Anda di halaman 1dari 3

Arsitektur di antara Manusia dan Alam

Pandanglah manusia yang berada di tengah-tengah alam. Berbeda dengan binatang dan
makhluk-makhluk lain yang begitu lahir bisa segera hidup di tengah alam, manusia
tergolong amat lemah di tengah alam yang perkasa. Di situ ia ibarat terlempar dari
ketenteraman surgawi.
Agar bisa melangsungkan kehidupannya dengan mapan dan kerasan perlulah manusia
-sendirian atau bersama dengan sesamanya- berada dalam kesesuaian dengan alam di
mana ia telah terlempar ke dalamnya. Bisa jadi, dialah yang harus menyesuaikan diri
dengan keadaan alam sekitarnya (dinamakan tindakan AKOMODASI), namun bisa jadi
pula sebaliknya: ia mengubah alam agar sesuai dengan pola kehidupannya (tindakan
ASIMILASI). Sepanjang hidupnya manusia harus mengusahakan keseimbangan antara
akomodasi dan asimilasi itu, yang untuk seterusnya akan kita namai sebagai tindakan
ADAPTASI. Uraian tentang adaptasi dari Jean Piaget (1896-1980) filsuf Swiss
berbahasa Prancis yang mendalami perkembangan persepsi manusia atas lingkungannya
ini kita dapatkan dari teoritisi arsitektur Christian Norberg Schultz dalam bukunya
Space, Existence and Architecture.
Adaptasi itulah yang hendak kita usahakan dalam ber-arsitektur: yaitu tercapainya
keselarasan manusia dengan alam melalui gubahan massa dan ruang. Membangun
arsitektur -dengan demikian- adalah berarti menciptakan suatu lingkungan yang di
dalamnya berisi (menampung) keselarasan antara pola kehidupan manusia penghuninya
dengan alam di luarnya. Karena itu, tanpa takut, dapatlah kita mengatakan lebih lanjut
bahwa membangun arsitektur adalah sama dengan menciptakan dunia yang baru, yang
ada keselarasan manusia-alam di dalamnya. Itulah dunia yang menenteramkan,
mendatangkan rasa aman, membuat kita kerasan di dunia ini.
Bila alam di luar itu sering disebut sebagai lingkungan alami (nature), maka arsitektur
dapatlah disebut sebagai lingkungan buatan atau lingkungan binaan. Arsitektur karena itu,
berada di dalam ketegangan antara manusia dan alam.
Demi tercapainya rasa mapan yang menenteramkan, maka lihatlah bahwa ada dua faktor
yang menentukan: kegiatan manusia di satu pihak dan bahan-bahan serta penanganannya
di lain pihak. Atau dengan istilah lain, terlibatlah dua hal: programa dan tektonika.
programa:

Programa (programs) adalah kompleksitas kegiatan manusia yang menempati suatu


ruang. Kegiatan manusia tidak bisa dilepaskan dari tempat (place) dimana kegiatan itu
dilangsungkan (taken place). Karena kegiatan manusiawi itu berlangsung di muka bumi,
maka potensi dan kendala yang ada pada muka bumi itu akan menentukan bagaimana
jenis, frekuensi dan pola kegiatan manusia di atasnya. Jenis, frekuensi dan pola kegiatan
manusia berbeda dari tempat satu dengan tempat lainnya: di lereng gunung, lembah,
pantai, rawa, persawaan, tepian sungai, pusat kota, desa, kampung dst. yang memiliki
kendala dan potensi yang berbeda-beda sehingga menentukan respons yang berbeda pula
dari manusia yang menghuninya.
Bila ketiga hal itu sudah dikenali maka dapatlah dibuatkan wadahnya, lingkungan
binaannya yang memungkinkan kegiatan itu dapat dilangsungkan dengan sebaik-baiknya.
Bila kegiatan manusia belum dapat dikenali jenis, frekuensi dan polanya (belum tertata,
teratur, ordered) maka sulitlah lahir arsitektur.
Arsitektur hanya lahir kalau ada keteraturan. Oleh karena itu maka pantaslah kita pun
mengindahkan peraturan-peraturan yang membuat kegiatan manusia di suatu tempat
berlangsung dengan cara tertentu. Tata nilai, pamali, norma susila, unggah-ungguh, dsb.
adalah perangkat aturan kegiatan yang dibuat oleh sekelompok manusia (komunitas) di
daerah tertentu. Aturan-aturan itu diteruskan dari generasi ke generasi melalui berbagai
sarana: nyanyian, puisi, tari, kisah, sandiwara, wayang dsb. agar terjaga seperti mulamula. Pengetahuan yang proses penjagaan dan distribusinya seperti itu disebut sebagai
tradisi.
tektonika:
Untuk mendirikan suatu arsitektur sebagai tempat ia (manusia) melangsungkan
kehidupan yang nyaman, manusia harus menegakkan dan merangkaikan bahan-bahan
(bangunan) yang dipilih dari sekitarnya. Bisa dimengerti bahwa masalah sambungan dan
perlawanan terhadap gravitasimenjadi perhatian terpenting. Tektonika adalah hal
bagaimana suatu bangunan itu bisa berdiri tegak. Agar struktur itu bisa tegak -artinya
mampu melawan kecenderungan untuk roboh tergeletak- maka struktur itu harus kokoh.
Dalam kalimat ringan seperti ini termuatlah perkara pilihan sistem struktur, pilihan
bahan, cara menyambung dan alat-alat yang dipakai untuk menanganinya. Pendeknya:
teknologinya. Kita perlu mempelajari teknologi membangun suatu tradisi membangun.

masa lalu sebagai guru:


Belajar masa lalu adalah untuk mendapatkan peta, mendapatkan gambaran umum tentang
hubungan-hubungan antar faktor pembentuk masa kini. Hal itu tidak untuk diikuti (lagi)
atau diulang sehingga hadir romantisme masa lalu. Masa lalu dipelajari untuk dibawa
maju, untuk masa depan yang lebih baik. Tiap jaman memiliki persoalan khas yang
meminta tanggapan arsitektural yang khas pula. Juga tiap tempat. Waktu (jaman) dan
Tempat adalah dua hal penting yang akan membingkai cara belajar kita akan arsitektur.
Sebagai contoh: dulu, ketika orang Jawa masih menghormati leluhurnya sebagai hyang,
maka aktivitas religius dilangsungkan di rumah-rumah. Senthong Tengah adalah tempat
tersuci, dan Rumah adalah sekaligus bangunan religius. Begitu datang agama-agama
besar, maka aktivitas religius itu ditarik keluar dari urusan privat ke publik. Orang
beribadah di bangunan-bangunan baru yang dibuat untuk kegiatan keagamaan kolektif.
Rumah tidak lagi menjadi bangunan religius, dan bentuk bangunan menjadi lebih leluasa
dikembangkan.
jadi,
Diharapkan anda sudah memahami bahwa yang hendak kita ketahui dari masa lalu dan
dari daerah yang berbeda dengan kita ini adalah:
Kita hanya bisa memahami secara utuh mengapa suatu bangunan bisa tampil
sebagaimana kita lihat itu bila kita juga memahami tradisi yang melahirkannya.
Pola kegiatan (sendirian atau bersama komunitasnya) harus kita kenali sebagai
faktor penentu yang melahirkan tatanan ruang (programa).
Keadaan geografis suatu wilayah perlu kita ketahui ciri-sifatnya (karakternya) agar kita
tahu bagaimana teknologi (bahan,alat dan metoda) yang dipilihnya melahirkan bentuk
arsitektur tertentu.

Anda mungkin juga menyukai