Anda di halaman 1dari 15

Tinjauan Pustaka

Kolestasis pada Bayi

Abstrak: Kolestasis adalah hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi
hati, yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar bilirubin direk dan penumpukan garam
empedu. Angka kejadian kolestasis cukup sering ditemukan pada bayi. Penyebab utama
kolestasis neonatal adalah hepatitis neonatal suatu hepatopati neonatal berupa proses inflamasi
nonspesifik jaringan hati karena gangguan metabolik, endokrin, dan infeksi intra-uterin.
Penyebab lainnya adalah obstruksi saluran empedu ekstraheptik dan sindroma paucity
intrahepatik.Gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah ikterus, tinja akholis, dan

urine yang berwarna gelap. Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan
aliran empedu ke dalam usus.
Kata Kunci : Kolestasis, Neonatal, Bilirubin, Ikterus
Abstract : Cholestasis is bile flow resistance and materials that must be excreted liver, which
leads to an increase in direct bilirubin levels and a buildup of bile salts. The incidence of
cholestasis quite often found in infants. The main causes of neonatal cholestasis is a
hepatopati neonatal hepatitis neonatal form of liver tissue nonspecific inflammatory process
due to metabolic disorders, endocrine, and intra-uterine infection. Other causes of bile duct
obstruction ekstraheptik and intrahepatic paucity syndrome. The main clinical symptoms in
infants are cholestatic jaundice, feces akholis, and dark colored urine. The most rational
treatment for cholestasis is an improved flow of bile into the intestine.
Key Words : Cholestasis, Neonatal, Bilirubin, Jaundice

Pendahuluan
Salah satu fungsi utama dari hati adalah memproduksi dan mensekresi empedu. Kolestasis
terjadi bila terjadi hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati.
Tiga penyebab utama kolestasis adalah sindroma hepatitis neonatal, obstruksi mekanik dan
sindroma paucity saluran empedu intrahepatal. 1 Diagnosis dini kolestasis sangat penting
karena terapi dan prognosa dari masing-masing penyebab sangat berbeda. 2 Pada atresia
bilier, bila pembedahan dilakukan pada usia lebih dari 8 minggu mempunyai prognosa
1

buruk.3 Salah satu tujuan diagnostik yang paling penting pada kasus kolestasis adalah
menetapkan apakah gangguan aliran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik.

1,2

Pembahasan
Anamnesis
Merupakan suatu cara pemeriksaan dengan wawancara, pada kasus ini cara anamnesis yang
digunakan adalah alloanamesis yaitu; semua keterangan diperoleh dari keluarga terdekat,
seperti orang tua. Anamnesis berperan sangat penting dalam diagnosis dan tatalaksana
penyakit.
Langkah langkah anamnesis:
- Identitas Pasien bertujuan: mengetahui dan memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar
pasien yang dimaksud dan tidak keliru dengan pasien lain. Identitas terdiri dari nama,
umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, agama dan suku bangsa.
Riwayat Penyakit
- Keluhan utama, keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan
utama tidak selalu merupakan keluhan yang pertama disampaikan oleh pasien.
- Riwayat penyakit sekarang, menanyakan keluhan adanya nyeri, kaku atau bengkak, jika
ada salah satu ataupun ketiga keluhan tersebut, kemudian ditanyakan dimana lokasi terasa
nyeri, kaku atau bengkak, kemudian onset yaitu dari kapan atau sejak kapan mulai terasa
nyeri, kaku atau bengkak. Lalu durasi, berapa lama keluhan berlangsung. Yang terakhir
adalah adakah factor yang memperberat seperti terasa nyeri atau kaku, ketika pagi hari,
atau melakukan aktivitas sehari-hari.
- Riwayat perjalanan penyakit disusun cerita yang kronologis, terinci dan jelas sejak
sebelum terdapat keluhan sampai berobat, bila pasien telah berobat sebelumnya tanyakan
kapan, kepada siapa, obat apa yang diberikan dan bagaimana hasilnya. Perlu ditanyakan
perkembangan penyakit, kemungkinan terjadinya komplikasi, adanya gejala sisa, bahkan
juga kecacatan. Riwayat perjalanan penyakit pada dugaan penyakit keturunan ( mis: asma)
ditanyakan adakah saudara sedarah ada yang mempunyai stigmata alergi. Perlu pula
diketahui penyakit yang mungkin berkaitan dengan penyakit sekarang. Hal-hal berikut
perlu diketahui mengenai keluhan atau gejala lamanya keluhan berlangsung. Bagaimana
sifat terjadinya gejala :mendadak/perlahan-lahan/terus, menerus/berupa, bangkitan/hilang,
timbul/berhubungan dengan waktu. Keluhan lokal dirinci lokalisasi dan sifatnya:
menetap/menjalar/menyebar/sifat penyebarannya/berpindah, berat-ringannya, keluhan dan
perkembangannya,

menetap/cenderung

bertambah,

berat/cenderung

berkurang.

Terdapatnya hal yang mendahului keluhan, apakah keluhan tersebut pertama kali atau
2

berulang .Apakah ada saudara atau tetangga menderita yang sama, upaya yang telah
dilakukan. Riwayat penyakit yg pernah diderita atau riwayat penyakit dahulu, perlu
diketahui karena mungkin ada hubungan dengan penyakit sekarang.
- Riwayat Keluarga Perlu diketahui dengan akurat untuk memperoleh gambaran keadaan
sosial-ekonomi-budaya dan kesehatan keluarga pasien.
Pada kasus perlu ditanyakan
Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus dicurigai
adanya penyakit hati dan saluran bilier.1,2 Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak lakilaki, lahir prematur atau berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi
pada anak perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja
akolis lebih awal. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang
demam atau disertai tanda-tanda infeksi. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain :
1. Pemeriksaan Tanda Tanda Vital
Sangat penting dilakukan untuk mengetahui keadaan umum pada pasien bayi, sebelum, saat
dan sesudah pemeriksaan atau perawatan lebih lanjut, dengan batas normal, yang perlu di cek
adalah keadaan umum, kesadaran, suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, pernapasan
2. Inspeksi
Kulit: ikterus, edema, spider angiomata, eritema palmaris. Pada umumnya gejala ikterik pada
neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat
pada bulan pertama. Pada bayi dan anak, warna kuning terlihat bila kadar bilirubin 2mg/dl.3,4
Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap
bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif. Apabila yang meninggi bilirubin
indirek, maka warna ikterus kuning terang. Sedangkan bila bilirubin direk yang meninggi,
warnanya kuning kehijauan.3
3. Palpasi
Hati dapat dipalpasi secara monomanual dan bimanual. Untuk melakukan pengukuran besar
hati, digunakan patokan 2 garis, yakni: 1. Garis yang menghubungkan pusat dengan titik
potong garis midklavikularis kanan dengan arcus costa. 2. Garis yang menghubungkan pusat
dengan prosesus xiphoideus.Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis ini dan
dinyatakan dengan beberapa bagian dari kedua garis tersebut, atau dalam ukuran cm.
3

Selain ukuran hati, dicatat juga konsistensi, tepi, permukaan dan terdapat nyeri tekan. Pada
anak, tepi hati normal dapat diraba sampai 2cm di bawah tepi arkus kosta. Pada bayi yang
baru lahir, terdapat pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5cm di bawah arcus costae
pada garis midclavicula kanan. Perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan
noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis.
Pada splenomegali, bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi
portal, penyakit storage atau keganasan harus dicurigai pada neonatus. Limpa mungkin masih
teraba sampai 1-2cm di bawah arcus costae oleh karena proses hematopoesis ekstrameduler
yang masih berlangsung sampai anak usia 3 bulan. Biasanya diukur menurut cara Schuffner.
Kandung empedu yang membesar akan teraba bulat, licin dan memberi kesan bahwa letaknya
dekat sekali di bawah kulit kanan atas.2
4. Pemeriksaan antropometri
Berat badan
Merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru
lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR.
Panjang badan
Pengukuran panjang badan dilakukan pada bayi atau anak di bawah umur 2 tahun.
Lingkar kepala
Lingkar kepala harus diperiksa selama 2 tahun pertama kehidupan anak. Pengukuran ini
berguna untuk mengetahui pertumbuhan kepala anak. Lingkar kepala pada bayi dicerminkan
pertumbuhan tengkorak dan otak.

Pemeriksaan Penunjang3
Dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin, darah tepi lengkap, uji fungsi hati
termasuk transaminase serum (SGOT, SGPT, GGT), alkali fosfatase, masa protrombin,
ureum, kreatinin, elektroforesis protein, dan bilirubin urin. Dari pemeriksaan tinja 3 porsi
dapat dibedakan kolestasis ekstrahepatik (selama beberapa hari ketiga porsi tinja tetap
dempul) dan intrahepatik (hasil berfluktuasi atau kuning terus menerus).
Pemeriksaan USG dapat melihat patensi duktus bilier, keadaan kandung empedu saat puasa
dan sesudah minum; serta dapat mendeteksi adanya kista duktus koledokus, batu kandung
empedu, dan tumor.
Pemeriksaan penunjang awal pada kolestasis intrahepatik adalah pemeriksaan serologis
TORCH, petanda hepatitis B (bayi dan ibu), kadar alfa-1 antitripsin dan fenotipnya, kultur
4

urin, urinalisis untuk reduksi substansi non-glukosa, gula darah, dan elektrolit. Bila terdapat
demam atau tanda-tanda infeksi lain dilakukan biakan darah.
Diagnosis
Diagnosis Kerja
Kolestasis neonatal yaitu hambatan sekresi dan atau aliran empedu yang biasanya terjadi
dalam 3 bulan pertama kehidupan. Akibatnya akan terjadi akumulasi, regurgitasi bahan-bahan
yang harus sekresi oleh empedu seperti bilirubin, asam empedu serta kolesterol ke dalam
plasma dan pada pemeriksaan histopatologi akan terlihat penumpukan empedu didalam sel
hati dan sistem bilier.
Penumpukan bahan tersebut akan merusak sel hati dengan berbagai tingkat gejala klinik yang
mungkin terjadi, serta pengaruhnya terhadap organ sistemik lainnya tergantung dari lamanya
kolestasis berlangsung. Secara klinik bayi terlihat ikterus, urin berwarna lebih gelap dan tinja
berwarna lebih pucat seperti dempul
KLASIFIKASI
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:
1.

Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik


Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan kelainan
nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran
empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik 1,2,5 Penyebab
utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis, 9 infeksi virus terutama
CMV10

dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan

genetik11. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas
dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20%
penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan
kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting
sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila
dilakukan setelah umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu
kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran
saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang
normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal
sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.1,5
Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan
proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam
5

duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung


untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
2. Kolestasis intrahepatik
a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis
saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik
(hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka
kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya
saluran ekstrahepatik saja.5 Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan
hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang
disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Carolis disease mengenai
kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati
maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum
transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali
fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai
saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali,
dan tanda-tanda hipertensi portal.
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal
dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan
paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract. Contoh dari
sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan
haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975
merupakan penyakit multi organ pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang
(butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang
spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu
yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai gejala
organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis
neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan
kerusakan pada saluran empedu.
b. Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan
aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit,
fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah
sehingga mudah terjadi kolestasis.1,2,5 Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus,
6

bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon
hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal
hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik,
endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang
serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler
dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan
kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa
akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik
tidak dapat ditemukan.1,2,5
Diagnosis Banding
Atresia bilier merupakan kelainan yang paling sering menyebabkan kolestasis pada minggu
pertama setelah lahir. Kelainan ini ditandai adanya obstruksi total aliran empedu karena
destruksi atau hilangnya sebagian atau seluruh duktus biliaris ekstrahepatik. Atresia bilier
merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan kematian pada pasien dengan penyakit
hati dan merupakan indikasi utama transplantasi hati pada anak. 6
Pada umumnya, atresia bilier merupakan suatu proses yang bertahap, dengan inflamasi
progresif dan obliterasi fibrotik saluran bilier ekstrahepatik. Selama evolusi obstruksi saluran
bilier ini, pada biopsi hati akan tampak sel epitel yang berdegenerasi, inflamasi dan fibrosis
pada jaringan periduktular. Saluran empedu di dalam hati sampai ke porta hepatis biasanya
tetap paten selama minggu pertama kehidupan, tetapi kemudian secara progresif rusak
kemungkinan karena proses yang sama dengan penyebab destruksi saluran bilier
ekstrahepatik. 6
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui. Adanya gambaran inflamasi yang menyebabkan
terjadinya proses destruksi saluran bilier ekstrahepatik menyebabkan para ahli memikirkan
etiologinya adalah infeksi. Berbagai virus dihubungkan dengan atresia bilier diantaranya
virus sitomegalo, rubella, rotavirus, reovirus tipe 3, tetapi sampai saat ini belum satupun
dapat dibuktikan sebagai penyebab atresia bilier. Imaturitas sistem imun dan faktor genetik
mungkin berkontribusi pada patogenesis penyakit ini. Hipotesis lain ialah adanya defek atau
gangguan penyusunan pada perkembangan duktus biliaris pada saat dini yang mungkin
berhubungan dengan kelainan kongenital yang khas untuk atresia bilier dengan malformasi
splenik (BASM). 6
7

Gambaran klinis yang sering dijumpai pada atresia bilier adalah biasanya terjadi pada bayi
perempuan, lahir dengan berat normal, bertumbuh dengan baik pada awalnya, dan bayi tidak
tampak sakit kecuali sedikit ikterik. Bila dibandingkan dengan hepatitis neonatal , bayi
dengan atresia bilier tidak terlalu ikterik dan umumnya terlihat keadaan umumnya baik.
Kalau dilihat pada tahap dini, bayi atresia bilier akan terlihat keadaan umumnya lebih baik
dibandingkan sindrom hepatitis neonatal, dan pertumbuhannya pun tetap baik, dengan berat
badan naik sesuai grafik pertumbuhan. Hal-hal inilah yang menyebabkan dokter yang kurang
memahami atresia bilier dapat terkecoh, tidak menyangka pasien yang sedang dihadapinya
sebagai atresia bilier yang memerlukan penanganan segera. Sebaliknya bayi dengan sindrom
neonatal hepatitis sering ditemukan lebih ikterus, kurang bertumbuh baik, tampak lebih
sakit dibandingkan atresia bilier. 6
Breast milk jaundice
ASI jaundice adalah jenis penyakit kuning neonatal terkait dengan menyusui. Hal ini ditandai
dengan hiperbilirubinemia tidak langsung dalam bayi baru lahir disusui yang berkembang
setelah 4-7 hari pertama kehidupan, tetap lebih lama dari ikterus fisiologis, dan tidak
memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi lainnya. Ini harus dibedakan dari menyusui
penyakit kuning, yang memanifestasikan dalam 3 hari pertama kehidupan dan disebabkan
oleh produksi atau asupan ASI tidak cukup. 7

CMV Infection
Infeksi Cytomegalovirus (CMV) adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan infeksi
oleh cytomegalovirus, suatu virus yang tergolong keluarga virus herpes yang dapat menyebar
dengan mudah melalui cairan tubuh, seperti darah, air liur, urin, mani, dan air susu ibu.
Hampir semua orang akan terinfeksi oleh virus ini tetapi kondisi ini jarang menimbulkan
gejala karena sistem kekebalan tubuh mampu melawan virus ini. Namun, pada orang-orang
yang sistem kekebalan tubuh yang melemah, seperti orang yang telah melakukan
transplantasi organ atau sedang dalam pengobatan kemoterapi, mereka dapat mengalami
gejala, seperti demam, diare, gangguan penglihatan dan bahkan kejang. Tidak ada pengobatan
untuk kondisi ini. Sekali terinfeksi, virus tetap hidup dalam tubuh orang tersebut, tetapi
biasanya dalam stadium dorman (inaktif), seumur hidup. Ada tiga tipe CMV: CMV Primer
(ketika seseorang terinfeksi oleh CMV untuk pertama kalinya), CMV Rekuren (reaktifasi dari
infeksi CMV sebelumnya yang dorman) dan CMV Kongenital (infeksi CMV yang berasal
dari ibu yang terinfeksi CMV). CMV primer pada wanita hamil dapat menyebabkan CMV
8

kongenital pada bayi baru lahir karena virus dapat ditularkan kepada sang bayi. Bayi-bayi
yang menderita CMV kongenital lahir dengan penyakit ikterus, pembesaran limpa, ruam, dan
berat badan lahir yang rendah. Mereka juga memiliki resiko tinggi untuk mengalami ketulian
dan masalah perkembangan di kemudian hari. Meskipun CMV tidak menyebabkan
komplikasi apapun pada orang yang normal, sehat, hal ini harus diperhatikan apabila
mengenai orang dengan sistem kekebalan tubuh yang melemah, wanita hamil, dan bayi yang
terinfeksi. Orang-orang yang termasuk dalam kelompok resiko tinggi ini biasanya diobati
dengan antivirus untuk mencegah komplikasi.
Etiologi
Penyebab tersering kolestasis pada neonatus adalah atresia bilier dan hepatitis neonatus.
Kasus-kasus lain disebabkan oleh etiologi yang bervariasi, termasuk sumbatan hepatik dari
batu saluran empedu atau kista koledukus; gangguan metabolik seperti tirosinemia,
galaktosemia, dan hipotirodisme; kelainan metabolisme asam empedu neonatus; sindrom
Alagille; infeksi sepsis; dan abnormalitas lain yang belum diketahui yang bisa menyebabkan
obstruksi mekanik aliran empedu atau menyebabkan kelainan fungsi ekskresi hepar dan
sekresi empedu.8
Kolestasis pada anak yang sudah melewati masa neonatus paling banyak disebabkan oleh
hepatitis virus akut. Banyak keadaan yang menyebabkan kolestasis neonatal juga
menyebabkan koletasis kronik pada anak yang lebih besar. 8
Penyebab tersering kolestasis pada bayi usia kurang dari 2 bulan yaitu kolestasis obstruksi,
Atresia bilier, Kista koledokus, Endapan empedu atau batu empedu, Sindrom Alagille,
Empedu yang mengental, Fibrosis Kistik, Kolangitis sklerosis neonatal, Carolis
disease/fibrosis hepatic congenital, Kolestatis Hepatal, Hepatitis Neonatal Idiopatik, Infeksi
Virus yang terdiri dari : Sitomegalovirus, HIV. Infeksi virus yang terdiri dari: Infeksi Saluran
Kemih, Sepsis, Sifilis
Kolestasis terkait nutrisi parenteral
Secara etiologis, kolestasis dibedakan menjadi dua yaitu kolestasis ekstrahepatik dan
kolestasis intrahepatik
Penyebab Ekstrahepatal : atresia Biliar Ekstrahepatal, kista Koleduktus, Stenosis pada Duktus
Biliaris
Penyebab Intrahepatal : Hepatitis Neonatal Idiopatik, Hipoplasia Duktus Interlobular
(Sindroma Alagille)
9

Penyakit Metabolik : Tirosinemia, Galaktosemi, Intoleransi Fruktosa Herediter, Deffisiensi


Alfa-1 Antitripsin, Fibrosis kistik, Hipopituitarism
Penyakit Infeksi : Sitomegalovirus, herpes, HIC, Hepatitis B, Toxoplasmosis, Sifilis,
Tuberkulosis, Listeriosis
Toksik : Nutrisi Parenteral, Sepsis, Infeksi saluran kemih
Epidemiologi
Kolestasis pada bayi terjadi pada 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis neonatal
1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi -1 antitripsin 1:20000.
Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis
neonatal, rasionya terbalik 5
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377 (34,7%),
hepatitis neonatal 331 (30,5%), -1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%), hepatitis lain 94
(8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%).3,5 Di Instalasi
Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270 penderita
rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%),
atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan sindroma
inspissated-bile 1 (1,04%).5
Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan kombinasi
produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu, kolesterol,
phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi.
Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin
terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi
enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana pemukaan
basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)
berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan
pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi
intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu.Salah satu contoh adalah
penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek).
Bilirubin tidak terkonjugasi yang latur dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada
membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450
menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh
10

transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas
asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh
transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu
menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi. 9
Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia
menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu
dan hiperbilirubinemi terkonjugasi Perubahan fungsi hati pada kolestasis
Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural: 10
A. Proses transpor hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari
hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu, dan
lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.
B. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan
gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konyugasi akan
terganggu.
C. Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi serum
protein albumin-globulin akan menurun.
D. Metabolisme asam empedu dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan
kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA
reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga
menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan
detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun
karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.
E. Gangguan pada metabolisme logam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila kadar
ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu
mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.
F. Metabolisme cysteinyl leukotrienes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan
dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya akan
11

meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena


diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.
G. Mekanisme kerusakan hati sekunder
1. Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan hati
melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan
kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas membran akan
terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran seperti Na+, K+-ATPase,
Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu,
sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga terganggu.(28)
Sistim transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang mungkin
berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun
peran utama dalam kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu.
2. Proses imunologis
Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal pada
permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga
menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan
terjadi sirosis bilier.
Gejala Klinis
Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah ikterus,
tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasis klinis
lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin
Pencegahan
Kolestasis neonatus dapat dicegah dan dihentikan dengan :
1. Pengawasan antenatal yang baik
2. Menghindari obat yang dapat meningkatan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan
kelahiran, misalnya sulfafurazole,novobiosin,oksitosin dan lan-lain
3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus
4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
5. Imunisasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir
6. Pemberian makanan yang dini
7. Pencegahan infeksi
Penanganan
12

a. Foto terapi
Fototerapi; dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis yang berfungsi
untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada
bilirubin dari biliverdin. Cahaya menyebabkan reaksi foto kimia dalam kulit yang
mengubah bilirubin tak terkonjugasi kedalam fotobilirubin, yang dieksresikan dalam hati
kemudian ke empedu. Produk akhir adalah reversibel dan dieksresikan ke dalam empedu
tanpa perlu konjugasi.
Mekanisme : menimbulkan dekomposisi bilirubin, kadar bilirubin dipecah sehingga
mudah larut dalam air dan tidak toksik, yang dikeluarkan melalui urine (urobilinogen)
dan feses (sterkobilin).
Terdiri dari 8-10 buah lampu yang tersusun pararel 160-200 watt, menggunakan cahaya
Fluorescent (biru atau putih), lama penyinaran tidak lebih dari 100 jam.
Jarak bayi dan lampu antara 4050cm, posisi berbaring tanpa pakaian, daerah mata dan
alat kelamin ditutup dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya (contoh : karbon),
dan posisi bayi diubah setiap 1-6 jam.
Dapat dilakukan pada sebelum atau sesudah transfusi tukar.
b. Fenobarbital
Fenobarbital : 5 mg/kgBB per hari dibagi dua dosis, peroral. Fenobarbital merangsang enzim
glukoronil transferase agar proses konjugasi dapat dipercepat, serta mempermudah ekskresi .

c. Transfusi tukar
Penggantian darah sirkulasi neonatus dengan darah dari donor dengan cara mengeluarkan
darah donor secara berulang dan bergantian melalui suatu prosedur. Jumlah darah yang
diganti sama dengan yang dikeluarkan. Pergantian darah bisa mencapai 75 sampai 85%
dari jumlah darah neonatus. Tujuan transfuse tukar adalah :
a.

Menurunkan kadar bilirubin indirek

b.

Mengganti eritrosit yang dapat dihemolisis

c.

Membuang antibody yang menyebabkan hemolisis

d.

Mengoreksi anemia

Tranfusi tukar akan dilakukan oleh dokter pada neonatus dengan kadar bilirubin indirek
sama dengan atau lebih tinggi dari 20 mg% atau secara lebih awal sebelum bilirubin
mencapai kadar 20 mg%. Darah yang digunakan usianya harus kurang dari 72 jam. Darah
yang akan dimasukkan harus dihangatkan dulu, dua jam sebelum transfuse tukar bayi
dipuasakan, bila perlu dipasang pipa nasogastrik, lalu bayi dibawa ke ruang aseptic untuk
menjalani prosedur transfuse tukar. Prosedur transfuse tukar :
13

a. Bayi ditidurkan rata diatas meja dengan fiksasi longgar.


b. Pasang monitor jantung, alarm jantung diatur di luar batas 100 sampai 180 kali per
menit.
c. Masukkan kateter, darah bayi diisap sebanyak 20 cc lalu dikeluarkan. Kemudian darah
pengganti sebanyak 20 cc dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Setelah menunggu 20 detik,
lalu darah bayi diambil lagi sebanyak 20 cc dan dikeluarkan. Kemudian dimasukkan
darah pengganti dengan jumlah yang sama, demikian siklus penggantian tersebut
diulangi sampai selesai.
d. Antibiotik : diberikan bila terkait dengan adanya infeksi.12

Komplikasi
Komplikasi terberat ikterus pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin atau
kernikterus. Kernikterus terjadi pada keadaan hiperbilirubinemia indirek yang sangat tinggi,
cedera sawar darah-otak dan adanya molekul yang berkompetisi dengan bilirubin untuk
mengikat albumin. Adanya keadaan berikut ini, seperti hipoksemia, hiperkarbia, hipotermia,
hipoglikemia, hipoalbuminemia, dan hiperosmolalitas, dapat menurunkan ambang toksisitas
bilirubin dengan cara membuka sawar darah otak. Pada bayi cukup bulan tanpa hemolisis,
kernikterus jarang dijumpai pada kadar hemoglobin kurang dari 25 mg/dl (428 mol/l).
semakin rendah berat lahir bayi, semakin rendah kadar toksik.
Pada bayi cukup bulan, enselopati bilirubin biasanya bermanifestasi pada hari ke-2 dan
gambaran klinis ensefalopati bilirubin tidak dapat dibedakan dari dari sepsis, asfiksia,
perdarahan intraventrikular, dan hipoglikemia. Gejala ensefalopati bilirubin meliputi letargi,
tidak mau makan, dan refleks Moro yang lemah. Pada akhir minggu pertama kehidupan, bayi
menjadi demam dan hipertonik disertai tangisan bernada tinggi (high-pitched cry). Refleks
tendon dan respirasi menjadi terdepresi. 13,14
Prognosis
Bila diakibatkan oleh kelainan metabolisme, maka intervensi sesuai dengan kelainan
metabolismenya. Intervensi ini akan menyebabkan kolestasis membaik tetapi sebagian
bersifat progresif, kemudian membuat kondisi pasien semakin memburuk, berakhir dengan
sirosis, gagal hati dan akhirnya meninggal. Karena itu perlu adanya pengobatan yang serius.
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar
otak.13
14

Kesimpulan
Dari skenario dikatakan Seorang anak usia 2 bulan dibawa ke Dokter dengan keluhan utama
kuning pada seluruh badannya sejak usia 2 minggu. Riwayat demam tidak ada, pada
pemeriksaan fisik didapatkan (+) sklera ikterik, (+) jaundice di seluruh tubuh dan mukosa,
TTV dalam batas normal dapat di diagnosis neonatal kolestasis karna menurut anamnesis
serta pemeriksaan fisik . Kolestasis neonatal yaitu hambatan sekresi dan atau aliran empedu
yang biasanya terjadi dalam 3 bulan pertama kehidupan .

Daftar Pustaka
1. Roberts EA. The jaundiced baby. In: Deirdre A Kelly. Disease of the liver and biliary
system 2nd Ed. Blackwell Publishing 2004, 35-73.
2. A-Kader HH, Balisteri WF. Neonatal cholestasis. In: Behrman, Kliegman, Jenson.
Nelson Textbook of Pediatrics 17th Ed. Saunders, 2004;1314-19.
3. Karpen SJ. Update on the etiologies and management of neonatal cholestasis. Clin
Perinatol. 2002;29:159-80.
4. Suchy FJ. Approach to the infant with cholestasis. In: Suchy FJ Liver disease in children.
St Louise: Mosby- Yearbook. 1994:399-55.
5. Karpen SJ. Update on the etiologies and management of neonatal cholestasis. Clin
Perinatol. 2002;29:159-80.
6. Schwarz SM. Pediatric biliary atresia. Edisi 17 November 2014. Diunduh dari
www.emedicine.medscape.com, 21 Juni 2014
7. Desphande PG. Breast milk jaundice. Edisi 27 Maret 2014. Diunduh dari
www.emedicine.medscape.com, 21 Juni 2014
8. Balistreri F W. Neonatal Cholestasis. In : Behrman, Kliegman, Jenson. Nelson Textbook
Of Pediatrics 16th ed.356.1.
9. Roberts EA. The jaundiced baby. Disease of the liver and biliary system. Edisi ke-2.
London: Blackwell Publishing; 2004.h.35-73
10. Karpen SJ. Update on the etiologies and management of neonatal cholestasis. Clin
Perinatol 2002;29:159-80
11. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 2. Jakarta: EGC. 2000
12. Hidayat AA. Asuhan neonatus, bayi dan balita. Jakarta: EGC; 2009. h. 100.
13. Insley J. Vade mecum pediatric. Jakarta: EGC. Edisi 13; 2005. h. 249-51.
14. Roberts EA. The jaundiced baby. Disease of the liver and biliary system 2nd Ed.
Blackwell Publishing 2004. h.35-73.
15

Anda mungkin juga menyukai