Anda di halaman 1dari 27

UJI KLINIS

PENDAHULUAN

Uji Klinis merupakan penelitian eksperimental


terencana yang dilakukan pada manusia.
Pada uji klinis peneliti memberikan perlakuan
atau intervensi pada subyek penelitian,
kemudian efek perlakuan tersebut diukur dan
dianalisis.
Uji
klinis
sering
dilaksanakan
untuk
membandingkan satu jenis pengobatan
dengan pengobatan yang lainnya

JENIS UJI KLINIS


Tahapan 1
Pada
tahapan ini dilakukan penelitian
laboratorium (uji pre-klinis),
Dikerjakan in vitro dengan menggunakan
binatang percobaan.
Tujuannya untuk mengumpulkan informasi
farmakologi dan toksikologi dalam rangka
untuk mempersiapkan penelitian selanjutnya
yakni dengan menggunakan manusia
sebagai subyek peneltian .

Tahapan 2
Pada uji klinis tahapan 2, digunakan manusia
sebagai subyek penelitian. Berdasarkan
tujuannya tahapan ini dapat dibagi menjadi 4
fase, yaitu:
Fase I
Bertujuan untuk meneliti keamanan serta
toleransi pengobatan dengan mengikut
sertakan 20 100 orang subyek penelitian.
Fase II
Bertujuan untuk meneliti sistem atau dosis
pengobatan yang paling efektif, biasanya
dilaksanakan dengan mengikut sertakan
sebanyak 100 200 subyek penelitian

Fase

III
Bertujuan mengevaluasi obat atau cara
pengobatan baru dibandingkan dengan
pengobatan yang telah ada (Pengobatan
standar). Uji klinis yang banyak dilakukan
termasuk dalam fase ini. Baku emas uji klinis
fase III adalah uji klinis acak terkontrol.
Fase IV
Bertujuan mengevaluasi obat baru yang telah
dipakai di masyarakat dalam jangka waktu
yang relatif lama (5 tahun atau lebih). Fase ini
penting karena terdapat kemungkinan efek
samping obat timbul setelah lebih banyak
pemakai. Fase ini disebut juga sebagai uji
klinis pascapasar (post marketing)

DESAIN UJI KLINIS


1.

2.

Desain paralel, merupakan perbandingan


antar kelompok (group comparison) . dapat
bersifat pasangan serasi (matched pairs)
atau bukan.
Desain menyilang ( Cross-over design)

Adl.1 DESAIN PARALEL


Jenis

desain ini paling banyak digunakan.


Desain ini dibagi 2 kelompok (atau lebih),
sedangkan pengobatan pada kelompokkelompok tersebut dilakukan secara paralel
atau simultan.
Yang paling banyak dilakukan adalah desain
paralel dengan 2 kelompok; kelompok
pertama memperoleh pengobatan baru,
sedangkan kelompok lainnya menerima
pengobatan standar dan berlaku sebagai
control.

KELOMPOK
PERLAKUAN

SUBYEK
PENELITIAN

EFEK ?

KELOMPOK
KONTROL

EFEK ?

Gambar 1 : Skema dasar desain paralel untuk untuk uji klinis


dengan 2 kelompok.
Subyek yang memenuhi kriteria penelitian dilakukan randomisasi
(R). Kelompok perlakuan diberi obat yang diteliti, kelompok B
diberi obat standar. Efek pengobatan dibandingkan.

Adl.2 DESAIN MENYILANG


(CROSS-OVER DESIGN)
Dalam desain ini tiap subyek menjadi control
bagi dirinya.
Bentuk yang paling sederhana dengan subyek
sebagai control bagi dirinya sendiri ini disebut
sebagai desain before and after. Sekelompok
subyek diberikan perlakuan, hasil perlakuan
dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.

KELOMPOK
PERLAKUAN

SUBYEK

EFEK?

KELOMPOK
PERLAKUAN

EFEK?

KELOMPOK
KONTROL

EFEK?

KELOMPOK
KONTROL

EFEK?

Gambar 2 : Skema desain uji klinis menyilang (cross-over).


Subyek yang terpilih dilakukan randomisasi (R)
Kelompok A diberikan obat yang diteliti & kelompok B menjadi
control. Setelah waktu yang ditentukan, perlakuan dihentikan
selama beberapa waktu ( periode wash out ), dilakukan silang.
Subyek pada kelompok A menjadi perlakuan (A), sedangkan
kelompok B menjadi kelompok control (B).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada


desain cross-over.

Terdapatnya efek carry over


Efek obat pertama belum hilang pada saat
dimulai pengobatan kedua
Terdapatnya efek order
Terjadi perubahan derajat berat penyakit,
keadaan
lingkungan
selama penelitian
berlangsung.
Terdapatnya periode wash out
waktu untuk menghilangkan efek obat awal,
sebelum pengobatan kedua dimulai.

LANGKAH LANGKAH
PELAKSANAAN DALAM UJI KLINIS
Terdapat 8 langkah dalam uji klinis, yaitu :
1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis
2. Menentukan desain uji klinis yang sesuai
3. Menetapkan subyek penelitian
4. Mengukur variabel data dasar
5. Melakukan randomisasi
6. Melaksanakan perlakuan
7. Mengukur variabel efek
8. Menganalisa data

1. Menetapkan pertanyaan
penelitian dan hipotesis
Menuangkan desain uji klinis yang samarsamar menjadi menjadi rencana kegiatan
yang nyata tidak mudah, bahkan sangat
kompleks. Konsep awal yang berisi skema
umum,
memerlukan
penjabaran
lebih
spesifik. Rumusan masalah serta hipotesis
yang sesuai harus dituliskan, dengan
memperlihatkan hubungan antar variabel
yang diteliti.

2.

Menentukan Desain

Berdasarkan hipotesis yang dibangun dari pertanyaan


penelitian, maka dapat ditetapkan jenis desain yang
akan dipakai (desain paralel, menyilang ataukah
desain yang lain yang lebih kompleks).
Dalam praktek, bilamana mungkin desain yang
dipilih adalah desain yang paling sederhana yang
dapat menjawab pertanyaan penelitian, karena
biasanya desain yang sederhana memberikan hasil
yang lebih langsung dan mudah diinterpertasi,
sedangkan desain yang lebih kompleks sering
memberikan hasil yang tidak mudah diinterpertasi oleh
sebagian besar klinikus.

3. Menetapkan Subyek
Penelitian
a. Menetapkan Populasi terjangkau
Populasi terjangkau adalah bagian dari populasi target
yang merupakan sumber subyek yang akan diteliti.
Karakteristik subyek harus sesuai dengan pertanyaan
penelitian dan efek yang diamati.
b. Menentukan Kriteria Pemilihan = Elegibility Criteria
Kriteria ini harus dijelaskan secara rinci sejak awal
perencanaan., oleh karena penting untuk menyusun
desain penelitian, pemilihan subyek, dan untuk
generalisasi ke dalam populasi. Kriteria pemilihan
terdiri dari kriteria inklusi dan kriteria eksklusi .

Kriteria

Inklusi (Kriteria Penerimaan)

Merupakan persyaratan umum yang harus


dipenuhi
oleh
subyek
agar
dapat
diikutsertakan ke dalam penelitian.
Persyaratan pada kriteria inklusi biasanya
mencakup karakteristik klinis, demografis,
geografis dan periode waktu. Yang sering
dipakai sebagai kriteria inklusi adalah
diagnosis, jenis kelamin, kelompok umur,
serta pasien yang dating dalam periode
waktu tertentu .

Kriteria Eksklusi (Kriteria Penolakan)


Merupakan keadaan yang menyebabkan
subyek memenuhi kriteria inklusi tidak dapat
diikut sertakan dalam penelitian.
Di dalam kriteria eksklusi termasuk
kontraindikasi, terdapatnya penyakit lain yang
mempengaruhi
variabel
yang
diteliti,
kepatuhan pasien, pasien menolak diteliti, dan
masalah etik. Seperti halnya kriteria inklusi,
kriteria eksklusi harus dinyatakan dengan
jelas, dan logis.

c. Menetapkan Besar Sampel


Suatu hal yang sangat penting dalam uji klinis
adalah menentukan besar sampel. Sampel
harus cukup besar untuk mewakili populasi
terjangkau, tetapi di lain sisi harus harus
sesuai dengan dana dan waktu yang tersedia.
Pada umumnya variabel yang diteliti
dalam uji klinis adalah variabel nominal
(misalnya proporsi kesembuhan) atau numerik
(misalnya penurunan tekanan darah).

4. Melakukan Pengukuran
Variabel Data Dasar
Selain identitas pasien, sebelum dilakukan
randomisasi perlu pula dicatat data
demografis, klinis, dan laboratorium yang
relevan dengan pertanyaan penelitian. Data
klinis seperti umur, jenis kelamin, diagnosis,
dan lain-lain yang relevan dengan prognosis
harus dicatat, antara lain untuk melihat
kesetaraan pelbagai variabel di antara
kelompok setelah dlakukan randomisasi.

5.

Melakukan Randomisasi

Randomisasi adalah alokasi acak (random


allocation), untuk menentukan subyek
penelitian mana yang akan mendapat
perlakuan dan mana yang menjadi kontrol.
Tujuan utama randomisasi untuk
mengurangi bias seleksi dan perancu
(confounding), yakni dengan terbaginya
variabel-variabel yang tidak diteliti secara
seimbang pada kelompok yang ada.

Randomisasi

Randomization)

Sederhana

(Simple

Untuk uji klinis untuk dua kelompok subyek,


cara acak dengan melemparkan dengan
mata uang logam dapat dipakai. Tetapi cara
ini terasa kaku, memakan waktu, dan tidak
andal, maka para peneliti lebih menganjurkan
penggunaan tabel random.
Keuntungan randomisasi sederhana ini
adalah tiap subyek tidak dapat diduga akan
memperoleh perlakuan apa dan bila jumlah
subyek cukup banyak maka jumlah kelompok
akan sebanding.

Randomisasi Blok
Untuk menghindari ketidak seimbangan, dapat
dilakukan cara rando,isasi blok. Cara ini bertujuan
untuk membuat setiap kelompok mempunyai jumlah
subyek yang sebanding pada suatu saaat.

Randomisasi
dalam
Strata
(Stratified
Randomization)
Bila pada uji klinis terdapat faktor prognosis penting
yang akan mempengaruhi hasil penelitian, maka
perlu dilakukan stratifikasi prognosis. Hal ini
dimaksudkan agar diperoleh sub kelompok (strata)
yang lebih homogen. Randomisasi dilakukan pada
setiap strata secara terpisah, kemudian subyek
terpilih digabungkan kembali dalam kelompok yang
sesuai. Cara melakukan randomisasi harus ditulis
baik pada usulan maupun pada laporan penelitian.

6.

Melakukan Intervensi

Ketersamaran (Masking Blinding)


Ketersamaran
bertujuan
untuk
menghindarkan bias, baik yang berasal dari
peneliti,
subyek,
ataupun
evaluator
penelitian. Oleh karena bias dapat terjadi di
berbagai
bagian
uji
klinis,
maka
ketersamaran juga harus diupayakan pada
pelbagai bagian uji klinis, seperti pada saat
randomisasi, alokasi subyek, pelaksanaan uji
klinis, pengukuran, dan evaluasi hasil.

Jenis Ketersamaran
Uji klinis terbuka (openTrial).
Desain ini
seringkali dilakukan untuk
penelitian
pendahuluan,
yang
akan
dilanjutkan dengan desain acak tersama
berganda, atau apabila secara teknis
ketersamaran tidak mungkin dilaksanakan
(misal
studi
untuk
membandingkan
mastektomi sederhana plus radiasi dengan
mastektomi radial pada pengobatan kanker
payudara).

Tersamar Tunggal (Single mask).


Pada desain ini subyek tidak tahu pengobatan yang
diberikan, sedangkan peneliti mengetahuinya.
Secara teoritis hal yang sebaliknya juga dapat
dilakukan.
Tersamar ganda (Double mask). Pada Desain ini
baik peneliti maupun subyek tidak mengobatan
yang diberikan; hal ini akan mengurangi terjadinya
pelbagai bias, dan dianggap sebagai baku emas
untuk uji klinis.
Triple Mask. Pada desain baik subyek, peneliti,
maupun evaluator tidak tahu obat apa yang
diberikan. Sebagian ahli tidak tidak mempergunakan
istilah; meski terdapat 3 komponen ketersamaran,
cukup disebut sebagai tersamar ganda saja.

7.

Mengukur Variabel Efek

Variabel tergantung (efek) yang akan diukur harus


sudah direncanakan sejak awal. Kriteria penilaian juga
sudah harus dengan jelas dituliskan pada protocol
penelitian.
Contoh.
Pada Uji klinis terhadap obat X untuk pengobatan
meningitis tuberkulosa, efek yang dinilai adalah
kesembuhan. Dalam hal ini skala variabel tergantung
adalah nominal di kolom (sembuh atau tidak sembuh).
Pada penelitian obat Y untuk menurunkan tekanan
darah, variabel yang dinilai adalah berskala numerik
(tekanan darah diastolik, dalam mmHg).

8.

Menganalisis Data
Analisis data uji klinis harus dilaksanakan
dengan menggunakan uji statistik yang
sesuai, yang sudah ditulis dalam usulan
penelitian. Uji hipotesis yang akan digunakan
harus
pula
ditetapkan
sewaktu
merencanakan uji klinis.
Hal-hal yang perlu dipikirkan untuk uji
hipotesis adalah skala pengukuran, distribusi
sampel, besar sampel, jumlah kelompok,
serta jumlah variabel.

Anda mungkin juga menyukai