Anda di halaman 1dari 21

EMFISEMA

(Arhami Awal, Pangeran Indal Patra)

I.

PENDAHULUAN
Emfisema merupakan salah satu penyakit yang tergolong dalam
COPD (Chronic Obstructive Pulmonal Disease). Emfisema merupakan
kondisi peningkatan ukuran ruang udara, disertai dilatasi dan destruksi
jaringan paru di bagian distal dari bronkus terminal. kadang-kadang
terdapat hubungan defisiensi alfa 1-antitripsin (dimana emfisema secara
dominan menyerang lobus bawah). (R.Patel, 2005)
Udara pernafasan akan terdapat di dalam rongga jaringan
interstitial atau tetap berada di dalam rongga alveoli saja. Proses dapat
berjalan secara akut maupun kronik. Secara umum, emfisema paru- paru
ditandai dengan dipsnoea ekspiratorik, hyperpnoea dan mudahnya
penderita mengalami kelelahan.

II.

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI


Bronchitis kronik dan emfisema merupakan dua proses yang
berbeda, tapi kedua penyakit ini sering ditemukan bersama-sama pada
penderita COPD. Diperkirakan 16,2 juta orang Amerika menderita bronchitis kronik
dan emfisema atau keduanya, yang bertanggung jawab dalam menyebabkan 112.584
kematian pada tahun 1998. Insiden COPD meningkat 450% sejak tahun 1950 dan

sekarang merupakan penyebab kematian terbanyak keempat. COPD menyerang pria


dua kali lebih banyak dari pada wanita, diperkirakan karena pria adalah perokok berat;
tetapi insiden pada wanita meningkat 600% sejak tahun 1950, dan diperkirakan akibat
prilaku merokok mereka. (Sylvia A.Price, Lorraine M.Wilson, 2005)
III.

ETIOLOGI
Emfisema paling sering terjadi karena pelepasan berlebihan enzim
perusak misalnya tripsin dari makrofag alveolus sebagai mekanisme
pertahanan terhadap pajanan kronik asap rokok atau iritan lain. Pada dalam
keadaan normal terlindung dari kerusakan oleh enzim-enzim ini oleh 1antitripsin, suatu protein yang menghambat tripsin. (Sherwood, 2011)
Namun merokok adalah faktor terpenting. Merokok meningkatkan
produksi mukus dan mengurangi pemindahanannya dari saluran udara,
menghentikan fungsi-fungsi sel saluran udara yang mencerna organisme
penyebab penyakit, menyebabkan infeksi saluran udara, menghancurkan
udara paru-paru dan mengakibatkan pertumbuhan jaringan fibrous yang
tidak normal dalam cabang bronchi. (B.Cooper, 1996)

IV.

ANATOMI

Secara umum saluran udara pernapasan adalah sebagai berikut :


dari nares anterior menuju ke cavitas nasalis, choanae, nasopharynx,
larynx, trachea, bronchus primarius, bronchus secundus, bronchus tertius,
bronchiolus, bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratorius, ductus
alveolaris, atrium alveolaris, sacculus alveolaris, kemudian berakhir pada
alveolus tempat terjadinya pertukaran udara (Budiyanto, dkk, 2005)

Tractus respiratorius dibagi menjadi 2 bagian : (1) zona konduksi, dari


lubang hidung sampai bronciolus terminalis, (2) zona respiratorik, mulai
dari bronciolus respiratorius sampai alveolus. Zona konduksi berfungsi
sebagai penghangat, pelembab, dan penyaring udara pernapasan. Zona
respiratorik untuk pertukaran gas (Guyton, 1997).

V.

FISIOLOGI
Respirasi terdiri dari dua mekanisme, yaitu inspirasi dan ekspirasi.
Pada saat inspirasi costa tertarik ke kranial dengan sumbu di articulatio
costovertebrale, diafragma kontraksi turun ke caudal, sehingga rongga
thorax membesar, dan udara masuk karena tekanan dalam rongga thorax
yang membesar menjadi lebih rendah dari tekanan udara luar. Sedangkan
ekspirasi adalah kebalikan dari inspirasi (Ganong, 1999).

Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :

Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara


darah dan udara.

Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran


darah ke sel-sel tubuh.

Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara


dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu :
1. Respirasi / Pernapasan Dada
Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut
Tulang rusuk terangkat ke atas
Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada
kecil sehingga udara masuk ke dalam badan.
2. Respirasi / Pernapasan Perut
Otot difragma pada perut mengalami kontraksi
Diafragma datar

Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara


pada dada mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari.
Dalam keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan
pun menjadi berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kalilipat.
Ketika oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin akan mengikat
oksigen yang banyaknya akan disesuaikan dengan besar kecil tekanan
udara.
Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapat 100 mmHg
dengan 19 cc oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya
hanya 40 milimeter air raksa dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita
hasilkan dalam tubuh kurang lebih sebanyak 200 cc di mana setiap liter
darah mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida / CO2. CO2 yang
dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paruparu dengan bantuan
darah.
Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia :
Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 ---> H2CO3 ---> H2 + CO2
Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 ---> HbO2
Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : HbO2 ---> Hb + O2
Pengangkutan karbondioksida di dalam tubuh : CO2 + H2O ---> H2 +
CO2
Alat-alat pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung
oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan
uap

air.

Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa


bernapas terjadi pelepasan energy.
Kapasitas Paru-Paru
Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan
pernapasan biasa disebut udara pernapasan (udara tidal). Volume udara
pernapasan pada orang dewasa lebih kurang 500 ml. Volume udara tidal
4

orang dewasa pada pernapasan biasa kira-kira 500 ml. ketika menarik
napas dalam-dalam maka volume udara yang dapat kita tarik mencapai
1500 ml. Udara ini dinamakan udara komplementer. Ketika kita menarik
napas sekuat-kuatnya, volume udara yang dapat diembuskan juga sekitar
1500 ml. Udara ini dinamakan udara suplementer. Meskipun telah
mengeluarkan napas sekuat-kuatnya, tetapi masih ada sisa udara dalam
paru-paru yang volumenya kira-kira 1500 mL. Udara sisa ini dinamakan
udara residu. Jadi, Kapasitas paru-paru total = kapasitas vital + volume
residu =4500 ml/wanita dan 5500 ml/pria.
Pertukaran Gas dalam Alveolus
Oksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara yang
kita hirup pada waktu kita bernapas. Pada waktu bernapas udara masuk
melalu saluran pernapasan dan akhirnyan masuk ke dalam alveolus.
Oksigen yang terdapat dalam alveolus berdifusi menembus dinding sel
alveolus. Akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat oleh
hemoglobin yang terdapat dalam darah menjadi oksihemoglobin.
Selanjutnya diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh.
Oksigennya

dilepaskan

ke

dalam

sel-sel

tubuh

sehingga

oksihemoglobin kembali menjadi hemoglobin. Karbondioksida yang


dihasilkan dari pernapasan diangkut oleh darah melalui pembuluh darah
yang akhirnya sampai pada alveolus Dari alveolus karbon dioksida
dikeluarkan melalui saluran pernapasan pada waktu kita mengeluarkan
napas.Dengan demikian dalam alveolus terjadi pertukaran gas yaitu
oksigen masuk dan karnbondioksida keluar.
Proses Pernafasan
Proses pernapasan meliputi dua proses, yaitu menarik napas atau
inspirasi serta mengeluarkan napas atau ekspirasi. Sewaktu menarik napas,
otot diafragma berkontraksi, dari posisi melengkung ke atas menjadi lurus.
Bersamaan dengan itu, otot-otot tulang rusuk pun berkontraksi. Akibat dari

berkontraksinya kedua jenis otot tersebut adalah mengembangnya rongga


dada sehingga tekanan dalam rongga dada berkurang dan udara masuk.
Saat mengeluarkan napas, otot diafragma dan otot-otot tulang rusuk
melemas. Akibatnya, rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam
paru-paru naik sehingga udara keluar. Jadi, udara mengalir dari tempat
yang bertekanan besar ke tempat yang bertekanan lebih kecil.
Jenis Pernapasan berdasarkan organ yang terlibat dalam peristiwa
inspirasi dan ekspirasi, orang sering menyebut pernapasan dada dan
pernapasan perut. Sebenarnya pernapasan dada dan pernapasan perut
terjadi secara bersamaan.(1) Pernapasan dada terjadi karena kontraksi otot
antar tulang rusuk, sehingga tulang rusuk terangkat dan volume rongga
dada membesar serta tekanan udara menurun (inhalasi).Relaksasi otot
antar tulang rusuk, costa menurun, volume kecil, tekanan membesar (e
kshalasi). (2) Pernapasan perut terjadi karena kontraksi /relaksasi otot
diafragma ( datar dan melengkung), volume rongga dada membesar , paruparu mengembang tekanan mengecil (inhalasi).Melengkung volume
rongga dada mengecil, paru-paru mengecil, tekanan besar/ekshalasi.
VI.

PATOFISIOLOGI
Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada
dinding alveolar, yang mana akan menyebabkan overdistensi permanen
ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini.
Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada pasien emfisema,
yaitu :
Hilangnya elastisitas paru

Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan saluran


nafas kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal
tersebut, kantung alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas
kecil menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang
lainnya mungkin dapat menjadi membesar.
Hyperinflasi paru

Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi


istirahat normal selama ekspirasi.
Terbentuknya bullae
Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk
suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada
pemeriksaan X-ray.
Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap

Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif


intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan nafas.
VII.

KLASIFIKASI
Emfisema dibagi menurut pola asinus yang terserang. Ada dua
bentuk pola morfologik dari emfisema yaitu:
1. CLE (emfisema sentrilobular)
CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus
respiratorius. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung
dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang. Mula-mula duktus
alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan penyakit ini sering
kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung
menyebar tidak merata. CLE lebih banyak ditemukan pada pria
dibandingkan dengan bronchitis kronik, dan jarang ditemukan pada
mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price 1995).
2. PLE (emfisema panlobular)
Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana
alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami
pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai
gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruh paru-paru. PLE juga
ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi
dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis
kronik. Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah
diketahui adanya devisiensi enzim alfa 1-antitripsin. Alfa-antitripsin
adalah anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting

untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara


alami( Cherniack dan cherniack, 1983).
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi
dapat juga tidak.Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan
katup pengatur bronkhiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkhiolus
melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat
penebalan mukosa dan banyaknya mucus.. Tetapi sewaktu ekspirasi,
lumen bronkhiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan
dapat menghalangi keluarnya udara.
Emfisema dapat bersifat kompensatorik atau obstruktif.
Emfisema kompensatorik
Terjadi di bagian paru yang masih berfungsi, karena ada bagian
paru lain yang tidak atau kurang berfungsi, misalnya karena
pneumonia, atelektasis, pneumothoraks.
Emfisema obstruktif
Terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus yang
tidak menyeluruh, hingga terjadi mekanisme ventil.
VIII. DIAGNOSIS
VII.1. DIAGNOSIS KLINIK
VII.1.a. GAMBARAN KLINIK
Pada umumnya gejala-gejala pada keadaan akut maupun
kronik adalah sama. Kecuali dalam derajat dispneu yang tampak.
Dalam keadaan akut, emfisema terjadi secara mendadak dengan
dispnoe yang sangat meskipun penderita sedang istrahat. Usaha
untuk memompa keluar udara pernapasan tampak dari pernapasan
abdominal yang mennjol. Ekspirasi dilakukan lebih lama dan pada
akhir ekspirasi udara didorong lebih keras, sehingga sering terlihat
ekspirasi ganda (double).
Gejala emfisema secara khas terdiri dari :
1. Sesak napas : volume paru-paru lebih besar dibandingkan orang
yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan
dari paru-paru terperangkap didalamnya.
8

2.
3.
4.
5.

Batuk kronis
Kehilangan napsu makan sehingga berat badan menurun
Kelelahan
Menghasilkan dahak kuning atau hijau, bibir dan kuku mereka
mungkin biru atau abu-abu yang rendah menunjukkan oksigen

dalam tubuh
6. Volume paru-paru lebih besar
7. Dan seperti tong (barel chest)
VII.2. DIAGNOSIS RADIOLOGIK
Berdasarkan radiologik
o Emfisema obstruktif :
a. Akut
b. Kronik
c. Bullous
o Emfisema non-obstruktif :
a. Kompensasi
b. Senilis (postural)

Gambar 1. Gambaran radiologi emfisema secara umum


a. Emfisema lobaris
Emfisema lobaris biasanya terjadi pada bayi baru lahir dengan
kelainan tulang rawan,
sumbatan

mucus

bronkus,

(mucous

pada

bagian

bronchial

yang

tebal,

plug), penekanan bronkus dari luar oleh

anomaly pembuluh darah. Gambaran


radiolusen

mukosa

paru

radiologiknya

berupa

bayangan

yang bersangkutan dengan pendorongan

mediastinum kearah kontra-lateral. (Rasad, 2010)

Gambar 2. Emfisema lobaris


b. Hiperlusen idiopatik unilateral
Hiperlusen idiopatik unilateral ialah emfisema yang unilateral
dengan hipoplasi arteri pulmonalis dan gambaran bronkiektasis. Secara
radiologic, paru yang terkena lebih radiolusen tanpa penambahan ukuran
paru seperti pada umumnya emfisema lainnya.
c. Emfisema hipertrofik kronik
Terjadi sebagai akibat komplikasi penyakit paru seperti asma
bronchial yang parah, bronkiektasis, peradangan paru berat, pneumokinosis
ganas, dan tuberculosis. Gambaran radiologic menunjukkan peningkatan
aerasi dan penambahan ukuran toraks yang biasanya hanya terjadi pada
satu sisi. Sering ditemukan bleb atau bulla yang berupa bayangan
radiolusen tanpa struktur jaringan paru.

d. Emfisema bulla
Bulla merupakan emfisema vesikuler setempat dengan ukuran
antara 1-2 cm atau
dibedakan

dengan

lebih

besar,

yang

kadang-kadang

sukar

pneumotoraks. Penyebabnya sering tidak diketahui

tapi dianggap sebagai akibat suatu penyakit paru yang menyebabkan


10

penyumbatan seperti bronkiolitis atau peradangan akut lainnya dan


perangsangan atau iritasi gas yang terhisap. Sering factor penyebabnya
sudah tidak tampak lagi, tetapi akibatnya adalah emfisema bulla yang tetap
atau bertambah besar.
Gambaran

radiologik

berupa

suatu

kantong

radiolusen

di

perifer lapangan paru, terutama bagian apeks paru dan bagian basal
paru dimana jaringan paru normal sekitarnya akan terkompresi sehingga
menimbulkan keluhan sesak nafas. (Malueka, 2006)

Gambar 4. Emfisema Bulosa


e. Emfisema kompensasi
Keadaan

ini

merupakan

usaha

tubuh

secara

fisiologik

menggantikan jaringan paru yang tidak berfungsi (atelektasis) atau mengisi


toraks bagian paru yang terangkat pada pneumoektomi.
f. Emfisema senilis
Merupakan akibat proses degenerative orang tua pada kolumna
vertebra yang mengalami kifosis di mana ukuran anterior-posterior
toraks

bertambah

sedangkan tinggi

toraks

secara

vertical

tidak

bertambah, begitu pula bentuk diafragma dan peranjakan diafragma


tetap tidak berubah. Keadaan ini akan menimbulkan atrofi septa alveolar
dan jaringan paru berkurang dan akan

diisi oleh udara sehingga

secara

lebih

radiologi

tampak

toraks

yang

radiolusen,

corakan

bronkovaskuler yang jarang dan diafragma yang normal. (Rasad, 2010)

11

Gambar 5. emfisema senilis


IX.

PEMERIKSAAN
X-Ray: dapat

1. Chest

menunjukkan hiperinflation

paru, flattened

diafragma, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda


vaskular/bulla

(emfisema),

peningkatan

bentuk

bronchovaskular

(bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma)


2. Pemeriksaan Fungsi Paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dari

dyspnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi


atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi
efek dari terapi, misal: bronchodilator.
3. TLC: meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma,

menurun pada emfisema.


4. Kapasitas Inspirasi: menurun pada emfisema.
5. FEV1/FVC: ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan

kapasitas vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.


6. ABGs: menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun

dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi
seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis
respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau
asthma).
7. Bronchogram: dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi,

kollaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar


mukus (bronchitis).
8. Darah Komplit: peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan

eosinofil (asthma).
9. Kimia Darah: alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang
pada emfisema primer.

12

Sputum

10.

Kultur:

untuk

menentukan

adanya

infeksi,

mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitologi untuk menentukan


penyakit keganasan atau allergi.
11.

ECG: deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial

disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis,
emfisema), axis QRS vertikal (emfisema).
12.
Exercise ECG, Stress Test: menolong mengkaji tingkat disfungsi
pernafasan,

mengevaluasi

keefektifan

obat

bronchodilator,

merencanakan/evaluasi program.

X.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan utama

pada

pasien

emfisema

adalah

untuk

meningkatkan kualitas hidup, memperlambat perkembangan proses


penyakit dan mengobati obstruksi saluran nafas yang berguna untuk

mengatasi hipoxia. Pendekatan terapi mencakup :


Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja
nafas.
Mencegah dan mengobati infeksi
Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi

paru
Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk

memfasilitasi pernafasan.
Support psikologis
Patient education and rehabilitation.
Jenis obat yang diberikan :
Bronchodilators
Aerosol therapy
Treatment of infection
Corticosteroids
Oxygenation

DAFTAR PUSTAKA
B.Cooper, D. (1996). Disease penyakit. Jakarta: Gramedia.

13

Malueka, R. G. (2006). Radiologi Diagnostik edisi kenam. Yogyakarta: Marvell fakultas


kedokteran UGM.
R.Patel, P. (2005). Lecture Notes Radiologi edisi kedua. Jakarta: Erlangga.
Rasad, S. (2010). Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta: FKUI.
Sherwood, L. (2011). Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.
Sylvia A.Price, Lorraine M.Wilson. (2005). Patofisiologi. Jakarta: EGC.

LAPORAN KASUS

14

I.

II.

IDENTIFIKASI

Nama

: Tuan A

Umur

: 40 tahun

Jenis kelamin

: Laki - laki

Alamat

: Jl. Kedinding 78, Surabaya

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Buruh bangunan

Agama

: Islam

ANAMNESA
Keluhan utama
Sesak napas
Riwayat perjalanan penyakit
Tuan A tinggal bersama istri dan dua anaknya. Tuan A mengeluh sesak
napas, batuk, dan nyeri di daerah dada sebelah kanan pada saat bernafas. Banyak
sekret keluar ketika batuk, berwarna kuning kental. Tuan A tampak kebiruan pada
daerah bibir dan dasar kuku. Tuan A merasakan sedikit nyeri pada dada. Tuan A
cepat merasa lelah saat melakukan aktivitas.
Riwayat penyakit dahulu:
Tuan A selama 3 tahun terakhir mengalami batuk produktif dan pernah menderita
pneumonia

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

Keadaan umum : Baik


Kesadaran
Tekanan darah

: compos mentis
: 130/80 mmHg

15

Nadi

: 102 kali/menit

Pernafasan

: 20 kali/menit

Suhu

: 37,40 C

Berat badan

: 55 kg

Tinggi badan

: 170 cm

RBW

: 78,6% (underweight)

Keadaan spesifik
Kulit
Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis (-),
scar(-), keringat umum(+), keringat setempat (-), pucat pada telapak tangan
dan kaki (-), pertumbuhan rambut normal.
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah aksila, leher, inguinal dan
submandibula serta tidak ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, warna rambut hitam dan
deformasitas (-)
Mata
Eksoftalmus dan endoftalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra
pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya normal, pergerakan
mata ke segala arah baik.
Hidung

16

Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping
hidung(-).
Telinga
Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrofi papil (-), gusi
berdarah (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernapasan khas (-), faring tidak
ada kelainan.
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2)cmH20, kaku kuduk (-).
Dada
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)
Paru-paru
I : bentuk dada : barrel chest
retraksi otot bantu napas: ada
P:
P : hipersonor pada lapangan paru
A: wheezing (+),
Jantung
I : Iktus kordis tidak terlihat.
P : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-).

17

P : Batas jantung sulit dinilai


A : HR = 102 kali/menit, murmur (-) , gallop (-)
Perut
I : Datar dan tidak ada pembesaran,venektasi(-)
P : Lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kulit
normal.
P : timpani
A: bising usus (+) normal
Alat kelamin
Kebersihan : normal
Bentuk alat kelamin : normal
Uretra : normal
Extremitas atas
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-),
jaringan paru(-), pigmentasi normal, acral hangat, jari tabuh (-), turgor
kembali cepat, clubbing finger (-).
Extremitas bawah
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema
pretibial(-/-), jaringan parut (-), pigmentasi normal, clubbing finger (-), turgor
kembali cepat.

18

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Sinar x dada : Xray tanggal 12 November dengan hiperinflasi paru-paru;
mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda
vascularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronchitis),
hasil normal selama periode remisi. (asma)
Kesimpulan :
b) Tes FEV1 menurun

Rontgen Thorax PA

Interpretasi
o Kondisi foto baik
o Trachea di tengah
o Asimetris kanan kiri
o Tampak hiperlusen vaskuler pada kedua lapangan paru
Sela iga melebar pada kedua lapangan paru
o Jantung : pinggang jantung ramping
o Diafragma letak rendah dan mendatar
o Costa tampak mendatar
o Sinus lancip
o CTR < 50%
Kesan : Emfisema paru

V.

DIAGNOSIS KERJA
Emfisema

VI.

DIAGNOSIS BANDING
Pneumothorax
19

VII.

PENATALAKSANAAN

Berhenti merokok (prioritas)

Inhalasi bronkodilator

Kortikosteroid

Agen mukolitik

Antibiotic bila ada infeksi

Oksigenasi

VIII.

RENCANA PEMERIKSAAN DAN TINDAKAN

Foto Thorax PA dan Lateral ulang (kontrol)

Pemeriksaan sputum (BTA)

IX.

PROGNOSIS

Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

RESUME
Seorang laki-laki berinisial A, berumur 40 tahun, MRS dengan keluhan
utama sesak napas.
3 bulan SMRS, Tn A mengeluh batuk, dahak (+) dan jumlahnya banyak,
warna dahak kuning kental, dan merasakan nyeri pada dada, cepat merasa lelah
saat melakukan aktivitas. BAB dan BAK biasa.
Riwayat penyakit selama 3 tahun terakhir mengalami batuk produktif dan
pernah menderita pneumonia
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak baik, dan
kesadaran compos mentis. Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 102x/menit,
20

pernafasan 20x/menit, dan temperatur 37,40C. Pemeriksaan kepala dan leher


dalam batas normal. Pada pemeriksaan paru ditemukan bentuk dada barel chest ,
retraksi otot bantu napas ada, hipersonor pada paru. Pada pemeriksaan jantung,
abdomen, genital, dan ekstremitas tidak ditemukan kelainan.
Dari pemeriksaan laboratorium, pada pemeriksaan Tes FEV1 menurun.
Pemeriksaan radiologi thorax PA, didapatkan kesan emfisema.
Penatalaksanaan yang diberikan adalah berhenti merokok, inhalasi
bronkodilator, oksigenasi dan medikamentosa. Medikamentosa meliputi agen
mukolitik dan antibiotik apabila infeksi. Prognosis dari emfisema tergantung dari
penyebabnya, umur pasien, dan pengobatan yang dilakukan.

21

Anda mungkin juga menyukai