LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama
: Risma Melati
Umur
: 16 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Berat badan
: 46 kg
Panjang badan
: 158 cm
Agama
: Islam
Alamat
: Air Gading
Dikirim Oleh
: Datang sendiri
MRS
: 11 November 2013
II ANAMNESIS
Alloanamnesis (ibu pasien) dan autoanamnesis tanggal 12 November 2013
Keluhan utama
: Sesak
perut (+) nyeri dirasakan di ulu hati, terasa seperti terbakar, tidak menjalar ke
bahu/ punggung, kemudian penderita dibawa ke RS Ibnu Sutowo.
Riwayat Penyakit Dahulu
Penderita sering mengalami nyeri di ulu hati jika terlambat makan, nyeri
hilang setelah penderita makan yang terkadang disertai sesak. Penderita biasa
berobat ke bidan dan diberi obat pil, penderita lupa namanya dan keluhan hilang.
Riwayat Keluarga
Dalam keluarga penderita tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.
Riwayat alergi (gatal-gatal atau kemerahan setelah makan makanan tertentu,
bersin-bersin saat cuaca dingin atau terkena debu) dalam keluarga disangkal
Tn. M (47 tahun)
: cukup bulan
Partus
: normal
Ditolong oleh
: RSUD Baturaja
BBL
: 1400 gr
PBL
: tidak diketahui
Riwayat Perkembangan
Berbalik
: 3 bulan
Tengkurap
: 4 bulan
Merangkak
: 9 bulan
Duduk
: 6 bulan
Berdiri
: 12 bulan
Berjalan
: 13 bulan
Berbicara
: 15 bulan
Kesan
normal
Riwayat Makanan
ASI
Susu formula
MP ASI
Nasi biasa
= 1x
Hepatitis B
= 4x
DPT
= 3x
Polio
= 3x
Campak
= 1x
Kesadaran
: compos mentis
Nadi
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Pernapasan
: 24 x/m
Temperatur
: 36,50c
Keadaan gizi
BB : 46 kg
TB : 158 cm
Berdasarkan kurva CDC:
BB/U = 46/53,5 x 100 %
= 95,8% normal
Hidung : deformitas (-), nafas cuping hidung (-), deviasi septum (-),
mukosa hiperemis (-), sekret (-), hipertrofi konka (-)
Telinga : deformitas(-), nyeri tarik aurikula (-), mukosa hiperemis(-),
sekret (-), serumen plak (-), kanalis aurikula eksterna lapang, nyeri
tekan tragus dan mastoid (-)
Mulut
: mukosa mulut basah, rhagaden (-), cheilitis (-), coated tongue (-),
papil atrofi (-)
Thorak
Pulmo
Inspeksi :statis paru kanan-paru kiri simetris, dinamis paru kanan-paru kiri
simetris, retraksi (-)
Palpasi
Perkusi :sonor di kedua lapangan paru, batas paru hati ICS V linea
midklavikularis dekstra, peranjakan hati 1 sela iga
Palpasi
Perkusi
: datar
Palpasi
: lemas, nyeri tekan epigastrium (+), hati dan limpa tidak teraba
Perkusi
Ekstremitas
: akral hangat, pucat (-), capillary refill time kurang dari 2 detik
V. DIAGNOSIS BANDING
- Gastritis akut + tonsillitis akut
- Gastroenteritis akut + tonsilitis akut
- Kolesistitis + tonsilitis akut
- Asma bronkhial + tonsilitis akut
VI.
DIAGNOSIS
- Gastritis akut + tonsilitis akut
VII.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG
Endoskopi
VIII. PENATALAKSANAAN
IX.
: bonam
Quo ad functionam
: bonam
FOLLOW UP
Tanggal
Follow up
12 November 2013 D Gastritis akut + tonsillitis akut
Usia : 16 tahun
S Demam, bengkak di wajah (+)
Perawatan hari ke O KU: tampak sakit
2
BB : 46 kg
sedang
KS :
Kepala : NCH (-/-), CA (-/-), SI (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Toraks : simetris, retraksi (-)
Jantung : HR: 92x/menit, BJ I dan II normal, bising (-),
gallop (-)
Paru : Vesikuler (+) normal, ronkhi(-), wheezing (-)
Abdomen : cembung, sedikit tegang, bising usus (+) normal,
hepar/ lien tidak teraba
Ektremitas : akral hangat, sianosis (-), CRT<2"
P - Antacid syr 4 x 1 cth
-
Tanggal
Follow up
13 November 2013 D Gastritis akut + tonsillitis akut
Usia : 16 tahun
S Demam, bengkak di wajah (+)
Perawatan hari ke O KU: tampak sakit
3
BB : 46 kg
sedang
Tanggal
Follow up
14 November 2013 D Gastritis akut + tonsillitis akut
Usia : 16 tahun
S Demam, bengkak di wajah (+)
Perawatan hari ke O KU: tampak sakit
4
BB : 46 kg
sedang
KS :
Kepala : NCH (-/-), CA (-/-), SI (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Toraks : simetris, retraksi (-)
Jantung : HR: 100x/menit, BJ I dan II normal, bising (-),
gallop (-)
Paru : Vesikuler (+) normal, ronkhi(-), wheezing (-)
Abdomen : cembung, sedikit tegang, bising usus (+) normal,
hepar/ lien tidak teraba
Ektremitas : akral hangat, sianosis (-), CRT<2"
P - Antacid syr 4 x 1 cth
-
Tanggal
Follow up
sedang
KS :
Kepala : NCH (-/-), CA (-/-), SI (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Toraks : simetris, retraksi (-)
Jantung : HR: 86x/menit, BJ I dan II normal, bising (-),
gallop (-)
Paru : Vesikuler (+) normal, ronkhi(-), wheezing (-)
Abdomen : cembung, sedikit tegang, bising usus (+) normal,
hepar/ lien tidak teraba
Ektremitas : akral hangat, sianosis (-), CRT<2"
P - Antacid syr 4 x 1 cth
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gastritis
1. Pengertian Gastritis
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering
diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat
atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab lain
seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Smaltzer dan Bare,
2002). Sedangkan menurut Hirlan tahun 2005, gastritis adalah proses inflamasi
pada mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan yang disebabkan
oleh faktor iritasi dan infeksi. Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan
submukosa lambung, secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya
infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut (Suyono, 2001). Gastritis adalah
suatu keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung yang bersifat akut,
kronis, difus dan local. Ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis akut dan
kronik (Price & Wilson, 2005).
2. Klasifikasi Gastritis
Menurut Muttaqin (2011), gastritis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a. Gastritis akut
10
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi pada bagian superficial.
b. Gastritis kronik
Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
bersifat menahun. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan
yaitu gastritis superficial, gastritis atrofik dan gastritis hipertrofik.
1. Gastritis superficial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta
perdarahan dan erosi mukosa.
2. Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan mukosa.
Pada perkembangannya dihubingkan dengan ulkus dan kanker lambung,
serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan
jumlah sel parietal dal sel chief.
3. Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-nodul pada
mukosa lambung yang bersifat irregular, tipis dan hemoragik.
3. Etiologi
a. Gastritis akut
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok, jenis
obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stres akut, radiasi, alergi atau intoksitasi
dari bahan makanan dan minuman, garam empedu, iskemia dan trauma
langsung (Muttaqin, 2011).
1. Obat-obatan,
seperti
Obat
Anti-Inflamasi
Nonsteroid/OAINS
11
berhubungan
dengan
keseimbangan
antara
agresi
dan
Infeksi virus.
2) Gastritis non-infeksi
12
Kondisi imunologi (autoimun) didasarkan pada kenyataan, terdapat kirakira 60% serum pasien gastritis kronik mempunyai antibodi terhadap sel
parietalnya (Genta, 1996).
kokain,
Isolated
granulomatous
gastritis,
penyakit
nodules,
Tumor
amyloidosis,
dan
granulomas
yang
4. Patofisiologi
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya
bersifat jinak dan swasirna; merupakan respons mukosa lambung terhadap
berbagai
iritan
lokal.
Endotoksin
bakteri
(setelah
menelan
makanan
13
14
dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut,
diet mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan
secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa
dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran gastrointestinal atas. Bila
gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam, pengobatan
terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab. Untuk menetralisir
asam digunakan antacid umum dan bila korosi luas atau berat dihindari karena
bahaya perforasi. Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (2004) penatalaksanaanya
jika terjadi perdarahan, tindakan pertama adalah tindakan konservatif berupa
pembilasan air es disertai pemberian antacid dan antagonis reseptor H2.
Pemberian obat yang berlanjut memerlukan tindakan bedah.
b. Gastritis kronik
Menurut Suzzane & Bare (2002) penatalaksanaan medis pada pasien
gastritis kronik diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat,
mengurangi stres. Sedangkan menurut Mansjoer (2001) penatalaksanaan yang
dilakukan pertama kali adalah jika tidak dapat dilakukan endoskopi caranya yitu
dengan mengatasi dan menghindari penyebab pada gastritis akut, kemudian
diberikan pengobatan empiris berupa antacid. Tetapi jika endoskopi dapat
dilakukan berikan terapi eradikasi.
7. Komplikasi
Menurut Mansjoer (2001), komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis
akut dan gastritis kronik.
a. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas
berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir syok hemoragik.
b. Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas,
ulkus, perforasi dan anemia.
8. Diet pada Gastritis
15
Sayuran dan buah-buahan berserat dan mengandung gas, seperti sawi, kol,
nangka, daun singkong.
16
terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang
mengalaminya, stres memberi dampak secara total pada individu yaitu terhadap
fisik, psikologis, intelektual, sosial dan spiritual, stres dapat mengancam
keseimbangan fisiologis (Rasmun, 2004).
b. Macam-macam stres
Apabila ditinjau dari penyebab stres, menurut Kusmiati dan Desminiarti
(tahun 1990 dalam Sunaryo, 2004), dapat digolongkan menjadi stres fisik, stres
kimiawi, stres mikrobiologik, stres fisiologik, stres proses pertumbuhan dan
perkembangan serta stres psikis.
1) Stres fisik
Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur yang
tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari, atau
tersengat arus listrik.
2) Stres kimiawi
Stress ini disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, gas,
prinsipnya karena senyawa kimia.
3) Stres mikrobiologik
Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau parasite.
4) Stres fisiologik
Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh, diantaranya
gangguan struktur tubuh, fungsi organ, jaringan dan lain-lain.
5) Stres proses pertumbuhan dan perkembangan
Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan seperti
pada masa bayi hingga tua.
6) Stres psikis atau emosional
Stres
yang
disebabkan
karena
gangguan
situasi
psikologis
atau
17
18
2) Stres sedang
Stres sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam hingga beberapa hari.
Contoh dari stresor yang menimbulkan stres sedang adalah kesepakatan yang
belum selesai, beban kerja yang berlebihan, mengharapkan pekerjaan baru,
dan anggota keluarga yang pergi dalam waktu yang lama.
3) Stres berat
Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa
tahun. Contoh dari stresor yang dapat menimbulkan stres berat adalah
hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial, dan penyakit
fisik yang lama.
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres
Menurut Sunaryo (2004), setiap individu akan mendapat efek stres yang
berbeda-beda. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, yaitu faktor biologis dan
faktor psikoedukatif:
1) Faktor biologis: herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik, neurofsiologik, dan
neurohormonal.
2) Faktor psikoedukatif/sosiokultural: perkembangan kepribadian, pengalaman
dan kondisi lain yang mempengaruhi.
g. Tahapan stres
Stress yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan, menurut
Amberg (tahun 1979 dalam Hawari, 2001) bahwa tahapan stress sebagai berikut :
1) Tahap pertama
Merupakan tahap yang paling ringan, yang disertai perasaan nafsu bekerja
yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa
memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
2) Tahap kedua
Pada tahap ini seseorang merasa letih sewaktu bangun pagi, terasa lelah
setelah makan siang, cepat lelh menjelang sore, sering mengeluh lambung atau
19
perut tidak nyaman, denyut jantungberdebar-debar lebih dari biasanya, otototot punggung dan tengkuk semakin tegang dan tidak bias santai.
3) Tahap ketiga
Seseorang mengalami gangguan lambung dan usus seperti keluhan gastritis,
buang air besar tidak teratur, gangguan pola tidur seperti sulit untuk tidur
kembali, tenaga seperti tidak ada, perasaan tidak tenang, ketegangan otot
semakin terasa.
4) Tahap keempat
Pada tahap ini seseorang akan merasa pekerjaan yang menyenagkan menjadi
membosankan, tidak mampu melaksanakan tugas sehari-hari, kemampuan
mengingat dan konsentrasi menurun karena adanya perasaan ketakutan dan
kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya, gangguan pola tidur.
5) Tahap kelima
Ditandai
adanya
kelelahan
fisik
secara
mendalam,
tidak
mampu
20
emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian
dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan
biasanya digambarkan sebagai stres. Kategori tingkatan stres menggunakan
instrumen DASS 42 yang terdiri dari normal, ringan, sedang, berat dan sangat
berat. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29 (normal),
30-59 (ringan), 60-89 (sedang), 90-119 (berat), dan > 120 (sangat berat) (Sriati,
2008)
2. Frekuensi konsumsi makanan dan minuman yang mengiritasi lambung
a. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih
pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi,
psikologi dan sosial budaya. Kebiasaan makan atau pola makan dapat diartikan
suatu sistem, cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian,
pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk
melakukan kegiatan makan secara sehat. Pola makan atau pola konsumsi pangan
adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau
kelompok orang pada waktu tertentu. terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh
pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan
jumlah makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung
meningkat (Baliwati, 2004).
Kebiasaan makan dihihat dari segi gizi terbagi menjadi dua yaitu
kebiasaan makan yang baik dan yang buruk. Kebiasaan makan yang baik adalah
yang dapat menunjang terpenuhinya kecukupan gizi, sedangkan kebiaaan yang
buruk adalah kebiasaan yang dapat menghambat terpenuhinya kecukupan gizi,
seperti adanya pantangan tang berlawanan dengan konsep gizi. Kebiasaan makan
sangat berkaitan dengan produksi asam lambung. Asam lambung berfungsi untuk
mencerna makanan yang masuk kedalam lambung dengan jadwal yang teratur.
Produksi asam lambung akan tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur.
Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena
kobdisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan sehingga
21
produksi asam lambung terkontrol. Kebiasaan makan tidak teratur akan membuat
lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal ini berlangsung lama, produksi asam
lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinsing mukosa pada
lambung sehingga timbul gastritis dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal
tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke
kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul, 2005).
b. Frekuensi makan dan minum
Frekuensi makan dan minun adalah jumlah makan dan minum dalam
sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam
tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama
makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika dirata-rata,
umunya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun
menyesuaikan dengan kosongnya lambung.
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit
gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda
pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga
timbul rasa nyeri (Ester, 2001). Secara alami lambung akan terus memproduksi
asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah
makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai
sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung
terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung
yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa
lambung serta menimbulkan rasa nyeri di seitar epigastrium (Baliwati, 2004).
c. Jenis makanan dan minuman untuk pasien gastritis
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan,
dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan
seimbang. Menyediakan variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan
tertentu dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas
(Okviani, 2011). Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan
22
penderita
maag
dan
radang
lambung
disarankan
untuk
23
Bagi penderita sakit maag akut sangat berguna untuk mencegah dan
meringankan sakit. Sebaiknya hindari sate jeroan yang sulit dicerna,
namun sebagai penambah rasa boleh ditambahkan telur rebus, kecap dan
sedikit kerupuk.
Aktivitas mengunyah bisa merangsang produksi air liur yang bersifat basa
sehingga mampu menetralisir asam lambung. Selain itu, bertambahnya produksi
air liur juga dapat meningkatkan upaya pembersihan lambung.
2) Jenis makanan yang harus dihindari oleh penderita maag:
o Makanan dan minuman yang terlalu banyak mengandung gas dan serat
seperti sawi, kol, nangka, pisang ambon, kedondong, durian dan minuman
bersoda.
o Makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung seperti kopi,
minuman beralkohol, sari buah sitrus dan tape.
o Makanan yang sulit dicerna dan dapat memperlambat pengosongan
lambung. Makanan jenis ini, seperti kue tart, keju, makanan berlemak, dan
cokelat, dapat menyebabkan peningkatan peregangan di lambung dan
berakibat meningkatnya asam lambung.
o Makanan yang mengandung cuka pedas dan merica yang dapat merusak
dinding lambung.
o Makanan yang bersumber karbohidrat seperti beras ketan, mie, bihun,
bulgur, jagung, singkong, tales, serta dodol.
o Makanan yang terbuat dari santan.
d. Pengukuran Frekuensi Pangan (Food Frequency)
Food frequency questionnaire (FFQ) dikenal sebagai metode frekuensi
pangan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi pada konsumsi pangan
seseorang. Oleh karena itu, diperlukan kuesioner yang terdiri dari dua komponen
yaitu daftar jenis pangan dan frekuensi konsumsi pangan (Riyadi, 2004).
24
25
yang
mengalami
stres
seringkali
mengalami
gangguan
pada
sistem
pencernaannya, misalnya pada lambung terasa kembung, mual dan pedih; hal ini
disebabkan karena asam lambung yang berlebihan. Gastritis biasanya diawali oleh
pola makan yang tidak teratur sehingga lambung menjadi sensitif bila asam
lambung meningkat. Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah
terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau
ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung,
sehingga timbulnya rasa nyeri.
Obat-obatan dapat menjadi faktor resiko terjadinya kerusakan pada saluran
pencernaan terutama pada lambung dan mempengaruhi pemenuhan nutrisi yang
berakibat terhadap proses pencernaan makanan, pola makan dan yang bersifat
protektif terhadap mukosa lambung. Prostaglandin dihambat karena dianggap
bertanggung jawab terhadap munculnya inflamasi dan rasa nyeri (Santoso, 2008).
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia
heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan
sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakhidonat (Brooker,
2009). Siklooksigenase merupakan enzim yang penyerapan makanan (Miller,
2004). Terjadinya kekambuhan gastritis dapat disebabkan karena stres, frekuensi
konsumsi makanan dan minunam serta mengkonsumsi obat-obat tertentu yang
dapat mengiritasi lambung.
B. Tonsilitis
Definisi
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang sering terjadi terutama pada
usia muda. Secara umum tonsilitis kronis diartikan sebagai infeksi atau inflamasi
pada tonsila palatina yang menetap. Tonsilitis Kronis disebabkan oleh serangan
ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada
tonsil. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk
waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan
tubuh penderita mengalami penurunan (Colman, 2001).
26
beta
hemolitikus
group
A,Misalnya:
Pneumococcus,
Pada tonsillitis kronik dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis
Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan ini
dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Pada pendera Tonsilitis Kronis
jenis kuman yang sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA).
Selain itu terdapat Streptokokus pyogenes, Streptokokus grup B, C, Adenovirus,
Epstein Barr, bahkan virus Herpes.
Selain itu,
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygine mulut yang buruk, pengaruh
cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.
Diagnosis Banding
Demam
Manifestasi
27
Tonsilofaringitis
Malaria
Tifoid
Demam
Sakit tenggorok
Susah menelan
Suara serak
Nafas berbau
Nyeri sendi atau otot
Tonsil membengkak
Tonsil hiperemis
Terdapat detritus
Tidur mengorok
Demam mendadak tinggi lema 2-7 hari
Manifestasi perdaraha
Pembesaran hati
Tanda- tanda gangguan sirkulasi
Riwayat keluarga / tetangga sekitar tersangka
atau penderita DBD
Demam tinggi khas bersifat remiten
Menggigil
Nyeri kepala
Berkeringat
Nyeri otot
Anemia
Organomegali
Demam lebih dari 7 hari
Nyeri perut
Kembung
Mual muntah
Konstipasi/ diare
delirium
Demam
Nyeri ketika berkemih
Berkemih lebih sering dari biasanya
Ketidakmampuan menahan BAB
Nyeri tekan suprapubik
Patofisiologi
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan
limfoid superfisial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada
28
korpustonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan
detritus disebut tonsillitis lakunaris, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu
maka terjadi tonsillitis lakunaris. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga
terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik
terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid
terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan
parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar
(kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus
kapsul dan akhirnya timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.
Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus
menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi,
kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher, Pada anak, tonsil yang
hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang dapat menyebabkan
hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi hiperkapnia dan dapat
menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat menyebabkan apnea waktu
tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur yang dapat diketahui
dalam anamnesis (nurjanna, 2011).
Gejala tonsillitis kronis menurut Mawson (1977), dibagi menjadi : 1.)
gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit
tenggorok, sulit sampai sakit menelan, 2.) gejala sistemik, rasa tidak enak
badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan persendian,
3.) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis folikularis kronis),
udema atau hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotic
dan kecil (tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan
pembengkakan kelenjar limfe regional (Kurien, 2003).
2. Pemeriksaan Fisik
29
TO
T1
T2
T3
T4
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan terhadap apus tenggorokan
b. Skrining terhadap bakteri streptokokus
c. Leukositosis
Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
pemberian antibiotika sesuai kultur bermanfaat pada penderita Tonsilitis
Kronis Cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin (terutama jika
disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam klavulanat
(jika bukan disebabkan mononukleosis) (Lipton, 2002).
2. Non-medikamentosa
30
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995
menetapkan :
a. Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat.
b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial.
c. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
nafas, sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor
pulmonale.
d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
hilang dengan pengobatan.
e. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
f. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptokokus beta
hemolitikus.
g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
h. Otitis media efusi atau otitis media supuratif.
Indikasi relatif:
a.Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam
setahun meskipun dengan terapi yang adekuat
b.
Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan
tonsilitis kronis tidak responsif terhadap terapi media
c.Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang
resisten terhadap antibiotik betalaktamase
Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma
d.
Kontra indikasi :
a.Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
b.
Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya
tidak mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi
c.Infeksi saluran nafas atas yang berulang
d.
Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak
terkontrol.
e.Celah pada palatum
3. Preventif
31
32
BAB III
ANALISIS KASUS
Seorang perempuan usia 16 tahun datang dengan keluhan sesak. Sesak
disertai keluhan tambahan berupa nyeri perut. Sejak 6 jam SMRS pasien
mengalami nyeri perut yang dirasakan di ulu hati, terasa seperti terbakar, tidak
menjalar ke bahu/ punggung. Batuk (+) berdahak. Nyeri menelan (+). BAB
seperti biasa 1x per hari warna kuning. BAK seperti biasa 3x/ hari warna
kuning, jumlah banyak. 3 jam SMRS nyeri perut disertai dengan sesak. Sesak
tidak disertai dengan bunyi, tidak dipengaruhi suhu, cuaca. Penderita mengaku
masih bisa berbicara dan berjalan seperti biasa. Penderita merasa lebih nyaman
jika berbaring miring. Penderita tidur menggunakan satu bantal. 1 jam SMRS
penderita semakin sesak, dan batuk-batuk hingga muntah 1x, isi apa yang
dimakan, nyeri perut (+), dirasakan di ulu hati, terasa seperti terbakar, tidak
menjalar ke bahu/ punggung. Penderita dibawa ke RS Ibnu Sutowo.
Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan di epigastrium.
Pada tenggorokan didapatkan tonsil T2-T2, hiperemis (+).
Berdasarkan hasil anamnesis keluhan utama pasien tersebut datang dengan
sesak nafas. Selain itu juga pasien mengeluh adanya nyeri perut di ulu hati
yang terasa seperti terbakar, batuk, nyeri menelan, dan hasil pemeriksaan fisik
berupa adanya nyeri tekan epigastrium, tonsil T2-T2 yang hiperemis. Meskipun
pasien datang dengan keluhan sesak pertama kali tetapi sesak yang dialami
pasien tidak dipengaruhi aktivitas, tidak dipengaruhi cuaca atau suhu, dan tidak
dipengaruhi oleh posisi. Pasien juga mengaku pernah sesak sebelumnnya
namun hilang tanpa pengobatan apapun. Sesak yang dialami pasien mungkin
disebabkan oleh adanya peningkatan asam lambug yang menyebabkan rasa
senap sampai ke dada pasien. Dengan demikian diagnosis yang paling mungkin
33
pada kasus ini adalah gastritis akut dan tonsilitis akut. Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan berupa USG dan endoskopi.
Terapi pada kasus ini adalah antasid syrup 4 x 1 cth untuk mengatasi
gastritis akut. Sedangkan untuk tonsilitis akut, diberikan amoxicilin tab 3 x 500
mg. Prognosis untuk pasien ini adalah bonam.
34
DAFTAR PUSTAKA
Bruner & Sudart, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2, Edisi 8,
EGC, Jakarta
Capernito L.J, (2000), Rencana Askep dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2,
EGC, Jakarta
Darmojo R.B, Martono H, (2000), Buku Ajar Geriatri, Edisi 2, Balai penerbit
FKUI, Jakarta
Engram B, (2000), Rencana askep medikal bedah, Edisi 1, EGC, Jakarta
FKUI, (2000), Kumpulan Makalah Pelatihan Askep Keluarga, Jakarta
Price SA, Lorraine M, (1995), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Buku 1, Edisi IV, EGC, Jakarta
Suparman dkk, (1990), Ilmu Penyakit Dalam , Jilid 2, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta
Tuker SM et al, (1992),Standard Perawatan Pasien, Vol 2, Edisi V, EGC, Jakarta
35