Human factor adalah aktivitas tentang manusia dalam kehidupan maupun situasi
kerja, tentang hubungan manusia dengan mesin, tentang hubungannya dengan prosedur
dan lingkungannya serta aturan-aturan, dan tentang hubungan manusia dengan manusia
lainnya. Dalam hal ini human factors merupakan pengetahuan terapan bersifat praktis
dari teori-teori psikologi yang menekankan pada optimasi hubungan antar manusia
beserta aktivitasnya, dengan aplikasi sistematikanya, yang terintegrasi dalam kerangka
kerja system engineering. Sasarannya adalah efektivitas sistem, termasuk keselamatan
dan efisiensi, serta kesejahteraan (well being) individu.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan
untuk menyelesaikan tugas-tugas, pekerjaan, menggunakan peralatan, atau fungsi
peralatan, meskipun terkadang telah dilakukan pelatihan atau perekrutan secara
profesional dengan kualifikasi pekerjaan yang sama.
Seiring dengan perkembangan teknologi maka aspek manusia menjadi penting
untuk diperhatikan. Dalam hal ini, Human factor muncul sebagai salah satu aspek yang
sangat diperhitungkan khususnya di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan
Eropa. Bentuk lain dari human factor sering dihubungkan dengan ergonomi atau human
engineering.
Human factor terfokus pada aspek manusia serta interaksinya dengan produk,
peralatan fasilitas yang digunakan, prosedur pekerjaan, dan lingkungan dimana kegiatan
tersebut dilakukan. Menurut Chapanis (1985), human factor berhubungan dengan
informasi mengenai tingkah laku, kemampuan, dan keterbatasan manusia serta
karakteristik mengenai perancangan peralatan, mesin, sistem, pekerjaan dan lingkungan
untuk menghasilkan keamanan, kenyamanan, dan efektifitas dalam penggunaannya. Pada
pelaksanaannya, aspek human factor ini dicoba untuk disesuaikan dengan sesuatu yang
karena
kegagalan
manusia
dalam
memantau,
mengelola
dan
yang salah pada sistem tersebut. Dalam human factor dititikberatkan pada mencari
penyebab kecelakaan dan memperbaikinya agar kedepan tidak terulang kembali pada
kesalahan yang sama dan paling tidak bisa meminimais kesalahan yang sama. Walaupun
biasanya dikaitkan dengan faktor manusianya, kehilapan manusia juga baru-baru ini
menjadi perhatian utama dalam bekerja. Manusia diwajibkan bekerja secara
profesionalisme dengan pengetahuan yang dimilikinya mengenai prestasi dan kecakapan
untuk membantu pengendali meningkatkan keselamatan dan keamanan dalam operasi
harian mereka. Dalam dunia penerbangan kususnya, faktor manusia adalah bisa
memahami
yang
lebih
baik
bagaimana
manusia
dapat
mengendalikan
dan
Sebenarnya terjadinya hazards dan insiden telah diatur atau dipersyaratkan untuk
segera dilaporkan. Namun pada sebagian besar awak pesawat termasuk penerbang tidak
pernah melaporkannya, terutama bila pada saat itu tidak ada kerusakan atau tidak ada
penumpang yang mengetahuinya. Padahal, apabila peraturan fundamental yang
menekankan pada kewajiban mendokumentasikan hazard dan insiden, serta
memahami bahwa hazard dan insiden pada hakekatnya harus diperlakukan sama
dengan kecelakaan (accident), maka kecelakaan dapat dicegah lebih dini.
James Reason Model
James Reason, seorang peneliti human factors pada akhir 1980-an memunculkan
gagasan mengenai human error yang pengaruhnya sangat diperhitungkan dalam
memahami keselamatan penerbangan atau aviation safety. Model pendekatan Reason
tidak hanya melibatkan pendekatan sistemik dalam menganalisis suatu kecelakaan, tapi
juga bermanfaat untuk menganalisis kecelakaan pada berbagai moda transportasi
termasuk insiden dan kecelakaan penerbangan, kapal laut dan kereta api, kebakaran, dsb.
Model dari Reason ini dapat dikatakan merupakan kelanjutan dari bentuk pendekatan
human factors sebelumnya, yaitu ; dari kinerja penerbang secara individual ke arah
kinerja tim (crew performance), kemudian menuju kinerja organisasi (organizational
performance), walaupun fokus perhatian dalam dimensi-dimensi itu tetaplah pada
individunya. Reason didukung ahli-ahli dari ICAO memperkenalkan paradigma sentral
dari pendekatan sistem terhadap safety yang membedakan antara active failures
(kegagalan
aktif)
dan
latent
failure.
Active failures berkaitan dengan kesalahan operator, dalam hal ini penerbang atau petugas
ATC. Sedangkan latent failures merupakan kondisi yang mempengaruhi bagaimana
kinerja operator saat melaksanakan tugasnya, atau bagaimana pengaruh kemampuan
sistem untuk mengatasi perilaku atau situasi yang tidak diharapkan. Latent failures ini
dapat mencakup kegagalan komponen, seperti kegagalan struktur dari sistem atau tidak
berfungsinya sistem, dan kegagalan ini dapat muncul jauh sebelum terjadinya kecelakaan.
Latent failures yang berhubungan dengan lingkungan yang terkait langsung dimana
active failure terjadi dikenal sebagai local factors. Dalam kategori ini faktor-faktornya
antara lain ; moril di tempat kerja, kelelahan (fatigue) operator, dan/atau masalah
prosedur kerja. Latent failures yang berhubungan dengan organisasi atau sistem
penerbangan terkait dengan kelemahan-kelemahan organisasional atau sering juga disebut
kelemahan faktor sistemik. Dalam suatu kecelakaan atau kegagalan sistem, biasanya local
factors akan menyebabkan operator (penerbang) bertindak tidak aman (unsafe act).
Tindakan ini selanjutnya akan memberikan konsekuensi buruk yaitu kecelakaan bila tidak
dapat diidentifikasi atau dikontrol oleh defences atau safety net (jaringan keselamatan).
Local factors dan defences atau safety net yang tidak adekuat dapat disebabkan oleh isuisu sistemik yang lebih luas, seperti komunikasi antar sub-sistem yang buruk (tidak ada
koordinasi) atau prosedur-prosedur yang tidak adekuat.
Dari model Reason ini, dapat dipelajari bahwa sebab-sebab kecelakaan dapat ditelusuri
jauh sebelum kejadian, dan umumnya terjadi karena interaksi dari kelemahan-kelamahan
sistem dan buruknya sistem deteksi serta kontrol. Sebenarnya, kelemahan-kelemahan
tersebut masih dapat dikendalikan atau dihambat bila defences atu safety net berfungsi
optimal, namun seringkali buruknya komunikasi antar sub-sistem (departemen dalam
struktur organisasi) atau tidak adekuatnya prosedur membuat sub-sistem pelindung
terakhir tidak mampu menghambat terjadinya kecelakaan.
3.
Salah satu teori yang dapat digunakan untuk menciptakan kesesuaian antara manusia
sebagai pusat kendali dengan komponen lainnya pada saat melakukan kegiatan adalah
Model SHEL. Model ini merupakan gambaran dari unsur-unsur utama yang saling
berinteraksi. Manusia (liveware) sebagai pusat interaksi dikelilingi oleh 4 (empat)
kelompok utama yaitu:
kolega).
Tujuan dari model ini adalah bagaimana menciptakan interaksi optimal antar setiap
komponen. Dalam melaksanakannya interaksi tersebut di atas, seringkali manusia
(liveware) merasakan gangguan sebagai akibat dari faktor pembebanan yang dirasakan.
Faktor pembebanan ini dapat berupa fisik maupun psikis.
4.
sangat erat kaitannya dengan aspek manusia menjadi penting untuk diperhatikan.
Untuk itu, berbagai metoda yang dilakukan untuk mendekati dan menentukan
karakteristik pada manusia terkait dengan human factor. Salah satu hal yang
dilakukan yakni dengan menentukan beban kerja pada manusia tersebut khususnya
yang terkait dengan beban kerja fisik dan beban kerja mental. Hal ini sangat
bermanfaat guna mengetahui dan memahami manusia yang akan melakukan
pekerjaan terutama pekerjaan yang sangat spesifik.