terangsang, perubahan
kepribadian.
4) ELIMINASI
Gejala: penurunan frekuensi urine, ohguria, anuria, (gagal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat berawan.
oliguria dapat menjadi anuria.
5) MAKANAN / CAIRAN
Gejala: peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi) anereksia,
nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernafasan ammonia). Pengguna diuretic.
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir) perubahan
turgor kulit / kelembapan.
Edema (umum: tergantung)
status
mental,
contoh
penurunan
lapang
berhati,
SEKSUALITAS
11)
INTERAKSI SOSIAL
Gejala; kesulitan menentukan kondisi, contohnya; tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
12)
PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
contoh
obat,
racun
lingkungan,
penggunaan
antibiotik
b.
c.
Perubahan
proses
pikir
berhubungan
dengan
perubahan
fisiologis.
d.
e.
f.
g.
Perubahan
ketidakpatuhan
berhubungan
dengan
sistem
3. INTERVENSI
Diagnosa 1; Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume sirkulasi.
Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan yang hendak dicapai yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam, diharapkan penurunan curah jantung tidak terjadi, dengan kriteria hasil
nyeri dada berkurang, batuk berkurang, nafas tidak sesak dan tekanan darah dan
frekuensi jantung dalam batas normal.
Intervensi
Mandiri
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya edema pada konvesti vaskuler
dan keluhan dipnea.
Rasional ;
S3 / S4 dengan tonus muflea, takikardia, frekuensi jantung tidak teratur, takipnea,
dispnea, gemerisik, mengi dan edema/distensi jugular menunjukkan CKD.
b. Kaji adanya /derajat hipertensi awasi TD, perhatikan perubahan postura contoh
duduk, berbaring, berdiri.
Rasional ;
Hipertensi bermakna terjadi karena gangguan pada system aldosteran renin,
angiotensin (karena disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, radiasi, beratnya (skala 0-10) dan
apakah tidak menetap dengan inspirasi dalam dari posisi terlentang.
Rasional :
Hipertensi dan GJK kronis dapat menyebabkan IM, kurang lebih pasien dengan
CKD
dengan
dialisis
mengalami
perikardisis,
potensial
insikoefusi
perikardial/temponade.
d. Evaluasi bunyi jantung (perhatikan frcition rub), TD, nadi perifer, pengisian
kapiler, kongesti vaskular, suhu dan sensori / mental.
Rasional :
Adanya hipotensi tiba-tiba, nadi paradoksik, penyempitan tekanan nadi,
penurunan / tidak adanya nadi perifer, distendi jugular nyata, pucat dan
penyimpangan
mental
cepat
menunjukkan
temponode,
yang
merupakan
kedaruratan medik.
e. Kaji tingkat aktifitas, respons terhadap aktfitas
Rasional ;
Kelelahan dapat menyertai GJK juga anemia.
Kolaborasi :
f. Awasi pemeriksaan laboratorium seperti elektrolit (kalium, natrium, kalsium,
magnesium), BUN :
Rasional :
Ketidak seimbangan dapat mengganggu konduksi elektrikal dan fungsi jantung.
g. Foto dada
Rasional :
Berguna dalam mengidentifikasi terjadinya gagal jantung atau kalsifikasi jaringan
lunak.
h. Berikan obat anti hipertensi contoh prozozin (minipresis), kaptopril (capoten)
klonodin (cata pres), hidralazin (apresoline).
Rasional :
Menurunkan tahanan vaskular sistemik dan / atau pengeluran
kerja miokardikal dan membantu mencegah GJK dan / atau IM.
i. Bantu dalam perikardiosentesis sesuai indikasi.
Rasional :
untuk menurunkan
Rasional :
Anemia dapat menurunkan oksigen dalam jaringan dan meningkatkan kelelahan
sehingga memerlukan intervensi, perubahan aktivitas dan istirahat.
d. Batasi contoh vaskular, kombinasikan tes laboratorium bila mungkin.
Rasional :
Pengambilan contoh darah berulang / kelebihan dapat memperburuk anemia.
e. Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan, perdarahan / okimosis
karena trauma kecil, ptekie, pembengkakan sendi atau membran mukosa, contoh
perdarahan gusi, epistaksis, berulang, melena dan urine merah/berkabut.
Rasional :
Perdarahan dapat terjadi dengan mudah karena kerapuhan kapiler/gangguan
pembekuan dan dapat memperburuk anemia.
f. Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik; gunakan jarum kecil bila mungkin dan
lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan penusukan vaskuler.
Rasional :
Menurunkan resiko perdarahan / pembentukan hemotoma.
Kolaborasi
g. Awasi pemeriksaan laboratorium seperti ;
-
Kadar PT
Konsumsi protombin abnormal menurunkan kadar serum dan mengganggu
pembekuan.
Rasional :
Memperbaiki gejala anemia sehubungan dengan kekurangan nutrisi / karena
dialisis.
Catatan ; besi tidak boleh diberikan dengan ikatan fosfat karena menurunkan
obserbsi besi.
2)
3)
4)
Intervensi
Mandiri
a. Kaji luasnya gangguan kemampuan berfikir, memori dan orientasi. (perhatikan
lapang perhatian)
Rasional :
Efek sindrom uremik dapat terjadi dengan kekacauan / peka minor dan
berkembang keperubahan kepribadian atau ketidakmampuan untuk mengasimilasi
informasi dan berpartisipasi dalam perawatan.
b. Pastikan dari orangtua terdekat, tingkat mental pasien biasanya.
Rasional :
Memberikan perbandingan untuk mengevaluasi perkembangan / peningkatan
gangguan.
c. Berikan orang terdekat informasi tentang status pasien.
Rasional :
Beberapa perbaikan dalam mental mungkin diharapkan dengan kadar BUN,
elektrolit. PH serum yang lebih normal.
d. Berikan lingkungan tenang dan izinkan menggunakan televisi, radio dan
kunjungan.
Rasional :
Meminimalkan
rangsangan
lingkungan
untuk
menurunkan
kelebihan
Rasional :
Perbaikan peningkatan/ketidak seimbangan dapat mempengaruhi kognitif /mental.
h. Berikan tambahan D2 sesuai tambahan.
Rasional :
Perbaikan hipoksia saja dapat memperbaiki kognitif.
i. Hindari penggunaan barbiturat dan opiat.
Rasional :
Obat-obatan secara normal didetoksifikasi dalam ginjal akan mengalami waktu
paruh/efek akumulasi, memperburuk kekacauan.
j. Siapkan untuk dianalisis.
Rasional :
Penyimpangan proses pikir nyata dapat menunjukkan azotemia dan kondisi umum
memerlukan intervensi untuk meningkatkan himoestasis.
Diagnosa 4
Rasional:
Mencegah kekeringan mulut berlebihan dari periode lama tanpa masukan oral;
c. Berikan perawatan mulut.
Rasional:
Perawatan mulut dapat menyejukkan, melumasi dan membantu menyegarkan rasa
mulut yang sering tak menyenangkan karena uremia dan keterbatasan masukan
oral.
d. Anjurkan hygiene gigi pada saat setelah makan dan sebelum tidur.
Rasional:
Menurunkan pertumbuhan bakteri dan potensial terhadap infeksi;
e. Anjurkan klien menghentikan merokok dan menghindari pencuci mulut yang
mengandung alkohol.
Rasional:
Bahan ini dapat mengiritasi mukosa dan mempunyai efek mengeringkan,
menimbulkan ketidaknyamanan.
Kolaborasi
f.
Rasional:
Memberikan kesadaran pasien memandang penyakitnya sendiri dan program
pengobatan dan membantu dalam memahami masalah klien.
b. Dengarkan keluhan/pernyataan klien.
Rasional:
Menyampaikan pesan masalah, keyakinan pada kemampuan individu dan
mengatasi situasi dalam cara positif.
c. Identifikasi perilaku yang mengidentifikasi kegagalan untuk mengikuti program
pengobatan.
Rasional:
Dapat memberikan informasi tentang alasan kurangnya kerja sama dan
memperjelas area yang memerlukan pemecahan masalah.
d. Kaji tingkat ansietas.
Rasional:
Tingkat ansietas dapat mempengaruhi kemampuan klien dalam mengatasi situasi.
e. Berikan umpan balik positif untuk upaya keterlibatan dalam perilaku.
Rasional:
Meningkatkan harga diri, mendorong partisipasi dalam program selanjutnya.
4. EVALUASI
Adapun evaluasi yang dapat diterapkan pada klien Chronic Kidney Desease yaitu ;
a. Frekuensi jantung dalam batas normal.
b. Tidak ada tanda tanda perdarahan.
c. Kemampuan dalam berpikir normal.
d. Keutuhan kulit terjaga.
e. Integritas membran mukosa dapat dipertahankan.
f. Pengetahuan klien dan keluarga meningkat.
g. Dapat menyatakan pengetahuan mengenai penyakit dan pemahaman program
therapi.
HEMODIALISA
A. KONSEP DASAR HEMODIALISA
1. Pengertian
Hemodialisa bersal dari bersal bahasaa yunani yaitu hemo yang berarti darah dan
dialysis yang berarti pemisahan zat terlarut melalui membrane semi permeable.
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialaisi jangka panjang atau pasien denagn penyakit
ginjal pada stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi
permanen.
Unit hemodialisa adalah merupakan ruangan khusus yang tidak terpisah dari satu
rumah sakit untuk melaksanakan tindakan hemodialisis baik akut maupun kronik /
terminal.
2. Prinsip kerja hemodialisis
Ada tiga prisip yang mendasari kerja hemodialisia yaitu: difusi,osmosis dan
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan secara difusi dan dari
darah yang berkonsentrasi tnggi ke cairan dialisa yang berkonsentrasi rendah.air yang
berlebihan dikeluarkan dari dalm tubuh melalui proses osmosis dimana air bergerak
dari daerah tekanan tinggi (tubuh pasien) ketekanan yang lebih rendah (cairan dializat)
3. Peralatan Unit Hemodialisis
Alat-alat kesehatan.
1). Tempat tidur fungsional.
2). Timbangan berat badan.
3). Pengukur tinggi badan.
4). Stetoskop.
5). Thermometer.
6). Peralatan E.K.G.
7). Set pemberi 02 lengkap.
8). Slym zuiger
9). Meja tindakan: Korentang, Neerbeken, Bak spuit, Klem besar 2 buah, Arteri
klem
Kassa steril dalam botol, Sarung tangan steril, Kain alas ( perlak ), Verband,
Plester micropore, Gunting verband, Infuse set, Kapas dalam tempatnya
Betadin dalam tempatnya, Spuit dengan berbagai ukuran ( 1cc, 3cc, 20cc
dll), Bantal pasir, Maatkan/ gelas ukur
c
4. Penatalaksanaan hemodialisis
a
Memulai desinfektan
1). Jepitlah kassa betadine dengan arteri klem, oleskan daerah cimino dan vena lain
dengan cara memutar dari dalam ke luar
2). masukkan kassa ke dalam kantong plastik
3). Jepitlah kassa alcohol dengan arteri klem, bersihkan daerah cimino dan vena
lain caranya sama seperti di atas
4). Lakukan sampai bersih
5). letakkan kasa kotor pada plastic, sedangkan klem arteri letakkan pada gelas
ukur
6). Letakkan kain alas steril di bawah tangan
7). letakkan kain belah steril di atas tangan
c
Perawatan Cimino
1). Sebelum tindakan dialysis
Akut
a)
Hipotensi
(1) Penyebab: terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi
berlebihan, obat-obatan anti hipertensi
(2) Gejala : lemas, berkeringat, pandangan kabur berkunang-kunang, mual,
muntah, sesak, sakit dada
(3) Penanganan : posisi tidur,posisi kepala lebih rendah dari kaki, kecepatan
aliran darah dan UFR diturunkan, berikan NaCl 0,9 % 100ml, berikan
02 1-2 liter, kalau perlu istirahatkan dialysis untuk sementara
(4) Pencegahan : anjurkan pasien membatasi kenaikkan badan intradialisis
kurang dari 1 kg per hari, anjurkan pasien minum obat antihipertensi
sesuai aturan dokter, bila perlu gunakan dializat bikarbonat, observasi
tanda-tanda vital selama dialysis berlangsung
(3) Pencegahan :
(a) hindari hipotensi dengan menurunkan kecepatan aliran darah selama
jam pertama dialysis, selanjutnya di naikkan secara bertahap sesuai
kebutuhan pasien
(b) ganti cairan dialiset dengan cairan bicarbonat sesuai persetujuan
dokter
(c) anjurkan pasien untuk membatasi cairan
(d) observasi tanda-tanda vital
c)
Sakit Kepala
(1) Penyebab : tekanan darah naik, ketakutan
(2) Penanganan : kecilkan kecepatan aliran darah sampai 100 RPM,
observasi tanda-tanda vital, jika keluhan sudah berkurang jalankan
program dialysis secara semula secara bertahap, kaji penyebab sakit
kepala: cairan dializat, minum kopi
(3) Pencegahan : mengganti cairan dializat sesuai persetujuan dokter
,anjurkan pasien mengurangi minum kopi.
Kronik
a) Hipertensi
b) Osteodistrofi ginjal
c) Neuropati perifer
d) Ensefalopati
e) Overhidrasi
f) Hepatitis
yang larut dalam air diperlukan, karena asupan dari buah dan sayur segar dibatasi,
selain itu kehilangan selama dialysis. Tambahan vitamin yang dianjurkan adalah Vit C
100 mg, asam folat 1 mg dan pyridoxine 10 mg
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktifitas/ istirahat
Kelelahan ekstrem, malaise, gangguan tidur (insomnia, gelisah atau somnolen)
kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, palpitasi, nyeri dada (angina), disritmia jantung,, nadi kuat,
edema jaringan
R/: peningkatan berat badan harus tidak lebih dari 0,5 kg/ hari , hipertensi dan
takikardi dapat diakibatkan overhidrasi dan atau gagal jantung
2) Batasi intake cairan kurang lebih 1 lt/ hari
R/: pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin dan
respon terhadap terapi
3) Identifikasi sumber potensial cairan
R/: sumber cairan yang tidak diketahui dapat memperberat gagal ginjal
4) Jelaskan pada klien / keluarga rasional pembatasan cairan
R/: pemahaman pasien / keluarga meningkatkan kerjasama dan kepatuhan
terapi
5) Perhatikan adanya status perubahan mental
R/: hipervolemia berpotensi untuk edema serebral
6) Kolaborasi untuk pengawasan kadar natrium serum
R/: kadar natrium yang tinggi dihubungkan dengan kelebihan cairan, edema,
dan komplikasi jantung
b. DX 2
1) Kaji status nutrisi: perubahan berat badan, pengiukuran antropometik
R/: menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi
2) Kaji pola diet nutrisi klien: riwayat diet , makanan kesukaan dan intake cairan
R/: pola diet dapat dipertimbangkan dalam menyususn menu dengan
mengkonsumsi makanan tinggi kalori dalam batasan diet.
3) Kaji adanya anoreksia, mual, muntah, depresi, stomatitis dan kurang
memahami batasan diet
R/: data untuk mengetahui faktor yang dapat dirubah atau dihilangkan untuk
meningkatkan masukan diet
4) Tingkatkan intake protein bernilai biologis tinggi (telur, daging, susu)
R/: protein yang lengkap untuk mencapai keseimbangan nitrogen untuk
pertumbuhan dan penyembuhan
protein
dapat
ditandai
dengan
pembentukan
edema,
4. EVALUASI
a. DX 1
1) turgor kulit baik dan tidak terjadi edema
2) TTV dalam batas normal (TD 100-130/ 60-85, N: 60-80 x/ mnt
3) Rasa haus berkurang
4) Tidak terjadi distensi vena jugularis)
b. DX 2
1) konsumsi protein dengan nilai biologis tinggi
2) konsumsi makanan tinggi kalori dalam batas diet
3) kadar albumin plasma dalam batas normal
4) tidak terjadi penambahan dan penurunan BB yang ekstrem
c. DX 3
1) menyatakan pemahamanproses penyakit dan pengobatan
2) melakukan pola hidup sehat
3) berpartisipasi aktif dalam program pengobatan
d. DX 4
1) mempertahankan mobilitas / fungsi optimal sesuai batasan toleransi
2) melakukan pola istirahat aktivitas seimbang
3) berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri
e. DX 5
1) mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan terhadap penyakit dan
perubahan pola hidup
2) mengidentifikasi pola koping efektif dan memodifikasi pola koping destruktif
f. DX 6
1) mempertahankan kulit utuh
2) mencegah kerusakan cedera ulit
g. DX 7
1) mempertahankan keseimbangan cairan (BB dan TTV stabil)
2) turgor kulit baik
3) membran mukosa lembab
HIPERNATREMIA
1. DEFINISI
Hipernatremia adalah suatu keadaan dengan defisit cairan relatif, dalam artian
merupakan keadaan hipertonisitas, atau hiperosmolalitas. Hipernatremia umumnya tidak
disebabkan oleh kelebihan natrium, melainkan dengan defisit relatif gratis air dalam tubuh.
Air hilang dari tubuh dalam berbagai cara, termasuk keringat, kerugian insensible dari
bernapas, dan dalam tinja dan urin. Jika jumlah air yang tertelan secara konsisten berada di
bawah jumlah air yang hilang, tingkat natrium serum akan mulai meningkat, yang
mengarah ke hipernatremia. Jarang, hipernatremia dapat disebabkan oleh konsumsi garam
besar, seperti yang mungkin terjadi dari minum air laut.
Keadaan hipernatremia akan membuat cairan intraseluler keluar ke ekstraseluler
untuk menyeimbangkan osmolalitas cairan ekstrasel. Hal ini akan membuat terjadinya
pengkerutan sel, dan bila terjadi pada sel saraf sistem saraf pusat, maka akan menimbulkan
disfungsi kognitif, seperti lemah, bingung, sampai kejang. Pada hipernatremia, tubuh
mengandung terlalu sedikit air dibandingkan dengan jumlah natrium. Konsentrasi natrium
darah biasanya meningkat secara tidak normal jika kehilangan cairan melampaui
kehilangan natrium, yang biasanya terjadi jika minum terlalu sedikit air. Konsentrasi
natrium darah yang tinggi secara tidak langsung menunjukkan bahwa seseorang tidak
merasakan haus meskipun seharusnya dia haus, atau dia haus tetapi tidak dapat
memperoleh air yang cukup untuk minum.
Hipernatremia paling sering terjadi pada usia lanjut. Pada orang tua biasanya rasa
haus lebih lambat terbentuk dan tidak begitu kuat dibandingkan dengan anak muda. Usia
lanjut yang hanya mampu berbaring di tempat tidur saja atau yang mengalami demensia
(pilkun), mungkin tidak mampu untuk mendapatkan cukup air walaupun saraf-saraf
hausnya masih berfungsi. Selain itu, pada usia lanjut, kemampuan ginjal untuk
memekatkan air kemih mulai berkurang, sehingga tidak dapat menahan air dengan baik.
Orang tua yang minum diuretik, yang memaksa ginjal mengeluarkan lebih banyak air,
memiliki resiko untuk menderita hipernatremia, terutama jika cuaca panas atau jika
mereka sakit dan tidak minum cukup air.
Hipernatemia selalu merupakan keadaan yang serius, terutama pada orang tua.
Hampir separuh dari seluruh orang tua yang dirawat di rumah sakit karena hipernatremia
meninggal. Tingginya angka kematian ini mungkin karena penderita juga memiliki
penyakit berat yang memungkinkan memungkinkan terjadinya hipernatrermia.
Hipernatremia dapat juga terjadi akibat ginjal mengeluarkan terlalu banyak air,
seperti yang terjadi pada penyakit diabetes insipidus. Kelenjar hipofisa mengeluarkan
terlalu sedikit hormon antidiuretik (hormon antidiuretik menyebabkan ginjal menahan air)
atau ginjal tidak memberikan respon yang semestinya terhadap hormon.
Penderita
diabetes insipidus jarang mengalami hiponatremia jika mereka memiliki rasa haus yang
normal dan minum cukup air.
Hipernatremia juga terjadi pada seseorang dengan:
2. ETIOLOGI
Etiologi dari hipernatremia adalah:
Adanya defisit cairan tubuh akibat ekskresi air yang melebihi ekskresi natrium. Seperti
pada pengeluaran keringat, insesible water loss, diare osmotik akibat pemberian
Masuknya air tanpa elektrolit ke dalam sel, misalnya setelah latihan fisik berat.
Cidera kepala atau pembedahan saraf yang melibatkan kelenjar hipofisa
Gangguan dari elektrolit lainnya (hiperkalsemia dan hipokalemia). Penggunaan obat
3. MANIFESTASI KLINIK
Pada hipernatremia sedang terjadi kegelisahan dan kelemahan dan disorientasi,
delusi, dan halusinasi pada hipernatremia berat. Jika terjadi hipernatremia berat, kerusakan
otak permanen dapat terjadi (terutama pada anak-anak). Kerusakan otak tampaknya
diakibatkan oleh perdarahan subarak hanoid yang terjadi akibat kontraksi otak. Gejala
utama dari hipernatremia merupakan akibat dari kerusakan otak. Hipernatremia yang berat
dapat menyebabkan:
Penutrunan BB
Dehidrasi
Kebiingungan
Kejang otot
Kejang seluruh tubuh
Koma
Kematian
4. PENATALAKSANAAN
Hipernatremia diobati dengan pemberian cairan. Pada semua kasus terutama kasus
ringan, cairan diberikan secara intravena (melalui infus). Untuk membantu mengetahui
apakah pembelian cairan telah mencukupi, dilakukan pemeriksaan darah setiap beberapa
jam. Konsentrasi natrium darah diturunkan secara perlahan, karena perbaikan yang terlalu
cepat bisa menyebabkan kerusakan kerusakan otak yang menetap. Pemeriksaan darah atau
air kemih tambahan dilakukan untuk mengetahui penyebab tingginya konsentrasi natrium.
Jika penyebabnya telah ditemukan, bisa diobati secara lebih spesifik. Misalnya untuk
diabetes insipidus diberikan hormon antidiuretik (vasopresin).
Penatalaksanaan Hipernatremia
Estimasi efek pemberian cairan infus untuk menurunkan kadar natrium plasma
Untuk menghitung perubahan kadar Na serum, dapat ditentukan dengan mengetahui
kadar Na infus yang digunakan, dengan menggunakan rumus yang sama pada koreksi
hiponatremia. Perbedaannya hanya terletak pada cairan infus yang digunakan. Dengan
begitu, kita dapat melakukan estimasi jumlah cairan yang akan digunakan dalam
menurunkan kadar Na plasma.
deficit volume cairan yang dapat menyebabkan dehidrasi. Keadaan hipernatremi ini akan
membuat cairan intra sel (CIS) keluar ke cairan ekstra sel (CES), hal ini akan membuat
terjadinya pengkerutan sel, dan apabila terjadi pengkerutan pada sel saraf pusat akan
menimbulkan disfungsi kognitif seperti lemah, bingung, sampai kejang.
6. NURSING PATHWAY
Infeksi, anomali congenital, penyakit
vaskuler, obstruksi renal, penyakit kolgen,
preparat nefritoksik, penyakit endokrin
CKD
Produksi ADH
terganggu
Dehidrasi
Kekurangan
volume cairan
Eksresi natrium
Pengkerutan sel
Disfungsi kognitif
Resiko tinggi
cedera
DAFTAR PUSTAKA
Kerusakan
komunikasi verbal
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J, 2004. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn. E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan &
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi: 3, Jakarta: EGC
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.Jilid 2. Jakarta: Mediaesculapius
Price, Sylvia A..2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.Smeltzer, Suzanne C,
2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 Edisi 8. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Suyono, Salmet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi III. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
http://arwinlim.blogspot.com/2007/10/anfis-sistemperkemihan.html. Diakses tanggal
20 Maret 2016.
http://spiritia.or.id/cst/dok. www.ikcc.or.id . Diakses tanggal 20 Maret 2016.