Oleh:
Salsabil Dhia Adzhani
04084821517048
Pembimbing :
dr. Ferry Usnizar, SpPD-KKV
HALAMAN PENGESAHAN
LaporanKasus
Judul
04084821517048
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satus yarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran
Universitas
Sriwijaya
Rumah
Sakit
Mohammad
Hoesin
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung
(Maggioni AP, 2005). Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di
rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun
diperkirakan 2,33,7 perseribu penderita pertahun (Santoso A, dkk, 2007). Kejadian
gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin
berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan
hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung (Davis RC, dkk, 2000).
Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis
serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda tanda klinis pada tahap awal penyakit.
Perkembangan terkini memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini
serta perkembangan pengobatan yang memperbaiki gejala klinis, kualitas hidup,
penurunan angka perawatan, memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan
kelangsungan hidup jantung (Davis RC, dkk, 2000).
Beban ekonomi terhadap gagal jantung masih besar. Pada tahun
2007, biaya langsung dan tidak langsung yang dialokasikan untuk gagal
jantung adalah 33.2 juta dolar. Biaya hospitalisasi untuk bagian yang lebih
besar sekitar 54% (Crouch, dkk, 2006).
Kurangnya kepatuhan terhadap rekomendasi diet atau terapi obat
merupakan penyebab paling umum dimana pasien gagal jantung masuk
ke instalasi gawat darurat. Sekitar sepertiga kunjungan ke instalasi gawat
darurat merupakan akibat ketidakpatuhan tersebut (Crouch, dkk, 2006).
Data yang diperoleh dari beberapa studi mengenai beberapa
penggolongan klinis terhadap pasien gagal jantung yang dirawat di rumah
BAB II
STATUS PASIEN
2.1
Identifikasi Pasien
Nama
Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Kebangsaan
Status Pernikahan
Pekerjaan
Agama
Alamat
MRS
No. Rekam Medis
2.2
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Ny M
1 Januari 1956
Perempuan
Indonesia
Menikah
Ibu Rumah Tangga
Islam
OKI
17 November 2015
299940
Anamnesis
Keluhan utama:
Sesak napas memberat sejak 4 jam SMRS.
Riwayat perjalanan penyakit:
4 bulan SMRS, pasien mengeluh sesak napas hilang timbul. Sesak
dirasakan jika beraktivitas fisik seperti berjalan 20 m atau saat naik turun
tangga, sesak berkurang saat istirahat, sesak saat malam hari (+), OS nyaman
tidur dengan 3 bantal kepala, sesak tidak dipengaruhi cuaca ataupun
lingkungan, nyeri dada (-), batuk (-), demam (-), bengkak kedua kaki (-)
7 hari SMRS, pasien mengeluh sesak napas hilang timbul. Sesak
dirasakan jika beraktivitas ringan seperti mengangkat barang atau berjalan
menuju kamar mandi (5 m), sesak berkurang saat istirahat, sesak saat malam
hari (+), sesak tidak dipengaruhi cuaca ataupun lingkungan, nyeri dada (+)
hilang timbul, seperti ditusuk-tusuk, menjalar dari belakang ke depan, nyeri
berkurang saat istirahat batuk (+), dahak (+), demam (-), mual (-), muntah (-),
bengkak kedua tungkai (-). BAB dan BAK seperti biasa.
Riwayat kencing manis (+) sejak 20 tahun yang lalu, OS mengaku rutin
minum glukodex 1x1
Asma (-)
OS tidak merokok
2.3
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum
Sensorium
Tekanan Darah
Nadi
Laju Pernafasan
Suhu Tubuh
BB
TB
IMT
Status Lokalis
Kepala
Leher
Thorax
Cor
Pulmo
Abdomen
Ekstremitas
2.4
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (2 Desember 2015)
Hb
: 10,7 g/dL
RBC
: 4.38 x 106 /mm3
WBC
: 7.800/L
PLT
: 186.000/L
Ht
: 32%
HITUNG JENIS LEUKOSIT
Basofil
: 0%
Eosinofil
: 0%
Netrofil
: 63%
Limfosit
: 28%
Monosit
: 9%
Protein Total
:6.1 g/dL
Albumin
:2.7 g/dL
Globulin
:3.5 g/dL
Glukosa sewaktu
: 155 mg/dL
Kolesterol Total
: 133 mg/dL
Kolesterol HDL
: 6 mg/dL
Kolesterol LDL
: 69 mg/dL
Trigliserida
: 102 mg/dL
Ureum
: 73 mg/dL
Kreatinin
: 1,04 mg/dL
Natrium
: 136 mEq/L
Kalium
: 2.9 mEq/L
6 Desember 2015
Protein Total
Albumin
Globulin
: 6.8 g/dL
: 3.9 g/dL
: 2.9 g/dL
19 November 2015
Glukosa 2 jam PP
Hb-A1C
: 197 mg/dL
: 8.5 %
Lekosit Esterase
Sedimen Urine
Epitel
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Kristal
Bakteri
Mukus
Jamur
EKG
20 November 2015
: Positif +
: Positif +++
: 8 - 10
:0-1
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Positif ++
: Positif +
: Negatif
Irama sinus, axis ke kiri, HR: 1180 x/menit, gelombang P normal, PR interval
0,16 detik, QRS complex 0,04 detik, R/S di V1 <1, S di V1+R di V5/V6 < 35,
Perubahan segmen ST T (-), LV Strain (+)
Kesan
: sinus takikardi, LVH
Diagnosis Banding
- CHF ec CAD/HHD + DM tipe 2 uncontrolled overweight
- HHD dekompensata + CAD + DM tipe 2 uncontrolled overweight
2.6
Diagnosis Kerja
CHF ec CAD + DM tipe 2 uncontrolled normoweight
2.7
Saran Pemeriksaan
- CK-MB
- CK-NAC
- Troponin T
- SGOT
- SGPT
- Urinalysis
- Echocardiography
2.8
Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad functionam
2.9
: dubia ad bonam
: dubia ad malam
Penatalaksanaan
- Oksigen 3 L/ menit (nasal canule)
- IVFD NaCl gtt x/menit (mikro)
- Inj. Furosemid 2x40 mg
- KSR 1x600 mg
- Spironolakton 1x25 mg
- Digoxin 1x tab
- Omeprazol 1x20 mg
- Inj Levemir 1x12 IU SC
- Inj Novorapid 3x10 IU SC
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Gagal Jantung
3.1.1 Definisi
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan
darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian
jantung yang tinggi atau kedua-duanya (Shah RV, 2007).
3.1.2 Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara garis besar
penyebab terbanyak gagal jantung adalah penyakit jantung koroner 60-75%,
dengan penyebab penyakit jantung hipertensi 75%, penyakit katup (10%) serta
kardiomiopati dan sebab lain (10%) (Lipp, 2000).
Faktor risiko seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang
dapat berpengaruh pada perkembangan gagal jantung. Selain itu berat badan
serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL dikatakan sebagai
faktor risiko independen perkembangan gagal jantung (Lipp, 2000).
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama untuk terjadinya
gagal jantung. Perubahan gaya hidup dengan konsumsi makanan yang
mengandung lemak, dan beberapa faktor yang mempengaruhi, sehingga angka
kejadiannya semakin meningkat.
Hipertensi telah terbukti meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung
pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui
beberapa mekanisme, termasuk hipertropi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel
kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolic,
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard dan memudahkan untuk
terjadinya aritmia. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertropi ventrikel kiri
berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung. Adanya krisis
hipertensi dapat menyebabkan timbulnya gagal jantung akut (Lipp, 2000).
Kardiomiopati merupakan penyakit otot jantung yang bukan disebabkan
oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup
ataupun penyakit perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori
fungsional:
dilatasi
(kongestif),
hipertropik,
restriktif,
dan
obliterasi.
(MI), atau memiliki onset yang gradual atau insidius, seperti pada pasien
dengan tekanan hemodinamik yang tinggi (pada hipertensi) atau overload
cairan (pada gagal ginjal), atau bisa pula herediter, seperti misalnya pada kasus
dengan kardiomiopati genetik. Pasien dengan gagal jantung pada akhirnya
memiliki satu kesamaan, yaitu penurunan kemampuan pompa jantung, terlepas
dari berbagai penyebab gagal jantung. Pada kebanyakan orang gagal jantung
bisa asimtomatik atau sedikit bergejala setelah terjadi penurunan fungsi jantung,
atau menjadi bergejala setelah disfungsi dialami dalam waktu yang lama. Tidak
diketahui dengan pasti mengenai pasien dengan disfungsi ventrikel kiri tetap
asimtomatik, hal yang berpotensi mampu memberi penjelasan mengenai hal ini
adalah banyaknya mekanisme kompensasi yang akan teraktivasi saat terjadi
jejas jantung atau penurunan fungsi jantung yang tampaknya akan mengatur
kemampuan fungsi ventrikel kiri dalam batas homeostatik/fisiologis, sehingga
kemampuan fungsional pasien dapat terjaga atau hanya menurun sedikit.
Transisi pasien dari gagal jantung asimtomatik ke gagal jantung yang
simtomatik, aktivasi berkelanjutan dari sistem sitokin dan neurohormonal akan
mengakibatkan perubahan terminal pada miokardium, hal ini dikenal dengan
remodelling ventrikel kiri. Patogenesis pada gagal jantung dapat diterangkan
pada Gambar 1. Gagal jantung dimulai setelah adanya index event yang
menghasilkan penurunan pada kemampuan pompa jantung. Seiring dengan
menurunan pada kapasitas pompa jantung, beragam mekanisme kompensasi
diaktifkan termasuk sistem syaraf adrenergik, sistem renin angiotensin, dan
sistim sitokin. Pada jangka pendek hal ini dapat mengembalikan fungsi jantung
pada batas homoestatik sehingga pasien tetap asimtomatik. Namun dengan
aktivasi berkelanjutan mekanisme kompensasi ini dapat mengakibatkan
kerusakan organ terminal sekunder pada ventrikel, dengan remodelling
ventrikel kiri yang memburuk dan dekompensasi jantung. Sebagai akibatnya
secara klinis pasien mengalami transisi dari gagal jantung yang tidak bergejala
ke gagal jantung yang bergejala.
pada eksitasi sistem saraf simpatik efferent. Gambaran sistem syaraf simpatik
dan parasimpatik pada gagal jantung dapat dilihat pada Gambar 2.
Pengaturan
mekanisme
neurohormonal
ini
dapat
bersifat
hemodinamik
melebihi
menimbulkan
peningkatan
kebutuhan
batas
ambang
oksigen,
serta
normal,
memicu
dapat
meningkatkan
kontraksi
dan
empat
asam
amino
dari
angiotensinogen
I,
dan
Gambar
2.2.
Aktivasi
reseptor
AT1
akan
mengakibatkan
II
mempertahankan
mempunyai
sirkulasi
beberapa
homeostasis
aksi
dalam
penting
jangka
dalam
pendek,
dan
organ
lain.
Selain
itu,
juga
akan
mengakibatkan
Proses remodeling
beban
jantung
yang
mengakibatkan
meningkatkan
yang secara
3.1.4 Klasifikasi
a. Gagal Jantung backward dan forward
Backward failure, terjadi apabila ada kegagalan pada ventrikel
dalam memompakan darah, sehingga darah terbendung dan tekanan
atrium serta vena-vena di belakangnya akan naik.
Forward failure, terjadi karena berkurangnya aliran darah (cardiac
output) kesistem arterial, sehingga tejadi pengurangan fungsi pada organorgan vital.
Dasar patofisiologi menurut Backward failure :
1.
isi dan tekanan (volume dan pressure) pada akhir fase diastolik (enddiastolic pressure) meninggi.
2.
3.
4.
5.
sesak nafas.
Dispnea nokturnal peroksimal, yaitu serangan sesak nafas yang
terjadi pada malam hari, pada saat pasien tertidur dan akan
terbangun karena sesak nafas. Faktor-faktor yang menyebabkan
antara lain : menurunnya tonus simpatis, darah balik yang
bertambah, penurunan aktivitas pada saat pernafasan di malam
hari, dan edema paru. Untuk menghilangkan gejala ini penderita
f.
Klasifikasi NYHA
Stage
C
3.1.5
Kelas
III
Kelas
IV
Diagnosis
3.1.6
Pemeriksaan Penunjang
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada gagal jantung
antara lain adalah: darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na & K), ureum &
kreatinine, SGOT/PT, dan BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada
pasien dengan gagal jantung karena beberapa alasan berikut: (1) untuk
mendeteksi anemia, (2) untuk mendeteksi gangguan elektrolit (hipokalemia
dan/atau hiponatremia), (3) untuk menilai fungsi ginjal dan hati, dan (4) untuk
mengukur brain natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik) (Mann
DL, 2008).
Kandungan elektrolit biasanya normal pada gagal jantung ringan-sedang,
namun dapat menjadi abnormal pada gagal jantung berat ketika dosis obat
ditingkatkan. Kadar serum kalsium biasanya normal, tapi penggunaan diuretik
kaliuretik seperti thiazid atau loop diuretik dapat mengakibatkan hipokalemia.
Derajat hiponatremia juga merupakan penanda beratnya gagal jantung, hal ini
dikarenakan kadar natrium secara tidak langsung mencerminkan besarnya
aktivasi sistem renin angiotensin yang terjadi pada gagal jantung. Selain itu,
rektriksi garam bersamaan dengan terapi diuretik yang intensif dapat
mengakibatkan
hiponatremia.
Gangguan
elektrolit
lainnya
termasuk
telah menunjukkan bahwa anemia (kadar Hb <12 gr/dl) dialami pada 25%
penderita gagal jantung.
Pemeriksaan Biomarker BNP sangat disarankan untuk diperiksa pada
semua pasien yang dicurigai gagal jantung untuk menilai beratnya gangguan
hemodinamik dan untuk menentukan prognosis. Biomarker Atrial Natriuretic
Peptide (ANP) dan BNP disekresikan sebagai respon terhadap meningkatnya
tekanan pada dinding jantung dan/atau neurohormon yang bersirkulasi. Karena
ANP memiliki waktu paruh yang pendek, hanya NT-ANP yang secara klinis
berguna. Untuk BNP, N-Terminal Pro-BNP dan BNP memiliki nilai klinis yang
bermakna. Kadar ANP dan BNP meningkat pada pasien dengan disfungsi
sistolik, sementara disfungsi diastolik peningkatan kadarnya lebih rendah. Pada
disfungsi sistolik, kadar BNP ditunjukan berbanding lurus dengan wall stress,
ejeksi fraksi, dan klasifikasi fungsional. Pemeriksaan BNP berbanding lurus
dengan beratnya gagal jantung berdasarkan kelas fungsionalnya (Hess, 2007).
Fungsi ginjal memiliki peran penting pada progresi disfungsi ventrikel
dan gagal jantung. Penurunan pada fungsi renal, terutama pada glomerular
filtration rate (GFR), menurut NYHA adalah prediktor mortalitas yang lebih
kuat dibandingkan klasifikasi kelas fungsional (Mann DL, 2008).
Fungsi hepar sering ditemukan abnormal pada gagal jantung sebagai
akibat hepatomegali yang menyertai. Aspartate aminotransferase (AST/SGOT)
dan alanine aminotransferase (ALT/SGPT) dapat meningkat, protrombin time
(PT) dapat memanjang, dan pada sebagian kecil kasus dapat terjadi
hiperbilirubinemia (Mann DL, 2008).
Urinalisis harus dilakukan pada semua pasien dengan gagal jantung untuk
mencari infeksi bakteri, mikroalbunuria dan mikrohematuri. Konsentrasi dan
volume urine harus mendapat perhatian seksama terutama pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal dan yang mendapat diuretik (Mann DL, 2008).
Pemeriksaan profil lipid, albuminserum fungsi tiroid dianjurkan sesuai
kebutuhan.
Penyebab
Dilatasi ventrikel kiri,
Implikasi Klinis
Ekhokardiografi, doppler
Hipertropi ventrikel
Kongesti vena paru
Edema interstisial
Efusi pleura
Garis Kerley B
Ekhokardiografi, doppler
Gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri
Pikirkan diagnosis non
kardiak
ELEKTROKARDIOGRAM
Pemeriksaan elektrokardiogram (ECG) harus dilakukan untuk setiap
pasien yang dicurigai gagal jantung (Hess, 2007). Dampak diagnostik
elektrokardiogram (ECG) untuk gagal jantung cukup rendah, namun
dampaknya terhadap terapi cukup tinggi.1 Temuan EKG yang normal hampir
selalu menyingkirkan diagnosis gagal jantung.1 Gagal jantung dengan
perubahan EKG umum ditemukan. Temuan seperti gelombang Q patologis,
hipertrofi ventrikel kiri dengan strain, right bundle branch block (RBBB), left
bundle branch block (LBBB), AV blok, atau perubahan pada gelombang T
dapat ditemukan. Gangguan irama jantung seperti takiaritmia supraventrikuler
(SVT) dan fibrilasi atrial (AF) juga umum. Ekstrasistole ventrikular (VES)
dapat sering terjadi dan tidak selalu menggambarkan prognosis yang buruk,
sementara takikardi ventrikular sustained dan nonsustained dapat dianggap
sebagai sesuatu yang membahayakan. Jenis aritmia seperti ini biasanya tidak
terdeteksi pada resting ECG tapi dapat terdeteksi pada monitoring holter 24atau 48- jam (Mann DL, 2008).
ECHOCARDIOGRAPHY
Pemeriksaan echo saat ini telah menjadi metode diagnostik umum
digunakan untuk menilai anatomi dan fungsi jantung, myokardium dan
perikadium, dan mengevaluasi gerakan regional dinding jantung saat istirahat
dan saat diberikan stress farmakologis pada gagal jantung. Pemeriksaan ini noninvasif, dapat dilakukan secara cepat di tempat rawat, dapat dengan mudah
diulang secara serial, dan memungkinkan penilaian fungsi global dan regional
ventrikel kiri. Pada penilaian gagal jantung echocardiography adalah metode
diagnostik yang dapat dipercaya, dapat diulang, dan aman dengan banyak fitur
seperti doppler echo, doppler tissue imaging, strain rate imaging, dan cardiac
motion analysis (Mann DK, 2008).
Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal jantung adalah penilaian
Left-ventricular ejection fraction (LVEF), beratnya remodelling ventrikel kiri,
dan perubahan pada fungsi diastolik.3 Echo dua dimensi sangat berharga dalam
menilai fungsi sistolik dan diastolik pada pasien dengan gagal jantung. Tabel 4
mendeskripsikan temuan ekokardiografi yang sering ditemukan pada gagal
jantung.
Tabel 4. Temuan Echocardiography pada Gagal Jantung
TEMUAN UMUM
DISFUNGSI SISTOLIK
DISFUNGSI DIASTOLIK
ventrikel
Ejeksi fraksi ventikel kiri
berkurang <45%
Ventrikel kiri membesar
Dinding ventrikel kiri tipis
Remodelling eksentrik
(LVEF)
Gerakan regional dinding
jantung, synchronisitas
kontraksi ventrikular
Remodelling LV
(konsentrik vs eksentrik)
Hipertrofi ventrikel kiri
atau kanan (Disfunfsi
Diastolik : hipertensi,
ventrikel kiri
Regurgitasi ringan-sedang
katup mitral*
Hipertensi pulmonal*
Pengisian mitral
berkurang*
Tanda-tanda
meningkatnya tekanan
normal
Dinding ventrikel kiri
tebal, atrium kiri
berdilatasi
Remodelling eksentrik
ventrikel kiri.
Tidak ada mitral
regurgitasi, jika ada
minimal.
pengisian ventrikel*
kelainan katup
Mitral inflow dan aortic
Hipertensi pulmonal*
Pola pengisian mitral
abnormal.*
Terdapat tanda-tanda
tekanan pengisian
ventrikel kanan
Status cardiac output
meningkat.
(rendah/tinggi)
Keterangan : * Temuan pada echo-doppler.
Dikutip dari: Mann DL, 2008
3.1.6
Penatalaksanaan
stabilitas
fisik,
menghindari
perilaku
yang
dapat
Terapi farmakologik
Modifikasi faktor risiko
Rekomendasi diet
Rekomendasi olah raga
Kepatuhan
Prognosis
BAB IV
ANALISIS KASUS
Anamnesis pada kasus ini menelusuri keluhan utama pada pasien, yaitu sesak.
Sesak sendiri dapat bermacam macam penyebabnya dan melibatkan banyak organ.
Sesak bias terjadi karena masalah di jantung, pulmo, metabolic, ginjal, dan lain lain.
Namun, pada pasien ini sesaknya menonjol dipengaruhi oleh aktivitas, yang mana
khas dijumpai pada pasien jantung, tetapi perlu ditanyakan pertanyaan pertanyaan
lebih lanjut untuk menyingkirkan kemungkinan yang lain.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien kemungkinan mengalami CHF.
Fungsi diastolik pada CHF akan mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi
ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dialtasi ventrikel kiri. Rangsangan simpatis dan
aktivasi sistem RAA memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume
diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan
kontraksi miokard (penurunan/ gangguan fungsi sistolik). Gangguan fungsi sistolik
ini merupakan ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung
menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun
dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel,
menyebabkan peningkatan ekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien
sesak napas dan ortopnea.
Hal ini sesuai dengan keluhan yang dialami penderita sejak 4 bulan SMRS,
yaitu sesak napas yang hilang timbul, dan mudah lelah saat beraktivitas fisik seperti
berjalan 20 m. Penyakit bersifat progresif hingga 1 minggu SMRS, sesak mulai
bertambah bahkan pada aktivitas ringan seperti berjalan 5 m, dan bahkan tetap sesak
ketika sedang beristirahat. Pada malam hari, pasien juga mengeluh batuk berdahak
dan sesak saat berbaring, sehingga lebih nyaman tidur dengan 2-3 bantal.
Penderita juga mengeluh nyeri dada kiri seperti tertimpa benda berat, gejala ini
yang disebut angina pektoris yang juga dapat terjadi karena berhubungan penyakit
arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang bertambah sebagai
akibat massa miokard yang bertambah. Hipertensi, iskemia miokard dan gangguan
fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada hipertensi.
Diagnosis gagal jantung kongestif dapat ditegakkan dengan Kriteria
Framingham minimal 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Kriteria mayor yang didapati pada penderita ini antara lain paroksismal nokturnal
dispnea atau ortopnea, rales/ronkhi pada paru, Kriteria minor pada pasien: batuk
malam hari, Edema pretibia bilateral. hepatomegali.
Berdasarkan klasisfikasi New York Heart Asscociation sebagai 4 kelas
(NYHA1-4) dimana dyspnea dan fatigue sebagai penilaian. Pada kelas1 tidak ada
keluhan, kelas 2 gejala muncul pada pekerjaan biasa, kelas 3 gejala muncul pada
pekerjaan ringan serta kelas 4 gejala muncul pada saat istirahat Pada pasien ini
tampak terjadi perburukan dari 4 bulan terakhir sampai 1 hari SMRS terdapat
perubahan kelas 1 mulai dari sanggup beraktivitas seperti biasa, menjadi terbatas
dalam bekerja, sampai dypsnea saat pekerjaan ringan (kelas 3) dan akhirnya dyspnea
saat istirahat (kelas 4).
DAFTAR PUSTAKA
California : 41st ASHP Midyear Clinical Meeting; 2006 [cited 2011 Apr 10].
Available
from
www.
ashpadvantage.com/
website_images
/pdf/
adhf_scios_06 .pdf.
Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. 2000. ABC of heart failure: History and
epidemiology. BMJ;320:39-42.
Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al.
ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2008. European Journal of Heart Failure [serial on the internet]. 2008 Aug [cited
2011 Apr 11]. Available from http:// www. oxfordjournals. org/ content /
10/10/933. Full . pdf
DL,
Zipes
DP,
editor.
Braunwalds
Heart
Disease.
10];
16
(6):
[about
23
p]. Available
heartfailureguideline.org/assets/
2010_heart_failure_guideline_sec_12 . pdf.
from http://www.
document/
Maggioni AP. 2005. Review of the new ESC guidelines for the pharmacological
management of chronic heart failure. European Heart Journal Supplements;7
(Supplement J):J15-J20.
Mann DL. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL,
editor. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York: Mc graw
hill; 2008. p. 1443.
Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and restrictive).
In: Dec GW, editor. Heart Failure a Comprehensive Guide to Diagnosis and
Treatment. New York: Marcel Dekker; 2005. p.137-156.
Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. 2007.
Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut.
Shah RV. Fifer MA. Heart Failure. In: Lilly LS, editor. Pathophysiology of Heart
Disease A Collaborative Project of Medical Students and Faculty. 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007; p. 225-251.
Weber KT: Aldosterone in congestive heart failure. N Engl J Med.2001; 345:1689