Anda di halaman 1dari 25

BAB 7

FISIOLOGI GINJAL
Dita Aditianingsih

Catatan Penting

.
.
.

Ginjal memegang peranan penting dalam menjaga homeostasis.


Aliran darah ke ginjal adalah sekitar 20-25% daritotal curah jantung.
Tekanan arterial rata-rata untuk autoregulasi aliran darah ginjal normal adalah sekitar 80180 mmHg.

Ginjal mensintesis prostaglandin (PGD2, PGE? dan PG12) yang menimbulkan vasodilatasi
dan bersifat protektif saat terjadi hipotensi sistemik dan iskemia ginjal

Penurunan aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus dan output urin dapat diatasi dengan
mempertahankan kecukupan volum intravaskular dan tekanan darah dalam batas normal

PENDAHULUAN

Ginjal memiliki fungsi utama untuk mengatur keseimbangan cairan tubuh, osmolaritas,
keseimbangan elektrolit dan asam basa serta mengekskresikan hasil akhir proses metabolisme,
termasuk obat. Ginjal juga menghasilkan hormon yang meregulasi tekanan darah seperti

angiotensin ll, prostaglandin, kinin, memroduksi eritrosit yaitu eritropoietin dan metabolisme
tulang yaitu 1,25-dihidroksi-kolekalsiferol.
Secara anatomik ginjalterdiri atas sepasang organ yang berada di rongga retroperitoneal dan
tepat di bawah diafragma. Tiaptiap ginjal memiliki berat sekitar 115 -160 gram, terdiri atas
korteks dan medula. Satu ginjal terdiri dari 1 ,2 x 106 nefron yang berisi glomerulus, tubulus
dan duktus kolektivus. Prinsip pembentukan urin adalah ultrafiltrasi di glomerulus, reabsorbsi
ditubulus dan sekresi. Dalam menjalankan fungsinya ginjal memakai20% dari curah jantung.

ANATOMI GINJAL

Ginjal adalah sepasang organ yang dilapisi oleh kapsula fibrosa yang terletak di rongga
peritoneum, posterior dari rongga abdomen. Kedua organ terletak di sisi kanan dan kiri
vertebra setinggi level T12 - L3. Ginjal kanan biasanya terletak 2,5 cm lebih kaudal daripada
ginjal kiri karena adanya hepar pada kuadran kanan atas abdomen. Posisi ini akan berubah
2 -3 cm pada inspirasi dan ekspirasi. Pada pria dewasa berat ginjal berkisar antara 125 gram
sampai 170 gram, sedangkan pada wanita dewasa berkisar antara 115 gram sampai '155
gram. Organ ginjal mempunyai panjang 11 - 12 cm dan lebar 5 - 7,5 cm. Batas atas dari ginjal
adalah diafragma.

liill:ill:illl :iill:i.l:alliil:ii.l:lai.l:i

s{",K{l

JA&

A flrS

rSf SL 6Gf

Posterior dan sedikit inferior dari ginjal terdapat muskulus psoas mayor di bagian medial dan
muskulus kuadratus lumborum. Pada bagian posterior ini pula terdapat nervus dan pembuluh
darah subkostal serta nervus iliohipogastrik dan ilioingunal'
Ginjal berbentuk seperti kacang, konveks pada bagian lateral dan konkaf pada bagian medial'
Pada bagian medial, terdapat hilus, yang merupakan tempat masuknya arteridan vena renalis,
kelenjar limfe, pelvis renalis dan pleksus saraf. Pada hilus, vena renalis terletak anterior dari
arteri renalis yang terletak anterior dari pelvis renalis. Pelvis renalis adalah perpanjangan

da6 ujung superior ureter yang berbentuk seperti segitiga dengan apeksnya berhubungan
dengan ureter. lstilah ini sebenarnya tidak tepat karena sebenarnya ureterlah yang merupakan
perpanjangan dari pelvis renalis, yang menghubungkan ginjal dengan kandung kemih.

Pada bagian basal dari pelvis renalis, terdapat dua sampai tiga proyeksi percabangan
berbentuk piramid yang dinamakan kaliks mayor. Pada tiap-tiap kaliks mayor ini, terdapat
dua atau tiga proyeksi percabangan lagi yang dinamakan kaliks minor. Kaliks minor ini akan
mengeluarkan urin dari sistem piramid melalui papilla'
Pada potongan koronal, ginjal dibagi menjadi dua bagian, yaitu korteks dan medula. Pada
manusia bagian medula dibagi menjadi 8 - 18 massa yang berbentuk konus yang dinamakan
sistem piramid. Basal dari konus ini menghadap ke arah korteks, sedangkan apeks dari konus
ini menghadap pelvis renalis dan membentuk papila. Tiaptiap papila merupakan kumpulan
10 - 25 ujung dari duktus kolektivus Bellini. Perpanjangan korteks renalis menuju medula
yang berjalan diantara sistem piramid dinamakan kolumna renalis Bertini, yang tersusun dari
jaringan fibrosa, sistem tubulus nefron dan pembuluh darah.

Gambar 1. Gambaran makroskopik ginjal

SUK{.' AJAR AruFS TSSJOT OG'

NEFRON

Nefron adalah unit fungsional dari ginjal yang berjumlah 0.6 x 106 - 1.4 x 106 nefron untuk
satu ginjal. Nefron dibagi menjadi komponen vaskular (glomerulus) dan komponen tubulus.
Komponen tubulus dibagi menjadi beberapa segmen berdasarkan struktur dan fungsinya.
Komponen tubulus terdiri atas kapsula Bowman, tubulus proksimal, ansa Henle, tubulus distal
dan tubulus kolektivus.

Berdasarkan segmentasi dari tubulus, medula dibagi menjadi zona dalam dan zona luar,
dengan zona dalam dibagi menjadi dua subdivisi, yakni outer stripe (lapisan luar) dan lnner
stripe (lapisan dalam). Zonadalam medula terdiriatas ansa Henle pars asenden dan desenden
serta duktus kolektivus besar, termasuk di antaranya duktus kolektivus Bellini. lnner stripe dari
zona luar medula terdiri atas ansa Henle pars desenden yang berdinding tebal, dan duktus
kolektivus. Outer stripe dari medula bagian luar terdiri atas segmen terminal dari tubulus
proksimal dan ansa Henle pars asenden berdinding tebal. Struktur medula dan korteks ginjal
yang dibagi berdasarkan segmen tubulus ini sangat penting untuk menilai kemampuan ginjal
mengekskresikan urin.

SEq!f!&n1

* - eaFrut*
El+qEl& ---.--

i:*sJ{

* tqrtit{t tr*fu*ti*$
tilA*;6

lilr{**
4qhl#i
Tl:1qt leillreili +g
t*earp

arrFnaiisit !4*=
fh:+ :::.]:s+t +i
*L.t

ondr4{* kE+

ljFra+riL;i*!i i rr*

=lEle*t{iFry

{#lffilFF*

Fxbets

Gambar 2. Gambar skematis sistem tubulus ginjal

Korpus Malphigi
Korpus Malphigi adalah bangunan yang terdiri atas glomerulus dan kapsula Bowman.
Glomerulus adalah kumparan dari sekumpulan kapiler berbentuk bulat ke dalam kapsula

EIJKiJ AJARASJES,TES'Oi

OGi ffi

Bowman. Saat arteri renalis memasuki ginjal, arteri tersebut bercabang menjadi kapiler kecil
yang mengalirkan darah ke glomerulus, yang disebut arteriol aferen. Kapiler-kapiler kecil ini
akan bergabung dalam glomerulus dan membentuk arteriol eferen yang mengalirkan darah
keluar dari glomerulus. Arteriol eferen ini saat keluar dari glomerulus akan bercabang kembali
dan membentuk sekumpulan kapiler lain yang dinamakan kapiler periturbular. Kapiler ini akan
memperdarahi jaringan renal dan memfasilitasi pertukaran substansi oleh sistem tubular
dengan darah.

Terdapat dua jenis sel yang membatasi dinding kapiler dan kapsula Bowman, yakni: sel
endotel kapiler dan podosit pada dinding kapsula Bowman. Kedua sel ini dipisahkan oleh
membrana basalis (atau dapat disebut juga glomerular basal membranelcBM). Sel podosit
ini mempunyai prosesus yang memanjang ke arah lumen kapsula Bowman yang disebut juga
dengan psudopoda. Di antara prosesus-prosesus tersebut terdapat celah yang memungkinkan
terjadinya perpindahan cairan dari kapiler menuju kapsula Bowman. Celah ini disebut filtration
s/ifs.

Selmesangialdan matriks disekelilingnya akan membentuk mesangium, yaitu lapisan didalam


glomerulus yang dibatasioleh lamina basalis dan endotel kapiler. Sel mesangial ini merupakan
sel terspesialisasi yang mempunyai kemampuan kontraktil, fagositosis serta pembentukan
dan metabolisme dari matriks di mesangium. Kemampuan kontraksi dan relaksasi dari sel
mesangial ini serta lokasinya yang berada di antara kapiler glomerulus mempunyai peranan
penting dalam regulasifiltrasi glomerulus. Kontraksi dari sel ini dipengaruhi oleh berbagai zat
vasoaktif, seperti angiotensin ll, vasopresin, norepinefrin, tromboksan, leukotrien dan plateletactivating factor. Sebaliknya, relaksasi dari sel ini dipengaruhi oleh PGE2, atrial peptides dan
dopamin.

Endotel kapiler glomerulus yang berpori, membran basalis (GBM) dan podosit membentuk
sistem filtrasi glomerulus bernama membran glomerulus. Endotel kapiler glomerulus terdiri
dari satu lapis sel endotel yang pipih dan berpori. Pori-pori endotel kapiler ini cukup lebar
sehingga permeabel terhadap air dan zatlainyang terlarut dalam plasma. Sedangkan membran
basalis adalah lapisan aselular yang komponen penyusunnya didominasi oleh kolagen dan
glikoprotein. Kolagen berfungsi untuk memberikan ketahanan pada membran ini sedangkan
glikoprotein berfungsi untuk mencegah lewatnya protein plasma masuk melalui membrana
basalis.

Secara fungsional, glomerulus hanya dapat dilewati oleh molekul sebesar 4 - 8 nm, namun
filtrasi ini juga dipengaruhi oleh muatan molekul yang melewati kapiler tersebut. Karena itu
protein plasma yang berukuran besar tidak akan dapat melewati pori-pori kapiler, hanya
albumin yang dapat melewati endotel kapiler. Namun, karena glikoprotein yang bermuatan
negatif, albumin yang juga bermuatan negatif tidak akan dapat melewati membran basalis.
Gangguan dari muatan membran basalis ini merupakan penyebab ditemukannya albumin
pada urin pada penyakit ginjal tertentu.

Eeffierulus

Renal
Eeleerxtiti*:,.rm

'-'

E*msl

ilenr**

Fdce*l* De*ra

Jarxtagl*meraslar
Cellp

Gambar 3. Apparatu

Affer*nt
&rteritlle

i uxtaglomeru Iar

Komponen Tubulus
Komponen tubulus dimulai dari kapsula Bowman, yaitu invaginasi tubulus dengan dinding
ganda yang mengelilingi glomerulus. Setelah melalui kapsula Bowman, urin akan melewati
tubulus proksimal yang sepenuhnya berada di korteks. Kemudian cairan tersebut akan
melewati ansa Henle, dengan pars desenden yang berada di korteks berjalan menembus
medula, melewati ansa Henle dan kemudian pars asenden yang berasal dari medula akan
berjalan kembali menembus korteks. Pars asenden ini akan kembali melewati glomerulus

dan berjalan di antara percabangan yang dibuat oleh arteriol aferen dan eferen. Bangunan
yang dibentuk oleh pars asenden dan struktur vaskular nefron ini dinamakan apparatus
juxtagtomerular. Aparatus jukstaglomerular ini berperan penting pada regulasi fungsi ginjal.
Tubulus akan kembali berlekuk yang dinamakan tubulus distal. Tubulus distal kemudian akan
bermuara ke sistem duktus kolektivus yang merupakan muara dari beberapa nefron. Dari
tubulus kolektivus, urin akan mengalir menuju pelvis renalis'
Terdapatdua jenis nefron berdasarkan perbedaan letakglomerulus, strukturtubulusdan kapiler
intertubular, yaitu: nefron korteks dan nefron jukstaglomerular. Pada nefron korteks, glomerulus
berada sepenuhnya di korteks dan struktur ini mempunya ansa Henle yang pendek dan kapiler
interturbular yang melilit struktur tubulus. Sedangkan pada nefron jukstaglomerular, glomerulus
terletak berada di dekat medula, mempunya ansa Henle yang panjang dan kapiler intertubular
yang berjalan berdampingan dengan sistem tubulus yang dinamakan vasa recta. Pebedaan
struktur ini berperan dalam kemampuan organisme untuk mengkonsentrasikan urin. Pada

manusia 80% nefron yang dimiliki adalah nefron kortikal. Pada organisme yang mempunyai
kemampuan konsentrasi urin lebih besar, lebih banyak ditemukan nefron jukstamedular.

.-E
BIJKTJ AJARAfVESTFSIOLOGi

EIIEE

Tubulus proksimal dibagi menjadi dua bagian, yaitu: pars convotuta (bagian yang berlekuklekuk) dan pars recta (bagian yang lurus). Tubulus proksimal pada manusia mempunyai
panjang 15 mm dan lebar55 nm. Dinding dari tubulus proksimal tersusun oleh satu lapis sel
dengan brush border pada bagian apeksnya. Mikroviliyang membentuk brush bordertersebut
tersambung satu sama lain. Bagian basal dari sel ini dihubungkan oleh tight junction atau
zonula occludens. Di antara sel-sel basal terdapat ekstensi dari ruangan ekstraselular yang
dinamakan lateral intracellularspaces, tempat terdapatnya pompa Na-K-ATp-ase.

Tubulus proksimal pars convoluta berperan dalam reabsorbsi berbagai elektrolit, yaitu Na2*,
HCO3-, Cl-, K*, Caz*, POo, glukosa dan asam amino. Separuh substansi yang terkandung
dalam urin akan direabsorbsi pada tubulus proksimal pars konvoluta. Rasio reabsorbsi cairan
dari tubulus proksimal ke kapiler peritubular dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik dan onkotik
pada dinding tubulus dan kapiler. Perubahan dari tekanan ini akan menyebabkan perubahan
konfi g u rasi u ltrasru ktu ral, kh ususnya pada I ate ral i nte rcel I u I ar spaces.

Reabsobrbsi natrium pada tubulus proksimal merupakan transport aktif melalui kanal Na-KATP-ase. Anion lain yang direabsorbsi melalui transport aktif bersama dengan natrium antara
lain adalah HCO3 dan Cl-. Reabsorpsi HCO3- dimediasi oleh co-fransporter Na-HCO. Setiap
ion Na* yang berpindah akan diikuti oleh 3 ion HCO.-. Selain itu, reabsorbsi bikarbonat juga
merupakan efek sekunder dari sekresi H*, yang dimediasi oleh mekanisme pertukaran ion NaH. pada membran brush border.
Pada tubulus proksimal pars recta, aktivitas pompa Na-K-ATP-ase turun. Tubulus ini berperan
penting dalam sekresi anion dan kation serta merupakan bangunan yang banyak mengalami

kerusakan oleh substansi nefrotoksik atau logam berat.

Ansa Henle mempunyai peranan penting dalam menjaga keadaan hipertonik pada interstisial
medula dan menentukan konsentrasi urin. Dinding dari ansa Henle pars desenden sangat
permeabel terhadap air tapi mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap Na2. dan Cl.
Hal ini menyebabkan air diekstraksi dari ultrafiltrat yang berada di tubulus saat ansa Henle
menembus interstisial medula yang bersifat hipertonik. Sebaliknya, ansa Henle pars asenden
cenderung tidak permeabel terhadap air namun sangat permeabel terhadap Na2* dan Clsehingga natrium akan terekstraksi dari tubulus.
Struktur tubulus distal dibagi menjadi tiga segmen: ansa Henle pars asenden berdinding tebal,
makula densa dan tubulus distal pars konvoluta. Ansa Henle pars asenden berdinding tebal
berperan dalam transport aktif NaCI keluar tubulus yang menjaga kondisi insterstisial medula
tetap hipertonik. Transpor aktif ini dimediasi oleh co-transporfer Na-K-Cl. Mekanisme transport

aktif ini juga menyebabkan reabsorbsi bikarbonat, kalsium dan magnesium. Mekanisme
transport aktif ini dapat diinhibisi dengan diuretik kuat. Regulasi dari transport ion pada ansa
Henle pars asenden berdinding tebal ini dipengaruhi oleh vasopresin, kalsitonin dan hormon
paratiroid.

B U I< LJ

AJ A RAIJESIES'OI OG'

Makula densa adalah area yang terdiri atas sel yang terspesialisasi yang melapisi dinding
tubulus distal saat tubulus tersebut melewati glomerulus nefron yang sama. Sel pada makula
densa ini sensitif terhadap konsentrasi NaCl di lumen tubulus distal. Turunnya konsentrasi
NaCl pada tubulus distal konvoluta akan menginisiasi sinyal dari makula densa yang akan
menyebabkan penurunan resistensi aliran darah pada arteriol aferen, yang kemudian akan
meningkatkan tekanan hidrostatik glomerular dan membantu mengembalikan rasio filtrasi
glomerulus kembali normal. Selain itu, aktivasi makula densa akan menyebabkan peningkatan
penglepasan renin pada seljukstaglomerular dari arteriol aferen dan eferen.

Tubulus distal konvoluta mempunyai akivitas Na-K-ATP-ase serta Ca-Mg-ATP-ase yang


paling tinggi dibandingkan struktur lain dalam nefron. Fungsi utama dari tubulus ini adalah
reabsorbsi Na-K-2CI yang dimediasi oleh co-transpofter Na-Cl-senslflve tiazid. Co-transporter
ini mengalami upregulaflon dengan pengaruh mineralokortikoid, yakni aldosteron.
Komponen terakhir dari nefron adalah sistem duktus kolektivus. Sistem ini akan membawa
cairan yang telah melewati sistem tubulus sebelumnya menuju pelvis renalis. Komponen
ini terbagi menjadi connecting tubules, duktus kolektivus kortikal, duktus kolektivus medular
dan papila renalis. Fungsi utama dari duktus kolektivus kortikal adalah sekresi K. yang diikuti
dengan reabsorbsi Na2* Regulasi transport aktif ini dipengaruhi oleh mineralokortikoid.
Duktus kolektivus medular dibagi lagi menjadi dua, yaitu: bagian luar dan dalam. Duktus
kolektivus medular bagian luar mempunyai peran dalam asidifikasi urin. Pada bagian duktus
kolektivus ini terjadi sekresi H. yang diikuti oleh reabsorbsi ion K* dan dimediasi oleh pompa
H-K-ATP-ase yang terletak di membran basal-lateral. Selain sekresi H*, duktus kolektivus
medular bagian luar inijuga mensekresi ammonia untuk asidifikasi urin.
Duktus kolektivus medular bagian dalam berjalan dari medula kemudian menyatu dengan
duktus lainnya menjadi satu duktus dengan diameter yang lebih besar. Duktus ini kemudian
akan bermuara di papila dan dinamakan duktus kolektivus Bellini. Duktus ini juga berperan
dalam asidifikasi urin melalui sekresi ion H*. Duktus ini cenderung impermeabel terhadap air.
Namun, dengan pengaruh vasopressin, terdapat perubahan morfologis yang terjadi seperti
cellular swetting dan pelebaran intercellular spaces membuat duktus ini permeabel terhadap
air.

SIRKULASI GINJAL

Arteri renalis merupakan cabang dari aorta abdominalis yang muncul pada level diskus
intervertebralis antara L1-L2. Arteri renalis dekstra melewati posterior dari vena kava inferior.
Pada hilus renal, masing-masing arteri bercabang menjadi lima arteri segmental yang
merupakan end artery. Tiaptiap segmen yang diperdarahi tidak mempunyai pembuluh darah
kolateral, sehingga membagi ginjal menjadi lima segmen yang independen. Percabangan
arteri segmental adalah sebagain berikut:

IJKU AJARAJVESTSS'OIOGJ

a. Arteri renalis bercabang menjadi arteri renalis anterior dan arteri renalis posterior.

b. Cabang arteri renalis anterior adalah arteri segmental superior yang memperdarahi bagian
apeks ginjal; arteri segmental anterosuperior dan anteroinferior yang memperdarahi bagian
anteriosuperior dan anteroinferior ginjal; serta arteri segmental inferior yang memperdarahi
bagian inferior dari ginjal.

c. Cabang posterior arteri renalis dilanjutkan dengan arteri segmental posterior yang
memperdarahi hampir 50% dari segmen posterior ginjal

Arteri segmentalis ini kemudian akan memberikan cabang yang dinamakan arteri interlobaris.
Arteri ini berjalan sepanjang kolumna Bertini dan memberikan cabang menjadi arteri arkuata
yang berjalan sepanjang perbatasan antara korteks dan medula. Selain memberikan cabang
untuk arteri arkuata, arteri interlobaris juga akan bercabang kembali menjadi arteri-arteri
dengan diameter lebih kecil yang berjalan menuju permukaan ginjal. Arteri-arteri ini kemudian
akan memberikan cabang untuk arteriol aferen yang akan memasuki glomerulus.
Beberapa vena renalis mengalirkan darah dari ginjal dan bersatu untuk membentuk vena
renalis dekstra dan sinistra. Vena renalis dekstra dan sinistra berada di bagian anterior dari
arteri renalis dekstra dan sinistra. Vena renalis sinistra menerima darah darivena suprarenalis
sinistra, vena gonadal sinistra (testikular maupun ovarika) dan berhubungan dengan vena
lumbaris asenden.
Dalam keadaan istirahat, sekitar 1-1,5 liter darah mengalir ke ginjal. Jumlah ini sama dengan
20-25% curah jantung. Pembentukan urin ini membutuhkan 10% dari konsumsi O, basal.

Regulasi Sirkulasi Ginjal dan Filtrasi Glomerulus


Tidak ada mekanisme transport aktif maupun energi yang dipakai untuk mendorong plasma
bergerak melalui membran glomerulus menuju kapsula Bowman. Karena itu, gaya pasif
yang menyebabkan terjadinya dinamika cairan di kapiler pada bagian lain dalam tubuh juga
berperan pada ultrafiltrasi melalui membran glomerulus.

Baik dalam pengaruh neural, humoral maupun faktor fisik intrarenal, regulasi sirkulasi
ginjal sepenuhnya ditentukan oleh perubahan resistensi yang disebabkan oleh konstriksi
dan relaksasi dari otot polos pembuluh darah. Pembuluh darah dari arteri renalis sampai
interlobularis mempunyai beberapa lapisan otot polos yang dilapisi oleh tunika intima dan
adventisia. Arteriol aferen mempunyai satu sampai dua lapis otot polos dan tidak dilapisi oleh
tunika intima dan adventisia. Semakin mendekati glomerulus, sel otot polos pembuluh darah
berganti menjadi sel granular dari aparatus jukstaglomerular.

Ada tiga faktor yang memengaruhi filtrasi glomerulus, yaitu: tekanan kapiler glomerulus,
tekanan osmotik plasma dan tekanan hidrostatik kapsula Bowman. Tekanan kapiler glomerulus
dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi arteriol aferen dan eferen. Oleh karena ukuran

8UKU AJAR A&'SSTS'OgCI'

arteriol aferen yang lebih besar dari arteriol eferen, maka tekanan kapiler glomerulus terjaga
tetap tinggi sehingga terjadi filtrasi glomerulus melalui membran plasma.
Bila tekanan glomerulus yang tinggi menyebabkan terjadinya filtrasi, maka tekanan onkotik
kapiler dan tekanan hidrostatik kapsula Bowman akan menghambat terjadinya filtrasi. Protein
plasma tidak dapat melewati membran glomerulus, sehingga konsentrasi plasma protein kapiler
lebih tinggi. Tekanan ini akan menarik air dari kapsula Bowman menuju kapiler. Mekanisme ini
berlawanan dengan proses filtrasi. Mekanisme saling berlawanan inijuga didukung oleh kadar
air dalam kapsula Bowman yang lebih banyak, sehingga tekanan hidrostatik kapsula Bowman
akan mendorong air melewati membran glomerulus dari kapsula Bowman menuju kapiler.
Besar total tekanan kapiler glomerulus untuk proses filtrasi adalah 55 mmHg, sedangkan besar

total dua gaya yang melawannya adalah 45 mmHg sehingga selisih 10 mmHg adalah jumlah
gaya yang diperlukan untuk filtrasi yang dinam akan nett filtration factor. Filtrasi glomerulus juga
ditentukan oleh faktor permeabilitas kapiler, faktor ini dinamakan faktor koefisien, sehingga
rasio filtrasi glomerulus (GFR) dapat dirumuskan sebagai berikut:

GFR=

\x

Nett Filtration Factor

Faktor koefisien (K,) ini ditentukan oleh luas permukaan filtrasi pada kapiler glomerulus.
Luas permukaan filtrasi ini ditentukan oleh jumlah pori-pori pada dinding kapiler dan filtration
s/lfs yang terbuka untuk terjadinya filtrasi. Aktivitas sel mesangial dan pseudopoda podosit
berpengaruh dalam menentukan seberapa banyak celah yang terbuka untuk terjadi filtrasi.
Kemampuan sel mesangial untuk berkontraksi akan mengurangi permukaan filtrasi pada
dinding kapiler dengan cara menutup pori-pori yang terdapat di dinding kapiler, sehingga
luas permukaan filtrasi akan berkurang. Kontraksi dari sel mesangial ini dipengaruhi oleh
sistem saraf simpatis. Kemampuan kontraksi inijuga dimiliki oleh pseudopoda podosit. Bila
pseudopoda ini berkontraksi, sel ini akan memendek dan melebar sehingga menutup celah
yang berada di antara keduanya, sehingga jumlah filtration slits akan berkurang, sehingga
cairan yang difiltrasijuga akan berkurang.

REGULASI RESISTENSI KAPILER


Seperti yang telah dijelaskan di atas, regulasi GFR ditentukan oleh jumlah darah yang mengalir
melalui kapiler glomerulus serta resistensi dari arteriol eferen dan aferen. Jumlah darah yang
melewati kapiler glomerulus ditentukan oleh MAP dan curah jantung. Resistensi dari aferen

akan mengurangijumlah aliran darah yang melewati kapiler glomerulus sehingga GFR akan
menurun. Bila resistensi eferen bertambah maka tekanan kapiler glomerulus akan lebih tinggi
dan GFR akan meningkat.

Ada dua mekanisme yang mengatur resistensi dari arteriol aferen dan eferen. Mekanisme

,ii:.]:].].:ii:t:t.t:.|ra:i.::l.ilr,|:.r:l;1.:l.i :ii:riill:irl.lli.:i.:lt:it:i!:rrl;al.lllillr:lliirriili.:a:ta

g{./K{J A JAR AfVS rgS{S{-CIS'

tersebut adalah autoregulasi intrinsik ginjal dan regulasi simpatis ekstrinsik. Masing-masing
mekanisme tersebut akan dibahas berikut ini.
1

. Mekanisme autoregulasi intrinsik

Mekanisme ini akan mengatur ukuran kaliber arteriol aferen yang menyebabkan perubahan
resistensi kapiler. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, perubahan resistensi arteriol akan
menyebabkan perubahan pada aliran darah yang melewati kapiler, yang kemudian akan
menyebabkan perubahan pada GFR. Kedua mekanisme di bawah ini mencegah fluktuasi
GFR yang berlebihan dan mendadak.
Terdapat dua mekanisme yang berperan dalam autoregulasidiatas, yaitu mekanisme miogenik
dan umpan balik tubuloglomerular. Mekanisme miogenik difasilitasi oleh sel otot polos arteriol
aferen yang akan akan berespon dengan cara vasokonstriksi bila terdapat pelebaran kapiler
akibat aliran darah kapiler yang meningkat. Mekanisme ini akan mengatur jumlah darah yang

melewati kapiler glomerulus dan GFR akan kembali normal. Mekanisme yang kedua adalah
mekanisme umpan balik jukstaglomerular. Sel otot polos dalam kapiler jukstaglomerular
adalah sel granular yang terspesialisasi yang disebut dengan makula densa. Seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya, makula densa akan mendeteksi peningkatan cairan yang
difiltrasi pada tubulus distal dan mensekresi zat vasoaktif yang akan menyebabkan konstriksi
arteriol aferen. Sebaliknya, bila terdapat penurunan kadar NaCl dan air pada tubulus distal,
maka makula densa akan mensekresi substansi vasodilator, sehingga terjadi relaksasi arteriol
aferen dan GFR kembali normal.

2. Mekanisme ekstrinsik ini mengatur GFR dengan tujuan utama untuk mengembalikan
tekanan darah arterial menjadi normal. Mekanisme ini dimediasi oleh kontrol saraf simpatis
melalui baroreseptor karotis. Baroreseptor karotis akan mendeteksi penurunan tekanan darah,
maka baroresptor akan mengaktifkan kontrol kardiovaskular di batang otak dan menginisiasi

mekanisme kompensasi berupa peningkatan curah jantung dan resistensi perifer untuk
mengembalikan tekanan darah menjadi normal. Peningkatan resistensi perifer inijuga terjadi
pada arteriol aferen, sehingga aliran darah yang melewati kapiler akan berkurang dan laju
filtrasi glomerulus juga akan berkurang. Dengan penurunan GFR, maka lebih sedikit cairan
yang difiltrasi dan urin yang dikeluarkan lebih sedikit. Sehingga cairan yang dikonservasi di
dalam kapiler akan lebih banyak.

FUNGSI GINJAL

Fungsi Ekskresi

Volum dan konstituen ultrafiltrat pada filtrasi glomerulus berbeda dengan volum dan
konstituennya pada saat memsuki pelvis renalis. Perbedaan ini disebabkan oleh proses
reabsorbsi dan sekresi tubulus. Hubungan antara filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus dan
sekresi tubulus dapat diilustrasikan sebagai berikut:

f,.J'\U ,l.Jri'< "rrJ\'E} T5'ULL'I,'


'

1.

Substansi 1, difiltrasi sepenuhnya pada glomerulus, namun tidak direabsorbsi kembali


oleh tubulus, akan disekresi oleh tubulus.

2.

Substansi

2, difiltrasi sepenuhnya oleh

glomerulus, kemudian direabsorbsi kembali

sepenuhnya oleh tubulus.

3.

Substansi 3, difiltrasi sepenuhnya pada glomerulus, sebagian besar direabsorbsi oleh


tubulus, sisanya keluar bersama urin.

Laju filtrasi glomerulus pada orang dewasa sehat sangat besar sehingga memicu sejumlah
plasma dalam jumlah besar untuk difiltrasi dan proses reabsorbsi tubulus mendominasi
regulasi volum plasma dan konstituennya. Sebagai contoh, air dan natrium yang difiltrasi 99%
akan diserap kembali, urea yang difiltrasi 50% akan diserap kembali, sedangkan glukosa yang

difiltrasi 100% akan diserap kembali.

Dalam proses reabsorbsi maupun sekresi, substansi tersebut harus melewati epitel sel
tubulus, ruang interstisial dan endotel kapiler. Substansi dapat melewati sel epitel tubulus
melalui dua cara, yaitu transelular dan paraselular. Pada transport paraselular, substansi
akan melewati tight junction menuju ke endotel kapiler. Pada transport transelular substansi
diharuskan untuk melalui sel epitel secara keseluruhan. Substansi harus melewati membran
luminal, sitosol kemudian membran basal sel epitel tubulus untuk dapat sampai ke kapiler.
Pada transport transelular, substansi dapat melewati membran sel melalui tiga cara: difusi,
melalui channel membrane dan menggunakan transporter. Difusi terjadi pada substansi yang
larut lemak seperti steroid atau gas. Sebagian besar substansi plasma tidak larut lemak, maka
untuk melewatiselepitelsuatu substansi harus berintegrasidengan protein membran selyang
dibagi menjadi channel dan transporter.

Kanal atau channel adalah pori-pori kecil pada membran sel, tempat air atau substansi
lain dapat berdifusi melaluinya. Transport melalui kanal ini merupakan transport pasif dan
bergantung pada gradien isoelektrik. Kanal tidak spesifik terhadap substansi yang berdifusi
melewatinya dan dapat melewatkan beberapa jenis substansi dalam jumlah besar dan waktu
yang singkat.
Pada transporter, suatu substansi akan mengaktifkan kaskade perubahan konfigurasi protein
sebelum dapat melewati membran lipid bilayer. Selain sangat spesifik untuk substansi
tertentu, proses ini juga membutuhkan energi. Transporter dibagi menjadi tiga menurut jumlah

substansi yang dapat dibawanya, yaitu: uniporter, simporter dan antiporter. Simporter, atau
disebut dengan co-transpo,rfer bersamaan dengan antiporter dapat membawa dua atau lebih
substansi untuk melewati membran sel. Simporter membawa 2 substansi atau lebih melewati
membran dengan arah yang sama, sedangkan antiporter membawa 2 substansi atau lebih
melewati membran dengan arah yang berlawanan.

utr:at:it:tit:it:at:iau:laiu:i

,s {.dK{J

A,iA K A &rSS rg$d0L CISf

Transport Zat Nonorganik


Natrium
Reabsorbsi natrium merupakan proses yang unik dan kompleks. Delapan puluh persen energi

yang digunakan ginjal untuk membentuk urin digunakan pada proses reabsorbsi natrium.
Natrium direabsorbsi sepanjang tubulus, kecuali ansa Henle pars desenden. Transport
aktif natrium ini dimediasi oleh co-transporfer Na-K-ATP-ase yang terletak pada membran
basolateral.

Reabsorbsi natrium pada bagian tubulus yang berbeda juga mempunyai peranan yang
berbeda.

Reabsorbsi natrium pada tubulus proksimal mempunyai peranan penting dalam reabsorbsi
glukosa, asam amino, air, klorida dan urea.

Reabsorbsi natrium pada ansa Henle pars asenden berperan dalam proses konsentrasi
urin.

Reabsorbsi natrium pada tubulus distal berperan dalam regulasi cairan ektraselular, sekresi
ion hidrogen dan kalium; serta, berperan dalam regulasitekanan darah arterial. Reabsorbsi
pada bagian tubulus ini dipengaruhi oleh hormon.

Transporter Na-K-ATP-ase akan memompa natrium melewati membran basolateral menuju


lateral intercellular space. Natrium ini kemudian akan berdifusi melalui sel endotel masuk ke
dalam kapiler. Keseluruhan proses ini adalah proses transport aktif yang membutuhkan energi
karena natrium bergerak melawan gradien konsentrasinya. Artinya natrium akan bergerak dari
sitosol yang konsentrasinya rendah menuju lateral interselular space yang konsentrasinya
lebih tinggi. Transport aktif ini menyebabkan konsentrasi natrium pada lateral intercellular
space akan meningkat dan konsentrasi natrium intraselular epitel tubulus akan tetap rendah.
Konsentrasi natrium intraselular yang rendah akan mendorong natrium pada lumen tubulus
yang konsentrasinya lebih tinggi untuk berdifusi secara pasif ke dalam sel.
Pada membran luminal, terdapat beberapa jalan masuk natrium intraluminal ke dalam sel,
antara lain: simporter Na-nutrien, Na-fosfat dan Na-sulfat; antiporter Na-hidrogen dan kanal
sodium.

Klorida
Reabsorbsi klorida bergantung pada rasio reabsorbsi natrium. Bila sejumlah natrium
meninggalkan ruang intraselular melewati membran basal, maka dibutuhkan anion pengganti
untuk mencapai keseimbangan anion dan kation.
Proses yang terpenting dalam reabsorbsi klorida adalah perpindahan klorida dari lumen ke

:,
AUKU A JA R A&'S TSIOL SG'

dalam sel. Konsentrasi klorida intraselular harus cukup tinggi untuk nantinya akan membantu
pergerakan klorida melewati membran basalis. Karena itu, transporter klorida pada membran
luminal mempunyai fungsi yang sama dengan trasporter Na-K-ATP-ase untuk natrium pada
membran basalis, yakni menggerakan klorida melewati membran luminal melawan gradien
elektriknya.

Saat terjadi reasorbsi natrium, jumlah anion intraselular akan lebih banyak dart kation'
Sebaliknya, kation pada laterat intercellular space akan lebih banyak dari anion. lni akan
menyebabkan muatan elektrolit intraselular lebih negatif dibandingkan dengan muatan
elektrolit pada lateral intercellular space maupun lumen tubulus. Karena keseimbangan
elektrolit perlu dicapai, anion intraselular harus berpindah menuju lateral intraselular space,
namun konsentrasinya harus cukup untuk mendorong anion tersebut keluar dari sel menuju
lateral intercellular space. Karena anion intraselular terdiri atas klorida dan bikarbonat,
maka transporter klorida akan membawa klorida dari dalam lumen tubulus melawan gradien
elektrokimianya ke dalam sel sampai konsentrasinya cukup untuk mendorong klorida tersebut
keluar melewati membran basalis, sehingga keseimbangan elektrolit tercapat.

Air
Air direabsorbsi secara pasif dengan cara osmosis di sepanjang tubulus. Berikut adalah
tahapan reabsorbsi air di sepanjang tubulus:
Air dan natrium direabsorbsi secara bersamaan pada tubulus proksimal.
2. Air dan natrium juga direabsorbsi secara bersamaan pada ansa Henle, namun melalui
bagian yang berbeda. Ansa Henle pars desenden menyerap air sedangkan pars asenden
1.

menyerap natrium. Proses ini berperan dalam menentukan konsentrasi urin.

Air direabsorbsi pada tubulus distal, dan pada tubulus ini tidak ada reabsorbsi natrium.
4. Reabsorbsi air dan natrium secara bersamaan juga terjadi pada tubulus kolektivus.
3.

Air akan melewati membran basalis dengan tiga cara: paraselular, transelular yang dimediasi
oleh akuaporin dan melalui tight junction. Banyaknya air yang direabsorbsi bergantung pada
permeabilitas tiap-tiap segmen tubulus terhadap air.
Aquaporin pada tubulus proksimal dan ansa Henle pars desenden selalu terbuka dan tidak
dipengaruhi oleh neurohormon, sehingga segmen tubulus ini sangat permeabel terhadap
air. Sebaliknya, ansa Henle pars asenden relatif tidak permeabel terhadap air. Tubulus distal
juga relatif tidak permeabel terhadap air, namun permeabilitasnya dapat berubah di bawah
pengaruh vasopresin. Duktus kolektivus juga mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap
air, namun seperti tubulus distal, permeabilitas ini dipengaruhi oleh neurohormon.
Gaya yang mendorong reabsorbsi air adalah status hipertonis pada intercellular lateral spaces
yang disebabkan aktivitas pompa Na-K-ATP-ase pada membran basalis. Keadaan hipertonis
ini akan menyebabkan gradien osmotik yang mendorong air dari dalam lumen menuju lateral

e$K{J A.iA R g j1{s?"sf 0{-

06,

intercellularspaces. Air yang berkumpul pada tempat ini pada akhirnya akan cukup banyak dan
menyebabkan meningkatnya tekanan hidrostatik pada laterat intercellular spaces. Tekanan
hidrostatik yang tinggi kemudian akan mendorong air bergerak menuju kapiler.

Transport Substansi Organ ik


Substansi organik yang dapat difiltrasi oleh ginjal antara lain adalah glukosa, asam amino,
urea, vitamin larut air, asetoasetat, beta hidroksibutirat dan lain-lain. Reabsorbsi zat organik
ini terjadi pada tubulus proksimal. Karakteristik reabsorbsi substansi organik ini antara lain:

1. Reabsorbsi terjadi dengan cara transport aktif dan penyerapannya mendekati

1OO%.

Reabsorbsi ini difasilitasi oleh simporter natrium.


2. Sebagian besar proses reabsorbsi substansi organik ini ditandai dengan sistem

^(turbular

maximum). T, adalah batas atas jumlah penyerapan substansiorganik pada waktu tertentu.
Bila suatu substansi organik pada tubulus melebihi batas T,, maka susbtansi tersebut akan
ikut terbuang melalui urin. Namun, batas atas penyerapan ini jauh melebihi jumlah yang
biasa direabsorbsi pada individu normal.
3.

Reabsorbsiterjadi sangat spesifik. Masing-masing substansi mempunyai simporter khusus


untuk memfasilitasi proses reabsorbsi.

4. Proses reabsorbsi pada tubulus proksimal ini dapat dihambat oleh obat-obatan tertentu.

Glukosa
Jumlah substansiyang diserap per menit dinamakan fittered load (beban filtrasi). Beban filtrasi
ini dapat dihitung dengan konsentrasi plasma substansi tertentu dikali dengan GFR. Dalam
keadaan normal, terdapat 100 mg giukosa dalam 100 mL plasma. Dengan 125 mL plasma
difiltrasi setiap menitnya (GFR normal = 125 ml/menit) maka beban filtrasi normal glukosa

adalah 125 mg/menit.

T, dariglukosa adalah 375 mg/menit. Karena itu, pada kondisi normal, glukosa akan seluruhnya
diserap oleh tubulus. Sedangkan, bila konsentrasiglukosa yang akan diserap melebihi 375mgl
menit, maka tubulus akan menyerap dalam batas minimum dan sisanya akan terbuang oleh
urin.

Konsentrasi plasma suatu substansi yang melebihi T, dan mulai terlihat di urin dinamakan
renal threshold. Pada T, glukosa normal (375 mg/ml) dengan GFR normal (125 mL), renal
threshold untuk glukosa adalah 300m9/100 mL. Dapat disimpulkan, konsentrasi plasma glukosa
maksimalyang masih dapat direabsorbsi sepenuhnya oleh tubulus adalah 300 mg/100 mL.

:it:ai.i.ia:rali.rti:i1r.:rrr:i:r3r:r:'ii.:.:rii.i,:tr:r:i

g {/KU,4JAR,4firS

r:.:r:.

rgsr0t

CIG}

Urea
Urea adalah produk yang akan disekresi, namun juga direabsorbsi karena urea berguna dalam
mengatur keseimbangan air. Urea diproduksi dalam hati sebagai produk akhir dari metabolisme

protein. Produksinya akan meningkat pada diet tinggi protein dan akan berkurang dalam
keadaan kelaparan. Ekskresi urea harus menyesuaikan rasio produksinya dalam hati. Bila
keseimbangan ekskresi dan produksi ini terganggu akan terjadi kondisi yang disebut dengan
uremia. Setengah dari urea yang difiltrasi akan direabsorbsi pada tubulus proksimal dan akan
disekresikan dalam jumlah yang sama pada ansa Henle. Kemudian urea ini separuhnya akan
kembali direabsorbsi pada duktus kolektivus. Karena itu, setengah dari beban filtrasi urea
akan diekskresi.

Pada tubulus proksimal, sebagian besar air akan direabsorbsi dan susbtansi dalam lumen
tubulus yang tidak ikut diserap akan terkonsentrasi. Substansi dalam lumen tersebut sebagian
besar merupakan urea. Dengan konsentrasi tinggi ini urea akan secara pasif bergerak
melalui membran basalis. Ketika cairan memasuki ansa Henle, setengah dari urea dalam
tubulus sudah terserap ke dalam kapiler. Saat memasuki medula, karena medula mempunyai
konsentrasi urea yang lebih tinggi, maka urea akan kembali disekresikan ke dalam tubulus
dalam jumlah yang sama saat direasorbsi. Pada saat cairan memasuki ansa Henle pars
asenden, 80% air akan direasorbsi, sehingga konsentrasi urea pada plasma akan kembali
lebih tinggi dibandingkan kapiler. Ansa Henle pars asenden berdinding tebal sampai dengan
duktus kolektivus medular dan impermeabel terhadap urea, maka konsentrasi urea akan tetap
tinggi sampai cairan mencapai duktus kolektivus tempat urea akan diserap kembali. Besar
konsentrasi urea pada tubulus bergantung pada status hidrasi individu tersebut.

*
fu:lrd

$ril*u,.hdln

'{S*r

*luut

tsbrt*

Rr*rrl

lsftlrilrrr
cGll

Gambar 4. Proses perpindahan substansi organik

a uK{,, A JA & A&f,SS r&'SrOL

oct

ffin

rru

Sekresi Tubular
Sekresi aktif anion dan kation organik
Jalur sekresi aktif anion dan kation organik pada tubulus proksimal merupakan kebalikan
dari proses reabsorbsi aktif substansi organik. Anion dan kation organik ini akan difiltrasi oleh
glomerulus, kemudian akan disekresikan kembali di tubulus proksimal, dengan kata lain,
proses sekresi pada tubulus proksimal ini akan menambahkan konsentrasi anion dan kation
organik yang telah difiltrasi sebelumnya. Proses sekresi aktif inijuga difasilitasi oleh trasporter
aktif pada membran basal sel epitel tubulus dan jumlah substansi yang disekresikan terbatas.
seperti glukosa, anion dan kation organik mempunyaiT,, sehingga bila kadarnya dalam darah
sangat tinggi, substansi tersebut tidak dapat disekresi dengan baik.

Sekresi Kalium
Kalium akan bergerak berlawanan arah sepanjang tubulus. Pada tubulus proksimal, kalium
akan direabsorbsi sepenuhnya, kemudian pada tubulus distal dan duktus kolektivus, kalium
akan disekresi. Bila kadar kalium darah rendah (hipokalemia), maka sekresi kalium pada
tubulus distal akan dikurangi, sehingga jumlah kalium yang keluar melalui urin sedikit. Hal ini
berlaku sebaliknya pada hiperkalemia.
Seperti natrium, transport kalium juga difasilitasi oleh transporter Na-K-ATP-ase. Transporter ini
tidak hanya menggerakkan natrium keluar menuju lateral intercellutar space, namun juga akan
menggerakkan kalium dari lateral intercellular space menuju ke dalam sel. Proses tersebut

akan meningkatkan konsentrasi kalium intraselular. Saat konsentrasinya sudah cukup besar
kalium akan bergerak ke luar dari sel menuju lumen tubulus secara pasif melalui kanal K'
sesuai dengan gradien konsentrasinya.

Saat memasuki sel melalui transporter Na-K-ATP-ase, kalium akan bergerak melawan
gradien konsentrasinya, sehingga pada cairan interstisial konsentrasi kalium akan berkurang.
Konsentrasi kalium yang rendah ini akan mendorong kalium di kapiler untuk berdifusi secara
pasif menuju ruang interstisial. Dari ruang interstisial ini kalium akan memasuki sel, dan
kemudian akan berdifusi menuju lumen tubulus.

Proses difusi pasif kalium dari ruang intraselular menuju lumen tubulus hanya terjadi pada
tubulus distal dan duktus kolektivus karena pada segmen tubulus tersebut kanal K. yang
memfasilitasi difusi pasif kalium terletak pada membran luminal. Pada bagian tubulus lain,
kanal K. terletak pada membran lateral basal, sehingga bila konsentrasi kalium intraselular
cukup tinggi, kalium akan berdifusi kembali menuju lateral intercellular space, bukan menuju
lumen tubulus.

Beberapa faktor dapat memepengaruhi sekresi kalium, di antaranya adalah aldosteron.


Aldosteron akan memicu sekresi kalium pada tubulus distaldan secara simultan akan memicu

g uKU,4 J,4R XfVS rCSf {3t

$Gt

reabsorbsi natrium. peningkatan kalium dalam plasma akan memicu korteks adrenal untuk
meningkatkan sekresi aldosteron yang kemudian akan meningkatkan ekskresi kalium melalui
urin.

Kenaikan konsentrasi kalium plasma akan memicu korteks adrenal untuk mensekresi
aldosteron, penurunan natrium akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron.
Jadi, aldosteron diaktifkan oleh dua jalur yang berbeda. Namun, apa pun stimulus penyebab
kenaikan sekresi aldosteron, hormon iniakan tetap menyebabkan peningkatan sekresi kalium
dan reabsorbsi natrium. Karena itu sekresi kalium akan tetap meningkat pada keadaan
hiponatremia. Sistem renin-angiotensin-aldosteron ini akan dibahas lebih lanjut.

Selain aldosteron, pH tubuh juga dapat memengaruhi sekresi kalium. Transporter Na-KATP-ase pada membran basolateral di tubulus distal dapat mensekresikan K* atau H* saat
reabsorbsi natrium. Sekresi K* atau H. tidak terjadi secara bersamaan. Bila pH darah turun,
trasporter Na-K-ATP-ase akan mensekresi H.lebih banyak dan sekresi K* akan dikurangi.
Demikian juga sebaliknya.

Produksi Urin

Pada kondisi normal, 125 mL plasma yang difiltrasi oleh ginjal per menit, 124 mL di
antaranya akan direabsorbsi kembali. Oleh karena itu pembentukan urin hanya 1 ml/menit.
Substansi yang tidak dibutuhkan oleh tubuh dalam plasma pada vena renalis lebih sedikit
bila dibandingkan dengan arteri renalis karena ditinggalkan di lumen tubulus untuk diekskresi
bersama urin. Plasma clearance suatu substansi adalah volum plasma yang "dibersihkan"
dari substansi tersebut per menit. Hal tersebut merujuk kepada volum plasma yang berhasil
dibersihkan, bukan jumlah substansi yang berhasil dieksresi. Rasio plasma clearance pada

tiaptiap substansi berbeda, namun hubungan rasio plasma clearance degan GFR dapat
diilustrasikan sebagai berikut:

1. Substansi X, difiltrasi sepenuhnya pada glomerulus namun tidak direabsorbsi kembali oleh
tubulus. Plasma clearance pada substansi ini akan sama dengan GFR. Karena jumlah
plasma yang difiltrasi sepenuhnya akan dieksresi. Contohnya adalah inulin dan kreatinin.

difiltrasi sepenuhnya oleh glomerulus, kemudian direabsorbsi kembali


sepenuhnya oleh tubulus. Seluruh subtansi direabsorbsi kembali, sehingga plasma

2. Substansi

clearancenya lebih rendah dari GFR' Contohnya glukosa.

3. Substansi Z, difiltrasi sepenuhnya pada glomerulus namun tidak direabsorbsi dan akan
disekresi kembali. Plasma clearance substansi ini akan lebih besar dari GFR karena jumlah
plasma yang difiltrasi tidak direabsorbsi dan jumlahnya akan ditambah melalui proses
sekresi. Contoh dari substansi ini adalah anion organik para-aminophuric acld (PAH).

Seperti diketahui, osmolalitas plasma bergantung pada konsentrasi zat yang terlarut
dibandingkan dengan pelarutnya (air). Ketika konsentrasizat yang terlarut dalam air seimbang

dinamakan isotonis. Bila air tersebut defisit atau berlebih, maka dinamakan hipertonis dan
hipotonis.
Karena reabsorbsi air bergantung pada gradien osmotik antara lumen tubulus dengan ruang
interstisial, maka ginjal tidak akan mengekskresi urin yang lebih atau kurang terkonsentrasi
dari cairan tubuh. Hal ini terjadi bila omsolalitas dari cairan di dalam ruang interstisial sama
dengan osmolalitas cairan tubuh. Gradien osmotik vertikal pada ginjal dipertahankan pada
ruang insterstisial medula ginjal untuk memfasilitasi reasorbsi air. Konsentrasi cairan ruang
insterstisial ini akan bertambah dari batas korteks dampai ke medula dengan konsentrasi
paling tinggi 1200 mOsm/L pada pelvis renalis.

M ed u I I ary C o u nte rc u rre

nt Sysfem

Medullary countercurrent system adalah mekanisme yang membutuhkan energi untuk


menciptakan gradien osmotik. Mekanisme ini berperan dalam konsentrasi urin dan diperankan
oleh ansa Henle. Sebelum dibahas lebih lanjut, perlu diingat permeabilitas ansa Henle terhadap

air dan natrium berbeda di tiaptiap tempat. Ansa Henle pars desenden sangat permeabel
terhadap air dan tidak mereabsorbsi natrium. Sedangkan ansa Henle pars asenden akan
mereabsorbsi natrium namun impermeabel terhadap air.
Tahap demi tahap medullary countercurrent system akan dijabarkan sebagai berikut:

1. Tahap inisial
Sebelum terdapat gradien osmotik vertikal, konsentrasi cairan pada ruang interstisial
medula 300 mOsm/L.

2. Tahap

Pompa natrium pada pars asenden akan menggerakkan NaCl keluar dari lumen
tubular sehingga cairan di ruangan interstisial kini akan 200 mOsm/L (lebih hipertonis
dari sebelumnya). Ekskresi natrium dari lumen tubulus ini terus berlanjut sampai
cairan pada ruang interstisial dalam keadaan hipertonis. Walaupun tedapat gradien
osmotik namun air tidak dapat mengikuti pergerakan natrium karena pars asenden
impermeabel terhadap air. Namun, kondisi hipertonis ini akan menarik air dari lumen
tubulus pada pars desenden yang sangat permeabel terhadap air. Reasorbsi air
dari pars desenden ini akan terus berlanjut sampai osmolalitas cairan interstisial
dengan lumen tubulus dalam keadaan seimbang. Pada keadaan seimbang, gradien
osmolalitas pars asenden dengan cairan interstitial adalah 200 mOsmol/L dan pars
desenden dengan cairan interstisial adalah 400 mOsm/L

B U KU

AJ A R,ANFS IFS'OL OG'

3.

fahap

Ketika cairan 200 mOsm/Ltadi melewati pars asenden maka cairan yang "baru" dengan

osmolalitas awal (300 mOsmol/L) akan mengalir dari tubulus proksimal. Cairan 400
mOsm/L sebelumnya akan terus mengalir melalui ansa Henle dan kemudian akan
tiba pada pars desenden.
4. Tahap 3

Pars asenden akan memompa kembali NaCl ke ruangan interstisialyang akan menarik

air dari pars desenden sampai keseimbangan gradien 200 mOsmol/L tercapai dari
cairan tubulus yang baru memasuki ansa Henle. Pada tahap ini, konsentrasi dari
cairan tubulus secara progresif bertambah pada pars desenden dan berkurang pada
pars asenden.

5. Tahap 4
Cairan dari tubulus proksimal yang baru akan mengalir lagi, sehingga keseimbangan
osmolalitas horizontal 200 mOsm/L akan terganggu.

6. Tahap 5
Ekskresi Na dari pars asenden akan terjadi yang diikuti oleh reasorbsi air sampai
gradien 200 mOsmol/L tercaPai.

7. Tahap 6
Cairan akan terus bertambah dari tubulus proksimal dan proses ekstrusi Na dan
reabsorbsiairterus berjalan maka cairan pada pars desenden akan semakin hipertonik
mencapai konsentrasi 1200 mOsm/L, empat kali dari konsentrasi cairan tubuh.
Dengan mekanisme ini, maka akan tercipta gradien osmotik vertikal pada medula dengan
osmolalitas paling tinggi pada bagian medula yang mendekati pelvis renalis, yaitu 1200
mOsm/L. Dengan mekanisme ini pula cairan yang memasuki pars desenden akan semakin
terkonsentrasi sampai mencapai konsentrasi maksimum dan kemudian secara progresif
konsentrasinya akan berkurang saat memasuki pars asenden. Cairan ini pada akhirnya akan
meninggalkan ansa Henle pada osmolalitas 100 mOsm/L. Gradien osmotik ini kemudian akan
digunakan oleh duktus kolektivus untuk mengonsentrasikan urin agar lebih tinggi dari cairan
tubuh dan dieksresi. Selain itu, kondisi hipotonis pada lumen tubulus yang memasuki tubulus
distal akan menyebabkan ginjal dapat mengeluarkan urin yang konsentrasinya lebih rendah
dari cairan tubuh. Kedua mekanisme tersebut difasilitasi oleh vasopresin yang akan dijelaskan
berikutnya.

"'";ffi;;;ffiffi$ffiffi*w

-W
{+rt$r*l

ta{l**ing

*rFt*r**d*
{ryi}f*ry

?*&*$*

Gambar 5. Medullary Counter Current Sysfem

Keseimbangan Elektrolit dan Asam-Basa

Untuk menjaga keseimbangan asam-basa, masukan ion H* harus diimbangi dengan


keluaran H.yang sesuai. Hidrogen akan terus bertambah di dalam tubuh sebagai hasil akhir
metabolisme. Walaupun sistem buffer tubuh dapat mencegah perubahan pH darah, namun
sistem ini belum cukup untuk menjaga pH darah secara konstan. Keseimbangan asam-basa
ini diperankan oleh dua organ, yaitu paru-paru dan ginjal. Karena paru-paru hanya dapat
mengeluarkan asam dalam bentuk CO' maka asam dalam bentuk lain diekskresi melalui
ginjal. Ginjal mengatur keseimbangan asam basa melalui 3 mekanisme, yaitu: ekskresi H*,
ekskresi HCO3 dan sekresi ammonia.
Hampir semua

H. disekresi melalui tubulus proksimal, distal dan duktus kolektivus.

Proses

sekresi H. dimulai dari seltubulus dengan CO, yang berasal dari hasil metabolisme seltubulus
itu sendiri maupun CO, Vang berdifusi dari lumen tubulus atau plasma. Di dalam sel tubulus,

dibantu oleh enzim anhidrase karbonat, CO, dan HrO akan membentuk H2CO3 yang akan
terurai menjadi H* dan HCO3-. Carrier pada membran luminal akan mentransport H. keluar dari
sel menuju lumen tubulus.
Rasio sekresi H* bergantung sepenuhnya terhadap status asam-basa pada sel tubulus ginjal.
Sekresi H. initidak dipengaruhi oleh kondisi neurohormonal. Tidak ada mekanisme reabsorbsi
H*, maka bila konsentrasi H* plasma di bawah normal, tubulus akan mensekresi H. lebih

Ezt

"1t

tA

!/9 C! ,4

frtECTEe r/"tt r'l/:i

sedikit. Hal ini berlaku sebaliknya pada konsentrasi H* plasma yang tinggi. Sekresi H. ini
diikuti dengan reabsorbsi HCO3. Setiap kali ion H. disekresi menuju lumen tubulus, maka
secara simultan ion HCO.- akan direabsorbsi menuju kapiler. Coupling H* dan HCO3 ini sangat
penting dalam menjaga keseimbangan asam-basa.
Bikarbonat (HCO3 ) difiltrasi secara bebas, namun membran luminal cenderung impermeabel
terhadap bikarbonat. Karena itu, untuk memasuki sel bikarbonatyang terfiltrasi akan bergabung
dengan H*dalam lumen tubulus untuk membentuk H2C03. Dengan bantuan anhidrase karbonat,
H2CO3 ini akan terurai di dalam lumen tubulus menjadi HrO dan CO.. Tidak seperti bikarbonat,

CO, mudah melewati membran luminal. Saat CO, masuk ke sel tubulus, dengan bantuan
enzim anhidrase karbonat pula CO, akan bergabung dengan HrO membentuk H2CO3 yang
kemudian akan terurai menjadi H*dan HCO3- intraselular. H*akan kembalidisekresikan lumen
tubulus, sedangkan HCO3 akan direabsorbsi secara transport aktif menuju kapiler dengan
bantuan transporter Na-HCO. atau CI-HCO,. lon H.yang disekresi dari pembentukan HCO3
baru ini kemudian akan berikatan dengan buffer fosfat membentuk H2PO4- yang diekskresi
melalui urin.

Pada keadaan asidosis, konsentrasi H* pada plasma lebih tinggi dari normal. H. yang akan
diekskresi lebih banyak dan HCO3- yang difiltrasi akan lebih sedikit karena telah dipakai untuk
mengikat ion H*yang berlebih pada plasma. Keadaan ini menyebabkan ekskresi H*pada urin
lebih banyak sehingga pH urin akan turun. Selain itu, karena H. pada lumen tubulus berperan
untuk pembentukan HCO'- baru, maka bila semakin banyak H.di dalam lumen tubulus, akan
semakin banyak HCO3- yang bergerak dari sel epitel tubulus menuju kapiler'
Sebaliknya pada keadaan alkalosis, karena H* dalam plasma kurang untuk mengimbangi
HCO3 yang beredar, maka filtrasi HCO3 akan meningkat dan sekresi H*akan turun. Karena
sekresi H.yang turun ini, maka konsentrasi H.pada lumen tubulus akan sedikit. Konsentrasi
yang sedikit ini tidak dapat mengimbangi filtrasi HCO3 yang banyak, sehingga tidak terjadi
pembentukan H,CO. dan tidak ada HCO' yang direasorbsi.
Carrier H* dalam sel tubular menggerakkan H* melalui membran luminal melawan gradien
konsetrasi sampai urin 800 kali lebih asam dibandingkan dengan plasma. Sampai pada tahap
ini, sekresi H*akan berhenti karena gradien konsentrasiterlalu besar untuk dilawan oleh carrier
H.. Ginjal tidak dapat membuat pH urin lebih asam dari 4.5. Konsentrasi yang berlebihan
pada lumen tubulus ini, bila dibiarkan sebagai ion H* bebas, maka hanya 1 % di antaranya
yang dapat berkontribusi untuk asidifikasi urin. Sembilan puluh sembilan persen sisanya tidak
dapat diekskresi dalam bentuk ion H* bebas. Oleh karena itu, untuk dapat diekskresi ion H*
harus berikatan dengan buffer. HCO3 pada lumen tubulus tidak dapat menjadi buffer seperti
pada plasma, karena HCO3 dan H.tidak diekskresikan secara simultan.
Terdapat dua buffer urin yaitu fosfat dan ammonia. Fosfast difiltrasi secara bebas melalui
glomerulus. Rasio filtrasi fosfat ini sepenuhnya ditentukan oleh asupan protein individu. Tidak
ada mekanisme yang secara spesifik mengatur filtrasi fosfat. Pada keadaan sekresi H. yang
tinggi, jumlah fosfat yang berikatan dengan H* akan semakin banyak. Namun seperti yang

{,rK{J,4 JAR,4j1{gs rgsrCI&

86'

disebutkan di atas, tidak ada mekanisme khusus bagiginjal untuk meningkatkan ekskresifosfat,
maka untuk meningkatkan konsentrasi fosfat dalam lumen tubulus ginjal akan mengurangi
reabsorbsinya.
Pada keadaan asidosis, ginjal akan mensekresi NH3, yang pada lumen tubulus akan berikatan

dengan H.dan membentuk NH4+. Karena membran sel tubulus impermeabel terhadap NHo*,
maka NHo. ini tidak akan direabsorbsi kembali dan dieksresikan melalui urin. Tidak seperti
fosfat yang difitrasi dari plasma, NH. disintesis dari asam amino glutamin di dalam sel tubulus.
Setelah disintesis NH. dapat berdifusi sesuai gradien konsentrasinya menuju lumen tubulus.
Jumlah sekresi NHu ini bergantung pada rasio H.yang disekresi ginjal melewati seltubulus.

REGULASI NEUROHORMONAL FUNGSI GINJAL


Terdapat dua mekanisme dependen yang bekerja secara berlawanan yang mengatur tekanan

darah, volum intravaskular dan homeostasis air dan garam. Mekanisme ini dimediasi oleh
substansi-substansi vasodilator dan vasokonstriktor ginjal. Sistem RAA (renin-angiotensinaldosteron), vasopresin dan sistem saraf simpatis akan menyebabkan vasokonstriksi dan
mencegah keadaan hipotensi dan hipovolemia. Sebaliknya, prostaglandin dan ANP (afrium
n atri uretic peptides) akan menyebabkan vasodilatasi sehingga mencegah hipertensi.
1. Komponen Vasokonstriktor

Sistem ren in-angiotensi n-aldosteron


Pada keadaan hipovolemia atau hiponatremia, sel granular pada aparatus jukstaglomerular
akan mensekresi renin, suatu enzim yang akan mengaktifkan sistem p44 (renin-angiotensinaldosteron). Terdapat tiga jalur aktivasi sel granular untuk mensekresi renin:

1. Penurunan tekanan arteri darah yang dideteksi oleh baroreseptor. Sel granular juga
berperan sebagi baroreseptor intrarenal, yang sangat sensitif mendeteksi perubahan
tekanan darah pada arteriol aferen.

2. Penurunan kadar natrium yang dideteksi oleh makula densa pada aparatus
jukstaglomerular.

3. Respon terhadap saraf simpatis

yang juga diaktifkan oleh baroreseptor.

Renin akan meningkatkan reabsorbsi natrium pada bagian distal dari nefron. Retensi natrium
ini akan menyebabkan retensi air yang akan mengembalikan volum plasma kembali normal.

Renin akan mengaktifkan angiotensinogen, yang akan mengubah angiotensin menjadi


angiotensin l.Angiotensinogen adalah protein plasma yang diproduksidi hatidan konsentrasinya
tinggi di dalam plasma. Angiotensin I kemudian akan dirubah menjadi angiotensin ll oleh

angiotensin converting enzyme yang terdapat pada kapiler paru-paru. Angiotensin ll ini
kemudian akan menstimulasi korteks adrenal untuk mensekresi aldosteron. Aldosteron akan

Rt lKt

I4

'Al?

^AAtF_qrF_qrr),

nG,

menstimulasi reabsorbsi natrium yang akan menyebabkan retensi air untuk mengembalikan
volum plasma.

Aldosteron adalah vasokonstriktor arteriol sistemik yang poten. Vasokonstriksi ini akan
meningkatkan tekanan darah dengan cata peningkatan resistensi perifer- Aldosteron
menstimulasi rasa haus dan sekresi vasopresin, keduanya akan menyebabkan ekspansi
volum plasma dan meningkatkan tekanan darah.

Aksis simpatoadrenal
pengaruh sistem saraf simpatis pada ginjal dimediasi oleh epinefrin yang bersirkulasi dan
norepinefrin yang dilepaskan oleh saraf. Korteks renalis mempunyai serabut saraf yang
merupakan cabang dari pleksus seliaka yang berasal dari segmen T12 sampai L4 medula
spinalis. Stimulus yang akan mengaktifkan saraf simpatis ini antara lain penurunan tekanan
darah pada baroreseptor pada arkus aorta, sinus karotis dan arteriol aferen. Stimulus ini akan
berjalan melalui nervus vagus dan mengurangi rasio transmisi pada hipotalamus sehingga
akan meningkatkan aktivitas saraf adrenergik.
Reseptor G protein-coupted phosphotipase-C banyak ditemukan dalam sel otot polos vaskular
dan mesangium. Reseptor ini berespon pada stimulasi epinefrin dan norepinefrin. Reseptor ini
juga menyebabkan vasokonstriksi dengan stimulus dari angiotensin ll, vasopresin, endothelin,
ptatelet activating factor dan leukotrien. Subunit reseptor ini akan memicu kaskade yang

dimediasi oleh coupling dari G protein dengan phospholipase C, yang kemudian mengaktivasi
protein kinase dan membuka kanal kalsium di membran dan retikulum endoplasmik. Hal ini
akan menyebabkan peningkatan kalsium intraselular yang kemudian akan berikatan dengan
kalmodulin. lkatan kalsium dan kalmodulin ini akan mengaktivasi enzim kinase pada myosin
sehingga terjadi kontraksi sel otot polos.

Stimulasi alfa-adrenergik yang ringan akan menimbulkan vasokonstriksi arteriol eferen,


sehingga GFR tidak banyak berubah. Stimulasi yang kuat akan menyebabkan vasokonstriksi
arteriol aferen sehingga GFR akan berkurang.

Vasopresin
Vasopresin diproduksi pada nukleus supraoptik dan paraventrikular dari hipotalamus anterior.
Nukleus ini mempunyai akson berjalan melalui hypophysis sfa/k dan berakhir pada bagian
posterior hipofisis tempat vasopresin disimpan dalam vesikel. Stimulasi saraf akan memicu
eksositosis dan melepas vasopresin ke dalam aliran darah.

Karena reabsobsi air bergantung pada gradien osmotik dan permeabilitas tubulus, maka
vasopresin mempunyai peranan dalam reabsorbsi air dengan cara membuka akuaporin pada
tubulus distal dan duktus kolektivus. Permeabilitas tubulus akan meningkat, jumlah air yang
reabsorbsi jadi lebih banyak.

B,{",f

K{"r A *fs &,,4 fvs,s ?-Fsf CIg

0G,

Vasopresin berikatan dengan reseptor V, spesifik pada membran basalis duktus kolektivus
dan tubulus distal. lkatan ini akan mengaktivasi cAMP yang kemudian akan meningkatkan
permeabilitas membran luminalterhadap air dengan cara membuka akuaporin pada membran
ini. Vasopresin akan menyebabkan migrasi vesikel yang berisi akuaporin yang akan menyatu
pada membran luminal.

Vasopresin juga akan meningkatkan reasborbsi natrium pada ansa Henle pars asenden
berdinding tebal yang kemudian menyebabkan suasana hipertonis pada medula. Kondisi
hipertonis akan menarik air dari duktus kolektivus menurut gradien osmotiknya. Vasopresin
memengaruhi permeabilitas tubulus distal dan duktus kolektivus, namun tidak mempengauhi
permeabilitas air pada tubulus lain. Ansa Henle pars asenden tetap tidak permeabel terhadap
air, walaupun dengan pengaruh vasopresin.

2. Komponen Vasodilator

Prostaglandin

Prostaglandin intrarenal mempunyai peranan penting dalam vasodilatasi kapiler


jukstaglomerular dan meningkatkan aliran darah ginjal (renal blood f/ow, RBF). Kondisi
iskemia, vasopresin, norepinefrin dan angiotensin ll akan memicu produksi prostaglandin
dengan cara aktivasi fosfolipase A2 yang berada di lapisan dalam membran lipid bilayer.
Aktivasi fosfolipase A2 ini akan membentuk asam arakidonat, yang kemudian oleh enzim
siklooksigenase-1 (COX-1), akan membentuk prostaglandin G2. Prostaglandin G2 ini adalah
prekursor dari protaglandin D2, E2, dan l2 yang mempunyai efek vasodilator. Substansi ini
menginduksi vasodilatasi dengan cara aktivasi cAMP, yang kemudian memblok reabsorbsi
natrium pada tubulus distal. Prostaglandin juga berperan dalam mengimbangi efek
vasokonstriktif angiotensin ll pada arteriol aferen dan sel mesangial glomerular. Produksi
prostaglandin akan menyebabkan vasodilatasi renal, menjaga hemodinamik intrarenal dan
meningkatkan ekskresi natrium dan air melalui urin. Namun, dalam waktu yang bersamaan,
prostaglandin juga menstimulasi sekresi renin yang akan mengimbangi efek vasodilatasinya
di ginjal.

Atrial Natriuretic Peptides (ANPI


ANP diproduksi oleh jantung yang akan disimpan dalam miokard pada atrium. Regangan atrium
akan memicu pelepasan ANP oleh miokard tersebut. ANP secara langsung akan menghambat
reabsorbsi natrium pada tubulus distal sehingga meningkatkan ekskresi natrium melalui urin.

Selain itu, ANP juga menghambat sekresi renin dan bekerja pada korteks adrenal untuk
menghambat sekresialdosteron yang akan menyebabkan penurunan reabsorbsi natrium pada
tubulus distal. ANP juga menyebabkan diuresis dengan cara meningkatkan GFR melalui tiga
cara, yaitu: vasodilatasi arteriol aferen, peningkatan tekanan kapiler glomerular dan relaksasi

uK{/

A*{,AR A}VSS

rSt*L S6'

sel mesangial, yang menyebabkan peningkatan Kf. ANP juga mengurangi tekanan darah
dengan cara menurunkan curah jantung dan resistensi vaskular sistemik (SVR)'

PENUTUP
Sebagai organ yang turut menjaga homeostasis tubuh, ginjal termasuk organ yang vital. Proses
filtrasi darah hingga ekskresi urin ke luar tubuh melampaui serangkaian mekanisme yang
sangat kompleks dan rumit. Proses menjadi lebih rumit karena setiap langkah mekanisme ini
diikuti -atau mengikuti- mekanisme lain dalam tubuh.

Melalui mekanisme yang kompleks pula filtrasi darah di glomerulus dapat dihubungkan
dengan gangguan sistem kardiovaskular, atau proses absorbsi dan sekresi di tubulus dapat
memengaruhi keseimbangan asam-basa, yang pada gilirannya menyebabkan perubahan
sistem pernafasan sebagai bentuk kompensasinya'
Begitu banyak dan beragam fungsiyang dijalankan organ ginjal, sehingga kegagalan fungsinya
dapat sangat memengaruhi hidup manusia. Pengetahuan akan fisiologi ginjal perlu dikuasai
seorang anestesiologis, agar dapat mencegah komplikasi renal perioperatif.

ANJURAN BACAAN

1.
2.
3.
4.
5.

Brenner B, Levine S. Brenner & Rector's The Kidney.

8th

ed. Saunders Elseviers. Philadelphia. 2007

Moore K, Dalley A, Aggur N. Moore's Clinical Oriented Anatomy.

6th

ed. Lippincott William-Wilkins. 2010

Eaton D, Pooler J. Vander's Renal Physiology. 6th ed. McGraw Hills 2004
Ganong W. Review of Medical Physiology. 21st ed. Lange Medical Books/McGraw Hill' New York. 2003

7th ed. Elseviers.


Sladen R. Renal physiology. ln: Miller R, Erikksen L, Fleisher L, Wiener-Kronish J. Miller's Anesthesia.
Philadephia. 2010

6.

Sherwood L. Human Physiology: from cells to system. Sih ed. Thompson Brooks/cole. Australia. 2004

EUKU AJARA,VESrEsrOLCIGt

-*E

GriiE
==-

Anda mungkin juga menyukai