Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pengujian mikrobiologik terhadap produk perbekalan farmasi dan
makanan yang beredar di seluruh Indonesia sangat perlu dilakukan,
dengan mengingat bahwa produk tersebut sangat mudah dikontaminasi
oleh mikroorganisme. Keberadaan mikroorganisme dalam perbekalan
farmasi dan makanan tidak diharapkan, karena dapat berdampak
negative terhadap kesehatan para konsumen. Di samping itu juga, dalam
rangka menghadapi era globalisasi dan ketersediaan semua produkproduk dalam bentuk siap pakai, maka pengontrolan dan pengujian
secara mikrobiologik terhadap produk pembekalan farmasi dan makanan
dan kosmetika mutlak dibutuhkan.
Pemeriksaan obat dan makanan perlu mengadakan suatu
prosedur operasional baku pengujian mikrobiologi yang terarah, dalam
hal ini meliputi makanan, minuman, obat tradisional, sediaan kosmetika,
alat kesehatan, antibiotika dan vitamin-vitamin, untuk digunakan sebagai
pedoman oleh Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan di seluruh
Indonesia.
Jenis pengujian yang diperlukan untuk masing-masing produk
tidak sama. Untuk produk makanan diuji cemaran mikrobanya. Uji angka

lempeng total merupakan tolak ukur mikrobiologis untuk mengetahui


kebersihan pengolahan dan penanganan produk makanan dan minuman
maupun produk lainnya yang juga merupakan suatu indikasi layak atau
tidak layaknya suatu produk untuk digunakan.
I.2 Maksud dan Tujuan Praktikum
1.2.1 Maksud Praktikum
Mengetahui tingkat kontaminasi mikroba dari suatu produk makanan,
minuman, kosmetik, dan obat tradisional.
1.2.2 Tujuan Praktikum
1.

Menentukan

tingkat

pencemaran

mikroorganisme pada sampel ...................... dengan menggunakan


metode Angka Lempeng Total (ALT) bakteri dan kapang, serta uji bakteri
patogen Staphylococcus aureus, Salmonella thyposa, Vibrio cholera,
Candida albicans, E.coli, dan Pseudomonas aureginosa.

I.3 Prinsip Percobaan


1. Uji Angka Kapang

Pengujian Angka Lempeng Total (ALT) kapang/khamir pada sampel


...................................... berdasarkan perhitungan jumlah koloni yang tumbuh
dengan tingkat pencemaran tertentu setelah cuplikan sampel diinokulasikan
pada medium Potato Dextrose Agar dan diinkubasikan pada suhu 20 - 25C
selama 3 x 24 jam.
2. Uji ALT bakteri
Pengujian

Angka

Lempeng

Total

(ALT)

bakteri

pada

sampel......................... berdasarkan perhitungan jumlah koloni yang tumbuh


dengan tingkat pencemaran tertentu setelah cuplikan sampel diinokulasikan
pada medium Nutrient Agar (NA) dan diinkubasikan pada suhu 37C selama
1 x 24 jam.
3. Uji MPN Coliform dan Escherichia coli
Uji adanya bakteri koliform pada sampel ........................ yang
diinokulasikan pada media Lactose Broth (LB) dan diinkubasi selama 1x24
jam, ditandai adanya reaksi fermentasi yang merubah warna hijau menjadi
kuning dan pembentukan gas di dalam tabung durham, serta pertumbuhan
lanjutan pada medium EMBA (Eosin Metilen Blue Agar) dan diinkubasi pada
suhu 37C selama 1 x 24 jam yang menghasilkan zona merah dan
pertumbuhan koloni hijau.

4. Uji Salmonella thyposa

Uji adanya bakteri Salmonella typhosa pada sampel ..............................


berdasarkan pertumbuhan Salmonella typhosa setelah diinokulasikan pada
medium Selenite Cystein Broth (SCB) yang ditandai dengan adanya
kekeruhan dan timbulnya endapan setelah diinkubasi selama 1 x 24 jam
pada suhu 37C, serta pertumbuhan lanjutan pada medium Salmonella
Shigella Agar (SSA) dan diinkubasi terbalik selama 1 x 24 jam pada suhu
37C yang menghasilkan pertumbuhan zona kuning dan koloni berwarna
hitam.
5. Uji Staphylococcus aureus
Pertumbuhan Staphylococcus aureus untuk sampel pada sampel
..........................berdasarkan pertumbuhan Staphylococcus aureus setelah
diinokulasikan pada medium Pepton Water (PW) yang ditandai dengan
adanya kekeruhan dan timbulnya endapan setelah diinkubasi selama 1 x 24
jam pada suhu 37C, serta pertumbuhan lanjutan pada medium Vogel
Johnson Agar (VJA) dan diinkubasi terbalik selama 1 x 24 jam pada suhu
37C yang menghasilkan pertumbuhan zona kuning dan koloni berwarna
hitam.
7. Uji Pseudomonas aeroginosa
Uji

adanya

bakteri

.........................................

Pseudomonas
berdasarkan

aeroginosa
pertumbuhan

pada

sampel

Pseudomonas

aeroginosa setelah diinokulasikan pada medium Tryptone Soy Broth (TSB)

yang ditandai dengan adanya kekeruhan dan timbulnya endapan setelah


diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu 37C, serta pertumbuhan lanjutan
pada medium Cetrimide Agar (CETA) dan diinkubasi terbalik selama 1 x 24
jam pada suhu 37C yang menunjukkan fluoresensi pada lampu UV.
8. Uji Candida albicans
Uji Candida albicans pada sampel ...........................berdasarkan
pertumbuhan Candida albicans setelah diinokulasikan pada medium Sobord
Dextrose Broth (SDB) yang ditandai dengan adanya kekeruhan setelah
diinkubasi selama 1 x 24 jam, serta pertumbuhan lanjutan pada medium
Potato Dextrose Agar (PDA) setelah diinkubasi selama 3 x 24 jam pada suhu
25C.
9. Uji Vibrio cholera
Uji

Vibrio

cholera

pada

sampel

..

berdasarkan

pertumbuhan Vibrio cholera setelah diinokulasikan pada medium Pepton


Water (PW) yang ditandai dengan adanya kekeruhan setelah diinkubasi 1 x
24 jam pada suhu 37C, serta pertumbuhan lanjutan pada medium
Thiosulphate Citrate Bile Salt Sucrose Agar (TCBSA) dan diinkubasi terbalik
selama 1 x 24 jam pada suhu 37C.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum

Makanan yang disukai manusia, pada umumnya juga disukai oleh


mikrorganisme. Dengan demikian maka mikrorganisme itu pada dasarnya
merupakan saingan bagi manusia (1).
Senyawa utama yang menyusun bahan makanan terdiri dari protein,
karbohidrat dan lemak/lipida, sangat cepat diuraikan oleh kegiatan mikroba
yang terkandung di dalamnya (melalui proses enzimatik). Dalam proses
penguraian itu dihasilkan senyawa-senyawa baru yang berhubungan dengan
proses yang terjadi. Proses enzimatik ini dapat berlangsung dengan dua cara
(2) :
a. Secara anaerobik (tanpa kehadiran oksigen)
b. Secara aerobik (dengan kehadiran oksigen).
Karena kemampuan putrefaksi, fermentasi, dan sintesanya, organisme
mendapatkan tempat yang berguna dalam banyak proses industri, meliputi
pembuatan atau pengolahan makanan, pakaian dan obat-obatan (3).
Makanan

yang

telah

dihinggapi

mikroorganisme

itu

mengalami

penguraian, sehingga dapat berkurang nilai gizi dan kelezatannya, bahkan


makanan yang telah dalam keadaan terurai itu dapat menyebabkan sakit
sampai matinya seseorang yang memakannya.
Keracunan karena makanan dapat terjai dimana-mana, dan sampai
sekarang pun jumlah korban akibat keracunan makanan itu relatif tinggi,
terlebih-lebih di daerah-daerah yang penduduknya miskin.

Sebaliknya, ada beberapa jenis makanan dan minuman yang perlu


ditumbuhi mikroorganisme terlebih dahulu supaya jadi dan lezatnya
bertambah. Pembuatan keju, tempe, tape, minuman anggur, tuak dan lainlainnya lagi akan tidak berhasil jika tidak dengan pertolongan mikrorganisme
(1).
Berbagai penyakit dan infeksi yang berbeda-beda mungkin terjadi karena
memakan makanan yang terkontaminasi dengan organisme patogen. Hal ini
khususnya benar untuk infeksi usus seperti E.coli enterotoksigen, kolera,
disentri dan tifus. Infeksi makanan terjadi karena memakan makanan yang
mengandung organisme hidup yang mampu sembuh atau bersporulasi
dalam usus, yang menimbulkan penyakit. Organisme penting yang
menimbulkan C.perfringens, Vibrio parahaemolyticus dan sejumlah jenis
Salmonella

yang

berlainan.

Sebaliknya,

peracunan

makanan

tidak

disebabkan oleh menelan organisme hidup melainkan dengan kemasukan


toksin atau substansi beracun yang disekresi ke dalam makanan, tetapi
apabila toksin itu sendiri tidak dimusnahkan, peracunan makanan yang hebat
dapat terjadi dengan memakan makanan tersebut. Organisme yang
menyebabkan peracunan makanan mencakup S.aureus, C.botulinum, dan
B.cereus (3).
Kehadiran mikroba di dalam bahan makanan, dapat mendatangkan
keuntungan, dapat pula mendatangkan kerugian. Yang dimaksud dengan
mendatangkan keuntungan kalau akibat kehadirannya baik secara langsung

ataupun secara tidak langsung, mikroba tersebut akan mendatangkan


keuntungan dalam bentuk :
a. Berperan di dalam proses
b. Berperan di dalam peningkatan nilai gizi/nutrisi makanan
c. Berperan di dalam pengadaan bau dan rasa yang diperlukan
d. Berperan di dalam perubahan warna yang dikehendaki
e. Secara langsung berperan di dalam pengadaan sumber protein,
vitamin, lemak atau karbohidrat baru.
Yang dimaksud dengan mendatangkan kerugian, kalau kehadiran
mikroba tersebut di dalam bahan makanan, justru akan (2) :
a. Merubah bau, rasa dan warna yang tidak dikehendaki
b. Menurunkan berat atau volume
c. Menurunkan nilai gizi/nutrisi
d. Merubah bentuk dan susunan senyawa
e. Menghasilkan toksin (senyawa racun) yang membahayakan.
Tidak semua bahan baku dalam sediaan farmasi menunjukkan kadar
kontaminasi yang tinggi. Oleh sebab itu perlu diadakan klasifikasi bahan
baku standar sesuai kadar pengotoran oleh mikroba. Klasifikasi itu dapat
dibuat sebagai berikut (4) :

1. Bahan-bahan baku yang karena sifatnya jarang dikotori oleh mikroba


pengontrolan kadar mikroba tidak diperlukan.
2. Bahan-bahan baku yang diketahui karena pengalaman dimana
mengandung sedikit mikroba, maka pengontrolannya sekali-kali diperlukan.
3. Bahan-bahan yang

menurut pengalaman tidak tertentu kadar

mikrobanya maka tiap pembelian harus dilakukan pengontrolan terhadap


kadar kontaminasi mikroba.
4. Bahan-bahan

yang

tidak

diketahui

karena

asalnya

hanya

mengandung mikroba maka tiap pembelian dilakukan pengontrolan.


Bakteri yang tumbuh di dalam makanan kita mengubah makanan tersebut
menjadi zat-zat organik yang kurang energinya. Didalam pengubahan itu
bakteri beroleh energi yang dibutuhkannya. Hasil metabolisme spesiesspesies tertentu digemari oleh manusia, misalnya, alkohol sebagai hasil
metabolisme Saccharomyces cerevisies, cuka sebagai hasil fermentasi
Acetobacter

sp.

Akan

tetapi

ada

beberapa

spesies

yang

hasil

metabolismenya merupakan eksotoksin yang berbahaya bagi kesehatan


manusia. Jika toksin itu masuk dalam alat pencernaan manusia, dapatlah
timbul gejala-gejala keracunan seperti perut sakit, muntah-muntah, diare
(buang air besar berkali-kali, sedang faeces encer).
Beberapa spesies dari bakteri saproba dan dari bakteri patogen dapat
tumbuh serta berkembang biak dengan baiknya, jika makanan yang

dihinggapinya itu mempunyai pH, kelembaban, dan temperatur yang


menguntungkan kehidupan mereka. Toksin yang mereka hasilkan dapat
berupa neurotoksin, yaitu toksin yang mengganggu urat saraf kita. Dapat
juga toksin yang mereka hasilkan itu berupa enterotoksin, yaitu toksin yang
mengganggu

alat

pencernaan

kita.

Keracunan

oleh

enterotoksin

menimbulkan gejala-gejala yang lain daripada keracunan oleh neurotoksin.


Diantara racun-racun yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri saproba yang
paling banyak disebut-sebut ialah racun yang dihasilkan Clostridium
botulinum. Makanan yang telah dipasteurisasikan, kemudian terus-menerus
disimpan di dalam kaleng pada temperatur kamar, dapat mengandung racun
yang berasal dari C.botulinum (1).

II.2 Uraian Bahan


II.2.1 Uraian Bahan (14)
a. Medium Potato Dextrose Agar
Komposisi per liter (1000 mL):

Potatoes

300.0g

Glucose

20.0g

Agar

15.0g

b. Medium Nutrient Agar


Komposisi per liter (1000 mL):
Agar

15.0g

Peptone

5.0g

Beef extract

3.0g

c. Medium Lactose Broth


Komposisi per liter (1000 mL):
Lactose

5.0g

Pancreatic digest of gelatin

5.0g

Beef extract

3.0g

d. Medium Eosin Metilen Blue Agar


Komposisi per liter (1000 mL):
Agar

13.5g

Pancreatic digest of casein

10.0g

Lactose

5.0g

Sucrose

5.0g

K2HPO4

4.2.0g

Eosin Y

0.4g

Methylene Blue

0.065g

e. Medium Selenite Cystein Broth


Komposisi per liter (1000 mL):
Na2HPO4

10.0g

Pancreatic digest of casein

5.0g

Lactose

4.0g

Na2SeO35H2O

4.0g

L-Cystine

0.01g

f. Medium Salmonella Shigella Agar


Komposisi per liter (1000 mL):
Agar

13.5g

Lactose

10.0g

Bile salts

8.5g

Na2S2O3

8.5g

Sodium citrate

8.5g

Beef extract

5.0g

Pancreatic digest of casein

2.5g

Peptic digest of animal tissue. 2.5g


Ferric citrate

1.0g

Neutral Red

0.025g

Brilliant Green

0.33mg

g. Medium pepton Water

Komposisi per liter (1000 mL)


Peptone

10.0g

NaCl

5.0g

h. Medium Vogel Johnson Agar


Komposisi per liter (1000 mL)
Agar

15.0g

Pancreatic digest of casein

10.0g

D-Mannitol

10.0g

Glycine

10.0g

Yeast extract

5.0g

K2HPO4

5.0g

LiCl

5.0g

Phenol Red

0.025g

K2TeO3 solution

20.0mL

i. Medium Trypton Soy Broth


Komposisi per liter (1000 mL):
NaCl

5.0g

Pancreatic digest of soybean meal

3.0g

K2HPO4

2.5g

Glucose

2.5g

j. Medium Cetrimide Agar


Komposisi per liter (1000 mL):
Pancreatic digest of gelatin

20.0g

Agar

13.6g

K2SO4

10.0g

MgCl2

1.4g

Cetrimide

0.3g

Glycerol

10.0mL

k. Medium Thiosulphate Citrate Bile Salt Sucrose Agar


Komposisi per liter (1000 mL):
Sucrose

20.0g

Agar

14.0g

NaCl

10.0g

Sodium citrate

10.0g

Na2S2O3

10.0g

Yeast extract

5.0g

Pancreatic digest of casein

5.0g

Peptic digest of animal tissue

5.0g

Oxgall

5.0g

Sodium cholate

3.0g

Ferric citrate

1.0g

Thymol Blue

0.04g

Bromthymol Blue

0.04g

II.2.2 Uraian Mikroba


a.

Escherichia coli (10)

Kingdom

: Protista

Filum

: Protophyta

Kelas

: Schyzomycetes

Ordo

: Eubacteriales

Famili

: Enterobacteriaceae

Genus

: Escherichia

Spesies

: Escherichia coli

b.

Salmonella thyposa (11)

Kingdom

: Protista

Filum

: Protophyta (schyzophyta)

Kelas

: Schyzomycetes

Ordo

: Entero

Famili

: Enterobacteriaceae

Genus

: Salmonella

Spesies

: Salmonella thyposa

c.

Staphylococcus aureus (9)

Kingdom

: Protista

Filum

: Protophyta (schizophyta)

Kelas

: Schyzomycetes

Ordo

: Eubacteriales

Famili

: Micrococcaceae

Genus

: Staphylococcus

Spesies

: Staphylococcus aureus

d.

Vibrio cholera(13)

Kingdom

: Bacteria

Filum

: Proteobacteria

Kelas

: Gammaproteobacteria

Ordo

: Vibrionales

Famili

: Vibrionaceae

Genus

: Vibrio

Spesies
: V. cholerae
e.
Candida albicans (12)
Kingdom

: Fungi

Filum

: Ascomycota

Upafilum

: Saccharomycotina

Kelas

: Saccharomycetes

Ordo

: Saccharomycetales

Famili

: Saccharomycetaceae

Genus

: Candida

Spesies

: C. albicans

f.

Pseudomonas aeroginosa (8)

Kingdom

: Bacteria

Filum

: Proteobacteria

Kelas

: Gamma Proteobacteria

Ordo

: Pseudomonadales

Famili

: Pseudomonadaceae

Genus

: Pseudomonas

Spesies

: Pseudomonas aeruginosa

II.2.3 Morfologi Mikroba


a.

Escherichia coli (10)


Batang lurus, 1,1 1,5 m x 2,0 6,0 m, motil dengan flagelum

peritritikus atau non motil. Gram negatif. Tumbuh dengan mudah pada
medium nutrien sederhana. Laktose difermentasi oleh sebagian besar galur
dengan produksi asam dan gas. Koloninya utamanya pada nutrien gelatin,
buram tidak tembus cahaya sampai sebagian translusent, smooth dan
seragam konsistensinya. Jika ditumbuhkan pada medium Eosin Metilen Biru
Agar, koloninya tampak seperti logam kemilau.
b.

Salmonella thyposa (11)


Batang, biasanya motil dengan flagelum peritrikus, catalse positif.

Kebanyakan galur akan tumbuh pada medium sintesis tanpa faktor tumbuh
khusus, dan dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbon. Fakultatif
anaerob.
c.

Staphylococcus aureus (9)

Sel-sel berbentuk bola, berdiameter 0,5 sampai 1,5 m terdapat tunggal


dan berpasangan, dan secara khas membelah diri pada lebih dari satu
bidang sehingga membentuk gerombol yang tidak teratur. Non motil. Tidak
diketahui adanya stadium istirahat. Gram positif. Dinding sel mengandung
dua komponen utama : peptidoglikan serta asam tekoat yang berkaitan
dengannya. Kemoorganotrof. Metabolisme dengan respirasi dan fermentatif.
Anaerob fakultatif, tumbuh lebih cepat dan lebih banyak dalam keadaan
aerobik. Suhu optimum 35 400C. Terutama berasosiasi dengan kulit, dan
selaput lendir hewan berdarah panas. Pertumbuhan pada medium agar
abundant, dan koloninya buram dan tidak tembus cahaya, smooth, dan
berkilauan dalam penampakannya. Beberapa Staphylococcus bentuk
lipochrome pigmen yang memberikan koloni kuning emas atau kuning lemon
dimana yang lainnya tidak dan putih.

d.

Vibrio cholera (13)


Vibrio

cholerae merupakan bakteri gram

negatif,

berbentuk

basil

(batang) dan bersifat motil (dapat bergerak), memiliki struktur antogenik


dari antigen flagelar

dan

antigen

somatik

O,

gamma-

proteobacteria, mesofilik dan kemoorganotrof, berhabitat alami di lingkungan


akuatik dan umumnya berasosiasi dengan eukariot. Spesies Vibrio kerap

dikaitkan

dengan

sifat patogenisitasnya pada

manusia,

terutama V.

cholerae penyebab penyakit kolera di negara berkembang yang memiliki


keterbatasan akan air bersih dan memiliki sanitasi yang buruk.
e.

Candida albicans (12)


Candida

albicans adalah spesies cendawan patogen dari

golongan deuteromycota.
penyebab infeksi

Spesies

oportunistik yang

cendawan

ini

merupakan

disebutkandidiasis pada kulit, mukosa,

dan organ dalam manusia. Beberapa karakteristik dari spesies ini adalah
berbentuk seperti telur (ovoid) atau sferis dengan diameter 3-5 m dan dapat
memproduksi pseudohifa. Spesies C. albicans memiliki dua jenis morfologi,
yaitu

bentuk

seperti khamir dan

bentuk hifa.

Selain

itu, fenotipe atau

penampakan mikroorganisme ini juga dapat berubah dari berwarna putih dan
rata menjadi kerut tidak beraturan, berbentuk bintang, lingkaran, bentuk
seperti topi, dan tidak tembus cahaya. Cendawan ini memiliki kemampuan
untuk menempel pada sel inang dan melakukan kolonisasi.
f.

Pseudomonas aeroginosa (8)


Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri gram negatif aerob obligat,

berkapsul, mempunyai flagella polar sehingga bakteri ini bersifat motil,


berukuran sekitar 0,5-1,0 m. Bakteri ini tidak menghasilkan spora dan tidak
dapat

menfermentasikankarbohidrat. Pada

uji

biokimia,

bakteri

ini

menghasilkan hasil negatif pada uji indol, Merah Metil, dan Voges-

Proskauer. Bakteri ini secara luas dapat ditemukan di alam, contohnya di


tanah, air, tanaman, dan hewan. P. aeruginosa adalah patogenoportunistik.
Bakteri ini merupakan penyebab utama infeksi pneumonia nosokomial.
Meskipun begitu, bakteri ini dapat berkolonisasi pada manusia normal tanpa
menyebabkan penyakit.

BAB III
METODE PRAKTIKUM
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat

Alat yang digunakan adalah Autoklaf, Botol pengencer, Cawan petri


steril, Erlenmeyer 250 ml dan 500 ml, Gelas ukur 100 ml, Handsprayer,
Inkubator, Karet gelang, Kompor pemanas, Korek gas, Lampu spiritus,
Neraca, Pipet ukur 1 mL, Rak tabung, Sendok tanduk, Spoit 1 ml, 5 ml, 10
ml, Tabung durham, Tabung reaksi.
III.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu Air suling, Alkohol 70%, Aluminium foil,
Aquades, kapas, karet gelang, kertas label, kertas pembungkus, korek gas,
Bakteri Escherichia coli, Bakteri Salmonella thyposa, Bakteri Staphylococcus
aureus, Candida albicans, Pseudomonas aeroginosa, Vibrio cholera, Medium
EMBA (Eosyn Metilen Blue Agar), Medium LB (Lactose Broth), Medium NA
(Nutrient Agar), Medium PDA (Potato Dextrose Agar), Medium PW (Pepton
Water), Medium SCB (Selenite Cystine Broth), Medium SSA (Salmonella
Shigella Agar), Medium VJA (Vogel Jonhson Agar), Sampel susu real good,
sosis, serbuk jamu, mayonnaise, mentega, dan saus tomat.

III.2 Cara Kerja


III.2.1 Penyiapan Sampel
1.

2.

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


Dilakukan pengerjaan secara aseptis yaitu tangan dan meja
pengerjaan disemprotkan dengan alkohol 70%

3.

Ditimbang sampel serbuk jamu, sebanyak 1 g untuk membuat


pengenceran 10-1

4.

Dimasukkan ke dalam botol pengenceran 10 -1 yang telah berisi


aquadest 9 ml dan dihomogenkan

5.

Diambil 1 ml sampel dari botol pengenceran 10 -1 dan


dimasukkan

ke

dalam

botol

pengenceran

10 -2

dan

dihomogenkan
6.

Diulangi pengerjaan yang sama untuk pengenceran 10 -3

7.

Diulangi pengerjaan yang sama untuk pengenceran 10 -4

8.

Diulangi pengerjan yang sama untuk pengenceran 10 -5

III.2.2 Pengujian Sampel


A. Pengujian Kuantitatif
1. Bakteri
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Dilakukan pengerjaan secara aseptis yaitu dengan
menyemprotkan tangan dan meja pengerjaan dengan
alkohol 70%

c. Diambil 0,5 ml dari tiap tingkat pengenceran yaitu 10 -3,


10-4 dan 10-5 kemudian masing-masing dimasukkan ke
dalam cawan petri steril
d. Dituang medium Nutrient Agar hingga menutupi semua
dasar cawan petri
e. Dihomogenkan dengan cara memutar cawan petri ke
kanan 7 kali dan ke kiri 7 kali dan dibiarkan memadat
f. Dibungkus dengan kertas pembungkus dan diikat dengan
karet
g. Diinkubasi pada inkubator pada suhu 37C selama 1 x 24
jam
h. Diamati dan dihitung jumlah koloni bakteri.

2. Kapang
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Dilakukan pengerjaan secara aseptis yaitu dengan
menyemprotkan tangan dan meja pengerjaan dengan
alkohol 70%

c. Diambil 0,5 ml dari tiap pengenceran 10 -1, 10-2, dan 10-3


dan masing-masing dimasukkan ke dalam cawan petri
steril
d. Dituang medium PDA hingga menutupi semua dasar
cawan petri
e. Dihomogenkan dengan cara memutar cawan petri model
angka 8 dan dibiarkan memadat
f. Diulangi pengerjaan yang sama untuk bahan baku
g. Diinkubasi pada suhu kamar selama 3 x 24 jam
h. Diamati dan dihitung jumlah koloni kapang.
B. Pengujian Kualitatif
1. Bakteri Escherichia coli
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Dilakukan pengerjaan secara aseptis
c. Diambil 0,5 ml dari tiap tingkat pengenceran dan masingmasing dimasukkan ke dalam masing-masing 3 seri
tabung reaksi yang berisi 9 ml medium LB dan tabung
durham
d. Diulangi pengerjaan yang sama untuk bahan baku

e. Tiap tabung reaksi ditutup dengan sumbat kapas dan


masing-masing seri tabung dibungkus dengan kertas
pembungkus dan diikat dengan karet
f. Diinkubasi pada inkubator pada suhu 37C selama 1 x 24
jam
g. Diamati jika timbul gas dan terjadi perubahan warna
maka positif untuk Escherichia coli.
2. Bakteri Salmonella thyposa
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Dilakukan pengerjaan secara aseptis
c. Diambil 1 ml dari tingkat pengenceran 10 -2 dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi medium
SCB 9 ml dan dihomogenkan
d. Tabung reaksi ditutup dengan sumbat kapas dan
dibungkus dengan kertas pembungkus
e. Diinkubasikan pada inkubator pada suhu 37C selama 1
x 24 jam
f. Diulangi pengerjaan yang sama untuk bahan baku
g. Diamati jika terjadi kekeruhan/endapan maka positif
untuk Salmonella thyposa.

3. Bakteri Staphylococcus aureus


a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Dilakukan pengerjaan secara aseptis
c. Diambil 1 ml dari pengenceran 10 -2 dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml medium PW serta
dihomogenkan
d. Tabung reaksi ditutup dengan sumbat kapas dan
dibungkus dengan kertas pembungkus
e. Dinkubasikan pada inkubator pada suhu 37C selama 1
x 24 jam
f. Diamati jika ada kekeruhan/endapan maka positif untuk
Staphylococcus aureus.

III.2.3 Pengujian Lanjutan / Penegasan


1. Bakteri Escherichia coli
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Dilakukan pengerjaan secara aseptis

c. Dituang medium EMBA ke dalam cawan petri steril hingga


tertutupi dasarnya dan dibiarkan memadat
d. Diambil 1 ose bulat dan dilewatkan di atas lampu spiritus hingga
panas membara
e. Dengan ose bulat tadi diambil sampel uji positif dari medium LB
dan digoreskan pada medium EMBA
f. Ose bulat tadi dilewatkan kembali di atas lampu spiritus
(dipijarkan).
g. Dinkubasikan pada inkubator pada suhu 37C selama 1 x 24
jam
h. Diamati jika terbentuk zona hijau metalik maka positif untuk
Escherichia coli.
2. Bakteri Salmonella thyposa
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Dilakukan pengerjaan secara aseptis
c. Dituang medium SSA ke dalam cawan petri steril hingga
tertutupi dasarnya dan dibiarkan memadat
d. Diambil 1 ose bulat dan dilewatkan di atas lampu spiritus hingga
panas membara

e. Dengan ose bulat tadi diambil sampel uji positif dari medium
SCB dan digoreskan pada medium SSA
f. Ose bulat tadi dilewatkan kembali di atas lampu spiritus
g. Dinkubasikan pada inkubator pada suhu 37C selama 1 x 24
jam
h. Diamati jika terbentuk zona hijau metalik maka positif untuk
Salmonella thyposa.
3. Bakteri Staphylococcus aureus
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Dilakukan pengerjaan secara aseptis
c. Dituang medium VJA ke dalam cawan petri steril hingga tertutupi
dasarnya dan dibiarkan memadat
d. Diambil 1 ose bulat dan dilewatkan di atas lampu spiritus hingga
panas membara
e. Dengan ose bulat tadi diambil sampel uji positif dari medium PW
dan digoreskan pada medium VJA
f. Ose bulat tadi dilewatkan kembali di atas lampu spiritus
g. Dinkubasikan pada inkubator pada suhu 37C selama 1 x 24
jam

h. Diamati jika terbentuk zona hijau metalik maka positif untuk


Staphylococcus aureus.

BAB IV
HASIL PRAKTIKUM

BAB V
PEMBAHASAN

BAB VI
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
1. Djiwoseputro,

D.,

(1964),

Dasar-Dasar

Mikrobiologi,

Penerbit

Djambatan, Malang, 196-198


2. Suriawiria, U., (1985), Pengantar Mikro Biologi Umum, Penerbit
Angkasa, Bandung, 167, 170
3. Volk, Wheeler., (1990), Mikrobiologi Dasar, Edisi Kelima, Penerbit
Erlangga, Jakarta

4. Djide,

N.,

Sartini.,

(1998),

Instrumentasi

Mikrobiologi

Farmasi,

Laboratorium Mikrobiologi Farmasi F-MIPA UNHAS, Makassar, 21-22


5. Fardiaz, S., (1993), Mikrobiologi Pangan I, Penerbit PT.Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
6. Pelczar, M.J., Chan, E.C.S., (1988), Dasar-Dasar Mikrobiologi 2, UIPress, Jakarta, 873
7. Burrows,

W., (1973), Textbook of Microbiology,

W.B.Saunders Co., USA, 448


8. Difco Manual

Lampiran
A. Komposisi Medium
1. Medium EMBA (Eosin Methylen Blue Agar)
Peptone

10,0

Dinatrium hidrogen fosfat

2,0

Lactosa

5,0

22 nd edition,

Sucrosa

5,0

Eosin y
Yellowish

0,4

Methylen blue

0,07

Agar

13,5

Air

hingga 1000 ml

Pembuatan: Larutkan 36 g/liter, autoklaf


2. Medium LB (Lactose Broth)
Peptone dari gelatin

5,0

Ekstrak daging

3,0

Laktosa

5,0

Air

hingga 1000 ml

3. Medium NA (Nutrien Agar)


Peptone

5,0

Ekstrak beef

3,0

Agar

15

Aquadest hingga 1000 ml


4. Medium PDA (Potato Dekstrose Agar)

Ekstrak kentang 4,0 dari 200 g kentang


D-glukosa

20

Agar

15

Pembuatan: Larutkan 39 g/ liter, autoklaf


5. Medium PW (Pepton Water)
Pepton dari daging

10

Sodium chlorida

Di-sodium hydrogen phosphate 9,0


Potassium dyhidrogen phosphate 1,5
Air

hingga 1000 ml

Pembuatan: Larutkan 25,5 g/liter


6. Medium SCB (Selenite Cystein Broth)
Peptone dari casein

5,0

L-cystine

0,01

Lactose

4,0

Sodium phosphate

10,0

Sodium hydrogen selenite 4,0


Air

hingga 1000 ml

Pembuatan: Larutkan 23 g/liter pada suhu kamar jika tidak larut


panaskan 60C, tidak diotoklaf
7. Medium SSA (Salmonella Shigella Agar)
Meat extract

5,0

Lactosa

10,0

Oxbile kering

8,5

Na-citrat

10,0

NA thiosulfat

8,5

Amonium Iron (III) citrat

1,0

Brilliant green

0,0003

Neutral red

0,025

Agar
Air

12,0
hingga 1000 ml

Pembuatan: Larutkan 60 g/liter, tidak diotoklaf


8. Medium VJA (Vogel Johnson Agar)
Pepton dari casein
Yeast extract

10,0
5,0

Dipotassium hydrogen phosphate 5,0

D(-) mannitol

10,0

Lithium chloride

5,0

Glycine

10,0

Phenol red

0,025

Agar

13,0

Juga ditambahkan Potassium tellurite 0,2


Pembuatan: Larutkan 58 g/liter dan otoklaf. Pada waktu mau
digunakan ditambahkan 0,2 g potassium telluritel / liter dalam bentuk
filter. Sterilkan larutan pada temperatur 50 C. Campur dan tuang
dalam cawan.

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN PRAKTIKUM
MIC ( MINIMUN INHIBITOR CONCENTRATION)

OLEH
NAMA

: MUHAMMAD RAHMATULLAH

NIM

: N111 14 079

KELOMPOK : 7
GOLONGAN : JUMAT SIANG
ASISTEN

: FATMAWATI
MAKASSAR
2015

Anda mungkin juga menyukai