Ra
Ra
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang tidak
diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial,
yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. (Doenges, E
Marilynn, 2000 : hal 859).
Reumatoid artritis termasuk penyakit autoimun yang menyerang persendian tulang.
Sendi yang terjangkit biasanya sendi kecil seperti tangan dan kaki secara simetris (kiri dan
kanan) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan kemudian sendi
mengalami kerusakan. Kerusakan sendi sudah mulai terjadi pada 6 bulan pertama terserang
penyakit ini, dan cacat bisa terjadi setelah 2-3 tahun bila penyakit tidak diobati. Untuk
memperdalam pemahaman mengenai reumatoid oleh karena itu penulis membuat makalah
yang berjudul Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Rheumatoid Arthritis.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
C. Tujuan
Untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai Rheumatoid arthritis (RA) dengan
mengidentifikasikan definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, serta bagaimana
rencana asuhan keperawatan yang dapat diaplikasikan oleh perawat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM MUSKULOSKELETAL
1
1.
Tulang
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi
alat-alat didalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolisme kalsium dan mineral, dan
organ hemopoetik (setiyohadi, 2006).
Tulang matur terdiri dari 30% materi organic (hidup) dan 70% deposit
garam. Materi oranik disebut matriks, dan terdiri atas lebih dari 90% serabut kolagen
dan kurang dari 10% proteoglikan (protein plus polisakarida). Deposit garam
terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion
magnesium. Garam menutupi matriks dan berikatan dengan serabut kolagen melalui
proteoglikan. Matriks organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensil
(resistensi terhadap tarikan yang meregangkan). Garam tulang menyebabkan tulang
memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan kompresi) (Corwin, 2009).
Sama dengan jaringan penyambung lainnya, tulang terdiri dari komponen
selular, zat dasar, dan komonen fibrosa. Fibroblast dan fibrosit diperlukan untuk
produksi kolagen. Komponen selular terdiri atas osteoblast, osteoklas, dan osteosit.
Osteoblas merupakan lapisan terluar dari tulang, yang terbentuk dari sel
osteoprogenitor.
Osteosid
merupakan
sel
tulang
yang
matur.
Osteoklas
memungkinkan untuk resopsi tulang. Zat dasar, merupakan sejenis zat berbentuk jeli
yang terdiri dari cairan ekstraseluler dan proteoglikan, kondroitin sulfat, dan asam
hialuronik yang membantu mengatur deposisi dari garam kalsium (Copstead &
banasik, 2005).
a.
Pembentukan tulang
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang ditentukan
oleh stimulasi hormonal, faktor makanan, dan banyaknya stress yang dibebankan
pada tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel pembentuk tulang, osteoblas.
Osteoblas dijumpai pada permukaan luar dan bagian dalam tulang.
Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal kimia untuk menghasilkan matriks
organik. Ketika pertama kali dibentuk, matriks organic disebut osteoid. Dalam
beberapa hari, garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan tulang mulai
mengeras. Sebagian osteoblas tetap menjadi bagian osteoid, dan disebut osteosit
2
atau sel tulang sejati. Ketika tulang terbentuk, osteosit di matriks membentuk
tonjolan kesetiap tulang yang lain sehingga membentuk sistem kanal mikroskopik
(kanalikuli) di tulang.
b. Penguraian tulang
Penguraian tulang (resorpsi), terjadi bersamaan dengan tumbuhnya tulang dan
juga berlangsung seumur hidup. Resorpsi tulang terjadi akibat aktivitas sel yang
disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel pagosit besar multinukleus yang berasal
dari monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas mensekresi berbagai asam dan
enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosisnya. Osteoklas juga
mensekresi berbagai sitokin yang lebih lanjut menstimulasi resorpsi. Osteoklas
biasanya hanya terdapat pada satu bagian kecil tulang pada satu waktu, dan
memfagosit tulang sedikit demi sedikit. Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas
menghilang dan osteoblas muncul. Osteoblas mulai mengisi daerah yang kosong
tersebut dengan tulang yang baru. proses ini memungkinkan tulang tua yang
melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat.
c. Remodeling
Merupakan keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas yang
menyebaban tulang terus-menerus diperbaharui atau mengalami remodeling. Pada
anak dan remaja, aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas sehingga
menyebabkan penebalan dan pemanjangan skelet. Pada masa dewasa, aktivitas
osteoblas dan aktivitas osteoklas biasanya seimbang sehingga jumlah total massa
tulang konstan. Pada usia pertengahan aktivitas osteoklas melebihi aktivitas
osteoblas dan densitas tulang mulai berkurang. Dominasi aktivitas osteoklas dapat
menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah.
Tulang diklasifikasikan sebagai tulang panjang, pendek, pipih, dan atau
tidak beraturan. Tulang panjang terdiri atas batang tebal panjang, yang disebut diafis,
dan dua ujung yang disebut epifisis. Disebelah proksimal dari setiap epifisis terdapat
metafisis. Diantara epifisis dan metafisis terdapat daerah kartilago yang tumbuh,
yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh
dengan cara mengakumulasi kartilago di lempeng epifisis. Kartilago digantikan oleh
osteoblas, dan tulang memanjang. Pada akhir usia remaja, kartilago habis, lempeng
3
epifisis berhenti berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Tulang panjang dapat
ditemukan di ekstremitas, sedang kan tulang pendek dijumpai dipergelangan kaki
dan tangan. Tulang pipih ditemukan ditengkorak dan selubung iga. Tulang tidak
beraturan mencakup vertebra, tulang wajah, dan rahang.
2. Sendi
Sendi adalah daerah tempat dua tulang menyatu (Corwin, 2009)
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang-tulang
tersebut dapat bergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak satu sama lain
(sumariyono & wijaya, 2005).
Secara anatomic, sendi dibagi 3, yaitu sinartrosis, diartrosis, dan
amfiartrosis. Sinartrosis adalah sendi yang tidak memungkinkan tulang-tulang yang
berhubungan dapat bergerak satu sama lain. Diantara tulang yang saling berhubungan
tersebut terdapat jaringan yang dapat berupa jaringan ikat, seperti pada tulang
tengkorak, antara gigi dan rahang, antara radius dengan ulna, dll; atau jaringan tulang
rawan misalnya antara kedua os. Pubika pada orang dewasa. Diartrosis adalah
sambungan antara dua tulang atau lebih yang memungkinkan tulang-tulang tersebut
bergerak satu sama lain. Diantara tulang-tulang bersendi tersebut terdapat rongga
yang disebut kavum artikulare. Diatrosis disebut juga sendi synovial, sendi ini
tersusun atas bonggol sendi (kapsul artikulare), bursa sendi dan ikat sendi
(ligamentum). Berdasarkan bentuknya, diartrosis dibagi dalam beberapa sendi, yaitu:
sendi engsel (interfalang, humeroulnaris, talokruralis), sendi telur (radiokarpea),
sendi pelana (karpometakarpal), sendi peluru (glenohumeral) dan sendi buah pala
(coxae). Ampiartrosis merupakan sendi yang memungkinkan tulang-tulang yang
saling berhubungan dapat bergerak secara terbatas, misalnya sendi sarkoiliaka dan
sendi korpus vertebra.
Pada sendi synovial (diartrosis), tulang-tulang yang saling berhubungan
dilapisi rawan sendi. Rawan sendi merupakan jaringan avaskular dan juga tidak
memiliki jaringan saraf, berfungsi sebagai bantalan terhadap beban yang jatuh
kedalam sendi.
Rawan sendi dibentuk oleh sel rawan sendi (kondrisit) dan matriks rawan
sendi. Kondrosit berfungsi menyintesis dan memelihara matriks rawan sehingga
fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks rawan sendi terutama
terdiri dari air, proteoglikan, dan kolagen. Proteoglikan merupakan molekul yang
kompleks yang tersusun atas inti protein dan molekul glikosominoglikan.
Glikosominoglikan yang menyusun proteoglikan terdiri dari keratin sulfat,
kondroitin-6-sulfat dan kondroitin-4-sulfat. Bersama-sama dengan asam hialuronat,
proteoglikan membentuk agregat yang dapat menghisap air dari sekitarnya sehingga
mengembang sedemikian rupa dan membentuk bantalan yang baik sesuai dengan
fungsi rawan sendi. Rawan sendi merupakan jaringan yang avaskuler, oleh karena itu
makanan didapatkan dengan jalan difusi. Beban yang intermiten pada rawan sendi
sangat baik bagi fungsi difusi nutrien untuk rawan sendi.
Sendi dilapisi oleh suatu jaringan avaskular yang disebut membrane
synovial. Membran synovial melapisi permukaan dalam kapsul sendi, tetapi tidak
melapisi permukaan rawan sendi. Membrane ini licin dan lunak, berlipat-lipat
sehingga dapat menyesuaikan diri pada setiap gerakan sendi dan perubahan tekanan
intra-artikular. Membrane synovial tersusun atas 1-3 lapis sel-sel synovial
(sinoviosit) yang menutupi jaringan subsinovial dibawahnya, tanpa dibatasi oleh
membrane basalis. Walaupun banyak pembuluh darah dan limfe didalam jaringan
subsinovial, tetapi tidak satupun yang mencapai lapisan sinoviosit. Jaringan
pembuluh darah ini berperan dalam transfer konstituen darah ke dalam rongga sendi
dan pembentukan cairan sendi.
Sel sinoviosit terdiri dari 2 tipe sel, yaitu sinoviosit tipe A yang
mempunyai banyak persamaan dengan makrofag dan sinoviosit tipe B yang
mmepunyai banyak persamaan dengan fibroblast. Sel sinoviosit tipe A berfungsi
melepaskan debris-debris sel dan material khusus lainnya ke dalam rongga sendi. Sel
sinoviosit B berperan menyintesis dan mensekresikan hialuronat yang merupakan zat
aditif dalam cairan sendi yang berperan dalam mekanisme lubrikasi. Cairan sendi
yang normal bersifat jernih, kekuningan dan viscous, hanya beberapa ml volumenya
dalam sendi yang normal.
dan
cairan Normal
Group I
Group II
Group III
6
sendi
Volume (lutut, ml)
Viskositas
Warna
<3,5
Sangat tinggi
Tidak berwarna
(non inflamasi)
>3,5
Tinggi
Kekuningan
(inflamasi)
>3,5
Rendah
Kuning
(septic)
>3,5
Bervariasi
Tergantung
mikroorganisme
Kejernihan
Transparan
Transparan
Tranlusen-opak Opak
Bekuan Musim
Tak mudah putus Tak mudah putus Mudah putus
Mudah putus
3
Leukosit/mm
200
200-2000
2000-100.000
>500.000
Sel PMN (%)
<25
<25
>50
>75
Kultur MO
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Sumber: buku ajar ilmu penyakit dalam, fakultas kedokteran universitas kedokteran Indonesia,
hal 1086
B. DEFINISI RHEUMATOID ARTHRITIS
Arthritis rheumatoid (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang
menyebabkan degenerasi jaringan penyambung (Corwin, 2009).
Rheumatoid arthritis merupakan suatu penyakit inflamasi kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif
Mansjour. 2001).
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.(Kapita
Selekta Kedokteran, 2001 : hal 536).
Artritis Reumatoid adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses
inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris.
( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 ).
C. ETIOLOGI
Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti. Biasanya
merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem
reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).Ada beberapa teori yang dikemukakan
sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu:
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2. Endokrin
3. Autoimmun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan
infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin
disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang
menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
D. PATOFISIOLOGI
Arthritis rheumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang terjadi pada individu
rentan setelah respon imun terhadap antigen pemicu yang tidak diketahui. Agen
pemicunya adalah bakteri, mikoplasma, atau virus yang menginfeksi sendi atau mirip
8
menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau
dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis
setempat.
10
E.
Aktivasi CD4+
Interkulin 1
G.
Plorifersi CD4 +
Interupsi pada
sistem saraf
Pengendapan kompleks
imun di membran sinovial
Pembentukan pannus
11
pannus menumpuk
dikartilago
Permebilitas vaskuler
m
Polimononuklear (PMN)
tertarik
Kekakuan pada
sendi
PMN memfagosit
kompleks imun
Proses inflamasi
Hyperemia, edema,
dan membran
synovial menebal
Depolimerasi
hyaluronate
p viskositas cairan
sinovial
Kerusakan jaringan
kolagen dan
proteoglikan kartilago
12
MANIFESTASI KLINIS
1. Tanda dan gejala setempat
a. Sakit persendian disertai kaku terutama pada pagi hari (morning stiffness) dan
gerakan terbatas, kekakuan berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan dapat
berlanjut sampai berjam-jam dalam sehari. Kekakuan ini berbeda dengan
kekakuan osteoartritis yang biasanya tidak berlangsung lama.
b. Lambat laun membengkak, panas merah, lemah
c. Poli artritis simetris sendi perifer Semua sendi bisa terserang, panggul, lutut,
pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu. Paling sering mengenai sendi kecil
tangan, kaki, pergelangan tangan, meskipun sendi yang lebih besar seringkali
terkena juga
d. Artritis erosif sifat radiologis penyakit ini. Peradangan sendi yang kronik
menyebabkan erosi pada pinggir tulang dan ini dapat dilihat pada penyinaran sinar
X
e. Deformitas
pergeseran
ulnar,
deviasi
jari-jari,
subluksasi
sendi
b. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi
juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Selain tanda
dan gejala tersebut diatasterjadi pula perubahan bentuk pada tangan yaitu bentuk
jari swan-neck.
c. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali
adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis fibrosa, dan
terakhir ankilosis tulang
Table 2. Kriteria arthritis rheumatoid
No.
1.
Kriteria
Kaku pagi hari.
Definisi
Kekakuan pada pagi hari pada persendian
dan sekitarnya, sekurangnya selama satu
jam sebelum perbaikan maksimal.
2.
Artritis pada tiga daerah persendian atau Pembengkakan jaringan lunak atau lebih
lebih.
3.
Sekurang-kurangnya
terjadi
Artritis simetris.
5.
Nodul rheumatoid.
6.
Terdapat
titer
abnormal
faktor
Palpasi
a) Gaya berjalan yang abnormal pada pasien RA yaitu pasien akan segera
mengangkat tungkai yang nyeri atau deformitas, sementara tungkai yang nyeri
akan lebih lama diletakkan dilantai, biasanya diikuti oleh gerakan lengan yang
asimetris, disebut gaya berjalan antalgik.
b) Sikap/fostur badan, pasien akan berusaha mengurangi tekanan artikular pada sendi
yang sakit dengan mengatur posisi sendi tersebut senyaman mungkin, biasanya
dalam posisi pleksi.
c) Deformitas, akan lebih terlihat pada saat bergerak
d) Perubahan kulit, kemerahan disertai deskuamasi pada kulit di sekitar sendi
menunjukkan adanya inflamasi pada sendi.
e) Kenaikan suhu sekitar sendi, menandakan adanya proses inflamasi di daerah sendi
tersebut
f) Bengkak sendi, bisa disebabkan oleh cairan, jaringan lunak, atau tulang.
g) Nyeri raba
h) Pergerakan, sinovitis akan menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi pada
semua arah.
i) Krepitus, merupakan bunyi berderak yang dapat diraba sepanjang gerakan struktur
yang diserang.
j) Atropi dan penurunan kekuatan otot
k) Ketidakstabilan
l) Gangguan fungsi, gangguan fungsi sendi dinilai dengan observasi pada
penggunaan normal, seperti bangkit dari kursi atau kekuatan menggenggam
16
lainnya. Hati sering terkena pada pasien dengan sindrom Felty (yaitu
splenomegali, dan neutropenia).
5) Ginjal: Ginjal biasanya tidak terpengaruh oleh RA langsung. Umumnya
akibat
pengaruh,
termasuk
karena
obat-obat
(misalnya,
obat
anti-
2)
3)
e. Parameter imunologi meliputi autoantibodies (misalnya RF, anti-RA33, antiPKC, antibodi antinuclear).
f. Rheumatoid factor Rheumatoid Faktor, RF ditemukan pada sekitar 60-80%
pasien dengan RA selama penyakit mereka, tetapi kurang dari 40% pasien
dengan RA dini.
18
g. Antibodi Antinuclear: Ini adalah hadir di sekitar 40% pasien dengan RA,
namun hasil tes antibodi terhadap antigen subset paling nuklir negatif.
h. Antibodi yang lebih baru (misalnya, anti-RA33, anti-PKC): Penelitian terbaru
dari antibodi anti-PKC menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas sama atau
lebih baik daripada RF, dengan peningkatan frekuensi hasil positif di awal
RA. Kehadiran kedua-anti antibodi PKC dan RF sangat spesifik untuk RA.
Selain itu, anti-PKC antibodi, seperti halnya RF, menunjukkan prognosis
yang buruk.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiografi: mungkin terjadi erosi ada pada kaki, bahkan tanpa adanya rasa
sakit dan tidak adanya erosi di tangan.
b. MRI: modalitas ini digunakan terutama pada pasien dengan kelainan tulang
belakang leher; pengenalan awal erosi berdasarkan citra MRI telah cukup
divalidasi.
c. Ultrasonografi: ini memungkinkan pengakuan efusi pada sendi yang tidak
mudah diakses (misalnya, sendi pinggul, sendi bahu pada pasien obesitas) dan
kista.
d. Scanning tulang: dapat membantu membedakan inflamasi yang disebabkan
peradangan atau hal lain pada pasien yang mengalami pembengkakan.
e. Densitometri: Temuan berguna untuk membantu mendiagnosa perubahan
dalam kepadatan mineral tulang yang mengindikasikan osteoporosis.
5. Pemeriksaan lainnya berupa pemeriksaan HLA-DR4 yang diagnosis awal RA
6. Bersama aspirasi sinovial, Artroskopi diagnostik (histologi), dan biopsi (misalnya,
kulit, syaraf, lemak, rektum, ginjal) dapat dipertimbangkan jika vaskulitis atau
amyloidosis disarankan.
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan RA
Penilaian Awal
Klinis
Radiolog
19
Pemeriksaan Laboratorium
Mulai terapi
Tujuan Terapi :
1. Menekan proses inflamasi
2. Mengurangi nyeri, mempertahan
kan (mempertahankan fungsi),
memungkinkan pasien
Terapi 1:
Farmakologis
(Lihat table)
Terapi 2 :
Pendekatan
Multidisiplin
Ahi Bedah
:Stabilisas
i
&pengga
ntian
Perawatan :
Pendidikan
Dukungan
Terapi Okupasi:
Psikologi:
Pemindaian,
perlindungan
dan Bantuan
serta adaptasi
Penilaian &
dukungan
Gagal
merespon
Beberapa
mengganggu
Mulai atau
ubah DMARD
Stabil
sendi
Terapi fisik,
injeksi steroid
intraokular
J. KOMPLIKASI
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid
20
drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada
arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan
mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan artritis ditambah
dengan adanya data dari pemeriksaan diagnostik, maka diagnosa keperawatan yang
sering muncul yaitu:
1. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi,
bengkok, deformitas.
2. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.
3. Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.
4. Gangguan aktifitas sehari-hari berhubungan dengan terbatasnya gerakan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan pada sendi
L. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi,
bengkok, deformitas.
Tujuan : klien memahami perubahan-perubahan tubuhnya akibat proses penyakit
Recana/tindakan Keperawatan
o Dorong klien untuk mengungkapkan rasa takut dan cemasnya mengahdapi proses
penyakit. Kondisi ini dapat membantu untuk menyadari keadaan diri.
o Berikan support yang sesuai. Hal ini dapat membantu meningkatkan upaya
menerima dirinya.
o Dorong klien untuk mandiri. Kemandirian membantu meningkatkan harga diri.
o Memodifikasi lingkungan sesuai dengan kondisi klien
2. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman klien terpenuhi atau klien terhindar dari rasa nyeri
21
Recana/tindakan Keperawatan
o Istirahatkan klien sesuai kondisi (bed rest). Hal ini dapat membantu menurunkan
stress muskuloskeletal, mengurangi tegangan otot, dan meningkatkan relaksasi
karena kelelahan dapat mendorong terjadinya nyeri.
o Pertahankan posisi fisiologis dengan benar atai body alignment yang baik. Bantu
dan ajari klien untuk menghindari gerakan eksternal rotasi pada ekstremitas.
Hindarkan menggunakan bantal dibawah lutut, tetapi letakkan bantal diatara lutut,
hindari fleksi leher.
o Bila direncanakan klien dapat menggunakan splint, atau brace. Hal ini dapat
mencegah deformitas lebih lanjut.
o Hindari gerakan yang cepat dan tiba-tiba karena dapat menimbulkan dislokasi dan
stres pada sendi-sendi
o Lakukan perawatan dengan hati-hati khususnya pada anggota-anggota tubuh yang
sakit. Karena gerakan-gerakan yang kasar akan semakin menimbulkan nyeri
o Gunakan terapi panas misal kompres hangat pada area/bagian tubuh yang sakit.
Panas dapat meningkatkan sirkulasi, relaksai otot-otot, mengurangi kekakuan.
Kemungkinan juga dapat membvantu pengeluaran endorfin yaitu sejenis morfin
yang diproduksi oleh tubuh.
o Lakukan peawatan kulit dan masase perlahan. Hal ini membantu meningkatkan
aliran darah relaksasi otot, dan menghambat impuls-impuls nyeri serta
merangsang pengeluaran endorfin.
o Memberikan obata-obatab sesuai terapi dokter misal, analgetik, antipiretik, anti
inflamasi.
3. Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot dan sendi
Tujuan : Klien terhindar dari cedera
Recana/tindakan Keperawatan
o Gunakan sepatu yang menyokong, hindarkan lantai yang licin, menggunakan
pegangan dikamar mandi.
o Lakukan latihan ROM (bila memungkinkan). Untuk meningkatkan mobilitas dan
kekuatan otot, mencegah deformitas, memperthankan fungsi semaksimal mungkin
22
o Monitor atau observasi efek penggunaan obat-obatan misal ada perdarahan pada
lambung, hematemesis.
4. Gangguan aktifitas sehari-hari (defisit self care) berhubungan dengan terbatasnya
gerakan.
Tujuan : Klien akan mandiri sesuai kemampuan dalam memenuhi aktifitas seharihari
Recana/tindakan Keperawatan
o Ajarkan aktifitas sehari-hari agar klien mulai terkondisi untuk melakukan aktivitas
sesuai dengan kemampuanyya dan bertahap.
o Bantu klien untuk makan, berpakaian, dan kebutuhan lain selam memang
diperlukan.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan sendi
Tujuan
Recana/tindakan Keperawatan
o Bantu klien untuk melakukan ROM aktif maupun pasif. Untuk memelihara fungsi
sendi dan kekuatan otot meningkatkan elasitias serabut- serabut otot.
o Rencanakan program latihan setiap hari (dapat bekerja sama dengan dokter dan
fisioterapi)
o Lakukan observasi untuk setiap kali latihan
o Berikan istirahat secara periode
o Berikan lingkungan yang aman misal, menggunakan pegangan saat dikamar
mandi, tongkat yang ujungnya sejenis karet sehingga tidak licin
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan dirumah.
Recana/tindakan Keperawatan
o Tekankan kembali tentang pentingnya latihan atau aktivitas yang dianjurkan,
proses penyakit dan keterbatasan-keterbatasannya.
o Diskusi tentang diit, dan hindarkan peningkatan berat badan
o Berikan jadwal obat-obatan yang ada, anam dosis, tujuan/efek, efek samping dan
tanda keracunan obat.
23
Data Subjektif
Masalah Keperawatan
Ny. G mengeluh persendian Gangguan mobolitas fisik
terasa kaku terutama dipagi
hari
24
Pergelangan
mengalami
yang
tangan
pembengkakan
tampak
sama
pada
kedua tangan
Ny. G merasa mudah lelah
Demam tidak terlalu tinggi
Intoleransi aktivitas
Gangguan
termoregulasi:
hipertermi
4. WOC
5. Diagnosa, intervensi, dan rasional
Diagnosa keperawatan Tujuan
dan
criteria intervensi
hasil
1.Gangguan mobilitas Tujuan:
fisik
sendi
bd
kekakuan Setelah
1. evalusi
dilakukan
Rasional
tingkat 1. Tingkat aktivitas / latihan
tergantung
pada sendi
perkembangan
gangguan 2. pertahankan
istirahat
resolusi
inflamasi
teratasi.
diperlukan,
kriteria hasil:
aktivitas
pasien
akan
dari
dari
jadwal 2. istrahat
memberikan
/
proses
sisitemik
untuk
dianjurkan
periode
eksaserbasi
selama
akut
mempertahankan
istirahat
yang
terus
seluruh
menerus
dan
tidur
mempertahankan
(kontraktur,
terganggu
kekuatan.
dekubitus).
fase
dan
penyakit
atau
meningkatkan
meningkatkan
stamina umum.
jika memungkinkan
4. ubah
posisi
fungsi
4. menghilangkan tekanan
dengan
pada
jaringan
dan
meningkatkan sirkulasi.
yang
mempermudah
demonstrasikan
cukup.
atau
perawatan
diri
25
dan
dan
criteria intervensi
Rasional
hasil
bantu
teknik
pemindahan
penggunaan
kemandirian pasien
dan 5. memaksimalkan
bantuan
mobilitas
fungsi
sendi, mempertahankan
mobilitas
5. dorong
pasien
mempertahankan postur
tegak dan duduk tinggi,
berdiri, berjalan
2.kerusakan integritas
Tujuan:
kulit BD edema
Setelah dilakukan
pada sendi
intervensi
dalam
2x24
jam,
kerusakan
integritas
kulit
dapat teratasi.
atau
instruksikan
dalan
higiene kulit
3. secara teratur
ubah
posisi,
Kriteria:
dan
seperai
Menunjukan
status
ganti
sesuai
kerusakan
yang tepat.
2. mempertahankan
kebersihan karena kulit
kering
dapat
atau meningkatkan
kesembuhan.
pasien
dalam
dilakukan
pasien
dapat
2. dorong
menggunakan
latihan
1. meningkatkan
rentang gerak
intervensi
mencegah
kekuatan otot
melakukan
dan
laku/teknik untuk
hilangnya Setelah
dapat
dibandingkan
yang
kebutuhan
tingkah
BD
pasien
latihan
aliran
meningkatkan
gerak sendi
26
dan
hasil
beraktivitas
criteria intervensi
sesuai
kemampuan
Kriteria hasil:
Rasional
dengan
ahli
Pasian
dapat
menekuk
atau
sendi
menggerakkan
meningkatkan
mempertahankan
mengkompensasi
bagian tubuh.
tubuh
secara
sesuai
dengan
kemampuan klien.
teratur
4. Gangguan
Tujuan:
termoregulasi:
hipertermi
Dalam
1x24
jam
BD gangguan
proses imflamasi
termoregulasi
infeksi
dapat
teratasi.
Kriteria hasil:
Suhu
tubuh
dasar
asupan
pasien
1. memberikan
C)
kenyamanan pasien.
3. meminimalkan
resiko
peningkatan
infeksi,
laju
metabolik
27
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit reumatik adalah kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri,
deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi sendi tangan dan sendi
besar yang menanggung beban.
Artritis rematoid adalah merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya
sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut
sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga menunjukkan gejala berupa
kelemahan umum cepat lelah.
B. SARAN
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan
masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan
yang akan datang, diantaranya :
1.
2.
Dalam rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan rheumatoid artritis
maka tugas perawat yang utama adalah sering mengobservasi akan kebutuhan klien
yang mengalami rheumatoid artritis.
3.
29