Anda di halaman 1dari 5

ACARA V

KESESUAIAN LAHAN DAN PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN


I. TUJUAN
1. Mengetahui pengaruh kesesuaian lahan terhadap produktivitas komoditas
pertanian di sekitar lereng Merapi bagian selatan.
2. Megetahui tingkat kesesuaian lahan untuk suatu komoditas pertanian
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kemampuan lahan berkenaan dengan daya lahan menanggung dampak biofisik.
Kemampuan lahan adalah mutu lahan yang dinilai menurut macam pengelolaan yang
diisyaratkan berdasarkan pertimbangan biofisik untuk mencegah degradasi lahan selama
digunakan. Makin rumit pengelolaan yang diperlukan, kemampuan lahan dinilai makin
rendah untuk bermacam-macam penggunaan yang direncanakan. Lahan yang
berkemampuan lebih besar berkemungkinan rusak lebih kecil pada penggunaan yang
lebih intensif. Kemampuan lahan menjadi kriterium keselamatan lahan (Notohadiprawiro,
2006).
Kesesuaian lahan berkenaan dengan kecocokkan lahan untuk penggunaan khusus
menurut konotasi ekonomi. Mutu lahan ini dinilai menurut pengelolaan khas yang
diperlukan untuk mendapatkan nisbah yang lebih baik antara manfaat yang dapat
diperoleh dan korbanan yang harus diberikan. Makin rumit pengelolaan khas yang
diperlukan, kesesuaian lahan dinilai makin rendah untuk macam penggunaan yang
direncanakan. Kesesuaian lahan menjadi kriteria kemanfaatan lahan. Lahan dibedakan
menjadi wilayah Potensi Tumbuh Segera (PTS), Potensi Tumbuh Masa Depan (PTM),
dan Potensi Tumbuh Rendah (PTR) (Notohadiprawiro, 2006).

Bagan beberapa parameter terhadap kesesuaian lahan, (Isnawan, 2000) :


N
o
1.

2.

3.

4.

5.

Parameter

Media perakaran
a. kedalaman
efektif
b. kelas besar butir
pada zone
perakaran (030cm)

Si
mbol
s

S1

S2

Kelas kesesuaian
S3

N1

>100 cm

>75 cm

>50 cm

>25 cm

Berliat,
berdebu
halus,
berlempung
halus

Berliat,
berdebu
halus dan
kasar,
berlempung
halus

Berliat,
berdebu
halus dan
kasar,
berlempung
halus dan
kasar

Berliat,
berdebu
halus dan
kasar,
berlempung
halus dan
kasar
berpasir
(bukan
kuarsa)

<5%

<25%

<50%

<75%

Tinggi

Tinggi,seda
ng

Reaksi tanah
lapisan atas (0-30
cm) (pH)

6,0-7,0

4,5-7,5

Tinggi,
sedang,
rendah, dan
sangat
rendah
4,0-8,0

Tinggi,
sedang,
rendah, dan
sangat
rendah
3,5-8,5

Toksisitas
a. kejenuhan-Al
b. Kedalaman pirit
Lereng dan keadaan

c. batu-batuan
dipermukaan
tanah
Kesuburan tanah

permukaan tanah

N2

Sala
h
satu
sifat
tida
k
me
men
uhi
syar
at
N1

<80%
>100 cm
<3%

<80%
>75 cm
<3%

<80%
>50 cm
<8%

100%
> 25 cm
<15%

Lahan di Indonesia yang berpotensi untuk pertanian lahan kering maupun lahan
basah cukup luas. Namun lahan tersedia untuk perluasan areal pertanian secara spasial
dan akurat belum banyak diketahui. Perhitungan lahan tersedia dengan cara
membandingkan data potensi lahan hasil pemetaan sumberdaya lahan, dengan data
penggunaan lahan dari Badan Pusat Statistik menunjukkan adanya kekurangakuratan di
lapangan, karena membandingkan dua data yang berbeda, yaitu data spasial dan data
tabular. Sejak beberapa tahun terakhir dengan pesatnya perkembangan teknologi
penginderaan jauh yang didukung oleh kemajuan penyediaan data citra satelit, manfaat
dan peranan data dan teknologi ini perlu dioptimalkan dalam menghitung lahan tersedia
untuk perluasan areal pertanian. Hasil penelitian pewilayahan komoditas dan ketersediaan
lahan pertanian di Sumatera Barat, Riau dan Jambi pada tahun 2002 dengan cara
membandingkan data potensi lahan hasil pemetaan sumberdaya lahan dan data
penggunaan lahan hasil analisis dari citra satelit memberikan gambaran secara spasial
yang lebih akurat untuk perluasan areal pertanian baik untuk tanaman pangan maupun
tanaman tahunan. Cara ini sangat efektif untuk menjawab kebutuhan lahan untuk
perluasan areal pertanian, karena lokasi dari lahan-lahan yang potensial dan tersedia
dapat diketahui lebih akurat sesuai lokasinya (Ritung dan Hidayat, 2007).
Sistem evaluasi lahan yang digunakan di Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Bogor adalah Automated Land
Evaluation System atau ALES. ALES merupakan suatu perangkat lunak yang diisi dengan
batasan sifat tanah yang dikehendaki tanaman dan dapat dimodifikasi sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan tentang evaluasi lahan. ALES mencocokkan antara kualitas
dan sifat-sifat lahan dengan kriteria kelas kesesuaian lahan berdasarkan persyaratan
tumbuh tanaman (Djaenudin et al., 2003).
Kakao merupakan tanaman yang masuk ke dalam keluarga Sterculiaceae.
Tanaman kakao menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Oleh karena itu, tanaman
ini digolongkan ke dalam kelompok tanaman Caulifloris. Tanaman ini diambil buahnya
yang dapat diolah menjadi produk yang disebut coklat (Siregar, 1993).
Daerah utama pertanaman kakao adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah,
tepatnya pada wilayah 180 LU- 150 LS. Daerah-daerah dari selatan Meksiko sampai ke
Bolivia dan Brazil adalah tempat-tempat tanaman kakao tumbuh sebagai tanaman liar.

Tahun 1911 tanaman kakao masuk ke Indonesia. Tanaman kakao berkembang di


Indonesia berkaitan dengan usaha pemuliaan kakao yang pertama kali dimulai di
Indonesia pada tahun 1921. Dr.C.J.J.Van Hall adalah orang yang pertama kali
mengadakan seleksi terhadap pohon induk di Djati Renggo dan Getas. Kedua nama
kebun tersebut digunakan untuk menamakan beberapa klon kakao jenis Criollo yang
sampai saat ini masih digunakan dengan kode DR dan G berbagai nomor. Akan tetapi,
catatan-catatan sejarah memberi petunjuk kuat bahwa kakao telah diperkenalkan di
Indonesia beberapa abad sebelumnya (Siregar, 1993).
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kopi Indonesia adalah masih belum
digunakannya bahan tanam unggul sesuai kondisi lingkungan setempat. Kebiasaan
menggunakan bahan tanam (benih) dari pohon yang berbuah lebat atau bahkan dari benih
sapuan masih banyak dijumpai. Hal ini menyebabkan produktivitas rata-rata per tahun
rendah sebagai akibat tanaman mengalami pembuahan lebat dua tahun sekali (Kramer
and Kozlowski, 1960).
III. METODOLOGI
Praktikum acara V Kesesuaian Lahan dan Pewilayahan Komoditas Pertanian
dilaksanakan di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya
Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Cara kerjanya adalah sebagai berikut, ditentukan lebih dahulu warna untuk
masing-masing kesesuaian lahan (S2, S3, atau N1). Arsirlah peta administrasi empat
kecamatan dengan pensil warna, disesuaikan dengan kesesuaian lahan untuk komoditas
kopi arabika, kopi robusta, vanili, teh, dan kakao sebagaimana pada lampiran Tabel 5.
Buatlah pewilayahan tanaman perkebunan di empat kecamatan tersebut (berdasarkan
lampiran tabel dan persyaratan penggunaan lahan untuk masing-masing komoditas), pada
tiap Satuan Peta Tanah (SPT).

DAFTAR PUSTAKA
Djaenudin, D., M. H. Subagyo, dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis untuk Komoditas
Pertanian Edisi Pertama tahun 2003 ISBN 979-9474-25-6. Balai Penelitian Tanah,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Isnawan, B. H. 2000. Harga harian komoditi. Jurnal Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah 6 (2) : 25-30.
Kramer, P. J. and T. T. Kozlowski. 1960. Physiology of Trees. Tata mc. Graw Hill Book
Co., Inc., New York Toronto-London.
Notohadiprawiro, T. 2006. Pertanian dalam Konteks Tataguna
<http://soil.faperta.ugm.ac.id/tj/pdf>. Diakses tanggal 7 April 2008.

Lahan.

Ritung, S. dan A. Hidayat. 2007. Potensi dan ketersediaan lahan untuk pengembangan
pertanian melalui pendekatan citra satelit. Jurnal Sumber Daya Lahan Pertanian V
(5) : 20-22.
Siregar, T. 1993. Budidaya, Pengolahan, Dan Pemasaran Cokelat. Penebar Swadaya,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai