Disusun Oleh
KELOMPOK 2
PROGRAM ALIH JENIS
Rizki Eko
131411123021
Rihmaningtyas
131511123015
Dzikrey
131511123017
Mulyana
131511123019
Hardiansyah
131511123021
Budi Cahyono
131511123023
131511123025
Nyarmi
131511123027
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat,
karunia dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesikan pembuatan tugas Asuhan
Keperawatan yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Glaucoma
dan Katarak ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari pembuatan Asuhan Keperawatan ini selain untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Persepsi Sensori, juga sebagai
informasi tambahan bagi mahasiswa mengenai Asuhan Keperawatan Pada Pasien
dengan Glaucoma dan katarak.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pembimbing, yang
telah membimbing dan memberi saran serta masukan kepada kami dalam
menyusun Asuhan Keperawatan ini. Selain itu, juga kepada teman-teman yang
selalu memberikan dukungannya, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
Asuhan Keperawatan ini tepat pada waktunya.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan Asuhan
Keperawatan ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun tetap
kami nantikan demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini di masa mendatang.
Semoga Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, amin
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Katarak merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama. Katarak
mempengaruhi setiap negara baik di negara industri maupun negara berkembang.
Ada 1,5 juta ekstraksi katarak dilakukan setiap tahun di Amerika Serikat.
Pemerintah Inggris telah mengakui perlunya meningkatkan jumlah operasi katarak
di Inggris dari 175.000 menjadi 250.000 setahun. Menurut Perdami (Perhimpunan
Dokter Mata Indonesia) Penelitian-penelitian di Amerika Serikat mengidentifikasi
adanya katarak pada sekitar 10% orang, dan angka kejadian ini meningkat hingga
sekitar 50% untuk mereka yang berusia antara 65 sampai 74 tahun, dan hingga
sekitar 70% untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun.
Menurut WHO (2000), sekitar 38 juta orang menderita kebutaan dan
hampir 110 juta orang menderita penurunan penglihatan. Hal ini menunjukkan
bahwa ada sekitar 150 juta orang menderita gangguan penglihatan. Tidak terdapat
data mengenai insiden kebutaan yang tersedia dengan baik. Meskipun demikian,
diperkirakan jumlah orang buta di seluruh dunia akan meningkat 1-2 juta orang
per tahun. Pada tahun 2006, WHO mengeluarkan estimasi global terbaru, yaitu
314 juta orang di dunia menderita gangguan penglihatan, 45 juta dari mereka
menderita kebutaan (WHO, 2007).
Berdasarkan perhitungan terakhir, katarak yang berkaitan dengan umur
merupakan 48% penyebab kebutaan di seluruh dunia, yaitu sekitar 18 juta orang.
Diperkirakan setidaknya satu dari seribu populasi akan menderita kebutaan karena
katarak setiap tahunnya di Afrika dan Asia (WHO, 2000). Dari hasil estimasi
terhadap kebutaan karena katarak pada berbagai regio WHO, dapat diketahui
bahwa total kebutaan karena katarak adalah 47,8%, dimana sebesar 58% terdapat
di regio Asia Tenggara B (Murray et al, 2001).
Hasil Survei Kesehatan Mata Nasional tahun 1993-1996 dalam
Agustiawan (2006) menunjukkan bahwa 1,5% penduduk di Indonesia mengalami
kebutaan dan lebih dari setengahnya (sekitar 1,5 juta) kebutaan tersebut
disebabkan oleh katarak. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan angka kebutaan
di Thailand (0,3%), India (0,7%), Bangladesh (1,0%), dan di Afrika Sub-Sahara
(1,4%). Pertambahan buta katarak baru di Indonesia mencapai 210.000 per
tahunnya, sedangkan jumlah operasi katarak hanya 70.000 per tahun. Keadaan ini
menimbulkan penumpukan katarak di Indonesia.
Menurut Surkesnas (2004), hasil SKRT menunjukkan 13% penduduk
mengalami gangguan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Ditinjau dari
kelompok umur, persentase gangguan penglihatan dan pendengaran semakin
meningkat
dengan
semakin
bertambahnya
umur.
Prevalensi
jenis
dominan di wilayah yang berkembang. Dalam periode yang sama, jumlah orang
yang berusia lebih dari 65 tahun akan lebih meningkat ganda. Populasi yang
berusia ini akan terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju. Jika
tidak ada perubahan lain, perubahan demografik ini akan meningkatkan jumlah
katarak, morbiditas penglihatan, dan kebutuhan akan operasi katarak. Pada tahun
2020, akan terjadi peningkatan jumlah orang dengan penurunan visus 3/60 atau
buruk sebagai akibat dari katarak yaitu dari 20 juta orang yang ada saat ini
menjadi 40 juta orang. Hal ini menyebabkan katarak menjadi masalah global yang
signifikan, sehingga perlu dilakukan usaha untuk mencegah dan memperlambat
terjadinya katarak (Brian & Taylor, 2001).
Begitu besarnya resiko masyarakat Indonesia untuk menderita katarak
memicu kita dalam upaya pencegahan. Dengan memperhatikan gaya hidup,
lingkungan yang sehat dan menghindari pemakaian bahan-bahan kimia yang dapat
merusak akan membuta kita terhindar dari berbagai jenis penyakit dalam stadium
yang lebih berat yang akan menyulitkan upaya penyembuhan. Sehingga kami
sebagai mahasiswa keperawatan memiliki solusi dalam mencegah dan
menanggulangi masalah katarak yakni dengan memberikan sebuah rangkuman
makalah tentang katarak sebagai bahan belajar dan pendidikan bagi mahasiswa
keperawatan
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu
memahami dan mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Katarak dan Glaucoma.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa
mampu memahami:
a. Konsep dasar katarak dan glaucoma yang meliputi definisi, etiologi,
patofisiologi, tanda dan gejala, penatalksanaan medis, pemeriksaan
diagnostik .
b. Konsep asuhan keperawatan pada pasien katarak dan glaukoma, mulai
dari pengkajian hingga evaluasi
c. Bagiamana penerapan asuhan keperawatan pada katarak dan glaukoma
yang sesuai dengan standar yang ada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI KATARAK
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga
menyebabkan penurunan/gangguan penglihatan (Amin,2015). Menurut
Corwin (2009), katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa.
Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman
penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein-protein lensa yang
secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi.
Definisi lain katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana
lensa rnenjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein
lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa
yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu (Iwan,2009).
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa
atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada
semua
orang
lebih
dari
65
tahun
(Marilynn
Doengoes,
dkk.
ETIOLOGI KATARAK
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak (J.Corwin,2000,
Anas tamsuri, 2011, A mansjoer, 2008) antara lain :
a. Usia lanjut (senil) dan proses penuaan
b. Congenital atau bisa diturunkan (genetic)
c. Gangguan perkembangan
natrium
yang
tinggi
dibagian
intraseluler
dan
C.
KLASIFIKASI KATARAK
1. Katarak
a. Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
1) Katarak Kongenital, sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat
disebabkan oleh infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia
kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak kongenital
adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun.
katarak
kongenital.
Katarak
juvenil
biasanya
intraokular
yang
sering
berkaitan
dengan
D.
PATOFISIOLOGI KATARAK
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,
transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan
refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona
sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar
opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus.
Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat
menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti
diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan
yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika
seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan
harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering
berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-
G. PENATALAKSANAAN KATARAK
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu
dengan menggunakan kacamata lensa pembesar, cahaya yang lebih terang,
atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak
diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang
efektif untuk
b.
c.
b.
c.
Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari
dari jarak 3 m didapatkan hasil visus 3/60
dimana
menggunakan
getaran
ultrasonic
untuk
diteteskan 6 kali sehari yaitu pada pukul: 06.00, 09.00, 12.00, 15.00,
18.00, dan terakhir pada pukul 21.00.
d. Untuk obat minum diminum sesuai resep dokter.
e. Penderita usai operasi harus melakukan kontrol rutin sesuai waktu
yang ditentukan dokter.
f. Jika ada masalah terkait mata, maka harus segera mendatangi dokter.
Perawatan Pasien Katarak Pasca Operasi (Fekoemulsifikasi) :
a.
Mata yang dioperasi tidak boleh terkena air selama 3 (tiga) hari
b.
c.
d.
e.
f.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KATARAK
A. PENGKAJIAN
1.
Anamnesa
Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah :
a. Identitas / Data demografi
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar
matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi
lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas
pasien.
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain:
1) Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama
2)
3)
4)
5)
katarak) .
Mata tidak merasa sakit (sakit pada glaucoma) , gatal atau merah
Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
Perubahan daya lihat warna
Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat
6)
7)
8)
9)
menyilaukan mata
Lampu dan matahari sangat mengganggu
Sering meminta ganti resep kaca mata
Lihat ganda
Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia)
10) Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti
1) DM
2) Hipertensi
3) Pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya
memicu resiko katarak.
4) Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
5) Ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan
pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.
6) Kaji riwayat alergi
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji
riwayat stress,
2.
3.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu mata Snellen / mesin telebinokular ( tes ketajaman penglihatan
dan sentral penglihatan) : mungkin terganggu dengan kerusakan lensa,
system saraf atau penglihatan ke retina ayau jalan optic.
b. Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler,
mencatat atrofi lempeng optic, papiledema, perdarahan retina, dan
mikroaneurisme.
c. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi
sistemik/infeksi
d. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk
memastikan aterosklerosis.
e. Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes.
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Etiologi
Penglihatan kabur
Masalah
Resiko tinggi
cidera
Sulit mengenali
benda-benda sekitar
Resti cidera
Pre operasi
Cemas
Kurang pengetahuan
Cemas
2.
Etiologi
Masalah
DS:
DO: ada nyeri, ekspresi
muka pasien meringis
menahan nyeri, rentang
skala nyeri mulai nyeri
ringan sampai berat
DS:
DO: suhu meningkat,
terjadi
pembengkakan
pada
kelopak
mata,
kelopak
mata
sulit
membuka
Rangsangan
Norireseptor
Nyeri
Spiral cora
Informasi korteks
serebri
Nyeri
Kelumpuhan N VII
Resiko infeksi
C. Intervensi Keperawatan:
Dx Kep
Tujuan & criteria hasil
Intervensi
Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu pasien ketika mampu
tinggi
keperawatan pre op diharapkan
melakukan
ambulasi
pre
cidera
resiko cidera tidak terjadi
operasi sampai mencapai
dengan kriteri: orientasi pasien
tujuan yang stabil dan
terhadap lingkungan sekitar
keterampilan
mengatasi
baik,
mampu
melakukan
memadai,
menggunakan
ambulasi dari 1 tempat ke
teknik bimbingan penglihatan
tempat yang lain dengan baik
2. Orientasi pasien di dalam
ruangan
3. Diskusikan kebutuhan untuk
penggunaan perisai logam
atau
kacamata
saat
diinstruksikan
4. Kolaborasi untuk pembedahan
Cemas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat dan lama
keperawatan pre op cemas
gangguan
penglihatan.
hilang/ berkurang dengan
Dorong percakapan untuk
criteria: pasien paham tentang
mengetahui
keprihatinan
prosedur pembedahan yang
pasien , perasaan, dan tingkat
akan dilakukan, pasien tenang,
pemahaman
pasien tidak stress, takut 2. Orientasi pasien
dengan
ataupun depresi
lingkungan baru
3. Jelaskan rutinitas perioperatif
4. Dorong untuk melakukan
kebiasaan hidup sehari-hari
ketika mampu
Nyeri
Resiko
infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Mansjoer.(2008). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Arsculapiks
Benjamin J. Phil. 2010. Acute Endhoptalmitis after Cataract Surgery : 250
Consecutive Cases treated at the tertiary referral center in Netherland.
American Journal of ophthalmology. Volume 149 No.3
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku saku patofisiologi. Jakarta: ECG.
Doenges, Marylynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Fadhlur Rahman. (2009). Laporan Kasus Katarak Matur Pada Penderita Diabetes
Mellitus.
Hartono. (2007). Oftalmoskopi dasar & Klinis. Yogyakarta: Pustaka Cendekia
Press
Ilyas, Sidarta. (2004). Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Ilyas S (2007). Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Ilyas, S.(2007). Katarak Lensa Mata Keruh ed. 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Khurna A.K. 2007. Community Ophthalmology in Comprehensive
Ophthalmology, fourth edition, chapter 20, new delhi, new age limited
publisher : 443-446
James, Bruce. (2006). Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta: Erlangga.
Sidarta, Ilyas. (2009). Ihtisar ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI
Smeltzer, Suzzane C. (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Ed. 8. Jakarta: EGC.