Anda di halaman 1dari 8

1

Latar Belakang
Asma adalah penyakit saluran napas
kronik yang penting dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius
di berbagai negara di seluruh dunia. Asma
dapat
bersifat
ringan
dan
tidak
mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat
bersifat menetap dan mengganggu
aktivitas
bahkan
kegiatan
harian.
Produktivitas menurun akibat mangkir
kerja
atau
sekolah,
dan
dapat
menimbulkan
disability
(kecacatan),
sehingga
menambah
penurunan
produktivitas serta menurunkan kualiti
hidup. (PDPI, 2003).
Asma merupakan penyebab utama
penyakit kronis pada masa kanak-kanak,
menyebabkan kehilangan hari-hari sekolah
yang berarti, karena penyakit kronis. Asma
merupakan diagnosis masuk yang paling
sering di rumah sakit anak dan berakibat
kehilangan 5-7 hari sekolah secara
nasional/tahun/anak. Sebanyak 10-15%
anak laki-laki dan 7-10% anak wanita
dapat menderita asma pada suatu saat
selama masa kanak-kanak(PPIDAI,2008).
Asma dapat timbulpada segala umur,
dimana 30% penderita bergejala pada
umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak
yang menderita asma gejala pertamanya
muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian
besar anak yang terkena kadang-kadang
hanya mendapat serangan ringan sampai
sedang, yang relatif mudah ditangani.
Sebagian kecil mengalami asma berat
yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak
yang terus menerus dari pada yang
musiman.
Hal
tersebut
yang
menjadikannya
tidak
mampu
dan
mengganggu kehadirannya di sekolah,
aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke
hari (Sundaru, 2006).
Faktor risiko dari Asma meliputi usia,
riwayat merokok (perokok aktif, perokok
pasif, bekas perokok) dan paparan polusi
udara di lingkungan dan tempat kerja,
riwayat infeksi saluran napas bawah
berulang, riwayat penyakit keluarga,
lingkungan, cuaca dan psikologis. (PDPI,
2003).
Tujuan Studi

1.

Untuk mengurangi keluhan yang


dirasakan
pasien
serta
pencegahan perburukan dan
penatalaksanaan
secara
holistik,pasien center, family
appropied.

2.

Terdeteksinya faktor faktor


eksternal dan internal sebagai
penyebab kasus ASMA yang
dibahas.
Peningkatan pelayananan dengan
pendekatan
keluarga
pada
penderita asma.

3.

Ilustrasi Kasus
Pasien ialah seorang anak berusia 3 tahun.
Pasien beragama Islam, bertempat tinggal
di Jalan bakau Gg amarit no 37 tanjung
gading. Seorang anak yang tinggal
bersama nenek dan kedua orang
tuanyadengan keluhan utama sesak yang
semakin sering timbul sejak 1 hari
terakhir. Sesak dipengaruhi cuaca dan
debu sekitar. Sesak biasanya timbul satu
bulan sekali bisa juga 2 bulan sekali. Sesak
yang terjadi tiba-tiba dan menimbulkan
napas yang berbunyi.. Setiap kali serangan
sesak pasien hanya beristirahat dan
kemudian biasanya hilang. Ibu paien
pasien menyangkal sering mengalami
keringat banyak pada malam hari, ia pun
menyangkal sering mengalami keluhan
demam tanpa sebab, ibu pasien mengaku
di dalam keluarganya ada yang sering
mengalami sesak seperti anaknya yaitu
kakanya dan suaminya,dikatakan oleh
dokter suaminya mengidap asma. Ibu
pasien mengaku tidak pernah merokok,
dan dikeluarganya yang tinggal satu rumah
tidak ada yang merokok. Sejak 6 bulan
yang lalu, pasien telah sering mengalami
keluhan yang sama namun biasanya cepat
hilang saat beristirahat namun akhir-akhir
ini keluhan dirasakan semakin lama
hilangnya sehingga pasien memeriksakan
diri ke dokter
Metode
Analisis studi ini adalah case report. Data
primer diperoleh melalui anamnesis
(alloanamnesis) dari anggota keluarga (ibu
dari pasien), pemeriksaan fisik dan
kunjungan rumah, untuk melengkapi data

2
keluarga, data okupasi dan psikososial
serta lingkungan. Penilaian dilakukan
berdasarkan diagnosis holistik dari awal,
proses, dan akhir studi secara kuantitatif
dan kualitatif
DATA KLINIS
An. H, 3 tahun datang ke puskesmas satelit
pada 11 Maret 2016 dengan keluhan utama
sesak yang semakin sering timbul sejak 1
hari terakhir. Sesak dipengaruhi cuaca dan
debu sekitar. Sesak biasanya timbul
terutama di malam hari. Sesak biasanya
timbul satu bulan sekali bisa juga 2 bulan
sekali.. Sesak yang terjadi tiba-tiba dan
menimbulkan napas yang berbunyi. Setiap
kali serangan sesak pasien hanya
beristirahat dan kemudian biasanya hilang.
Ibu paien pasien menyangkal sering
mengalami keringat banyak pada malam
hari, ia pun menyangkal sering mengalami
keluhan demam tanpa sebab, ibu pasien
mengaku di dalam keluarganya ada yang
sering mengalami sesak seperti anaknya
yaitu kakanya dan suaminya,dikatakan
oleh dokter suaminya mengidap asma. Ibu
pasien mengaku tidak pernah merokok.
Sejak 6 bulan yang lalu, pasien telah
sering mengalami keluhan yang sama
namun biasanya cepat hilang saat
beristirahat namun akhir-akhir ini keluhan
dirasakan semakin lama hilangnya
sehingga pasien memeriksakan diri ke
dokter

D. Riwayat penyakit keluarga:


Ayah menderita asma

Bentuk : Normochepal, simetris


Muka : sembab (-)
Rambut : Hitam kemerahan,tidak mudah
dicabut
Mata
: kelopak mata oedem -/-,
konjunctiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
kornea jernih
Telinga : bentuk normal, simetris, liang
sempit, serumen -/-.
Hidung : bentuk normal, septum deviasi
(-), pernafasan cuping hidung (+)
Mulut : bibir kering, lidah kotor (-),
tonsil T1 T1 tenang, faring tidak
hiperemis
LEHER
Bentuk : simetris
Trachea: ditengah (normal)
KGB : tidak ada pembesaran
THORAKS
Bentuk: Bentuk simetris kanan=kiri
Retraksi Suprasternal
: (-)
Retraksi Substernal
: (-)
Retraksi Interkostalis
: (-)
Jarak antar costae
: normal
JANTUNG
Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi: ictus cordis tidak teraba
Perkusi: redup (batas jantung kanan :
Linea Parasternalis Destra ICS 2, batas
jantung atas : Linea Midclavicularis
Sinistra ICS 3, batas jantung kiri : Linea
Axillaris Anterior Sinistra ICS 6)
Auskultasi: irama jantung teratur.
PARU
Kiri

E. Riwayat penyakit dahulu:


Tidak ada.

Inspeksi

Pemeriksaan fisik
Kunjungan ke-dua 19 maret 2016
A. Keadaan umum & tanda-tanda vital
termasuk status gizi :
Keadaaan umum : Tampak sakit sedang
Suhu: 37,2 oC,
Berat badan: 15 kg, Frek. Nadi:99 x/menit,
Frek. Nafas: 28 x/menit,
Status Gizi: (BB/U) gizi baik
B. Status generalis :
KEPALA

Anterior
Kanan

Kiri

Posterior
Kanan

Palpasi

Gerakan
nafas
simetris =
kanan
Fremitus
taktil dan
fremitus
vokal =
kanan

Gerakan
nafas
simetris =
kiri
Fremitus
taktil dan
fremitus
vokal =
kiri

Gerakan
nafas
simetris =
kanan
Fremitus
taktil dan
fremitus
vokal =
kanan

Gerakan
nafas
simetris =
kiri
Fremitus
taktil dan
fremitus
vokal =
kiri

Perkusi

Sonor

Sonor

Sonor

Sonor

Ronki
- - - Wheezing
++

Ronki
- - - Wheezing
++

Ronki
- - - Wheezing
++

Ronki
- - - Wheezing
++

Auskultasi

3
++
++

++
++

++
++

ABDOMEN
Inspeksi: Datar, simetris
Palpasi: Hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan (-)
Perkusi: Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi
: Bising usus (+) dbn
GENITALIA EKSTERNA
Tidak dilakukan Pemeriksaan
EKSTREMITAS
Superior: Oedem (-/-), sianosis (-), ikterik
(-)
Inferior: Oedem (-/-), sianosis (-), ikterik
(-)
Kekuatan otot 5/5/5/5
STATUS NEUROLOGIS
Refleks fisiologis (+/+)/(+/+)
Refleks patologis (-/-)/(-/-)
Data keluarga :
Pasien belum sekolah, Kedua orangtua
pasien bekerja sebagai penjual buahbuahan. Perilaku berobat keluarga
memeriksakan diri ke layanan kesehatan
hanya bila timbul keluhan.

++
++

Pemukiman padat, luas rumah 6x8 m2.


Tinggal bersama nenek dan kedua
orantuanya. Rumah semi permanen,
berlantaikan semen, terdapat jendela yang
jarang dibuka.Terdapat ruang tamu dua
kamar dan dapur dengan ruang makan
menyatu. Kondisi rumah dan lingkungan
rumah lembab, tata letak barang yang
tidak rapi, pencahayaan yang kurang baik,
Penerangan menggunakan lampu listrik.
Sumber air berasal dari air sumur. Kamar
mandi di dalam rumah dan sudah bentuk
kloset permanen.
Diagnosis klinis awal :
Aspek personal :
- Alasan kedatangan : sesak nafas
yang disertai dengan batuk.
- Kekhawatiran : khawatir sesak dan
batuk nafasnya makin berat dan
berakibat fatal.
- Harapan : keluhan sesak nafas dan
batuk berdahak berkurang.
- Persepsi : dapat sembuh dari
penyakit.
Aspek klinis : Asma Presisten Ringan
Aspek risiko internal : kebersihan
sehingga banyak terdapat debu yang
merupakan salah satu faktor resiko
pencetus asma
Aspek psikososial keluarga :
-

: Laki-laki

: Perempuan
: meninggal
: meninggal

Keluarga kurang suportif terhadap


pencegahan timbulnya asma akibat
dari faktor resiko yang ada
- Kondisi rumah yang kurang ideal
(sangat sempit, ventilasi dan
pencahayaan
yang
kurang,
kebersihan rumah yang kurang)
Derajat fungsional : 1

Intervensi
Nonmedikamentosa:
1.

: satu rumah

2.
Gambar 1. Genogram An. H
3.
Data Lingkungan Rumah.

Memberikan informasi kepada


pasien dan keluarga mengenai
penyakit yang diderita serta
komplikasinya.
Konseling mengenai penyakit
Asma, faktor resiko, serta rencana
tatalaksanaannya.
Konseling dan motivasi kepada
keluarga
pasien
menjaga

4.

5.
6.

kebersihan dan perbaikan gaya


hidup.
Motivasi agar keluarga pasien
selalu meminum obat
bronkodilator oral secara teratur
untuk antisipasi eksaserbasi akut
dari Asma
Motivasi agar pasien datang
kembali untuk kontrol apabila
obat habis.
Jangan merokok didalam rumah

Medikamentosa:
Salbutamol 3x1
Dexamethason 3x1
Diagnosis Holistik Akhir :
Aspek personal
-Alasan kedatangan :
Sesak nafas dan Batuk
tidak memburuk
- Kekhawatiran : khawatir keluarga pasien
sudah
mulai berkurang
- Harapan : Belum tercapai maksimal
- Persepsi : dapat sembuh dari penyakit
Aspek klinis
Asma Presisten Ringan
Aspek risiko internal
Pola berobat masih mengutamakan
kuratif daipada preventif,
Pengetahuan yang cukup tentang
penyebab kekambuhan penyakit

Aspek psikososial keluarga


- Keluarga lebih supportif untuk
melakukan gaya hidup yang lebih
bersih.
- Kondisi rumah yang kurang ideal
(sangat sempit, ventilasi dan
pencahayaan yang kurang), tetapi
lebih baik dari pada sebelumnya
(lebih rapi dan lebih bersih)
Pembahasan
Asma bronkhial merupakan penyakit yang
masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di hampir semua negara di
dunia, baik dewasa maupun anak-anak

dengan derajat ringan sampai berat,


bahkan dapat mengancam jiwa seseorang.
Lebih dari seratus juta penduduk di
seluruh dunia menderita asma dengan
peningkatan prevalensi pada anak-anak.
(GINA, 2006)
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang
artinya terengah-engah dan berarti
serangan nafas pendek (Price, 2006).
Nelson mendefinisikan asma sebagai
kumpulan tanda dan gejala wheezing
(mengi) dan atau batuk dengan
karakteristik sebagai berikut; timbul secara
episodik dan atau kronik, cenderung pada
malam
hari/dini
hari
(nocturnal),
musiman,
adanya
faktor
pencetus
diantaranya aktivitas fisik dan bersifat
reversibel baik secara spontan maupun
dengan penyumbatan, serta adanya riwayat
asma atau atopi lain pada pasien/keluarga,
sedangkan sebab-sebab lain sudah
disingkirkan (Nelson 1996).
Asma ditandai 3 kelainan utama pada
bronkus yaitu bronkokonstriksi otot
bronkus,
inflamasi
mukosa
dan
bertambahnya sekret yang berada di jalan
nafas. Pada stadium permulaan terlihat
mukosa jalan nafas pucat, terdapat edema
dan sekresi lendir bertambah. Lumen
bronkus dan bronkiolus menyempit akibat
spasme. Terlihat kongesti pembuluh darah,
infiltrasi sel eosinofil bahkan juga dalam
sekret di dalam lumen saluran nafas. Bila
serangan terjadi sering dan lama atau
dalam stadium lanjut, akan terlihat
deskuamasi epitel, penebalan membran
hialin basal, hiperplasi serat elastin,
hiperplasi dan hipertrofi otot bronkus dan
jumlah sel goblet bertambah. Kadangkadang pada asma menahun atau pada
serangan yang berat terdapat penyumbatan
bronkus oleh mukus yang kental yang
mengandung eosinofil (PDPI, 2003)
Pada pasien ini penegakkan asma ,
berdasarkan keluhan pasien didapatkan
sesak dalam 6 bulan terakhir yang makin
sering timbul dan berlangusng semakin
lama. Sesak nafas yang terkadang disertai
dengan batuk yang kambuhan sedikitnya 2
kali dalam seminggu terakhir dan 1 kali
dalam
seminggu
terakhir
untuk
kekambuhan di malam hari. Sedangkan
dari pemeriksaan fisik didapatkan respirasi

5
rate pasien 28 kali/menit. Pada auskultasi
paru terdengar wheezing pada kedua
lapang paru .Sesuai dengan gambaran
klinis asma berupa batuk yang disertai
wheezing dan sifat kekambuhanya
periodik (PDPI, 2003). Gambaran lainnya
adalah sifat kekambuhan yang biasanya di
pengaruhi oleh cuaca dan alergen di
sekitarnya.
Secara umum faktor risiko asma
dibedakan menjadi 2 kelompok faktor
genetik dan faktor lingkungan.
1.
Faktor genetik
a.
Hipere
aktivitas
b.
Atopi/
alergi bronkus
c.
Faktor
yang memodifikasi
penyakit genetik
d.
Jenis
kelamin
e.
Ras/et
nik
2. Faktor lingkungan
a.
Alergen di
dalam ruangan (tungau,
debu rumah, kucing,
alternaria/jamur dll)
b.
Alergen
diluar ruangan (alternaria,
tepung sari)
c.
Makanan
(bahan penyedap,
pengawet, pewarna
makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi,
telur)
d.
Obat-obatan
tertentu (misalnya
golongan aspirin, NSAID,
bloker dll)
e.
Bahan yang
mengiritasi (misalnya
parfum, household spray,
dan lain-lain)
f.
Ekpresi
emosi berlebih
g.
Asap rokok
dari perokok aktif dan
pasif

h.

Polusi udara
di luar dan di dalam
ruangan
i.
Exercise
induced asthma, mereka
yang kambuh asmanya
ketika melakukan aktifitas
tertentu
j.
Perubahan
cuaca
Maka dilakukan kunjungan ke dua untuk
mencari faktor resiko dari pasien
(Surjanto, 2008)
Kunjungan ke-tiga dilakukan ada tanggal
21 maret 2016 untuk melengkapi data-data
sehingga pada anamnesis di dapatkan
faktor resiko yang dimiliki oleh pasien
adalah riwayat pajanan asap rokok yang
didapatkan dari kebiasaan ayahnya yang
merokok di dalam rumah, polusi udara
sekitar rumah yaitu debu dan minimnya
ventilasi
dan
pencahayaan.
Pada
kunjungan ini juga di lakukan penilaian
terhadap terapi untuk memastikan bahwa
salah satu pendukung diagnosa asma
adalah sesak yang memberikan respon
positif terhadap terapi bronkodilator
(PDPI, 2003)
Pencemaran udara dalam ruang terutama
rumah sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia, karena pada umumnya orang
lebih banyak menghabiskan waktu untuk
melakukan kegiatan di dalam rumah.
Pencemaran udara di dalam ruang rumah
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara
lain, bahan bangunan (misal; asbes),
struktur bangunan (misal; ventilasi), bahan
pelapis untuk furniture serta interior (pada
pelarut organiknya), kepadatan hunian,
kualitas udara luar rumah (ambient air
quality), debu, dan kelembaban yang
berlebihan. Selain itu, kualitas udara juga
dipengaruhi oleh kegiatan dalam rumah
seperti dalam hal perilaku merokok dalam
rumah.
Bahan-bahan
kimia
yang
terkandung dapat mengeluarkan polutan
yang dapat bertahan dalam rumah untuk
jangka waktu yang cukup lama (Yanbaeva
et al, 2007).
Pengklasifikasian asma pada pasien ini
menggunakan
klasifikasi
banyaknya
serangan pasien mengalami serangan lebih
dari 2 kali dalam seminggu dan 1 kali

6
serangan malam dalam sebulan untuk itu
pasien ini dimasukan ke dalam kriteria
asma presisten ringan (Depkes RI, 2009)
Sampai saat ini penyebab penyakit asma
belum diketahui secara pasti meski telah
banyak penelitian oleh para ahli di dunia
kesehatan. Namun demikian yang dapat
disimpulkan adalah bahwa pada penderita
asma saluran pernapasannya memiliki sifat
yang khas yaitu sangat peka terhadap
berbagai rangsangan seperti polusi udara
(asap, debu, zat kimia), serbuk sari, udara
dingin, makanan, hewan berbulu, tekanan
jiwa, bau/aroma menyengat (misalnya;
parfum) dan olahraga (Yanbaeva et al,
2007).
Dengan beberapa faktor resiko yang
dimiliki pasien seperti perokok pasif,
polusi udara didalam ruangan (seperti asap
rokok, asap kompor), polusi di luar
ruangan, sosial ekonomi yang menengah
kebawah dapat meningkatkan terjadinya
resiko lebih lanjut dikarenakan asma yang
sering terjadi atau kambuh dapat
meningkatkan resiko infeksi pada paru dan
dapat meningkatkan resiko komplikasi
berupa PPOK (PDPI, 2003).
Manajemen yang dilakukan
Tatalaksana
pasien
asma
adalah
manajemen kasus untuk meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar
pasien asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari (asma terkontrol)(Depkes RI,
2009).
Tujuan :
Menghilangkan dan mengendalikan
gejala asma;
Mencegah eksaserbasi akut;
Meningkatkan dan mempertahankan
faal paru seoptimal mungkin;
Mengupayakan aktivitas normal
termasuk exercise;
Menghindari efek samping obat;
Mencegah terjadinya keterbatasan
aliran udara (airflow limitation)
ireversibel;
Mencegah kematian karena asma.

Khusus anak, untuk mempertahankan


tumbuh kembang anak sesuai potensi
genetiknya.

Kepada pasien dalam kasus ini,


manajemen yang diberikan pertama adalah
edukasi, dimana pasien perlu menghindari
hal-hal
yang
dapat
menyebabkan
kekambuhan (batuk dan sesak napas)
sehingga pasien dapat menjalani aktivitas
sehari-hari.
Pasien
juga
diberikan
informasi mengenai penyakitnya, asma,
sehingga pasien dapat memahami bahwa
pasien dapat mengontrol penyakit tersebut
meskipun tidak dapat sembuh. Kemudian
pemberitahuan mengenai kegunaan dari
obat-obatan, cara penggunaan, waktu
penggunaan, dosisi obat, dan efek
samping. Selain itu pasien juga perlu
melakukan latihan, atau eksersais,
sehingga dapat mencapai kualitas hidup
yang optimal (PDPI, 2003). Pasien pada
kasus ini telah mendapatkan terapi obat
berupa salbutamol oral 3x1, kemudian
dexametason 3x1. Pasien meminum obatobat tersebut secara rutin selama 3 hari.
Faktor pendukung dalam penyelesaian
masalah pasien dan keluarga adalah
keluarga selalu kooperatif dalam setiap
kegiatan pembinaaan, tekun, patuh dan
semangat untuk hidup sehat. Sedangkan
faktor penghambatnya adalah kakek yang
belum bisa berhenti sepenuhnya merokok
Pada tanggal 23 Maret 2016 evaluasi
dilakukan kembali sejauh mana kepatuhan
pasien dalam menjalankan anjuran yang
diberikan, maka menurut pasien kondisi
yang dirasakan sudah membaik dari
sebelumnya.
Pasien
sudah
dapat
melakukan aktivitas ringan sehari- hari.
Sesak nafas pasien dan produksi dahak
pada batuknya berkurang. Respirasi rate
pasien stabil 18kali/menit, serta tetap
menganjurkan
orang
tua
pasien
memeriksakan diri kepuskemas dan
mengubah pola hidup dengan lebih rajin
membersihkan rumah.
Melihat tingkat kepatuhan pasien sangat
tinggi dan hasil pemeriksaan yang stabil
maka prognosis pada pasien ini dalam hal
quo ad vitam; bonam, dilihat dari quo ad
funtionam; bonam karena pasien masih
dapat melakukan kegiatan aktivitas ringan

7
sehari-hari dan quo ad sanationam; bonam
karena pasien masih bisa melakukan
fungsi sosialnya.
Kesimpulan
1.

2.

3.

4.
5.

Didapatkan
faktor
internal
kebersihan rumah, pola berobat
kuratif; pengetahuan yang kurang
tentang Asma. Faktor eksternal:
kondisi rumah kurang ideal
(sempit, ventilasi dan pencahayaan
yang kurang baik, serta kebersihan
dari rumah yang buruk)
Peran keluarga amat penting
dalam tanggung jawab bersama
dan
tindakan
pencegahan
komplikasi.
Lingkungan
mempengaruhi
timbulnya
suatu
penyakit.
Sembuhnya suatu penya kit serta
memperberat suatu penyakit
Melakukan risk management pada
setiap pasien amat penting.
Dalam
melakukan
intervensi
terhadap pasien tidak hanya
memandang dalam
hal klinis
tetapi
juga
terhadap
psikososialnya,
oleh karena
pemriksaan
dan
penanganan
holistic,
komperhensif
dan
berkesinambungan .

Upaya Pelaksana Pelayanan Kesehatan


1. Perlunya pelayanan kesehatan
yang
lebih
menyeluruh,
komprehensif,
terpadu
dan
berkesinambungan.
2. Tidak hanya fokus pada keluhan
pasien akan tetapi mencari faktor
resiko internal dan eksternal.
3. Dapat
terus
melanjutkan
pembinaan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
1.

2.

3.

4.

5.
Saran
Untuk pasien dan keluarganya
1. Perilaku kesehatan pasien dan
keluarga perlu ditingkatkan untuk
mencegah kesehatan yang sudah
teratasi atau munculnya masalah
kesehatan yang baru.
2. Tetap melakukan intervensi yang
telah diberikan.
3. Keluarga perlu mengoptimalkan
kerja sama antar anggota keluarga
untuk meningkatkan kesehatan
keluarga.
Untuk Pembina Selanjutnya.
1. Pemantauan dan re-evaluasi gaya
hidup dan perilaku kesehatan
keluarga.
2. Perlu pembinaan lebih lanjut pada
pasien dan keluarga untuk kontrol
apabila
obat
habis
dan
pemeriksaan kesehatan rutin.

6.

7.
8.

Behrman, dkk. (2000). Ilmu


Kesehatan Anak Nelson. Volume
3. Jakarta: EGC. Depkes RI,
2009. Pedoman Penanggulangan
Asma. Jakarta
GINA,2006.Global Strategy for
Asthma
Management
and
Prevention, Global Initiative for
Asthma (GINA)
Perhimpunan
Dokter
Paru
Indonesia,
2003.
Pedoman
Nasional Asma Anak. Jakarta:
Yayasan Penerbit IDI
Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2008. Pedoman Pengendalian
Asma, Jakarta : Yayasan Penerbit
IDI
Price, S.A & Wilson.2006.
Patofisiologi
konsep
klinik
proses-prose penyakit. Buku
2.Edisi . Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC
Sundaru H, Sukamto, 2006. Asma
Bronkial,
Departemen
Ilmu
Penyakit
Dalam
Fakulas
Kedokteran
Universitas
Indonesia, Jakarta 2006 ; 247.
Surjanto E. Derajat, 2008. Asma
dan Kontrol Asma. Jurnal
Respirologi Indonesia .
Yanbaeva DG, Detender MA,
Creutzber g EC, Wesseling G,
Wounters Emiel FM. 2007.
Systemic effect of smoking.
Chest. 131;1557-66

Anda mungkin juga menyukai