Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHLUAN

1.1.Latar Belakang

Makalah ini bermaksud untuk mengurai secara singkat pentingnya pengawasan dalam
penerapan goodgovernance untuk mencapai sasaran organisasi peraturan yang berlaku, serta
mengidentifikasi langkah-langkah strategis bagi revitalisasi peran internal auditor untuk
meningkatkan good governance sektor publik di Indonesia. Pengaitan peran internal auditor di
lembaga pemerintah dan BUMN/BUMD dengan peran BPK/KPK sebagai lembaga external
auditor, merupakan analisis atas rancang bangun sistem tata kelola Keuangan Negara yang
mampu menjawab tuntutan reformasi dan pencapaian tujuan bangsa.Dari Hasil kasus korupsi
yang terungkap merupakan gambaran nyata mengenai masih buruknya tata kelola keuangan
negara, sekaligus merupakan referensi dalam membangun landasan strategis bagi perumusan
peran internal auditor di dalamnya. Governance diartikan sebagai suatu proses pengambilan
keputusan dan proses suatu keputusan tersebut dilaksanakan atau tidak dilaksanakan: yang
mana proses tersebut bersifat partisipatif, berorientasi pada konsensus, akuntabel, transparan,
responsif, efisien dan efektif, equitable dan inclusive, serta patuh pada ketentuan.

Menurut pengertian lain, governance dipahami sebagai pelaksanaan kekuatan atau


kewenangan-politik, ekonomi, administratif atau lain-lain-untuk mengelola sumber daya dan
urusan suatu negara, yang mencakup pula mekanisme, proses dan unsur kelembagaan. Dengan
demikian, good governance dimaksudkan sebagai suatu kemampuan manajerial untuk
mengelola sumber daya dan urusan suatu negara dengan cara-cara yang terbuka, transparan,
akuntabel. equitable, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

The Instutute of Internal Auditors menyebutnya sebagai kebijakan, proses dan struktur
yang digunakan oleh organisasi untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatannya, mencapai
tujuannya, dan melindungi kepentingan para stakeholders dengan cara yang konsisten dengan
standar etika yang pantas. Walaupun berbeda dalam detail pemahaman, namun dapat kita tarik
benang merah good governance dari pengertian-pengertian tersebut, antara lain pengambilan
keputusan dalam pengelolaan sumber daya melalui suatu proses dan pengawasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, akuntabel, transparan dan memenuhi (efektif) tujuan pelayanan
publik. Beberapa karakteristik suatu tata kelola yang baik, antara lain:

(1) fokus pada tujuan organisasi dan manfaatnya bagi masyarakat


(2) pelaksanaan secara efektif dengan tupoksi yang jelas
(3) mempromosikan nilai-nilai untuk seluruh organisasi dan menunjukkan nilai-nilai good
governance melalui perilaku;
(4) mengambil keputusan yang transparan dan mengelola resiko mengembangkan kapasitas
dan kapabilitas lembaga agafektif; dan
(5) mempertimbangkan seluruh stakeholder dan menyusun pertanggungjawaban yang
realistis
1.2.Rumusan Masalah

Terlihat peran penting terkait dengan pemberian jaminan keyakinan (assurance) dan
bantuan saran (consultation) untuk meningkatkan nilai tambah kegiatan organisasi. Peran
tersebut dapat berupa menilai struktur tata kelola dan penerapannya apakah telah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu dapat menilai sistem tata kelola apakah telah
terlaksana secara menyeluruh, menganalisis laporan transparansi dalam struktur tata kelola,
dan membandingkan dengan best practices. Dari uraian tersebut terlihat jelas signifikansi
dan letak strategis peran internal auditor dalam memberikan keyakinan yang memadai
untuk pencapaian tujuan organisasi. Lebih lanjut untuk pelaksanaan audit di sektor publik,
HA menjelaskan beberapa criteria minimum yang harus dimiliki oleh suatu lembaga audit
internal, yaitu independensi organisasi, mandat hukum, akses informasi tidak terbatas,
pendanaan yang memadai, kepemimimpinan yang kompeten, pegawai yang kompeten di
bidangnya, dukungan para pemangku kepentingan, dan standar pemeriksaan atau profesi.'1
Semua elemen tersebut merupakan prasyarat untuk menilai kesiapan dan efektivitas hasil
kegiatan lembaga audit. Bagi para internal auditor di lembaga pemerintahan (BPKP,
Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota, dan SPI BUMN/D), juga
diharuskan mengedepankan independensi dan pengerahan sumber daya yang memadai,
meskipun sering mengalami hambatan dalam realisasinya. Tidak jarang pula aparat
pengawasan di Daerah hanya dijabat oleh para auditor yang kurang kompeten, sehingga
mengurangi kemampuan lembaga audit itu untuk menjalankan fungsinya mengoreksi dan
memberikan saran bagi aparat pelaksana teknis. Selain itu, keterbatasan akses terhadap
informasi dan standar profesi kerap kali menjadi factor lain yang turut mengurangi
efektivitas kinerja audit. Untuk itu sangat perlu revitalisasi peran internal auditor
khususnya di sektor publik. Peran apa saja yang sebaiknya diemban lembaga auditor
internal pemerintah untuk meningkatkan good governance di Indonesia. Menurut hemat
kami, peran tersebut tidak terlepas dari fungsi internal audit yaitu memberikan keyakinan
dan saran perbaikan. Oleh karena itu. internal auditor sebaiknya memposisikan diri sebagai
mitra kerja yang dipercaya oleh organisasi dan aparatnya, serta sekaligus sebagai analis
yang kritis, khususnya atas red flags yang mengindikasikan praktek-praktek korupsi.
Disinilah letak keutamaan akan independensi suatu organisasi lembaga audit, baik
indenpenden secara harfiah maupun secara profesi. Kewenangan internal auditor pada
hakekatnya diwariskan dari fungsi pengendalian yang sebenarnya sudah melekat pada
aspek manajerial pada setiap jenjang struktur dan aktivitas organisasi. Namun demikian,
ada kalanya, diperlukan suatu redefinisi atau redirecting atas kewenangan pihak internal
audit. Penajaman aspek sasaran atau perluasan lingkup kegiatan merupakan contoh faktual
proses redefinisi wewenang tersebut. Namun, hal ini tidak selalu berjalan dengan mulus.
Tumpang tindih peraturan dan kewenangan antar intansi Pusat dan Daerah, khususnya di
era otonomi daerah, menjadi salah satu kendala untuk menarik benang merah batas-batas
kewenangan para aparat pengawasan internal. Diperlukan komitmen seluruh pihak untuk
mendudukkan masalah ini pada proporsinya. Akses terhadap informasi merupakan salah
satu elemen vital dalam pelaksanaan tugas aparat pengawasan internal. Seringkah, sebagai
bagian dari orang dalam, maka akses terhadap informasi penting justru tidak diperoleh para
aparat tersebut, sehingga akan mengurangi efektivitas auditnya. Selain itu, diperlukan
kemampuan teknis yang memadai pada diri seorang auditor untuk memperoleh informasi
yang relevan dengan pencapaian tujuan auditnya. Kedua hal ini merupakan cerminan
kompleksitas apabila lembaga internal audit hendak meningkatkan kemampuan dan
kewenangannya untuk memperoleh akses terhadap informasi yang relevan. Pencapaian
tujuan audit tentu tidak semudah membalik telapak tangan kita. Keterbatasan finansial,
yang seringkah menjadi keluhan utama para birokrat, seyogyanya tidak menjadi hambatan
vital untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Pengalokasian dana pada analisis atau
review atas peran-peran strategis organisasi dapat menjadi solusi ampuh di tengah
keterbatasan dana, dengan tanpa mengurangi kualitas pekerjaan auditor. Sumber daya
manusia menjadi sangat vital dan sentral, dimana kualitas hasil kegiatan lembaga audit
merupakan resultan kumulatif dari kualitas para auditornya. Peningkatan kemampuan
organisasi pun seiring dengan pengetahuan dan ketrerampilan yang di-input pada SDM-
nya. Continuous Professional Education (CPE) yang sesuai dengan kebutuhan organisasi
merupakan salah satu solusi apabila organisasi menginginkan hasil yang optimal dari para
SDM-nya. Tentu CPE bukan segalanya, mengingat kompleksitas dan tingkat kerumitan
dalam mengatur manusia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mengurus sumber daya
lain. Tidak kalah penting adalah dukungan positif dan konstruktif dari para pemangku
kepentingan (stakeholders), yang turut mempengaruhi pencapaian sasaran organisasi,
karena pada dasarnya internal auditor adalah bagian dari organisasi yang akhirnya akan
bermuara pada stakeholders. Memahami kebutuhan informasi para stakeholders menjadi
syarat utama. Terakhir, eksistensi dan aplikasi standar profesi akan memberikan jaminan
atau keyakinan yang memadai bahwa kegiatan lembaga audit internal memiliki derajat
kualitas yang dapat dipertanggugjawabkan, baik dari sisi keilmuan maupun
profesi/kedinasan. Oleh karena itu, dapat mempergunakan standar yang ada, atau mengacu
pada standar audit dari lembaga lain {external auditor). Terkait dengan hal ini, BPK telah
mengeluarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang menjadi pedoman
untuk audit atas Keuangan Negara. Internalisasi kriteria minimum tersebut dapat menjadi
landasan strategis untuk memformulasi peran internal audit agar dapat menjawab tantangan
perubahan lingkungan organisasi, sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna.

Peran BPK untuk Mendorong Good Governance Sektor Publik

Reformasi governance atau tata kelola sektor publik, khususnya yang terkait dengan
pengelolaan keuangan negara bertujuan meningkatkan kinerja dan transparansi serta
akuntabilitas pengelolan keuangan hingga menciptakan kondisi ideal sesuai dengan amanat
UUD 1945. Transparansi dan akuntabilitas keuangan negara diperlukan untuk mewujudkan
empat sasaran perbaikan sistem sosial Indonesia, yaitu sistem politik, desentralisasi keuangan
dan otonomi daerah, sistem ekonomi menuju ekonomi pasar dan persaingan global, dan
meningkatkan governance dunia usaha nasional. Sasaran untuk meningkatkan governance
dunia usaha nasional, utamanya BUMN/BUMD dimaksudkan agar mereka mampu bersaing di
pasar global. Demikian jelas bahwa transparansi dan akuntabilitas perekonomian, termasuk
keuangan Negara, sekaligus merupakan prasyarat bagi perekonomi nasional agar mampu
bersaing di pasar dunia. Demikian arti penting eksistensi good governance yang memberikan
suatu tatanan sistematis dan akuntabel bagi pencapaian tujuan pembangunan nasional. Dalam
hal pengelolaan keuangan Negara, paket tiga Undang-Undang Keuangan Negara Tahun 2003-
2004 telah mengoreksi kelemahan sistem pada masa Orde Baru. Terkait dengan hal tersebut
BPK telah melakukan tujuh langkah untuk membantu Pemerintah mengimplementasikan ketiga
UU tersebut.7 Pertama, membantu pemerintah untuk menyusun standar akuntansi
pemerintahan. Kedua, menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara, setelah menerima
masukan pemikiran dari pemerintah, akademisi dan kalangan profesi. Ketiga, mendorong agar
pemerintah menggunakan tenaga-tenaga struktural pengelola keuangan negara, baik di tingkat
pusat hingga daerah, BUMN maupun BUMD. Keempat, mendorong dan membantu pemerintah
untuk menyatukan semua anggaran non-budgeter dan kegiatan quasi jisca! kedalam APBN.
Kelima, membantu Pemerintah memperjelas peranan dan tanggung jawab lembaga negara pada
semua tingkatan. Keenam, mendorong proses penyiapan, pelaksanaan dan pelaporan anggaran
negara yang transparan dan akuntabel. Ketujuh, membantu pemerintah meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas transaksi keuangan negara antar instansi pemerintah, antara
Pemerintah Pusat dan daerah maupun antara pemerintah dengan BUMN/BUMD serta yayasan
maupun lembaga swasta yang memperoleh subsidi dari pemerintah. Seluruh langkah tersebut
bertujuan meningkatkan good governance serta mendorong transparansi fiskal dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara. Peran BPK dalam mendorong akuntabilitas dan
transparansi fiskal serta meningkatkan good governance tidak dapat tercapai secara sepihak.
Peran aktif instansi pemerintah dan pelaku ekonomi (BUMN/BUMD) untuk memperbaiki diri
sendiri tetap menjadi motor utama semangat reformasi perekonomian. Pengendalian internal
dan pengawasan menjadi factor penentu tercapainya tujuan mulia tersebut, disamping aspek-
aspek lain seperti perubahan mental birokratis menjadi pelayan masyarakat, perbaikan sistem
penggajian dan remunerasi PNS, peningkatan atau revitalisasi lembaga penegak hukum, dan
lain-lain. Dalam kaitannya Prof. Dr. Anwar Nasution; "BPK dan Pemeriksaan Keuangan
Negara" disarikan dari berbagai makalah dan tulisan. dengan pengendalian internal dan
pengawasan inilah pihak manajemen dan internal auditor berperan secara signifikan. Oleh
karena itu, upaya BPK untuk mendorong good governance tidak mungkin dapat tercapai secara
optimal tanpa adanya peran aktif internal auditor untuk mendorong praktek-praktek
kepemerintahan dan usaha yang baik. Lebih lanjut, internal auditor berperan pula sebagai
katalis perubahan dengan memberikan saran atau advokasi untuk peningkatan struktur tata
kelola dalam organisasi.8 Terlebih, The Institute of Internal Auditors telah menggarisbawahi
peran internal auditor untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen resiko.
pengendalian dan proses governance, khususnya meningkatkan kredibilitas, equity; dan
perilaku yang pantas oleh para pejabat publik serta mengurangi angka korupsi. Dengan
demikian, melalui kinerjanya, internal auditor diharapkan sedini mungkin dapat mendeteksi
kelemahan manajerial atau penyimpangan terhadap suatu

standar, hal mana menjadi suatu advantage yang tidak dimiliki oleh external auditor-sepeñl
BPK yang tidak berada dalam keseharian operasional organisasi pemerintah.

Kesimpulan
Civitas akademika dan hadirin terhormat, Akhirnya dari uraian di atas. sampailah kepada
kesimpulan bahwa internal audit telah menjadi elemen penting yang berperan sebagai pihak
yang memberi keyakinan dan saran perbaikan bagi pelaksanaan operasional dan pencapaian
tujuan organisasi. BPK mendukung penuh upaya-upaya revitalisasi peran internal auditor
dalam menegakkan good governance serta pembentukkan Pusat Studi Internal Audit di
Universitas Padjadjaran yang berasosiasi dengan The Institute of Internal Auditors dan bekerja
sama dengan lembaga strategis lainnya di Indonesia. Sinergi dan hubungan mutualisme dengan
internal auditor lembaga pemerintah merupakan salah satu elemen pokok dalam rancang
bangun sistem tata kelola Keuangan Negara yang mengedepankan dan mempromosikan
akuntabilitas, transparansi dan pencapaian tujuan organisasi, yang pada akhirnya akan
membawa Indonesia pada tujuan nasional yaitu kemakmuran bangsa.

Semoga hal ini dapat tercapai. Terima kasih.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Jakarta, 05 November 200

Anda mungkin juga menyukai