Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN PUSTAKA

Obat
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia. Obat juga dapat berupa kapsul, syrup, salep, tablet. (MENTERI
KESEHATAN RI,2010).
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata atau
cembung rangkap, umumnya bulat mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa
zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai (Anief,1994):
- Zat pengisi, yaitu untuk memperbesar volume tablet. Biasanya yang digunakan saccharum
lactis, amylum manihot, calcii phoshas, callci carbonas dan zat lain yang dikocok.
- Zat pengikat, yaitu agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Biasanya yang
digunakan adalah mucilago gummi arabicci 10-20%, solutio methyl-cellulosum 5%.
- Zat penghancur, yaitu agar tablet dapat hancur dalam perut. Biasanya yang digunakan
amylum manihot kering, gelatinum, agar-agar, natrium alginat.
- Zat pelicin, yaitu agar tablet tidak lekat pada cetakan. Biasanya yang digunakan talcum 5%,
magnesium stearas, acidum stearinicum.
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat, zat-zat lain kecuali pelicin dibuat granul
(butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan tablet dengan baik maka
dibuat granul agar mudah mengalir mengisi cetakan serta menjaga agar tablet tidak retak
(Anief,1994).

Penggolongan tablet dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


- Tablet Implantasi adalah tablet yang pemakaiaanya degan cara menanamkannya dalam
jaringan bawah kulit. Contoh: tablet hormon.
- Tablet Effervescent adalah tablet yang penggunaanya dilarutkan terlebih dahulu dalam air
kemudian diminum. Didalam tablet selain zat aktif juga mengandung campuran asam (asam
sitrat, asam tartrat) dan natrium bikarbonat yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan
karbondioksida. Contoh: tablet Calsium D Redokson (CDR).
- Tablet Vagina adalah tablet yang pemakaiaanya melalui vagina, bentuk pipih, oval dengan
salah satu ujungnya kecil. Contoh: sulfasetamid, nistatin.
- Tablet Sublingual adalah tablet yang penggunaanya diletakkan di bawah lidah. Tablet ini
melarut denngan cepat dan bahab- bahannya cepat diabsorbsi. Contoh: tablet isosorbid
dinitrat.
- Tablet Hisap adalah tablet yang dimaksudkan untuk pengobatan iritasi lokal atau infeksi
mulut atau tenggorokan yang ditujukan untuk absorbsi sistemik setelah ditelan. Contoh:
vitamin C.
- Tablet Kunyah adalah tablet yang dimaksudkan untuk dikunyah, memberi residu dengan
rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak
enak. Contoh: tablet antasida.
- Tablet Hipodermik adalah tablet yang mudah larut dalam air digunakan sebagai injeksi
untuk disuntikkan dibawah kulit.

Tablet yang diproduksi harus dilakukan pengujian sebagai berikut:


a. Uji keseragaman bobot
Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot. Keseragaman bobot ini ditetapkan
untuk menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat. Tablet-tablet yang bobotnya
seragam diharapkan akan memiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga akan
mempunyai efek terapi yang sama. Keseragaman bobot dapat ditetapkan sebagai berikut:
ditimbang 20 tablet, lalu dihitung bobot rat-rata tiap tablet. Kemudian timbang tablet satu
persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar
dari yang di tetapkan pada kolom A dan tidak boleh satu tablet pun bobotnya menyimpang
dari bobot rata-rata lebih besar dari yang ditetapkan pada kolom B. jika perlu gunakan 10
tablet yang lain dan tidak satu tablet yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot ratarata yang ditetapkan dalam kolom A maupun kolom B (Dirjen POM, 1995).
b. Uji kekerasan
Ketahanan tablet terhadap goncangan pada waktu pembuatan, pengepakan dan
distribusi bergantung pada kekerasan tablet. Kekerasan dinyatakan dalam satuan kg dari
tenaga yang diperlukan untuk memecahkan tablet. Alat yang digunakan untuk uji ini adalah
hardness tester, alat ini diharapkan dapat mengukur berat yang di perlukan untuk
memecahkan tablet. Persyaratan kekerasan tablet umumnya berkisar 4-8 kg, bobot tersebut
dianggap sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang memuaskan (Soekemi,
A.R., 1987).
c. Uji waktu hancur
Agar bahan obat dapat secara utuh diserap pada sistem pencernaan, maka tablet harus
hancur dan melepasakan bahan obat kecairan tubuh. Waktu hancur adalah waktu yang di
butuhkan oleh tablet untuk menjadi partikel-partikel kecil. Tablet biasanya di formulasikan
dengan bahan pengembang yang menyebabkan tablet hancur di dalam air atau cairan
lambung ( Soekemi, A.R., 1987).
Peralatan uji waktu hancur terdiri dari rak keranjang yang mempunyai enam lubang yang
terletak vertikal diatas ayakan mesh nomor 10. selama percobaan tablet diletakkan pada tiap
lubang keranjang, kemudian keranjang tersebut bergerak naik turun dalam larutan transparan
dengan kecepatan 29-32 putaran permenit. Interval waktu hancur adalah 5-30 menit
(Ansel,H.C.,1989).

d. Uji penetapan kadar zat berkhasiat


Uji penetapan kadar zat berkhasiat dilakukan untuk mengetahui apakah tablet tersebut
memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi syarat maka
obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan tidak layak di konsumsi. Uji penetapan
kadar dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang sesuai pada masing-masing monografi
antara lain di Farmakope Indonesia (Dirjen POM, 1995).

Allopurinol
Uraian umum Allopurinol menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995):
Struktur / Rumus Bangun
Rumus Bangun

: Allopurinol

Nama Kimia

: 1H-pyrazolol [3,4-d]pirimidin-4-ol atau


4-hidroksipirazolol [3,4-d]pirimidin

Rumus Molekul

: C5H4N4O

Berat Molekul

: 136,11g/mol

Gambar 1. Struktur Allopurinol


Pemerian

: Serbuk halus putih hingga hampir putih, berbau lemah.

Susut pengering

: Suhu 105C selama tidak lebih dari 0,5% lakukan


pengeringan pada suhu 105C selama 5 jam.

Persyaratan

: Allopurinol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan


Tidak lebih dari 101,1% C5H4N4O, dihitung terhadapat zat yang
telah dikeringkan.

Kelarutan

: Sangat sukar larut dalam air dan etanol , larut dalam


Larutan kalium dan natrium hidroksida, praktis tidak larut
dalam kloroform dalam eter.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.

Penandaan

: Pada etiket harus juga tertera daluarsa.

(Farmakope IV, 1995)


Allopurinol termasuk dalam kelas obat-obatan yang disebut obat-obatan anti encok.
Hal ini digunakan untuk mencegah asam urat, batu ginjal, atau hyperuricaemia selama
pengobatan kanker. Allopurinol bekerja dengan memperlambat produksi bahan kimia dalam
tubuh disebut asam urat. Asam urat adalah bahan kimia yang dibuat secara alami dalam
tubuh. Kadang-kadang, tingkat asam urat dalam tubuh dapat kadang-kadang menjadi terlalu
tinggi dan menyebabkan encok, batu ginjal, atau masalah lain. Over-makan jenis makanan,
menggunakan jenis obat-obatan tertentu, dan setelah pengobatan untuk kanker, semua dapat
membuat tingkat asam urat yang tinggi.
. Alopurinol bekerja dengan menghambat xantin oksidase yaitu enzim yang dapat
mengubah hipoxantin menjadi xantin, selanjutnya mengubah xantin menjadi asam urat.
Dalam tubuh Alopurinol mengalami metabolisme menjadi oksipurinol (alozantin) yang juga
bekerja sebagai penghambat enzim xantin oksidase. Mekanisme kerja senyawa ini
berdasarkan katabolisme purin dan mengurangi prosuksi asam urat, tanpa mengganggu
biosintesa purin.
Allopurinol kira-kira 80% diserap setelah pemakaian oral. Seperti uric acid,
allopurinol sendiri dimetabolisme oleh xanthine oxidase. Persenyawaan hasilnya,
alloxanthine, mempertahankan kemampuannya untuk menhambat xanthine oxidase dan
mempunyai durasi kerja yang cukup panjang sehingga allopurinol cukup diberikan satu kali
sehari (Katzung, 2004).
Diet purin di dalam makanan bukan merupakan sumber uric acid yang
penting. Jumlah penting secara kuantitatif dari purine dibentuk dari asam
amino, formate, dan karbondoksida dalam tubuh. Ribonukleotida purine
tersebut tidak tergabung ke dalam nucleic acid (asam nukleat) dan yang
berasal dari degradasi nucleic acid dikonversi menjadi xantine atau
hypoxanthine dan dioksida menjadi uric acid. Bilamana langkah terakhir ini
dihambat oleh allopurinol, maka ada penurunan pada kadar plasma urate
dan penurunan pada timbunan urate dengan peningkatan yang bersamaan
pada xantine dan hypoxanthine yang lebih mudah larut (Katzung, 2004).

Menurut Munaf (1994), reaksi-reaksi yang tidak diinginkan pada terapi Allopurinol
antara lain:
a. Reaksi kulit
Bila kemerahan kulit timbul obat harus dihentikan karena gangguan mungkin menjadi
lebih berat.
b. Reaksi alergi
Berupa demam, leukopeni, pruritus, eosinofillia, artralgia.
c. Gangguan saluran pencernaan
d. Allopurinol dapat meninggkatkan frekwensi serangan sehingga pada awal
terapi diberikan kolkisin.
Pengobatan pirai dengan allopurinol, seperti dengan agen-agen urikosurik, meskipun
allopurinol seringkali digunakan sebagai obat punurun urate yang pertama kali dipakai,
indikasinya yang paling rasional adalah sebagai
(Munaf, 1994):
1. pada tofus pirai yang kronis, dimana penyerapan kembali dari tofus lebih cepat dari pada
dengan agen-agen urikosurik.
2. pada pasien dengan pirai yang uric acid dalam urine 24 jam-nya pada diet bebas purine
melebihi 600-700 mg.
3. untuk batu ginjal yang berulang.
4. pada pasien dengan kerusakan fungsi ginjal.
5. bilamana kadar serum meningkat banyak, maka harus diusahakan untuk mengurangi kadar
serum urate sampai kurang dari 6,5 mg/dl.
Dosis awal untuk allopurinol adalah 100 mg sehari. Allopurinol dapat dititrasi sampai
300 mg/hari tergantung pada respons uric acid serum. AINS harus diberikan selama mingguminggu pertama terapi allopurinol untuk mencegah episode-episode artritis pirai yang
kadang-kadang terjadi (Munaf, 1994).
Penetapan Kadar Allopurinol dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri
ultraviolet dengan pelarut HCL 0,1N dan NaOH 0,05 N (Pharmacopeia of The Peoples
Republic of China ). Tablet Allopurinol dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri
ultraviolet dengan panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 250 nm dengan
menggunakan larutan Hcl 0,1 N sebagai blanko

Parameter Pengujian Obat

Uji Disolusi
Disolusi adalah proses melarutnya obat yang dalam bentuk partikel padat sehingga
menjadi bentuk terlarut dalam satuan waktu tertentu pada kondisi tertentu. Uji disolusi
merupakan metode invitro yang dapat digunakan untuk menilai pelepasan dari bentuk sediaan
obat kedalam bentuk terlarut, maka uji disolusi dapar dibgunakan sebagai model untuk
memperkirakan kesediaan hayati. Uji disolusi bertujuan untuk mengetahui kelarutan zat aktif
dalam tubuh sebelum diabsorbsi sehingga dapat menyebabkan efek penyembuhan yang
diharapkan. Kecepatan disolusi dinyatakan dalam persen persatuan waktu.
Sediaan obat dipecah menjadi partikel yang lebih kecil lalu membentuk larutan obat
yang diketahui konsentrasinya. Semakin tinggi absorpsi maka kinerja obat semakin baik.
Waktu kelarutan obat pada uji disolusi dianggap sebagai waktu kelarutan obat dalam tubuh
(LACHMAN et al, 1994).

Uji disolusi juga merupakan parameter penting dalam

pengembangan produk dan pengendalian mutu obat. Pentingnya uji disolusi dilakukan untuk
sediaan obat padat karena obat yang digunakan secara oral hanya dapat diabsorpsi jika obat
tersebut berbentuk larutan.
Uji disolusi banyak diterapkan pada obat yang berbentuk padat dengan beberapa
alasan, yaitu :
a. Untuk memonitor formulasi, proses dan bahan baku
b. Untuk menjamin kualitas
c. Persyaratan khusus yang bersifat nasional maupun internasional untuk melihat
laju pelarutan suatu sediaan padat
Metode pengujian disolusi yang banyak digunakan dan dikembangkan secara
farmakope adalah :
1. Basket / keranjang
Pada metode rbasket, sediaan obat dimasukkan ke keranjang (basket) yang
kering pada awal pengujian, keranjang ini berbentuk silinder dan terbuat dari logam
anti karat, tinggi (3,68 3,0) mm, diameter dalam (20,2 1,0) mm, dan terdiri atas
kasa berukuran 40 mesh. Keranjang ini kemudian dicelupkan pada labu disolusi yang
berisi medium disolusi dengan jarak antara dasar bagian dalam labu disolusi dan
keranjang adalah (25 2) mm. Volume media disolusi umumnya 900ml dimasukan
kedalam chamber kapasitas 1000ml. Suhu media ditetapkan 37 0C 0,50C dengan air

panas yang berada di waterbath. Pengujian disolusi ini berlangsung pada kecepatan
putaran keranjang yang konstan (DEPARTEMEN KESEHATAN RI, 1995). Alat uji
disolusi metode rotating basket dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Alat Uji Disolusi Metode Rotating Basket (DEPARTEMEN


KESEHATAN RI,1995)

2. Paddle / dayung
Hampir sama dengan metode basket, perbedaan terletak pada alat yang
berfungsi sebagai basket di gantikan oleh paddle. Kecepatan rotasi hampir setara
dengan kecepatan rotasi 100rpm pada metode basket, hanya saja pada metode ini alat
dilapisi polyflourokarbon yang berfungsi untuk mencegah korisi dan masuknya
kontaminan kedalam mediumnya.

Gambar 3. Alat Uji Disolusi Metode Paddle (DEPARTEMEN


KESEHATANRI,1995).
Jenis atau komposisi Media disolusi :
1. Pelarut air yang terdiri dari :
a. Air suling / aquadest / DIW (De Ionized Water) yang biasanya digunakan
untuk senyawa aktif yang kelarutannya dipengaruhi oleh pH.
b. Larutan ionic, jenis larutan yang paling banyak digunakan karena lebih
mendekati keadaan cairan pencernaan makanan. Larutan HCl 0,1N, kelarutan
dapar bervariasi pH 4-8 yang sesuai dengan pH cairan lambung.
2. Pelarut campuran
Suatu campuran antara air dan pelarut organik yang larut dengan air

Spektrofotometri Ultraviolet (UV)


Penetapan kadar allopurinol dilakukan secara Spektrofotometri. Teknik spektroskopik
adalah salah satu teknis analisis fisiko-kimia yang mengamati tentang interaksi atom atau
molekul dengan radiasi elektromagnetik (REM). Pada prinsipnya interaksi REM dengan
molekul akan menghasilkan satu atau dua macam dari tiga kejadian yang mungkin terjadi.
Ketiga macam kejadian yang mungkin terjadi sebagai akibat interaksi atom molekul dengan
REM adalah hamburan (scattering), absorpsi (absorption), dan emisi (emision) REM oleh
atom atau molekul yang diamati. Hamburan REM oleh atom atau molekul melahirkan
spektrofotometri UV-Vis dan infra merah (Mulja,1995).
Spektrofotometri ultraviolet adalah spektrofotometri yang berdasarkan interaksi
sampel dengan sinar ultraviolet.

Sebagai sumber sinar digunakan lampu deuterium.

Senyawa yang dapat menyerap sinar ini merupakan senyawa yang tidak berwarna sehingga
sampel tidak perlu dibuat berwarna untuk dianalisa. Spektrofotometri ultraviolet

memanfaatkan sinar dengan panjang gelombang (190-380) nm (MULJA & SUHARMAN,


1995).
Prinsip kerja dari spektrofotometer UV-Vis adalah sinar yang datang berupa sinar
polikromatis dilewatkan melalui monokromator sehingga menjadi sinar monokromatik yang
kemudian diteruskan melalui sel yang berisi sampel. Sebagian sinar akan diserap oleh analit
didalam sel dan sebagian lagi akan diteruskan ke foto sel yang berfungsi untuk mengubah
sinar menjadi energi listrik. Energi listrik yang dihasilkan oleh foto sel memberikan signal
pada detektor yang kemudian akan diubah menjadi nilai serapan (absorbansi) dari zat yang
dihasilkan. Prinsip pengukuran spektro UV di dasarkan pada hukum Lambert-Beer.
Hukum Lambert-Beer menyatakan bila seberkas sinar monokromatik dipancarkan
melalui suatu media, maka laju turunnya intensitas sinar (-dl) akan berbanding lurus dengan
ketebalan media (db).

log

Po
=a. b
Pt

.(1)

Keterangan :
Po : Intensitas cahaya masuk
Pt : Intensitas cahaya keluar
a : Absorptivitas
b : Ketebalan media
Hukum Beer menyatakan bila seberkas sinar monokromatik dipancarkan melalui
suatu media tembus cahaya, maka laju turunnya intensitas sinar akan berbanding lurus
dengan konsentrasi media.
log

Keterangan :
Po : Intensitas cahaya masuk
Pt : Intensitas cahaya keluar
a : Absorptivitas
c : Konsentrasi media

Po
=a. c
Pt

.(2)

Apabila kedua persamaan (persamaan 1 dan 2), digabungkan maka diperoleh suatu
persamaan yang dikenal sebagai persamaan regresi Lambert-Beer yang dapat ditulis sebagai
berikut :
log

Po
=a. b . c=. b . c= A
Pt

Keterangan :
A : Absorbansi
a : Absorptivitas
b : Ketebalan media
c : Konsentrasi media
: Absoptivitas molar (koefisien absorbsi spesifik untuk konsentrasi 1 mol/dm 3

dan

tebal media 1 cm).


Persamaan regresi Lambert-Beer tersebut dapat dibuat menjadi bentuk persamaan
lainnya, yaitu :
. b. c = A .(i)
. b = Slope (ii)
Dari persamaan (i) dan (ii) dapat digabungkan menjadi :
Slope . c = A

Slope = A/c

Menurut Rohman (2007), metode spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk


menetapkan kadar senyawa obat dalam jumlah yang cukup banyak. Cara untuk menetapkan
kadar sampel adalah dengan menggunakan perbandingan absorbansi sampel dengan
absorbansi baku, atau dengan menggunakan persamaan regresi linier yang menyatakan
hubungan antara konsentrasi baku dengan absorbansinya. Persamaan kurva baku selanjutnya
digunakan untuk menghitung kadar dalam sampel.

Analisis kuantitatif dengan metode spektofotometri UV-Vis dapat digolongkan atas


tiga macam pelaksanaan pekerjaan, yaitu:
a. analisis zat tunggal atau analisis satu komponen
b. analisis kuantitatif campuran dua macam zat atau analisis dua komponen

c. analisis campuran tiga macam zat atau lebih / analisis multi komponen
Jika penetapan kadar atau pengujian menggunakan baku pembanding, lakukan
pengukuran spektrofotometri dengan larutan yang dibuat dari baku pembanding menurut
petunjuk resmi dan larutan yang dibuat dari zat uji. Lakukan pengukuran kedua secepat
mungkin setelah pengukuran pertama menggunakan kuvet dari kondisi pengujian yang sama.
Kuvet atau sel yang dimaksudkan untuk diisi larutan uji dan cairan pelarut, bila diisi dengan
pelarut yang sama, harus sama. Jika tidak harus dilakukan koreksi yang tepat. Toleransi bagi
tebal kuvet yang digunakan adalah lebih kurang 0,005 cm. Kuvet harus dibersihkan dan
diperlakukan dengan hati-hati (Farmakope IV, 1989).

Anda mungkin juga menyukai