Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Genesa dan Eksplorasi Batubara adalah salah satu ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang proses pembentukan batubara dimana batubara merupakan
sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan yang
terhumifikasi, berwarna coklat sampai hitam yang selanjutnya terkena proses fisika
dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun hingga mengakibatkan pengkayaan
kandungan C (Wolf, 1984 dalam Anggayana 2002).
Cook (1999) menerangkan bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan yang
terakumulasi menjadi gambut yang kemudian tertimbun oleh sedimen, setelah
pengendapan terjadi peningkatan temperatur dan tekanan yang nantinya mengontrol
kualitas batubara.
Pembentukan tanaman menjadi gambut dan batubara melalui dua tahap, yaitu
tahap diagenesa gambut (peatilification) dan tahap pembatubaraan (coalification).
Tahap diagenesa gambut disebut juga dengan tahap biokimia dengan melibatkan
perubahan kimia dan mikroba, sedangkan tahap pembatubaraan disebut juga dengan
tahap geokimia atau tahap fisika-kimia yang melibatkan perubahan kimia dan fisika
serta batubara dari lignit sampai antracit (Cook, 1982).
Pada paper ini, saya akan menjelaskan tentang salah tahap pembentukan
batubara yaitu proses pembentukan gambut yang dimana secara umum definisi tanah
gambut adalah tanah yang jenuh air dan tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisasisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm.
1.2 Tujuan
1. Untuk berbagi ilmu pengetahuan mengenai proses pembentukan gambut.
2. Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Genesa dan
Eksplorasi Batubara
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari gambut?
2. Bagaimana proses pembentukan gambut?
3. Apa pengertian dari moor?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Gambut
Gambut merupakan batuan sedimen organik (tidak padat) yang dapat terbakar
dan berasal dari sisa sisa hancuran atau bagian tumbuhan yang tumbang dan mati
di permukaan tanah, pada umumnya akan mengalami proses pembusukan dan
penghancuran yang sempurna sehingga setelah beberapa waktu kemudian tidak
terlihat lagi bentuk asalnya. Pembusukan dan penghancuran tersebut pada dasarnya
merupakan proses oksidasi yang disebabkan oleh adanya oksigen dan aktivitas
bakteri atau jasad renik lainya. Jika tumbuhan tumbang disuatu rawa, yang dicirikan
dengan kandungan oksigen yang sangat rendah sehingga tidak memungkinkan
bakteri anaerob (bakteri memerlukan oksigen) hidup, maka sisa tumbuhan tersebut
tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna sehingga
tidak akan terjadi proses oksidasi yang sempurna. Pada kondisi tersebut hanya
bakteri-bakteri anaerob saja yang berfungsi melakukan proses dekomposisi yang
kemudian membentuk gambut (peat). Daerah yang ideal untuk pembentukan gambut
misalnya rawa, delta sungai, danau dangkal atau daerah yang kondisi tertutup udara.
Gambut bersifat porous, tidak padat dan umumnya masih memperlihatkan struktur
tumbuhan asli, kandungan airnya lebih besar dari 75% (berat) dan komposisi
mineralnya kurang dari 50 % (dalam keadaan kering).
Menurut Bend (1992) dalam Diessel (1992) untuk dapat terbentuknya gambut,
beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu :
1) Evolusi tumbuhan
2) Iklim
3) Geografi dan tektonik daerah
2.2 Genesa Gambut
Selley (1976) mengatakan maturation atau coalification merupakan
pertukaran unsur tanaman yang terjadi sesudah tanaman itu mati dan terendapkan.
Pendewasaan (maturation), terjadi dalam dua tahap yaitu tingkat gambut (peat
stage) dan tingkat timbunan (burial stage). Pada fase gambut terjadi perubahan
biogenik, batang-batang tanaman yang mati terurai secara biokimia dan ketika
terkubur mengalami pertambahan beban dari sedimen diatasnya serta mengalami
peningkatan temperaturnya membuatnya dewasa secara dinamotermal sehingga

lambat laun gambut berubah menjadi batubara.

Gambar 1. Tahap Pembentukan Gambut menjadi Batubara


Tahap gambut merupakan syarat mutlak untuk pembentukan batubara. Dalam
keadaan normal tumbuhan mati yang tersingkap di udara akan hancur oleh proses
oksidasi dan oleh organisme, terutama fungi dan bakteri anaerob.
Bila tumbuhan tertimbun dalam rawa sehingga jenuh air, maka terdapat beberapa
kemungkinan perubahan. Bakteri aerobik yang membutuhkan oksigen akan segera
mati seiring dengan berkurangnya oksigen dalam rawa. Sementara itu, bakteri
anaerob yang tidak membutuhkan oksigen akan muncul dengan fungsi yang sama,
yaitu menguraikan unsur-unsur tanaman. Jika keadaan air rawa tenang maka hasil
kegiatan bakteri tidak akan hilang dan terkumpul di atasnya. Akibatnya, lingkungan
rawa menjadi tidak bersih, aktifitas bakteri menjadi terbatas dan peruraian
tumbuahan sisa kemudian berhenti. Pada tingkat ini hasilnya disebut peat (gambut ).
Jika gambut dialiri air maka bahan-bahan penghambat mejadi hilang terbawa
aliran dan peruraian berlangsung lagi dan kemungkinan gambut tidak terbentuk. Jika
endapan gambut tidak teraliri lagi, akan tetapi terkubur oleh lapisan sedimen halus
yang sifatnya kedap air (impermeable) maka pengawetan secara alami mungkin
terjadi. Bila proses ini berlangsung berulang ulang maka akan terbentuk perlapisan
batubara.
Tahap-tahap proses pembentukan endapan gambut:
1. Asosiasi marin (Rhizophora)
2. Asosiasi payau (Avicennia)

3. Asosiasi transisi (Conocarpus)


4. Asosiasi klimaks (Tropical forest)
Kecepatan pembentukan lapisan gambut:
1. Proses perkembangan tanah gambut adalah Paludiasi,yaitu penebalan lapisan
bahan gambut dalam lahan yang berdrainase jelek di bawah kondisi anaerob.
2. Kecepatan pembentukan gambut tergantung iklim, vegetasi kemasaman, kondisi
aerob dan anaerob, aktivitas mikroorganisme.
3. Di pantai dekat laut pengaruh kegaraman akan mempercepat pertumbuhan tanah
gambut karena proses dekomposisi BO terhambat akibat hanya mikroorganisme
yang tahan kegaraman saja yang aktif.
Faktor-faktor lain yang mengontrol pembetukan gambut :
1.
2.
3.
4.

Kelembaban yang berlebihan (exces moisture)


Pengiriman zat makan (suply of nutrients)
Derajat keasaman atau alkalinitas
Potensial oksidasi reduksi (redoks).
Kelembaban yang berlebihan menyebebkan oksidasi berjalan pelan, kecepatan

dari pembusukan lambat dan gambut cenderung tertimbun terus. Keasaman dari
medium sekitar di pengaruhi oleh kandungan kapur ( CaCO3 ) dalam air.
2.3 MOOR
Moor adalah lapisan gambut dengan ketebalan minimun 30 cm (dalam hal
tertentu lumpur juga termasuk di dalamnya). Gambut terjadi akibat penumpukan sisa
tumbuhan yang tidak secara keseluruhan berwarna kemerah-merahan/teroksidasi
terjadi di bawah kondisi basah (di bawah air), sehingga tidak seluruhnya
berhubungan dengan udara.
Menurut Ilmu tanah gambut adalah sedimen yang mengandung lebih besar dari
30 % substansi organik dalam kondisi kering. Sedangkan menurut pengertian yang
lebih baru lagi, ada tiga kategori yang didasarkan pada temperatur pemanasan 5000
C. Disebut Moor kalau pada temperatur tersebut kehiangan berat 75 100 %. Kalau
kehilangan berat 15 75 % disebut Anmoor, sedang kalau kehilangan berat 0 15
%, maka disebut mineral atau tanah.
Beberapa kemungkinan bentuk morfoogi moor (sebagai contohnya adalah
daerah Eropa Barat) dapat dilihat pada gambar 2.1. Dilihat dari permukaannyamaka
moor dapat dibagi menjadi dua, yaitu : Hochmoor dan Niedermoor. Jenis tumbuhan
yang hidup umumnya berbeda pada masing-masing tie moor. Pada niedermoor
biasanya tumbuh rumput-rumputan dengan daun yang lebar dan tumbuhan perdu

(sehingga pada musim semi dan pada musim panas kelihatan sangat hijau).
Sementara hochmoor ditumbuhi oleh jenis tumbuhan yang sangat terbatas (lumut dan
rumput dengan daun yang kecil). Untuk daerah yang beriklim sedang maka
hochmoor ditumbuhi oleh Sphagnum dan untuk daerah tropis ditumbuhi oleh hutan
lebat dengan bermacam tumbuhan.
1.

Niedermoor/ Lowmoor
Niedermoor terbentuk pada lingkungan yang kaya akan bahan makanan (eutrop)

atau pada suatu bagian perairan (danau) yang menjadi darat (Verlandung
Nahrstofffreicher Gewasser), dimana kaya akan makanan bagi tumbuhan sebagai
penyebab berlimpahnya/ tumbuh subur vegetasi.
Air tanah atau laut yang bergerak bisa mengakibatkan suatu penghanuran yang
cepat dari tumbuhan yang teah mati, sehingga penumpukkan gambut menadi lambat.
Dalam hal ini gambut sangat basah/ banyak air. Permukaan moor dalam jangka
waktu yang lama tertutup air (periode dalam setahun), sehingga jenis tumbuhan yang
hidup disini menyesuaikan diri. Sering permukaan moor datar atau cekung. Hanya
moor di lereng gunung bisa murung permukaannya. Moor ini tidak secara langsung
tergantung pada air hujan, karena supply airnya bisa dari daerah sekitarnya berupa
sungai atau air tanah.

Gambar 2. Tipe tipe moor (Gotlich, 1986)


2.

Hochmoor/ Highmoor
Hochmoor bisa mencapai beberapa meter dari permukaan tanah dengan bentuk

yang cembung. Moor ini tidak tergantung pada air tanah atau air kolam karena moor
ini mempunyai sistem air tersendiri yang tergantung hanya pada air hujan. Moor ini
terjadi akibat neraca air yang positif (penguapan lebih kecil dari uap hujan) sehingga
air huan tersimpan dalam gambut. Akibatnya pH menjadi lebih kecil dan miskin
akkan oksigen. Dengan demikian penghancuran sisa yumbuhan menjadi terhambat
(penumpukkan gambut menjadi cepat). Karena miskin akkan bahan makanan maka
disebut Ombrotoph.

BAB III
KESIMPULAN

Gambut merupakan batuan sedimen organik (tidak padat) yang dapat terbakar
dan berasal dari sisa sisa hancuran atau bagian tumbuhan yang tumbang dan mati
di permukaan tanah, pada umumnya akan mengalami proses pembusukan dan
penghancuran yang sempurna sehingga setelah beberapa waktu kemudian tidak
terlihat lagi bentuk asalnya. Gambut terbentuk pada lingkungan rawa yang sifatnya
tidak bersih yang dikarenakan aktifitas bakteri pengurai tanaman atau tumbuhan sisa
menjadi terbatas kemudian berhenti dan jika aktifitas ini terus berlangsung secara
berulang-ulang, lalu lama kelamaan akan membentuk endapan atau lapisan gambut.
Moor adalah lapisan gambut dengan ketebalan minimun 30 cm (dalam hal tertentu
lumpur juga termasuk di dalamnya).

Anda mungkin juga menyukai