Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap perusahaan didirikan dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, baik itu perusahaan kecil, menengah hingga perusahaan besar. Dalam
usaha mencapai tujuannya, maka setiap perusahaan senantiasa berusaha untuk
meningkatkan efektivitas maupun efisiensi kerjanya.
Menurut Badan Pusat Statistik, Indonesia merupakan negara berkembang yang
memiliki banyak potensi ekonomi. Sehingga banyak terdapat industri-industri dari
berbagai sektor terdapat di Indonesia. Banyak investor-investor asing yang
menanamkan modalnya di Indonesia. Begitu banyak juga perusahaan yang akan
melakukan berbagai transaksi di Indonesia. Atas dasar tersebut akan timbul
kewajiban-kewajiban di bidang perpajakan, mulai dari mendaftarkan usaha,
menghitung pajak terhutang, melaporkan pajak serta kewajiban membuat faktur pajak
bagi perusahaan.
PT Perkebunan Nusantara VII Bandar Lampung merupakan perusahaan yang
bergerak di bidang perkebunan yang memilki fungsi ganda terpadu yaitu sebagai satu

kesatuan usaha ekonomi yang mengharuskan untuk mempertahankan dan


mengembangkan kelangsungan hidup perusahaan. PT Perkebunan Nusantara VII
bergerak di bidang usaha agribisnis perkebunan dengan komoditas karet, kelapa
sawit, teh, dan tebu. Usaha ditumbuhkan dengan jalan mengembangkan operasi
berbasis bisnis inti yang mengarah ke integrasi vertikal.
PT Perkebunan Nusantara VII Bandar Lampung dalam meningkatkan usahanya telah
membentuk kantor-kantor unit usaha yang telah tersebar di tiga provinsi, yaitu
Lampung (10 unit), Sumatera Selatan (14 unit) dan Bengkulu (3 unit).
Faktur Pajak adalah sebuah dokumen yang sangat penting untuk penjual karena
merupakan bukti otetik telah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari pihak
pembeli. Sedangkan bagi pembeli, dengan adanya faktur pajak maka PKP dapat
mengkreditkan atau mengurangi PPN yang harus dibayar.
Namun faktur pajak dapat menyebabkan terjadinya lebih bayar jika faktur pajak
pembelian (CFP Masukan) lebih tinggi dari pada faktur pajak penjualan (CFP
Keluaran) dan dapat diminta kembali dalam bentuk uang ke negara (restitusi) atau
dikompensasi untuk membayar kewajiban pajak masa berikutnya oleh Pengusaha
Kena Pajak.
Untuk menanggulangi terjadinya praktek faktur pajak fiktif, pada tahun 2014
Direktorat Jendral Pajak membuat E-Tax Invoice (e-Faktur) yaitu sebuah aplikasi
elektronik yang ditentukan dan telah disediakan oleh Direktorat Jendral Pajak yang
digunakan untuk membuat faktur pajak.

Dalam melaksanakan produksinya, PT Perkebunan Nusantara VII Bandar Lampung


memerlukan barang/jasa guna menunjang produktivitasnya dan meningkatkan hasil
produksi yang maksimal. Oleh karena itu, setiap fungsi yang terkait memilki tugas
dan tanggung jawabnya masing-masing, dari menentukan pemasok yang dipilih
dalam pengadaan barang/jasa, hingga melaporkan Faktur Pajak. Dengan demikian
transaksi perusahaan dan pemasok dapat berjalan dengan baik bagi pihak intern dan
ekstern.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui dan memahami
penerapan aplikasi e-Faktur dalam penerbitan faktur pajak pada perusahaan PT
Perkebunan Nusantara VII Bandar Lampung. Oleh sebab itu, pada laporan akhir ini
penulis mengambil judul PENERAPAN APLIKASI E-FAKTUR DALAM
PENERBITAN FAKTUR PAJAK PADA PERUSAHAAN PT PERKEBUNAN
NUSANTARA VII BANDAR LAMPUNG.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis akan merumuskan masalah yaitu:
1. Bagaimana penerbitan faktur pajak sebelum dan sesudah menggunakan
aplikasi e-Faktur pada PT Perkebunan Nusantara VII Bandar Lampung?
2. Apakah penerapan aplikasi e-Faktur dalam penerbitan faktur pajak pada PT
Perkebunan Nusantara VII Bandar Lampung sudah berjalan dengan baik dan
sesuai?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan, maka penelitian ini mempunyai tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk

mengetahui

penerbitan

faktur

pajak

sebelum

dan

sesudah

menggunakan aplikasi e-Faktur pada PT Perkebunan Nusantara VII Bandar


Lampung.
2. Untuk mengidentifikasi apakah penerapan aplikasi e-Faktur dalam penerbitan
faktur pajak pada PT Perkebunan Nusantara VII Bandar Lampung sudah
berjalan dengan baik dan sesuai.
1.4 Manfaat Penelitian:
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1

Bagi Perusahaan

Sebagai sumbangan pemikiran bagi perusahaan dalam menerbitkan faktur pajak


dengan menggunakan e-Faktur.
1.4.2

Bagi Pembaca

Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pembaca sehingga pembaca dapat
pengetahuan mengenai penerbitan faktur pajak dengan menggunakan e-Faktur.
1.4.3

Bagi Penulis

Agar dapat memberi tambahan pengetahuan dan pengalaman tentang penerbitan


faktur pajak dengan menggunakan e-Faktur dan untuk membandingkan pelajaran
yang telah dipelajari di bangku kuliah dengan praktek di perusahaan.

1.4.4

Bagi Perguruan Tinggi

Dapat menambah mitra kerja dalam bentuk kerja sama dengan berbagai instansi
perusahaan dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pajak


Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga
dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut
berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan
jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No.28 Tahun
2007 pasal 1 ayat 1:
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
2.2 Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber
pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran

pembangunan. Berdasarkan hal di atas maka pajak mempunyai beberapa fungsi,


yaitu:

Fungsi Anggaran (budgetair)


Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara
dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat
diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk
pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan
lain sebagainya.
Untuk pembiayaan

pembangunan,

uang

dikeluarkan

dari

tabungan

pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.


Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai
kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini

terutama diharapkan dari sektor pajak.


Fungsi Mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan
pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal,
baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas
keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri,
pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana unutk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur

peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang

efektif dan efisien.


Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.

2.3 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Menurut Penjelasan atas UU No. 42 Tahun 2009, Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa yang dikenakan secara bertingkat disetiap
jalur produksi dan distribusi.
Dalam buku, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha.
b. Impor Barang Kena Pajak.
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha.
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean.
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean.
f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
2.4 Pengertian Faktur Pajak
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP) karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena

Pajak (JKP) atau oleh Ditjen Bea dan Cukai karena import BKP. Faktur pajak wajib
dibuat oleh setiap perusahaan kena pajak, karena terdapat beberapa fungsi penting
yaitu:
1. Bukti pungutan bagi Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak.
2. Sebagai bukti pembayaran PPN yang dilakukan oleh pembeli Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak.
3. Sebagai sarana mengkreditkan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang
membeli Barang Kena Pajak.
4. Bukti pungutan Pajak (PPN atau PPnBM) karena impor BKP yang digunakan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Meihat dari fungsinya, sebagai pengurang jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
yang seharusnya disetor oleh Penjual Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak
(JKP), Faktur Pajak banyak disalahgunakan, diantaranya adalah Penerbitan Faktur
Pajak oleh Wajib Pajak non Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang tidak berhak
menerbitkan, faktur pajak fiktif, faktur pajak ganda, dan sebagainya. Banyak pihak
yang dirugikan oleh penyalahgunaan Faktur Pajak itu, maka untuk mengatasi
penyalahgunaan Faktur Pajak tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meluncurkan
elektronik faktur pajak.
Terhitung 1 April 2013, Peraturan Direktur Jendral Pajak yang terbaru akan mulai
berlaku. PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan,

10

Prosedur Pemberitahuan, dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau


Penggantian dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak memuat beberapa perubahan
yang mendasar di bidang Pajak Pertambahan Nilai, terutama terkait dengan tata cara
pemberian nomor seri faktur pajak. Dengan berlakunya peraturan ini, Nomor Seri
Faktur Pajak tidak lagi menjadi domain Wajib Pajak, karena penomoran faktur pajak
akan dilakukan secara sentralisasi oleh Direktorat Jendral Pajak.
Sebelum Pengusaha Kena Pajak dapat memperoleh Nomor Seri Faktur Pajak, terlebih
dahulu Pengusaha Kena Pajak mengajukan permohonan Kode Aktivasi dan Password
secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Pengusaha Kena Pajak tersebut
dikukuhkan. Kode Aktivasi dan Password akan diberikan oleh Direktorat Jendral
Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak yang telah memenuhi syarat, sebagai berikut:
1. Pengusaha Kena Pajak telah dilakukan Registrasi Ulang Pengusaha Kena
Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP terdaftar berdasarkan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-05/PJ/2012 dan perubahannya
dan laporan hasil registrasi ulang verifikasi menyatakan PKP tetap
dikukuhkan; atau
2. Pengusaha Kena Pajak telah dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan
Menteri

Keuangan

Nomor

73/PMK.03/2012

tentang

Jangka

Waktu

Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran,


Pemberian, dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan
dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

11

Apabila Pengusaha Kena Pajak memenuhi syarat tersebut di atas, Kantor Pelayanan
Pajak akan menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi, yang kemudian dikirm
melalui pos dan amplop tertutup ke alamat Pengusaha Kena Pajak. Kantor Pelayanan
Pajak kemudian mengirimkan password melalui surat elektronik (email) ke alamat
email Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan yang dicantumkan dalam surat
permohonan Kode Aktivasi dan Password tersebut. Apabila Pengusaha Kena Pajak
perlu memastikan agar seluruh poin dalam permohonan di isi secara lengkap dan
benar. Apabila Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tidak
akan diberikan Kode Aktivasi dan Password.
Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi syarat dan/atau karena sesuatu hal surat
pemberitahuan Kode Aktivasi dan surat pemberitahan penolakan tidak diterima oleh
PKP dan kembali pos, Kantor Pelayanan Pajak akan memberitahukan informasi
tersebut melalui surat elektronik (email) ke alamat PKP yang dicantumkan dalam
surat permohonan Kode Aktivasi dan Password. Pengusaha Kena Pajak yang tidak
memenuhi syarat dapat mengajukan permohonan kode aktivasi kembali setelah
memenuhi syarat di atas dan/atau telah menyampaikan surat pemberitahuan
perubahan alamat ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan prosedur pemberitahuan
perubahan alamat.
Setelah Pengusaha Kena Pajak memperoleh Kode Aktivasi dan Password, barulah
Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permintaan Penerbitan Nomor Seri Faktur
Pajak dengan syarat Pengusaha Kena Pajak telah melaporkan SPT masa PPN untuk 3
masa pajak terakhir yang telah jatuh tempo, secara berturut-turut pada tanggal

12

permintaan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak. Terhadap Pengusaha Kena Pajak


yang tidak memenuhi syarat tersebut tidak akan diberikan Nomor Seri Faktur Pajak.
Dengan berlakunya terhitung mulai tanggal 1 April 2013 seluruh Pengusaha Kena
Pajak wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak. Sedangkan
Permohonan Kode Aktivasi dan Password dan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak
dapat diajukan oleh PKP mulai tanggal 1 Maret 2013.
2.4.1 Kewajiban Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik
Berdasarkan Keputusan Direktorat Jendral Pajak No.136/PJ/2014 Tentang Penetapan
Pengusaha Kena Pajak Yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk
Elektronik, yang berisi:
1. Per 1 Juli 2014 untuk 100 Pengusaha Kena Pajak LTO dan Madya
2. Per 1 Juli 2015 untuk Pengusaha Kena Pajak Jawa dan Bali.
3. Per 1 Juli 2016 untuk PKP nasional.
Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak tersebut wajib membuat e-Faktur.
Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor Per-16/PJ/2014 tentang Tata
Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik adalah:
1. e-Faktur harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.

13

b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak.
c. Jenis Barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan
d.
e.
f.
g.

harga.
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut.
Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

2. e-Faktur dibuat dengan menggunakan mata uang Rupiah.


3. Bentuk e-Faktur adalah berupa dokumen elektronik Faktur Pajak, yang merupakan
hasil keluaran (output) dari aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau
disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
4. e-Faktur wajib dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Direktorat Jenderal Pajak
dengan cara diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan memperoleh
persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.

14

BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Sumber Data
Data-data tersebut terkumpul melalui:
a. Wawancara
Pengumpulan data yang digunakan dengan cara wawancara dengan pihak
perusahaan khususnya yang berkaitan dengan prosedur perpajakan.
b. Dokumentasi

15

Penelitian dilakukan dengan mempelajari dan meminta data dari pihak


perusahaan yang berkaitan dengan judul penelitian.
c. Observasi
Pengamatan secara langsung terhadap kegiatan yang ada untuk memperoleh
gambaran secara menyeluruh.

3.2 Metode Pengumpulan Data


3.2.1 Penelitian Kepustakaan
Penulis mengumpulkan data dan keterangan yang di perlukan dengan cara
mempelajar literatur-literatur, dan sumber pustaka lainnya yang erat berhubungan
dengan penulisan laporan akhir ini.
3.2.2 Penelitian Lapangan
Penelitian ini dilakukan penulis pada saat Praktek Kerja Lapangan di Perusahaan PT
PERKEBUNAN NUSANTARA VII Bandar Lampung di bagian akuntansi dari
tanggal 07 Juli sampai dengan 04 September 2015 atau selama dua bulan yang
bertujuan untuk melihat langsung dengan penerapan aplikasi e-Faktur dalam
penerbitan faktur pajak dan mengumpulkan data yang berkaitan erat dengan
penulisan laporan akhir ini.
3.3 Gambaran Umum Perusahaan

16

3.3.1 Sejarah PT Perkebunan Nusantara VII


PT Perkebunan Nusantara VII merupakan salah satu anak perusahaan dari PT
Perkebunan Nusantara III (Persero) di sektor perkebunan. Kantor berlokasi di Bandar
Lampung, Provinsi Lampung, yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996 dan Akte Notaris Harun Kamil, SH
No.40 tanggal 11 Maret 1996. PTPN VII merupakan penggabungan dari PT
Perkebunan X, PT Perkebunan XXXI, Proyek Pengembangan PT Perkebunan XI di
Kabupaten Lahat dan Proyek Pengembangan PT Perkebunan XXIII di Provinsi
Bengkulu.
Akte Pendirian Perushaan oleh Notaris Harun Kamil, SH tersebut telah diubah
dengan Akte Nomor 08 tanggal 11 Oktober 2002 oleh Notaris Sri Rahayu Hadi
Prasetyo, SH, dan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM RI dengan Surat
Nomor C-20863 HT.01.04 tahun 2002 tanggal 25 Oktober 2002. Akte pendirian
tersebut di atas kemudian diubah dengan Akte Nomor 34 tanggal 13 Agustus 2008,
oleh Notaris Nur Muhammad Dipo Nusantara Pua Upa, SH, dan telah disahkan oleh
Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU55963.AH.01.02. Tahun 2008 dan dengan adanya perubahan pasal 11 ayat (12) yang
dituangkan dalam Akta Nomor 11 tanggal 14 September 2009, disahkan oleh Menteri
Hukum dan Hak Azazi Manusia Republik Idonesia Nomor AHU-AH.01.10 18412
tanggal 22 Oktober 2009. Penggabungan sejumlah perkebunan ke dalam PT
Perkebunan Nusantara VII memberikan catatan sejarah tersendiri. Sebelum
bergabung menjadi PT Perkebunan Nusantara VII, PT Perkebunan X adalah sebuah
anak perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dengan wilayah kerja di

17

Provinsi Lampung dan Sumatera Selatan. PT Perkebunan X bermula dari sebuah


perusahaan perkebunan milik Belanda yang terletak di Sumatera Selatan dan
Lampung. Melalui proses nasionalisasi, perkebunan tersebut diambil alih oleh
Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1957. Perusahaan ini juga telah berjalan
mengikuti berbagai bentuk kebijakan pemerintah di bidang reorganisasi dan
restrukturisasi perusahaan sebelum akhirnya menjadi sebuah Perseroan Terbatas pada
tahun 1980.
Perjalanan sejarah PT Perkebunan XXXI baru mulai terukir menyusul kebijakan
pemerintah dalam pengembangan industri gula di luar Jawa pada tahun 1978.
Perusahaan perkebunan ini pada awalnya merupakan proyek pengembangan PT
Perkebunan XXI XXII yang berkantor pusat di Surabaya. Pada tahun 1989
perusahaan ini ditetapkan menjadi badan usaha sendiri dengan nama PT Perkebunan
XXXI dengan kantor pusat di Palembang, Sumatera Selatan.
Sementara itu Proyek Pengembangan PT Perkebunan XI di Kabupaten Lahat,
Sumatera Selatan yang berkantor pusat di Jakarta dan Proyek Pengembangan PT
Perkebunan XXIII Bengkulu yang berkantor pusat di Surabaya merupakan Proyek
Perkebunan Inti Rakyat sejak tahun 1980-an. Rentang kendali yang cukup jauh ini
menyebabkan rendahnya efisiensi pengelolaan proyek, selain beratnya kondisi
topografi yang mengakibatkan tingginya biaya eksploitasi proyek, yang pada
gilirannya membuat pengelolaan proyek berjalan kurang optimal.

18

Saat ini, wilayah kerja Perseroan meliputi 3 (tiga) Provinsi yang terdiri dari 10 Unit
di Provinsi Lampung, 10 Unit Usaha di Provinsi Sumatera Selatan, dan 5 Unit di
Provinsi Bengkulu. Sejak awal, PT Perkebunan Nusantara VII didirikan untuk ambil
bagian dalam melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan Pembangunan
Nasional pada umumnya serta sub-sektor perkebunan pada khususnya. Ini semua
bertujuan untuk menjalankan usaha di bidang agribisnis dan agroindustri, serta
optimalisasi pemanfaatan sumber daya untuk menghasilkan barang dan/atau jasa yang
bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan/mengejar keuntungan
3.3.2 Bidang Usaha
PT Perkebunan Nusantara VII bergerak di bidang usaha agribisnis perkebunan
dengan komoditi karet, kelapa sawit, teh, dan tebu. Usaha ditumbuhkan untuk
mengembangkan operasi berbasis bisnis yang mengarah ke integrasi vertikal.
Kebun yang dikelola tersebut meliputi kebun karet, kelapa sawi, teh, dan tebu.
Kecuali teh, kebun tersebut dikelola dengan menggunakan akema inti-plasma.
Dengan skema ini, PT Perkebunan Nusantara memiliki kebun inti, sedangkan
masyarakat ikut berpartisipasi memiliki dan mengelola kebun plasma.
3.3.3 Visi dan Misi Perusahaan
Visi:
PT Perkebunan Nusantara VII menjadi perusahaan agribisnis berbasis karet, kelapa
sawit, teh, dan tebu yang tangguh serta berkarakter global.

19

Tangguh:
Memiliki daya saing prima, melalui peningkatan produktivitas, mutu, skala ekonomi
usaha dan dukungan industri hilir.
Karakter Global:
Mempunyai karakteristik perusahaan berkelas dunia dengan proses bisnis dan kinerja
yang prima serta menghasilkan produk yang berstandar internasional.

Misi:
1. Menjalankan usaha perkebunan karet, kelapa sawit, teh, dan tebu dengan
menggunakan teknologi budidaya dan proses pengolahan yang efektif serta
ramah lingkungan.
2. Mengembangkan usaha industri yang terintegrasi dengan bisnis inti (karet,
kelapa sawit, teh dan tebu) dengan menggunakan teknologi terbarukan.
3. Mengembangkan sumber daya manusia yang berbasis kompetensi.
4. Membangun tata kelola usaha yang efektif.
5. Memelihara keseimbangan kepentingan stakeholders untuk mewujudkan daya
saing guna menumbuh-kembangkan perusahaan.
3.3.4 Tujuan Perusahaan
Sesuai dengan Akte Perusahaan, tujuan dari Perusahaan yang akan dicapai dalam
lima tahun ke depan adalah:

20

Melaksanakan pembangunan dan pengembangan agribisnis sektor perkebunan


sesuai prinsip perusahaan yang sehat, kuat dan tumbuh berkesinambungan

dalam skala usaha yang ekonomis.


Menjadi perusahaan yang berkemampulabaan, makmur dan berkelanjutan,
sehingga dapat berperan lebih jauh dalam akselerasi pembangunan regional
dan nasional.

3.3.5 Struktur Organisasi Perusahaan


Untuk mencapai tujuan perusahaan serta untuk mengelola lapangan perusahaan maka
perlu adanya pembagian bidang-bidang atau sub-sub bagian dalam organisasi
perusahaan secara tepat agar pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk
masing-masing sub bagian terlihat jelas, sehingga akan membantu suatu sistem
manajemen yang baik serta memudahkan manajemen dalam mengkoordinir kegiatan
setiap sub bagian. Dengan adanya struktur organisasi secara tidak langsung telah
terdapat pembagian tugas wewenang yang jelas dan tegas dalam pelaksanaannya.
Adapun tujuan struktur organisasi dibentuk adalah:
1. Agar setiap karyawan mengetahui tugas dan wewenang serta tanggung jawab
yang harus dijalankan.
2. Untuk memudahkan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan yang sesuai
dengan bidangnya masing-masing.

21

Wilayah kerja PT Perkebunan Nusantara VII tersebar di tiga provinsi yang terdiri atas
6 Distrik dengan 25 Unit. Masing-masing distrik dikepalai General Manager dan
masing-masing Unit dikepalai Manajer Unit. Secara struktural Direksi membawahi
General Manager dan Manajer Unit. Organisasi di kantor pusat terdiri atas 13 bagian
yang masing-masing dikepalai seorang Kepala Bagian.
Berikut fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang ada pada PT Perkebunan
Nusantara VII adalah:

1. Direktur Utama
2. Direktur Produksi
3. Direktur Sumber Daya Manusia & Umum
4. Direktur Keuangan
5. Direktur Perencanaan dan Pengembangan
6. Bagian Satuan Pengawasan Intern
7. Bagian Tanaman
8. Bagian Teknik dan Pengolahan
9. Bagian Sumber Daya Manusia
10. Bagian Hukum dan Regulasi
11. Bagian Umum dan PKBL
12. Bagian Keuangan
13. Bagian Akuntansi
14. Bagian Logistik
15. Bagian Pemasaran
16. Bagian Pengkajian dan Pengembangan
17. Bagian Teknologi Informasi, Komunikasi & Kooporate
18. Sekretariat Perusahaan
3.4 Tempat dan Waktu Praktik Kerja Lapangan
1. Tempat PKL
: PT Perkebunan Nusantara VII Bandar Lampung
2. Waktu PKL
: Dimulai dari tanggal 07 Juli 2015 sampai dengan
Tanggal 04 September 2015

22

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Berdasarkan Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2012 Pasal 1 menyatakan bahwa
yang wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pengusaha Kena
Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak /Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN
tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak. Permohonan Wajib Pajak untuk dapat dikukuhkan sebagai
PKP, dilakukan oleh Wajib Pajak dengan alasan sebagai berikut:

Peredaran usaha Wajib Pajak telah melebihi batasan dari pengusaha kecil.
Persyaratan untuk dapat melakukan transaksi, baik kepada bendaharawan

pemerintah maupun PKP lainnya sebagai wajib pungut.


Agar mendapat hak untuk membuat Faktur Pajak dan dapat mengkreditkan
Pajak Masukan.

23

Dalam rangka mengukuhkan PKP dilakukan terhadap WP orang pribadi sebagai


Pengusaha, dan/atau WP orang pribadi dan badan sebagai Pengusaha, sesuai hasil
kegiatan ekstensifikasi yang dilakukan secara massal, yang berdasarkan data dan
informasi menunjukkan telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai
Pengusaha Kena Pajak.Verifikasi dalam rangka pengukuhan PKP ini dilakukan untuk
menentukan kebenaran pemenuhan persyaratan subjektif dan objektif sebagai PKP.
Dengan demikian terdapat dua kegiatan yang dicakup dalam verifikasi untuk
mengukuhkan PKP ini yaitu pengujian pemenuhan persyaratan subjektif dan
pengujian pemenuhan persyaratan objektif.
Pengujian pemenuhan persyaratan subjektif meliputi:
1. Pengujian atas kelengkapan dokumen terkait dengan identitas Pengusaha,
antara lain KTP Pengusaha, KTP Pengurus, akta pendirian, dan surat
keterangan domisili
2. Pengujian atas kebenaran status Pengusaha, kebenaran alamat Pengusaha, dan
kebenaran keberadaan Pengusaha yang bersangkutan di alamat tersebut,
antara lain peta lokasi kegiatan usaha, dan foto tempat kegiatan usaha.
Sementara itu, pemenuhan persyaratan objektif meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. Pengujian atas kelengkapan dokumen izin kegiatan usaha sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, misalnya surat izin usaha perdagangan dan surat izin
usaha jasa konstruksi
2. Pengujian terhadap kesesuaian antara dokumen izin kegiatan usaha dengan
kegiatan usaha yang dilakukan untuk memperoleh informasi antara lain
mengenai gambaran kegiatan usaha, data peredaran usaha, dan daftar harta di
tempat kegiatan usaha.

24

4.2 Penerbitan Faktur Pajak Sebelum Menggunakan Aplikasi e-Faktur dan


Sesudah Menggunakan e-Faktur.
4.2.1 Penerbitan Sebelum Menggunakan e-Faktur
Berikut merupakan langkah sebelum menggunakan e-faktur adalah sebagai berikut:

Adanya Kontrak
Penjualan

Pembayaran

Penjualan

Diterbitkan Faktur
Pajak

Contoh Faktur Pajak Manual

Diterbitkan DD

25

Ketentuan sebelum menggunakan e-Faktur atau Faktur Pajak Kertas sebagai berikut:

26

1. Format/Lay Out
Bebas tidak ditentukan dan dapat mengikuti contoh di lampiran PER-24/PJ/2012.
2. Tanda Tangan
Tanda tangan basah diatas Faktur Pajak Kertas.
3. Bentuk dan Lembar
Diwajibkan berbentuk kertas dan jumlah lembar diatur.
4. PKP yang membuat
Yang membuat adalah seluruh PKP
5. Jenis Transaksi
Jenis transaksi yang dilakukan adalah penyerahan seluruh.
6. Prosedur Lapor/Upload dan Persetujuan DJP
Faktur Pajak Kertas dilaporkan ke DJP dengan cara upload dan mendapat
persetujuan dari DJP.
7. Mata Uang
Mata uang yang digunakan adalah Rupiah dan Dollar.
8. Pelaporan SPT PPN
Pelaporan SPT PPN yang digunakan menggunakan aplikasi tersendiri.
4.2.2 Penerbitan Sesudah Menggunakan e-Faktur
Berikut merupakan langkah yang dilakukan perusahaan untuk menggunakan
e-Faktur:
Langkah 1: Melengkapi Form dan Persyaratan
A. Menyiapkan Surat Permohonan Sertifikat Elektronik

27

Surat Permintaan Sertifikat Elektronik ditandatangani oleh pengurus PKP dan


harus sesuai dengan nama yang tercantum pada SPT Tahunan PPh Badan

Tahun Pajak Terakhir.


Pengurus KPP wajib menunjukkan:
WNI: KTP asli, Kartu Keluarga (KK) asli, beserta photocopy kedua dokumen

tersebut.
WNA: Paspor asli, KITAS/KITAP asli, beserta photocopy kedua dokumen

tersebut.
Pas Foto WNI/WNA terbaru yang disimpan kedalam CD.
Asli SPT Tahunan Badan dan Bukti Penerimaan Surat atau Tanda Terima
Pelaporan SPT.

B. Menyiapkan Surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password

Surat Pemohonan Kode Aktivasi dan Password harus diisi dengan lengkap

dan ditandatangani oleh pengurus PKP.


Format Surat Permohonan harus sesuai dengan Lampiran IA Peaturan DJP

No. PER 17/PJ/2014.


PKP harus memenuhi syarat agar dapat mengajukan kode aktivasi dan
password, yakni telah melakukan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak
oleh KPP tempat PKP terdaftar berdasarkan Peraturan DJP 120 PER05/PJ/2012 beserta perubahannya dan laporan hasil registrasi ulang atau
verifikasi yang menyatakan PKP tetap dikukuhkan atau PKP telah dilakukan
verifikasi

berdasarkan

peraturan

Menteri

Keuangan

No.

PMK-

73/PMK.03/2012.
Langkah 2: Pergi ke Kantor Pelayanan Pajak (sesuai dengan tempat PKP terdaftar)

28

Pengurus PKP harus secara langsung menyampaikan surat Permohonan


Sertifikat Elektronik ke Kantor Pelayanan Pajak (petugas KPP tidak menerima

Perwakilan pengurus PKP).


Petugas KPP menerima Perwakilan unutk surat Permohonan Kode Aktivasi
dan Password jika akan ditandatangani oleh selain pengurus PKP (dengn

syarat melampirkan surat kuasa).


Penerbitan surat penyetujuan atau penolakan Kode Aktivasi dan Password
paling lama 3 (tiga) hari kerja. Kode Aktivasi dikirim melalui pos ke alamat
PKP, password dikirim melalui email ke alamat email PKP yang dicantumkan
dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.

Langkah 3: Aktivasi

PKP wajib membawa surat penyetujuan aktivasi dan password yang dikirim
oleh DJP beserta lembaran surat Permintaan Aktivasi Akun PKP ke Kantor

Pelayanan Pajak. Aktivasi akun akan selesai pada hari itu juga.
Surat Permintaan Aktivasi Akun PKP harus sesuai dengan lampiran IE
Peraturan.

Langkah 4: e-Nofa

PKP dapat mengkases e-Nofa dengan memasukkan username dan password

yang sudah diberikan oleh DJP.


e-Nofa sebuah aplikasi untuk mendapatkan elektronik nomor seri faktur pajak
yang akan digunakan pada e-Faktur.

29

Langkah 5: Download Aplikasi e-Faktur Pajak

Aplikasi e-Faktur Windows 32 bit:

http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Windows_32bit.zip
Aplikasi e-Faktur Windows 64 bit:

http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur _Windows_64bit.zip
Aplikasi e-Faktur Linux 32 bit:

http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Lin32.zip
Aplikasi e-Faktur Linux 64 bit:

http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Lin64.zip
Aplikasi e-Faktur Machinthos 64 bit:
http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Mac64.zip

Contoh e-Faktur

30

Ketentuan sesudah menggunakan e-Faktur adalah sebagai berikut:

31

1. Format/Lay Out
Ditentukan oleh aplikasi/sistem yang ditentukan dan atau disediakan oleh DJP.
2. Tanda tangan
Tanda tangan elektronik yang berbentuk QR code.
3. Bentuk dan Lembar
Bentuk dan lembar yang digunakan tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk
kertas.
4. PKP yang membuat
PKP yang membuat adalah PKP yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
5. Jenis Transaksi
Jenis transaksi yang dilakukan yaitu hanya penyerahan BKP JKP saja.
6. Prosedur Lapor/Upload dan Persetujuan DJP
e-Faktur dilaporkan ke DJP dengan cara upload dan kemudian mendapat
persetujuan dari DJP.
7. Mata Uang
Mata uang yang digunakan adalah Rupiah (Selain rupiah, dikonversi ke Rupiah
dengan menggunakan kurs Menteri Keuangan pada saat pembuatan e-Faktur).
8. Pelaporan SPT PPN
Menggunakan aplikasi yang sama dengan aplikasi pembuatan e-Faktur.

4.3 Penerapan Aplikasi e-Faktur Dalam Penerbitan Faktur Pajak

32

Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor Per-16/PJ/2014 tentang Tata


Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik adalah:
1. Faktur Pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-Faktur adalah Faktur
Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan atau
disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
2. Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat e-Faktur adalah Pengusaha Kena
Pajak yang telah ditetapkan dengan Keputusan Direktorat Jenderal Pajak.
3. Aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan atau disediakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud yang dilengkapi dengan petunjuk
penggunaan (manual user) yang merupakan satu kesatuan dengan aplikasi atau
sistem elektronik tersebut.
4. e-Faktur harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak.
c. Jenis Barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan
d.
e.
f.
g.

harga.
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut.
Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

5. e-Faktur dibuat dengan menggunakan mata uang Rupiah.


6. Apabila ada kesalahan dalam pengisian atau salah dalam penulisan dan terdapat
pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak, sehingga tidak memuat

33

keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Perusahaan dapat membuat e-Faktur
pengganti melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau
disediakan Direktorat Jenderal Pajak.
7. Atas hasil cetak dan atas data e-Faktur yang rusak atau hilang, Perusahaan dapat
mencetak ulang melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan dapat
mengajukan permintaan data e-Faktur ke Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor
Pelayanan Pajak dengan menyampaikan surat Permintaan data e-Faktur
sebagaimana diatur dalam Lampiran.
8. Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan Perusahaan tidak dapat
membuat e-Faktur, Perusahaan diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak
berbentuk kertas (hardcopy).
4.4 Pengaruh Penerapan Aplikasi e-Faktur terhadap PT Perkebunan Nusantara
VII
Sejak diterapkannya penggunaan aplikasi e-Faktur, sebagai pihak penjual perusahaan
dapat mengambil keuntungan sebagai berikut:
1. Faktur Pajak elektronik tidak lagi menggunakan tanda tangan basah, melainkan
dengan menggunakan tanda tangan elektronik yang berbentuk QR code, sehingga
proses penerbitan faktur pajak lebih mudah.
2. e-Faktur tidak harus dicetak sehingga mengurangi biaya kertas, biaya cetak, dan
biaya penyimpanan.

34

3. Aplikasi e-Faktur sekaligus pembuatan SPT Masa PPN sehingga perusahaan tidak
perlu lagi membuatnya.
4. Untuk meminta nomor seri faktur pajak dapat dilakukan melalui website Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) sehingga tidak perlu lagi datang ke Kantor Pelayanan Pajak
(KPP).

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

35

5.1 Simpulan
Faktur Pajak adalah sebuah dokumen yang sangat penting untuk penjual karena
merupakan bukti otentik telah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari pihak
pembeli. Sedangkan bagi pembeli, dengan adanya faktur pajak maka PKP dapat
mengkreditkan atau mengurangi PPN yang harus dibayar. Dalam menjalankan
penerapan aplikasi e-Faktur dalam penerbitan faktur pajak, PT Perkebunan Nusantara
telah berjalan dengan baik.
Secara garis besar penerbitannya telah sesuai dengan Peraturan Direktorat Jendral
Pajak Nomor Per-16/PJ/2014 dan Peraturan Kementrian Keuangan Republik
Indonesia yaitu tentang bentuk, ukuran, tata cara, pembetulan atau penggantian, dan
tata cara pembatalan faktur pajak.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil praktek kerja dan kesimpulan yang disimpulkan penulis, maka ada
beberapa saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi
perusahaan yaitu untuk menghindari sanksi administrasi, sebaiknya PT Perkebunan
Nusantara VII menambah staf urusan pajak sehingga apabila ada kesalahan faktur
pajak meskipun dibuat oleh rekanan dapat dengan mudah diketahui pada saat
menginput data dan dapat segera dikembalikan untuk dilakukan perbaikan.

36

Anda mungkin juga menyukai