Anda di halaman 1dari 7

BAB III

Jenis Sediaan
Jenis sediaan tumbuhan obat yang paling populer di kalangan masyarakat
selama ini adalah bentuk seduhan atau rebusan. Umumnya bentuk ini
dimaksudkan untuk langsung diminum. Selain itu sebenarnya masih banyak
sediaan-sediaan lain yang digunakan untuk mempersiapkan sediaan suatu
ramuan, baik untuk pengguna-an obat luar maupun diminum sebagai obat dalam.
Secara skematis, bentuk sediaan ini bisa digambarkan sebagai berikut:

Infusa dan Dekokta

Adalah proses penyarian bahan alam menggunakan pelarut air, dengan cara
direbus selama 15 menit (infusa) atau 30 menit (dekokta), di mana waktu
mu-lai dihitung saat suhu telah mencapai 90C.

Jika tidak dinyatakan lain (bahan yang akan disari bukan berupa obat keras),
maka untuk setiap 100 bagian air digunakan 10 bagian simplisia (kadar
10%).

Menurut Farmakope, proses infusa boleh dianggap sama dengan proses


penye-duhan (pada pengertian awam), karena walaupun caranya dengan
direbus selama 15 menit, namun cara merebusnya tidak langsung di atas
api bebas, yaitu dilakukan dengan menggunakan penangas air, sehingga
suhu infusa tidak mungkin bisa lebih dari 90C. Sedang proses dekokta
(yang lama pemanasan-nya berlangsung selama 30 menit), bisa dianggap
sama dengan proses perebus-an (pada pengertian awam).

Beberapa simplisia memiliki ketentuan khusus dalam masalah perbandingan


bahan terhadap airnya (berdasarkan daftar yang dimuat dalam Farmakope
Belanda, antara lain :
Daun digitalis

0,5%

Rempah-rempah Indonesia

5 %

KulitKina

6 %

Daun Kumis kucing

0,5%

Bunga Arnica

4 %

Kulit akar Ipecacuanha

0,5%

Daun Sena

4 %

Akar Senega

4 %

Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian yang dilakukan tanpa pemanasan


(penyarian dingin), dengan cara merendam bahan dalam penyari yang cocok
selama 24 jam sambil sesekali dilakukan pengadukan. Bahan penyari yang
lazim adalah alkohol 70-90%.

Sedangkan hasil "sari" yang diperoleh menurut istilah Farmakope disebut sebagai : Extract, yaitu apabila kandungan sarinya cukup pekat, dan Tinctura,

yaitu kandungan sarinya relatif lebih encer beberapa kali

Berdasar atas konsistensi (derajad kekentalannya), ekstrak dapat dibagi


menja-di tiga kelompok, yaitu :
(1) ekstrak cair, yaitu apabila berupa cairan, diperoleh langsung dari hasil
penyarian,
(2) ekstrak kental, yaitu apabila ekstrak cair dipekatkan, yaitu dengan jalan
menguapkan sebagian dari penyari, sehingga diperoleh massa yang
kental (lebih pekat), dan
(3) ekstrak kering, yaitu apabila ekstrak cair atau ekstrak kental diuapkan
sampai menjadi kering, sehingga bisa diserbuk.

Bagi masyarakat awam, baik ekstrak (cair, kental, dan kering) maupun
tingtur, keduanya disebut sebagai "sari", bahkan bahan yang diperoleh
dengan jalan diperaspun disebut pula sebagai "sari" (misalnya sari buah).

Perkolasi

adalah proses penyarian yang dilaknkan dengan cara


merendam bahan dalam alat penyari berupa tabung yang
dilengkapi keran di bagian bawah (disebut perkolator),
menggunakan penyari yang cocok selama semalam,
kemudian setelah direndam, dialirkan lewat keran secara
bertetes-tetes, sambil selalu dijaga agar bahan yang disari
selalu berada dalam keadaan terendam, yaitu dengan jalan

Perkolator skala
laboratorium

menambahkan pelarut baru lewat mulut tabung bagian atas.

Penyarian dianggap sudah selesai apabila tetesan yang keluar tidak lagi
berwarna atau bening, atau bisa dilakukan uji se-

kedarnya baik secara mikrokimiawi maupun analisis kromatografi.

Contoh lain bentuk perkolator yang telah dimodifikasi

Herba Teh:
Sediaan berupa simplisia yang diserbuk tidak terlalu halus, dalam sebuah
kemasan berupa kertas tembus saring, ditujukan untuk dicelup dalam air
mendidih yang sudah diangkat. Cara penyiapan seperti halnya teh celup
Seduh

Paling populer digunakan dalam cara penyajian obat tradisional

Adalah cara penyediaan obat tradisional dengan jalan menyiram bahan obat
dengan air mendidih, setelah dibiarkan beberapa saat, yaitu agak dingin,
bam diminum

Cara ini dalam bahasa Jawa disebut di -"COM"

Dalam proses ini, penyarian kandungan aktif akan terjadi selama bahan
jamu kontak dengan air panas, sampai airnya dingin.

Namun pada hakekatnya, terjadi atau tidaknya proses penyarian tidaklah


terlalu dipentingkan, karena umumnya sediaan ini akhirnya akan.diminum
bersama ampasnya.

Pipisan, Pilis, Bobok, Tapel, Parem, Bedak, dan Lulur


Jenis sediaan ini umumnya digunakan untuk obat luar,
yaitu dengan cara ditempelkan dan atau dioleskan pada
daerah kulit ataupun untuk sekujur tubuh.
Sementara

untuk

pemakaian

obat

dalam,

maksud

pengertian dipipis iru artinya adalah dilumatkan. Pipisan,


bobok, tapel, dan pilis umumnya digunakan dalam

keadaan segar dan dipersiapkan pada saat itu juga (recentur paratus),
sedangkan yang lain (parem, bedak, lulur) dapat dipersiapkan dalam bentuk
kering dan dapat disimpan, sehingga saat akan dipakai tinggal dilarutkan dalam
air atau pelarut yang sesuai (untuk parem, bedak dingin dan lulur) atau langsung
digunakan tanpa tambahan pelarut apapun (misalnya bedak)

Cara penyiapan :

Pipisan, bobok dan pilis

Menggunakan bahan segar, yang digilas dengan penggilas terbuat dari


bahan batu atau kayu berbentuk silinder, pada suatu alas datar yang juga
terbuat dari bahan batu atau kayu, sehingga akan diperoleh suatu bentuk
massa yang lembek.

Penggunaannya adalah dengan cara ditempelkan di bagian yang sakit


(umumnya di kening), dibiarkan menempel sedemikian rupa, sampai
tempelan terse-but rontok dengan sendirinya.

Parem, Bedak dan Lulur

Racikan dibuat dari bahan kering, dan diserbuk dengan derajad kehalusan
tertentu (yaitu dengan jalan diayak), kemudian dikemas sesuai dengan
bentuk yang dikehendaki, bisa bentuk serbuk halus (bedak) atau dalam
bentuk pellet yang telah dikeringkan (parem, bedak dingin dan lulur).

Kadang-kadang

juga

dikemas

dalam

botol

berbentuk

suspensi

menggunakan pelarut yang cocok (untuk parem dan lulur).

Cekok:

Cekok dipersiapkan selalu dari bahan yang segar,

menggunakan alat pelumat seperti pada pembuatan pilis,

setelah diperoleh massa yang lembek, lalu dibungkus sapu tangan atau kain
kasa (yang berfungsi sebagai penyaring).

Selanjutnya diperas sampai cairannya menetes dan langsung diteteskan


pada mulut pasien yang bersangkutan.

Pasien yang dicekok umumnya adalah bayi (balita), dengan tujuan

- untuk merangsang nafsu makan,


- memudahkan tidur,
- membikin bayi tidak rewel, atau
- untuk mengantisipasi timbulnya demam akibat si bayi mengalami
perubahan fase pertumbuhan, misalnya:
dari fase telentang tengkurap,
dari fase merangkak berjalan, dan seterusnya).

Shampoo
Shampoo londho merang:
Dibuat dari batang atau tangkai padi (Oryza sativa L.).
Caranya adalah dengan membakar tangkai padi hingga menjadi abu, kemudian
abu tersebut direndam dalam air selama semalam, lalu airnya digunakan untuk
keramas.

Shampoo lidah buaya:


Dibuat dari daging daun lidah buaya (Aloe vera L.). Caranya adalah dengan
mengoleskan daging daun tersebut ke seluruh bagian rambut, dibiarkan
beberapa saat sampai rambut agak mengering, baru kemudian dibilas dengan air
sampai rambut tidak lagi terasa licin.

Shampoo batang pisang:


Dibuat dari pangkal batang pisang (Musa paradisiaca L. atau Musa Sp.).
Caranya adalah dengan menebang batang pisang yang telah dipanen buahnya,
ke-mudian bagian tengah dibuat lubang, dibiarkan semalam, sampai lubang
tersebut terisi cairan bening. Cairan diambil dan dioleskan ke seluruh bagian
rambut, dibiarkan beberapa saat sampai agak mengering, baru dibilas dengan
air.

Shampoo berupa rebusan daun :


Bahan yang dipakai bisa dipilih salah satu di antaranya :
Daun Urang-aring

{Eclipta alba L.)

Daun Mangkokan

(Nothopanax scutellarium Merr.)

Daun Gardenia

(Gardenia grandiflora Lour.)

Daun Waru

(Hibiscus tiliaceus L.)

Daun Bandotan

(Ageratum conyzoides L.)

Obat Kompres

Sediaan kompres dimaksudkan untuk membersihkan luka dan mencegah


terjadinya infeksi pada daerah luka yang akan dikompres.

Umumnya simplisia yang dipakai adalah simplisia yang mengandung bahan


antiseptik atau pembunuh bakteri, seperti fenol-fenol (pada sirih), atau
kadang-kadang

juga

dicampur

dengan

simplisia

yang

mengandung

analgetikum seperti eugenol (pada bunga cengkeh).

Caranya
cukup merendam bagian yang akan dikompres dengan air yang masih
hangat dari rebusan simplisia atau menggunakan air rebusan yang lebih
panas sejauh mana kulit bisa menahan rasa panasnya.

Perendaman berlangsung selama - jam atau direndam sampai air


menjadi dingin, sambil sesekali dibersihkan menggunakan kapas basah.

Setelah selesai dikompres, bagian yang luka dibalut dengan verban supaya
terlindung dari infeksi bakteri atau kotoran lain.

Anda mungkin juga menyukai