Anda di halaman 1dari 26

Topik

Nama
NPM
Dosen

:
:
:
:

Paket Kebijakan (Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IV)


JUN SUI Siahaan (18)
154060006474
Muhammad RIDHWAN Galela

MENCERMATI KEBIJAKAN UPAH MINIMUM SESUAI PP 78 TAHUN 2015:


FORMULA BARU YANG SESUAI UNTUK UPAH MINIMUM
Penetapan kenaikan upah minimum setiap tahunnya pasti akan menimbulkan polemik pada
pihak pemerintah, pengusaha dan pekerja. Polemik tersebut muncul kembali ketika
Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Kenaikan upah minimum yang selama ini diatur oleh secara teknis oleh Kementerian yang
membidangi Ketenagakerjaan kini ditetapkan berdasarkan peraturan permerintah. Adapun
pokok utama peraturan pemerintah tentang pengupahan tersebut adalah kenaikan upah
minimum yang didasarkan atas indikator tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah merasa perlu menetapkan indikator kenaikan upah minimum berdasarkan
indikator yang tetap dalam 5 tahun untuk menjaga stabilitas ekonomi yang bertujuan
menciptakan lapangan pekerjaan dengan meminimalisir aksi mogok kerja dan unjuk rasa
yang terjadi setiap penetapan kenaikan upah minimum. Namum kebijakan yang dianggap
berpihak kepada pekerja ini tidak dirasakan sama oleh pihak pekerja. Penetapan indikator
tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi dianggap pekerja membatasi kenaikan upah
minimum. Pekerja juga menyoroti Kajian KHL selama 5 tahunan yang dianggap akan
menjadi formalitas aturan dan akan berdampak pada ketidaksesuaian nilai komponen KHL
dengan kebutuhan riil masyarakat yang mudah berubah. Dari sisi pengusaha, para
pengusaha mengkritik soal ketentuan denda bagi perusahaan yang terlambat membayarkan
upah kepada para pekerjanya. Melihat polemik yang terjadi sepertinya upah minimum tidak
selalu menjadi jawaban yang tepat bagi persoalan upah buruh. Situasi itulah yang
menyebabkan kebijakan upah minimum masih terus menjadi kontroversi, namun sebuah
kebijakan dipandang merupakan upaya dalam menciptakan suatu kesepakatan antara pihak
yang berkaitan. Paper ini akan membahas dan mengkritisi terkait kebijakan penetapan upah
minimum berdasarkan PP 78 Tahun 2015 dengan menggunakan pendekatan peraturan dan
analisis deskriptif untuk melihat apakah penentuan formula baru tersebut dapat dikatakan
telah sesuai dan akomodatif.
Kata Kunci : Upah Minimum, Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, PP 78 Tahun 2015

PENDAHULUAN
Kebijakan upah minimum merupakan satu-satunya kebijakan Pemerintah Indonesia yang
secara langsung dan eksplisit dikaitkan dengan upah buruh. Pemerintah dalam menentukan
besaran upah minimum tidak dapat hanya didasarkan atas kepentingan pekerja dan pengusaha
(bipartit) tetapi juga kepentingan pemerintah, terkait dengan tugasnya. menjaga kondisi
ekonomi agar tetap kondusif bagi keberlangsungan investasi. Tidak mengherankan, jika
semua pihak (Pemerintah, Pengusaha, Serikat Buruh dan LSM) menempatkannya sebagai isu
sentral. Bahkan, tidak sedikit yang menganggap upah minimum merupakan obat mujarab
(panasea) bagi persoalan kesejahteraan pekerja, dan pada gilirannya kesejahteraan rakyat1.
Isu sentral tersebut kembali menyeruak menyusul pengumuman Paket Kebijakan Ekonomi IV
yang terdiri atas tiga paket, yaitu yang berkaitan dengan Sistem Pengupahan, tindak lanjut
Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan kredit Usaha Kecil Menengah (UKM) 2. Paket Kebijakan
Ekonomi Jilid IV ini kembali menetapkan formula upah minimum provinsi (UMP) dengan
menerbitkan Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Keluarnya PP
Nomor 78 Tahun 2015 ini mengudang aksi pro dan kontra. Sebagian besar pengusaha
menyambut baik usulan itu karena mereka akan dengan mudah menentukan besaran biaya
tenaga kerja untuk satu tahun ke depan. Sementara itu, serikat pekerja sebagian besar justru
menolak dengan alasan penetuan upah minimum masih dirasa tidak berpihak kepada
pekerja/buruh dengan mengabaikan Kebutuhan Hidup Layak sebagai salah satu komponen
penentuan upah minimum3.
Polemik atas penetapan upah minimum sebenarnya bukan hal yang mengejutkan. Setiap akhir
tahun, penetapan upah minimum selalu diwarnai dengan aksi unjuk rasa hingga mogok kerja.
Polemik atas kebijakan PP 78 Tahun 2015 terletak pada formula upah buruh yaitu pada sistem
yang digunakan untuk menetapkan upah minimum. Apabila selama ini penetapan upah
minimum setiap tahun didasarkan pada nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL), maka mulai
tahun depan, upah minimum ditentukan dengan sistem formula berdasarkan inflasi dan

1 Edy Priyono, Direktur Eksekutif AKADEMIKA, Bekasi dalam Jurnal Analisis Sosial Vol. 7
2 http://setkab.go.id/paket-kebijakan-iv-upah-buruh-naik-tiap-tahun-mengikuti-inflasi-danpertumbuhan-ekonomi/
3 http://www.antaranews.com/berita/526104/benarkah-pp-pengupahan-perbaiki-nasib-buruh
2

Produk Domestik Bruto (PDB) dimana evaluasi Kebutuhan Hidup Layak hanya dilakukan
setiap 5 tahun sekali dengan mempertimbangkan pola konsumsi masyarakat.
Formula baru sesuai PP 78 Tahun 2015 tentang pengupahan yang dihitung mengikuti inflasi
dan pertumbuhan ekonomi, diyakini beberapa pihak akan memberikan kepastian kepada
pekerja dan dunia usaha. Pekerja akan mendapatkan kepastian kenaikan upah setiap tahunnya
sedangkan pengusaha dapat memprediksi besaran kenaikan upah. Sistem pengupahan ini
diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi dan usaha yang pada akhirnya akan
memperluas lapangan pekerjaan di Indonesia.
Namun kalangan pekerja menyatakan penolakannya terhadap kebijakan tersebut. Pekerja
menilai penggunaan sistem formula tetap dalam penetapan upah minimum akan membatasi
kenaikan upah minimum pekerja di angka 10 persen maksimal. Misalnya, inflasi sebesar 5
persen ditambah pertumbuhan ekonomi 4,67 persen, maka kenaikan hanya sebesar 9.67
persen. Kondisi ini jauh dari harapan pekerja. Demikian juga aturan upah minimum yang
diberlakukan bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun, maka pekerja yang
berkeluarga dengan masa kerja kurang dari satu tahun juga dikenakan upah minimum. Hal ini
berbeda dengan aturan sebelumnya yang menyebutkan bahwa upah minimum hanya
ditujukan bagi pekerja dengan masa kerja 0 tahun atau lajang.
Pekerja juga menyoroti survei KHL yang selama ini dilakukan oleh Dewan Pengupahan
Provinsi atau Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota dengan membentuk tim survei yang terdiri
dari unsur tripartit dan unsur dari perguruan tinggi/pakar yang jumlahnya sesuai kebutuhan.
Dengan formula pengupahan baru, muncul kekhawatiran bahwa keterwakilan serikat pekerja
dalam tim survei Dewan Pengupahan hanya menjadi formalitas untuk memenuhi kewajiban
sesuai aturan yang berlaku. Selain itu, peninjauan komponen KHL dalam jangka waktu 5
tahun sekali, akan berdampak pada ketidaksesuaian nilai komponen KHL dengan kebutuhan
riil masyarakat yang mudah berubah.
Lalu yang menjadi pertanyaan adalah benarkah formula upah minimum yang diatur dalam PP
78 Tahun 2015 telah dapat dikatakan sesuai?. Tujuan penulisan ini ingin mencermati dan
memberikan tinjauan kritis terhadap formula kebijakan upah minimum di Indonesia sesuai PP
78 Tahun 2015. Hal itu dilatarbelakangi oleh polemik penetapan upah buruh minimum yang

menunjukkan bahwa upah minimum tidak selalu menjadi jawaban yang tepat bagi persoalan
upah buruh. Situasi itulah yang menyebabkan kebijakan upah minimum masih terus menjadi
kontroversi, bahkan di negara maju sekalipun4.

SEJARAH UPAH MINIMUM


Secara normatif, penetapan kebijakan upah minimum yang dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap para pekerja/buruh baru yang
berpendidikan terendah, tidak mempunyai pengalaman, mempunyai masa kerja di bawah 1
(satu) tahun, dan lajang/belum berkeluarga. Tujuannya untuk mencegah tindakan sewenangwenang dari pihak pengusaha (selaku pemberi kerja) dalam memberikan upah kepada
pekerja/buruh yang baru masuk bekerja.
Selama lebih dari 40 tahun sejak upah minimum pertama kali di berlakukan, Indonesia telah
3 kali menggantikan standar kebutuhan hidup sebagai dasar penetapan upah minimum.
Komponen kebutuhan hidup tersebut meliputi; Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) yang
berlaku Tahun 1969 - 1995; Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang berlaku Tahun 1996 2005 dan kemudian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang berlaku Tahun 2006 - hingga
sekarang ini5. Di samping itu, pengertian (definisi) upah minimum, dan istilah-istilahnya juga
mengalami beberapa kali perubahan seiring perkembangan dan perubahan regulasi.
Upah Minimum 1969 - 1995
Upah minimum di Indonesia di awali dengan ditetapkannya Kebutuhan Fisik Minimum
(KFM) tahun 1956 melalui konsesus Triparitit dan para ahli gizi sebagai acuan penghitungan
upah minimum6. Kebijakan upah minimum pertama kali diperkenalkan awal 1970-an 7 setelah
dibentuknya Dewan Penelitian Pengupahan Nasional (DPPN) berdasarkan Kepres No, 85
Tahun 1969 dan dibentuknya Dewan Penelitian Pengupahan Daerah (DPPD) oleh pemerintah

4 Edy Priyono, Direktur Eksekutif AKADEMIKA, Bekasi dalam Jurnal Analisis Sosial Vol. 7
5 Sidauruk, 2011. Op. Cit., hal 52
6 Sinaga, Tianggur. Kebijakan Pengupahan di indonesia. Jurnal Ketenagakerjaan Vol. 3 No,
2 Edisi Juli Desember 2008
7 Rama, 2001 Rama, M. (2001), The Consequences of Doubling the Minimum Wage: The Case of
Indonesia.Industrial and Labor Relations Review, 54(4), 864-881.

daerah. Adapun penghitungan Upah minimum pada saat itu berdasarkan Kebutuhan Fisik
Minimum (KFM) yang terdiri dari 5 kelompok kebutuhan, yaitu
1.
2.
3.
4.
5.

Makanan dan minuman, terdiri dari 17 komponen


Bahan bakar, penerangan, penyejuk terdiri dari 4 komponen
Perumahan dan alat dapur terdiri dari 11 komponen
Pakaian terdiri dari 10 komponen
Lain-lain terdiri dari 6 komponen

Sekalipun sudah lama di terapkan; secara normatif kebijakan upah minimum resmi berlaku
sejak keluarnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-05/Men/1989 Tentang Upah
Minimum. Dalam peraturan ini, upah minimum adalah upah pokok terendah belum termasuk
tunjangan-tunjangan yang diberikan kepada pekerja8.
Ketentuan upah minimum ini kemudian direvisi dengan Peraturan Menteri tenaga Kerja
Nomor; Per-01/Men/1990 tentang Perubahan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per05/Men/1989. Dalam ketentuan revisi, pengertian upah minimum adalah upah pokok
ditambah dengan tunjangan-tunjangan tetap, dengan ketentuan upah pokok serendahrendahnya 75% dari upah minimum9.
Upah Minimum 1996 - 2005

Sejalan dengan perkembangan ekonomi di Indonesia, komponen KFM dirasakan sudah tidak
sesuai lagi dan perlu dikaji untuk disempurnakan, sehingga menjadi komponen kebutuhan
hidup minimum (KHM) yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 81
Tahun 1995. Berdasarkan Keputusan menteri tersebut, Komponen KHM terdiri dari:
(1) Makanan dan minimum, terdiri dari 11 komponen
(2) Perumahan dan Fasilitas terdiri dari 19 komponen
(3) Sandang terdiri dari 8 (delapan) komponen
(4) Aneka Kebutuhan, terdiri dari 5 (lima) komponen
Perubahan komponen menjadi KHM diselaraskan dengan munculnya ketentuan upah
minimum Permenaker Nomor 03 Tahun 1997 tentang upah minimum regional yang hanya
berlaku selama 2 tahun dengan terbitnya permenaker no. 01 Tahun 1999 tentang Upah
Minimum. Dalam Peraturan ini, Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri
8 Pasal 1 Permenaker No 05 Tahun 1989 Tentang Upah Minimum
9 Pasal 1 Permenaker No 01 Tahun 1990 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor: Per-05/Men/1989.
5

dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Upah minimum terdiri dari UMR Tingkat I, UMR
Tingkat II, UMSR Tingkat I dan UMSR tingkat II. UMR Tk.I dan UMR Tk.II ditetapkan
dengan mempertimbangkan:
a. kebutuhan
b. indeks harga konsumen(IHK);
c. kemampuan,perkembangan dan kelangsungan perusahaan;
d. upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antar daerah ;
e. kondisi pasar kerja;
f. tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita.
Upah minimum ini hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1
(satu) tahun. Peraturan Menteri ini kemudian diperbaiki melalui Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor: Kep-226/Men/2000 Tentang Perubahan Pasal-Pasal
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999 Tentang Upah Minimum.
Upah Minimum ( 2006 Sekarang )

Penetapan upah minimum sejak tahun 2006 di dasarkan pada kebutuhan hidup layak (KHL)
seorang pekerja lajang. Komponen Kebutuhan Hidup layak tersebut di atur dalam
Permenaker No Per-17/Men/2005 tentang komponen dan pentahapan kebutuhan hidup layak.
Berdasarkan Peraturan tersebut, Komponen KHL terdiri dari 7 kelompok kebutuhan dan 46
komponen dengan rincian sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Makanan dan minimum, terdiri dari 11 (sebelas) komponen


Sandang terdiri dari 9 (sembilan) komponen
Perumahan terdiri dari 19 (sembilan belas) komponen
Pendidikan terdiri dari 1 (satu) komponen
Kesehatan terdiri dari 3 (tiga) komponen
Transportasi 1 (satu) komponen
Rekreasi dan Tabungan 2 (dua) komponen

Sejalan dengan perkembangan waktu dan desakan yang kuat dari SB/SP menuntut perbaikan
upah minimum, pemerintah kemudian merevisi komponen KHL yang ada dengan
meluncurkan Permenakertrans No 13 Tahun 2012 tentang Komponen Dan Pelaksanaan
Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Dalam regulasi ini komponen KHL terdiri dari
7 kelompok kebutuhan dan 60 komponen dengan rincian sebagai berikut:
1. Makanan dan minimum, terdiri dari 11 (sebelas) komponen

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Sandang terdiri dari 13 (tigabelas) komponen


Perumahan terdiri dari 26 (duapuluh enam) komponen
Pendidikan terdiri dari 2 (dua) komponen
Kesehatan terdiri dari 5 (lima) komponen
Transportasi 1 (satu) komponen
Rekreasi dan Tabungan 2 (dua) komponen

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015


Penetapan Upah minimum dilakukan setiap tahun berdasarkan kebutuhan hidup layak dan
dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi dengan formula sebagai
berikut:
UMn = UMt + {UM t x (Inflasit + % PDBt )}
Keterangan:
- UMn : Upah minimum yang akan ditetapkan.
- UMt : Upah minimum tahun berjalan
- Inflasit : Inflasi yang dihitung dari periode September tahun yang lalu sampai dengan
periode September tahun berjalan.
- PDBt : Pertumbuhan Produk Domestik Bruto yang dihitung dari pertumbuhan Produk
Domestik Bruto yang mencakup periode kwartal III dan IV tahun sebelumnya dan periode
kwartal I dan II tahun berjalan.
Formula perhitungan Upah minimum adalah Upah minimum tahun berjalan ditambah dengan
hasil perkalian antara Upah minimum tahun berjalan dengan penjumlahan tingkat inflasi
nasional tahun berjalan dan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahun berjalan.
Contoh: UMt : Rp. 2.000.000,00;

Inflasit : 5%;

PDBt : 6%

UMn = UMt + {UMt x (Inflasit + % PDBt)}


UMn = Rp. 2.000.000,00 + {Rp. 2.000.000,00 x (5% + 6%)}
= Rp. 2.000.000,00 + {Rp. 2.000.000,00 x 11%} = Rp. 2.000.000,00 + Rp. 220.000,00
= Rp. 2.220.000,00
TREN KETENAGAKERJAAN SAAT INI
Pasar tenaga kerja di Indonesia terus mengalami perkembangan selama tahun 2014 dan 2015,
di mana pekerjaan mengalami pertumbuhan sedangkan pengangguran terbuka mengalami
penurunan. Walaupun sebagian besar tren yang ada bersifat positif, namun perlu dicatat

bahwa hasil pekerjaan akan terus berfluktuasi dari kuartal ke kuartal, dikarenakan oleh faktorfaktor yang bersifat musiman dan perputaran pasar tenaga kerja. Fluktuasi di bidang
pekerjaan cenderung diakibatkan oleh ketidakaktifan ketimbang pengangguran, di mana arus
keluar dari pekerjaan untuk menjadi tidak aktif lebih tinggi dibandingkan arus keluar dari
pekerjaan untuk menjadi pengangguran (Gambar 1). Tren ini menunjukkan persoalan
struktural di pasar tenaga kerja Indonesia, dan menegaskan pentingnya kebijakan dan
program pasar tenaga kerja termasuk dalam penetapan upah minimum pekerja.
Jumlah pekerja di sektor formal jauh lebih kecil dari sektor informal (<40% dari total
angkatan kerja 125.3 juta orang. Kenaikan UM yang tinggi rata-rata >15% tahun (2013-2014
naik 16.89%) menyebabkan semakin menyusutnya industri padat karya. Besarnya biaya
ketenaga kerjaan tiap tahun yang harus dicadangkan pemberi kerja 34.24-35.74% (jaminan
kesehatan 4%, jaminan hari tua 3.7%, jaminan kematian 0.3%, jaminan kecelakaan kerja
0.24-1.74%, kenaikan upah/tahun 13%, cadangan pesangon UU 13/2003 termasuk pensiun
13%).
Pertumbuhan investasi yang dibayangi penurunan penyerapan tenaga kerja yang menunjukan
investasi yang masuk adalah padat modal, pertumbuhan investasi triwulan II - 2014 sebesar
116.2 T naik dari periode yang sama 2013 sebesar 99.8 T hanya menyerap 350.803 orang
tenaga kerja turun drastis dari penyerapan tahun 2013 periode yang sama yaitu 626.376
orang. Tingkat produktivitas kerja yang cenderung rendah, dibawah laju kenaikan upah.
Kesenjangan kelompok kaya & miskin semakin lebar, GINI ratio 2013 sebesar 0.413 hal ini
merefleksikan distribusi pendapatan yang tidak merata10.

Gambar 1: Indikator Pasar Tenaga Kerja yang Utama

10 Drs.Soeprayitno.MBA.,MSc.,Ph.D KETUA APINDO DPP DKI dalam Mencari Formula


Upah Yang Adil & Berdaya Saing
8

Sumber : BPS Jakarta (2014) Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia: February 2015
PERMASALAHAN UPAH MINIMUM
Menurut Prof Drs.Soeprayitno.MBA.,MSc.,Ph.D (Ketua APINDO DPP DKI) terdapat 4
permasalahan dalam penetapan upah minimum antara lain:
1.
2.
3.
4.

Minimum Wage - Setting Mechanism has not been ideal:


Calculation of complicated and difficult in replication
The Mechanism is uncertain and velnerable to conflicts of interest.
Figures are set usually resulted in a loselose for the worker and employer

Penetapan upah minimun setiap tahunnya dianggap tidak menerapkan mekanisme yang ideal,
mempunyai perhitungan yang sulit diterapkan, mekanisme yang tidak jelas dan rentan konflik
serta meghasilkan ketidakpuasan pekerja dan pemberi kerja.
Mekanisme perundingan pengupahan juga tidak berfungsi dengan baik dimana negosiasi
antara pihak bi-partite (pekerja dan pemberi kerja) mengerucut pada upah minimum dan
tidak membahas produktivitas yang menyebabkan upah riil bagi pekerja miskin tidak banyak
naik. Berdasarkan pemetaan yang dilakukan permasalahan dalam penetapan upah minimum
ini mengakibatkan:

Upah minimum tidak berkorelasi dengan pertumbuhan produktivitas


Upah minimum yang tinggi berkorelasi dengan informalitas yang tinggi di seluruh

provinsi
ketidakpatuhan semakin meningkat di sebagian besar provinsi
9

Upah minimum yang berlaku tidak selalu memenuhi kebutuhan hidup layak
Pertumbuhan upah riil untuk pekerja miskin tertinggal

Gambar 2. Persentase Buruh/Karyawan/Pegawai Menurut Upah/Gaji Bersih Sebulan yang di


bawah dan di atas UMP Tahun 2011 2015

Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia (Keadaan Pekerja Di Indonesia Agustus 2015)
Ketidakpatuhan dalam penerapan UMP dapat dilihat dari Gambar 2. dimana dari Tahun 2011
hingga tahun 2015 ketidakpatuhan pengusaha dalam penerapan UMP masih tergolong tinggi.
Hampir setengah dari jumlah total pekerja masih menerima upah dibawah UMP bahkan pada
februari 2015 mencapai 51,71 persen.
Upah Minimum 2013 dan Aksi Demo Buruh
Setiap tahun, penentuan Upah Minimum selalu menjadi bahasan utama di antara pihak-pihak
yang berkepentingan, yaitu pengusaha, serikat pekerja, dan pemerintah. Tahun 2013
dikejutkan dengan penetapan kenaikan upah yang sangat signifikan di sejumlah wilayah.
Upah minimum propinsi 2013 secara nasional naik rata-rata 18,9% (19,1%) dari tahun
sebelumnya dan merupakan kenaikan yang cukup tinggi sejak krisis ekonomi 1997. Kenaikan
UMP ini terutama di dominasi oleh kenaikan di beberapa propinsi basis industri seperti
Jakarta, Riau Kepulauan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Bali, Maluku dan
Bengkulu yang kenaikannya di atas 20%. Kenaikan upah minimum di wilayah Jakarta
mencapai 43.9% dan membawa pengaruh yang cukup luas bukan hanya pada wilayah/kota
penyangga Ibukota tetapi juga meluas ke wilayah/kota industri lainnya seperti medan, batam,
Surabaya dan Makassar.
Kenaikan upah minimum yang fanstatis ini di sebabkan oleh beberapa faktor/alasan;

10

a. Penetapan upah minimum selama ini (2009 2012) dilandasi keputusan nilai tengah
antara usulan upah minimum buruh dan pengusaha, sehingga nilai upah minimum yang di
tetapkan tidak pernah mencapai 100% KHL. Hal ini terjadi di Jakarta, Bekasi dan
Tangerang sehingga menjadi argumentasi utama tuntutan kenaikan upah minimum yang
tinggi.
b. Kuatnya desakan dan tekanan dari kaum buruh terhadap perbaikan kesejahteraan dan upah
buruh, memaksa pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
melakukan revisi komponen KHL dari 45 komponen (Permenaker No 17 Tahun 2005)
menjadi 60 komponen KHL melalui Permenakertrans No 13 Tahun 2012 pada tanggal 10
Juli 2012. Perubahan atas komponen KHL tersebut, mendorong upah minimum propinsi
2013 yang di tetapkan oleh Gubernur naik signifikan hampir di semua propinsi.
Reaksi Dari Konstituent Tripartit:
Reaksi Pemerintah:
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi menerbitkan Surat Edaran No. 248/Men/PHIJSKPJS/XII/2012 tanggal 17 Desember 2012. Ditujukan kepada 33 Gubernur di seluruh
Indonesia. Surat edaran diterbitkan untuk mengantisipasi dampak kelangsungan usaha di
industri padat karya (usaha tekstil, alas kaki dan indutri mainan) akibat kenaikan upah
minimum 2013. Jangan sampai mengakibatkan pada pengurangan jumlah pekerja/buruh atau
berkurangnya kesempatan kerja bagi tenaga kerja.
Para Gubernur diminta untuk membantu kelancaran proses administrasi maupun ketepatan
waktu apabila terdapat perusahaan industri padat karya yang mengajukan permohonan ijin
penangguhan pelaksanaan upah minimum. Namun penangguhan tetap harus mengikuti
prosedur sebagaimana diatur dalam kepmenakertrans No: 231 /Men/2003 Tentang Tata Cara
Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum. Muhaimin mengatakan dalam mengajukan
penangguhan penundaan upah minimum 2013, perusahaan-perusahaan itu harus memenuhi
berbagai persyaratan terutama adanya kesepakatan bipartit secara tertulis antara pengusaha
dan pekerja.
Adapun jumlah perusahaan sektor padat karya yang bergerak di bidang tekstil dan produk
tekstil , alas kaki dan indutri adalah 2.510 perusahaan dengan jumlah pekerja/buruh
seluruhnya adalah 1.593.792 orang. Perusahaan tekstil dan produk tekstil yang perlu

11

mendapat perhatian khusus atas antisipasi dampak kenaikan upah minimum, mencakup serat
fiber, pemintalan benang, pertenunan dan rajutan, pencelupan, printing, cap dan bordir serta
garment, baju, calana, kaos, kaos kaki, dasi dll. Sedangkan perusahaan yang bergerak di
bidang alas kaki adalah perusahaan sandal dan sepatu sedangkan industri mainan adalah
boneka, robot dan mobil-mobilan.
Data yang diperoleh dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menunjukkan bahwa
dari 941 perusahaan yang meminta penangguhan upah minimum 2013, hanya 498 yang
disetujui oleh dinas tenaga kerja di daerah. Adapun jumlah buruh yang terkena dampak akibat
putusan ini diperkirakan antara 300.000-400.000 orang.
Reaksi Buruh:
Sementara itu, Ratusan karyawan PT Tirta Bahagia Sukorejo, Pasuruan, Jawa Timur
melakukan mogok kerja menolak kebijakan perusahaan menurunkan besaran bonus omzet
penghasilan kepada karyawan. Mereka menilai kebijakan itu tidak menyejahterakan
karyawan. Perusahaan dilaporkan menurunkan bonus sebagai cara untuk menyesuaikan
kondisi keuangan perusahaan untuk membayar UMP 2013. Terlihat bahwa besaran nilai
bonus omzet tahun 2013 berkurang hingga 50 persen. Saat ini perusahaan hanya
membayarkan Rp 25 - Rp 30 per unit per orang atau setengah dari bonus sebelumnya.
Berbeda lagi dengan yang dialami buruh di Bintan. menurut penjelasan Mansur, Pengurus
Cabang Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI) Pariwisata Bintan meminta agar
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bintan mencabut gugatan terhadap upah minimum
kabupaten (UMK) melalui PTUN Batam11. PTUN yang diajukan Apindo untuk menunda
pembayaran UMK baru justru meresahkan ribuan buruh di Bintan. Apindo memang memiliki
hak untuk menilai pemerintah yang tidak menjalankan sesuai mekanisme dan aturan dalam
menetapkan UMK. Tapi perlu diingat, gugatan itu telah berpengaruh terhadap keharmonisan
hugungan industrial di tubuh perusahaan. Buruh minta agar Apindo mencabut PTUN
mengenai UMK tahun 2013 Bintan sebesar Rp1,9 juta. FSPSI Pariwisata Bintan memang
mengakui, kenaikan UMK tahun 2013 sangat signifikan dan tinggi dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Mungkin kenaikan itu dinilai memberatkan sejumlah kalangan pengusaha.
Reaksi Pengusaha
11 https://issuu.com/haluan_kepri/docs/haluankepri_02des13
12

Kenaikan tinggi UMP memunculkan dilema yang tinggi bagi perusahaan, di satu sisi
kepatuhan terhadap regulasi adalah sesuatu yang diwajibkan oleh pemerintah, namun di sisi
yang lain adalah persoalan 'labor cost' yang dirasakan menjadi berat terutama untuk industriindustri padat karya dan mempunyai skala bisnis kecil menengah.
Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mensyaratkan
bahwa Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari Upah Minimum. Bagi
pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dapat melakukan penangguhan. Hal
ini sebagaimana diatur dalam Kepmenakertrans No: KEP. 231 /MEN/2003 Tentang Tata Cara
Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.
Beberapa implikasi yang muncul akibat dari kenaikan upah minimum ini adalah sebagai
berikut:
a. Peningkatan biaya tenaga kerja (personnel cost).
Bagi perusahaan yang telah menetapkan anggaran untuk tahun 2013, tentu harus
melakukan penyesuaian, sedangkan penentuan upah biasanya baru dilakukan menjelang
akhir tahun. Dari ketentuan perundangan di atas, jelas bahwa Upah Minimum tidak dapat
diterapkan bagi Pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun. Akan tetapi dengan
peningkatan Upah Minimum sebesar lebih dari 44%, tentunya akan menimbulkan dampak
lain, yaitu terkait dengan pemberian upah sundulan, dimana upah sundulan ini harus
dilakukan melalui mekanisme bipartit antara pihak serikat buruh dan manajemen.
b. Menurunnya Daya Saing Produk Indonesia di Manca Negara
Menurut data Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), upah pekerja di Indonesia
mencapai 1,03 dollar AS (Rp 9.888) per jam. Adapun upah pekerja di China 0,91 dollar
AS (Rp 8.736) per jam, Vietnam 0,46 dollar AS (Rp 4.416) per jam, dan Kamboja 0,29
dollar AS (Rp 2.784) per jam. Ketua Dewan Pembina Aprisindo Harijanto di Jakarta
mengatakan Upah pekerja kita sudah tidak murah lagi karena, dari sisi produktivitas,
pekerja China bisa menghasilkan sepatu dua kali lebih banyak dari di Indonesia. Kami
minta pemerintah tidak berlebihan menetapkan kenaikan upah minimum karena biaya
buruh sepatu kini sudah 25 persen dengan margin 5 persen. Sisanya 60 persen bahan baku
dan 10 persen lagi biaya overhead, Secara umum, upah pekerja pabrik sepatu di
Tangerang, Banten, untuk 40 jam kerja seminggu kini rata-rata 179 dollar AS (Rp 1,71
juta) per bulan. Pekerja pabrik sepatu dengan 40 jam kerja seminggu di Qingyuan, China,

13

menerima upah 159 dollar AS (Rp 1,52 juta) per bulan dan pekerja di Ho Chi Minh,
Vietnam, menerima 95 dollar AS (Rp 912.000) per bulan.
c. Subtitusi tenaga kerja dengan mesin semi otomatis atau high teknologi.
Kenaikan upah minimum yang terus menerus setiap tahunnya dan protes atas pelaksanaan
outsourcing disi lain melalui aksi unjuk rasa dan sweeping ke pabrik-pabrik, mendorong
sejumlah perusahaan (industry padat tenaga kerja) mulai untuk mengaplikasi sejumlah
mesin semi otomatis atau otomatis untuk mensubtitusi tenaga kerja yang semakin mahal
dan memperbaiki daya saing produk mereka di pasaran nasional dan mancanegara.
Beberapa di antaranya adalah perusahaan makanan, minuman dan produk komestik
tradisional. Hal ini tentunya akan membawa dampak terhadap pengurangan jumlah tenaga
kerja yang sangat signifikan dalam waktu dekat dan akan mengguncang perekonomian
Indonesia.

MENGAPA INFLASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI?


Inflasi
Menurut Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo, sistem
Indeks Harga Konsumen (IHK) atau inflasi dibangun oleh Organisasi Buruh Internasional
(International Labour Organization/ILO) dimana inflasi, merupakan gambaran biaya hidup
pekerja secara riil. Arfida BR (2003: 159-161) menyebutkan salah satu alasan dinamiknya
upah adalah laju inflasi.
Secara umum, hitungan perubahan harga tersebut tercakup dalam suatu indeks harga yang
dikenal dengan Indeks Harga Konsumen

(IHK) atau Consumer Price Index (CPI).

Persentase kenaikan IHK dikenal dengan inflasi, sedangkan penurunannya disebut


deflasi. Inflasi/deflasi tersebut dapat dihitung menggunakan suatu rumus. Tujuan
penyusunan

inflasi

adalah

untuk

memperoleh

indikator

yang menggambarkan

kecenderungan umum tentang perkembangan harga. Tujuan tersebut penting dicapai karena
indikator tersebut dapat dipakai sebagai informasi dasar untuk pengambilan keputusan baik
tingkat ekonomi mikro atau makro, baik fiskal maupun moneter. Pada tingkat mikro,
rumah tangga/masyarakat misalnya, dapat memanfaatkan angka inflasi untuk dasar

14

penyesuaian nilai pengeluaran kebutuhan sehari-hari dengan pendapatan mereka yang relatif
tetap.
Pada tingat korporasi angka inflasi dapat dipakai untuk perencanaan pembelanjaan
dan kontrak bisnis. Dalam lingkup yang lebih luas (makro) angka inflasi menggambarkan
kondisi/stabilitas moneter dan perekonomian. Secara spesifik penggunaan angka inflasi
antara lain untuk12:
a. Indeksasi upah dan tunjangan gaji pegawai,
b. Penyesuaian nilai kontrak,
c. Eskalasi nilai proyek,
d. Penentuan target inflasi
e. Indeksasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ,
f. Sebagai pembagi PDB, PDRB,
g. Sebagai proksi perubahan biaya hidup,
h. Indikator dini tingkat bunga, valas, dan indeks harga saham.
Inflasi di dunia ekonomi modern sangat memberatkan masyarakat. Hal ini dikarenakan inflasi
dapat mengakibatkan lemahnya efisiensi dan produktifitas ekonomi investasi, kenaikan biaya
modal, dan ketidakjelasan ongkos serta pendapatan di masa yang akan datang. Keberadaan
permasalahan inflasi dan tidak stabilnya sektor riil dari waktu ke waktu senantiasa menjadi
perhatian sebuah rezim pemerintahan yang berkuasa serta otoritas moneter . Lebih dari itu,
ada kecenderungan inflasi dipandang sebagai permasalahan yang senantiasa akan terjadi . Hal
ini tercermin dari kebijakan otoritas moneter dalam menjaga tingkat inflasi. Setiap tahunnya
otoritas moneter senantiasa menargetkan bahwa angka atau tingkat inflasi harus diturunkan
menjadi satu digit atau inflasi moderat13.
Di Indonesia, tingkat inflasi pangan biasanya tinggi, dan berdampak sangat negatif terhadap
pekerja miskin, karena pengeluaran untuk membeli makanan merupakan bagian terbesar dari
pengeluaran mereka secara keseluruhan. Pada tahun 2014, tingkat inflasi untuk bahan pangan
lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi rata-rata nasional dan diperkirakan sebesar 10,6
12 Ngurah Gede Maheswara, dkk: Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Ketenagakerjaan, dan
Pengangguran di Indonesia (2011)
13 Syafuan Hidayat : Trend pertumbuhan ekonomi, inflasi dan pengangguran di daerah
(2012).
15

persen (tahun ke tahun). Dalam konteks ini, pertumbuhan upah dan penghasilan pekerja
miskin perlu disesuaikan dengan fluktuasi harga makanan agar dapat mempertahankan daya
beli mereka.
Pertumbuhan Ekonomi
Secara umum kriteria yang digunakan dalam penetapan upah minimum sebagian besar di
adopsi dari konvesi ILO 131 tentang upah minimum. Hal ini sebagaimana terlihat pada faktor
pertimbangan upah minimum di Indonesia yang di atur dalam Permenaker No.17 Tahun 2005
dan perubahan revisi KHL dalam permenaker No 13 Tahun 2012. Adapun faktor-faktor yang
dipertimbangkan dalam penetapan upah minimum meliputi14;
a.
b.
c.
d.
e.

Nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL)


Produktivitas makro;
Pertumbuhan ekonomi
Kondisi pasar kerja
Kondisi usaha yang paling tidak mampu (marginal).

Indikator pertumbuhan ekonomi sebenarnya telah digunakan dalam penetapan upah


minimum. Dimana penetapan upah minimum dilakukan di tingkat propinsi atau di tingkat
kabupaten/kotamadya, dimana Gubernur menetapkan besaran upah minimum propinsi
(UMP) atau upah minimum Kabupaten/Kotamadya (UMK) berdasarkan usulan dari Komisi
Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah yang sekarang
menjadi Dewan Pengupahan Provinsi atau Kab/Kota dengan mempertimbangkan; kebutuhan
hidup pekerja, indeks harga konsumen, pertumbuhan ekonomi, kondisi pasar kerja dan
sebagainya.
Pengetian dari pertumbuhan ekonomi di sini adalah tingkat perkembangan perekonomian di
daerah setempat yang di gambarkan oleh angka perkembangan pendapatan kotor daerah
setempat atau di kenal Produk Domestik Bruto (PDRB). Dalam hal ini kenaikan upah riil
(setelah mempertimbangkan angka inflasi) maksimalnya adalah sebesar kenaikan PDRB, atau
tingkat Upah Minimum yang di tetapkan tidak boleh lebih besar dari pendapatan per kapita.
Pertumbuhan ekonomi menjadi penting karena salah satu indikator utama dalam mengukur
keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara ialah laju pertumbuhan ekonomi. Ekonomi
14 Pasal 6 ayat 2 Kepmenakertrans No 13 Tahuh 2012 Komponen Dan Pelaksanaan
Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak
16

dikatakan bertumbuh jika produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya dan
menghasilkan tambahan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat dalam periode waktu
tertentu. Di beberapa negara berkembang tak kecuali di Indonesia, pertumbuhan ekonomi
yang tinggi menjadi sasaran utama pembangunan. Namun persoalannya ialah sasaran
pertumbuhan ekonomi yang tinggi belumlah cukup menjadi jaminan bahwa kesejahteraan
masyarakat akan meningkat secara merata. Oleh karena itu, laju pertumbuhan ekonomi
seyogyanya harus diiringi dengan pemerataan distribusi pendapatan agar hasil-hasil
pertumbuhan tersebut dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dalam lima tahun terakhir (2009-2013), perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan
ekonomi yang kuat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,86 persen. Di tahun 2009,
perekonomian Nasional mengalami perlambatan yang cukup signifikan yaitu menjadi 4,6%
dari sebelumnya tahun 2008 sebesar 6%. Perlambatan ini disebabkan oleh krisis global yang
berdampak pada kontraksinya ekspor impor karena menurunnya pertumbuhan ekonomi dan
volume perdagangan dunia. Dengan kondisi ekonomi global yang belum stabil, Indonesia
mampu melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 menjadi 6,5%. Namun
di tahun 2012 mengalami perlambatan menjadi 6,2% dan terus melambat hingga 5,8% pada
tahun 2013 (Gambar 3).

Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi dan PDB Per Kapita Tahun 2009-2013

17

Sumber : RKP 2015 dan BPS, diolah

ANTARA INFLASI, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN UMP


Tabel 1 menunjukkan tingkat inflasi 6 tahun terakhir dari 2010 hingga 2015 dimana rata-rata
inflasi 6 tahun terakhir adalah 5,71 persen. Untuk pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 tahun
terakhir adalah 5,8 persen. Total rata-rata inflasi dan pertumbuhan ekonomi 2010 hingga 2011
adalah 11,51 persen.
Tabel 1: Inflasi Bulanan Indonesia dan Pertumbuhan Ekonomi
Inflasi

Pertumbuhan Ekonomi

Jumlah
Rata-Rata

2010

2011

2012

2013

2014

2015

Rata
Rata

2011

2012

2013

2014

2015

Rata
Rata

6.76

3.72

4.21

8.13

8.08

3.33

5.71

6.5

6.2

5.7

5.0

5.6

5.8

11.51

Sumber : BPS (2015) data diolah


Jika dibandingkan dengan kenaikan UMP dari Tahun 2009 hingga Tahun 2014 (dengan
memakai komponen KHL) , maka dapat dilihat rata-rata kenaikan UMP adalah sebesar 12,6
persen, dengan sebaran yang tidak merata di beberapa provinsi. Jika melihat formula
kenaikan UMP sesuai dengan PP 78 Tahun 2015 maka perbedaan kenaikan rata-rata jika
menggunakan formula tersebut hanya 1,09 persen.
Tabel 2. Perkembangan Upah Minimum Regional/Propinsi di Seluruh Indonesia
2009 2014 (Dalam Ribuan Rupiah)
Propinsi

2014
*

RataRata

1,300

8.3

1,350

3.8

1,400

3.7

1,550

10.7

1,750

6.6

Sumatera Utara

905

965

6.6

1,036

7.3

1,200

15.9

1,375

14.6

1,506

11.1

Sumatera Barat

880

950

8.0

1,055

11.1

1,150

9.0

1,350

17.4

1,490

11.4

Riau

902

1,016

12.7

1,120

10.2

1,238

10.5

1,400

13.1

1,700

11.6

Jambi

800

900

12.5

1,028

14.2

1,143

11.1

1,300

13.8

1,502

12.9

Sumatera Selatan

825

928

12.5

1,048

13.0

1,195

14.0

1,350

13.0

1,800

13.1

Bengkulu

728

780

7.1

815

4.5

930

14.1

1,200

29.0

1,350

13.7

Lampung

691

768

11.1

855

11.4

975

14.0

1,150

17.9

n.a

13.6

Bangka Belitung

850

910

7.1

1,024

12.5

1,110

8.4

1,265

14.0

1,640

10.5

Kepri

892

925

3.7

975

5.4

1,015

4.1

1,365

34.5

1,665

11.9

1,070

1,118

4.5

1,290

15.4

1,529

18.5

2,200

43.9

2,441

20.6

DKI Jakarta

18

2013

1,200

Aceh

2012

2010

2011

2009

Jawa Barat

628

672

6.9

732

9.0

Jawa Tengah

575

660

14.8

675

2.3

n.a

n.a

DI Yogyakarta

700

746

6.5

808

8.4

893

10.5

Jawa Timur

570

630

10.5

705

11.9

n.a

n.a

Banten

918

955

4.1

1,000

4.7

1,042

Bali

760

829

9.1

890

7.3

NTB

833

891

7.0

950

6.6

NTT

725

800

10.3

850

6.3

Kalimantan Barat

705

741

5.1

803

Kalimantan Tengah

873

987

13.0

Kalimantan Selatan

930

1,025

10.2

Kalimantan Timur

955

1,002

Sulawesi Utara

930

990

Sulawesi Tengah

720

778

8.0

828

Sulawesi Selatan

905

1,000

10.5

1,100

Sulawesi Tenggara

770

860

11.7

930

Gorontalo

675

710

5.2

Sulawesi Barat

909

944

Maluku

775

840

Maluku Utara

770

Papua Barat
Papua
RATA-RATA
INDONESIA

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

947

6.1

n.a

7.9

n.a

n.a

n.a

n.a

4.2

1,170

12.3

1,325

6.3

968

8.7

1,181

22.1

1,321

11.8

1,000

5.3

1,100

10.0

1,210

7.2

925

8.8

1,010

9.2

n.a

8.7

8.3

900

12.1

1,060

17.8

1,380

10.8

1,135

15.0

1,225

8.0

1,553

26.8

1,724

15.7

1,126

9.9

1,327

17.9

1,338

0.8

1,620

9.7

4.9

1,084

8.2

1,177

8.6

1,752

48.9

1,886

17.6

6.5

1,050

6.1

1,250

19.0

1,550

24.0

1,900

13.9

6.4

885

6.9

995

12.4

1,250

8.4

10.0

1,200

9.1

1,440

20.0

1,800

12.4

8.1

1,032

11.0

1,125

9.0

1,400

10.0

763

7.4

838

9.8

1,175

40.3

1,325

15.7

3.8

1,006

6.5

1,127

12.0

1,165

3.4

n.a

6.4

8.4

900

7.1

975

8.3

1,275

30.8

1,415

13.7

847

10.0

889

5.0

961

8.0

1,201

25.0

n.a

12.0

n.a

1,210

n.a

1,410

16.5

1,450

2.8

1,720

18.6

n.a

n.a

1,216

1,317

8.3

1,403

6.6

1,515

8.0

1,710

12.9

1,900

8.9

831

909

9.4

989

8.8

1,119

13.2

1,332

19.1

1,596

12.6

Sumber : Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga
Kerja, Kemenakertrans

Untuk beberapa provinsi rata-rata inflasi dan pertumbuhan ekonomi terlihat lebih tinggi
dibandingkan kenaikan UMP, sebaliknya di beberapa provinsi rata-rata inflasi dan
pertumbuhan ekonomi dirasa cukup rendah dibandingkan kenaikan UMP berdasarkan KHL.
Tingkat inflasi memang akan menjaga agar upah buruh tidak digerus oleh inflasi dimana
jumlah barang yang bisa dibeli oleh buruh akan tetap sama dari tahun ke tahun. Namun ini
dapat juga berarti tidak ada perbaikan kesejahteraan buruh. Disisi lain kenaikan upah buruh
karena pertumbuhan ekonomi juga berarti kenaikan modal pengusaha dengan persentase yang
hampir sama. Persentase yang sama dengan besaran nominal antara gaji buruh dan modal
pengusaha tentulah menjadi tidak berimbang. Walau gaji buruh naik, tetapi profit pengusaha
juga naik dengan besaran persentase yang sama. Ini menunjukkan masih terdapat gap antara
pekerja dan pengusaha. Ini menunjukkan kesejahteraan buruh tidaklah ditentukan secara
19

absolut oleh besaran nominal upah yang diterima oleh buruh, tetapi secara relatif oleh bagian
(share) dari seluruh kekayaan yang tercipta.
Dari 1950-2000, rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia per tahun berkisar antara 3-6 persen
(data Bank Dunia dan CIA World Factbook), sementara pada periode yang sama tingkat laba
kapitalis sedunia adalah 20-30 persen (data dari Maito, Esteban, The historical transience of
capital. The downward tren in the rate of profit since XIX century). Dengan demikian,
mengikat kenaikan upah pada tingkat pertumbuhan ekonomi seperti termaktub dalam PP 78
Tahun 2015 tentang Pengupahan berpotensi membuat buruh semakin jauh tertinggal status
ekonominya.
Mencermati perbedaan tersebut tentulah ada yang kurang dari formula baru yang ditawarkan
walaupun secara besaran tidak terlalu berbeda. Perlu diingat kembali bahwa penetapan UMP
merupakan hasil kesepakatan bersama antara pihak tripartit yaitu pemerintah, pengusaha dan
pekerja. Pemerintah di satu sisi perlu melakukan stabilitas ekonomi dalam rangka
meningkatkan lapangan pekerjaan dan pengurangan tingkat pengangguran. Pekerja perlu
mendapatkan kesejahteraan dalam rangka pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak. Pengusaha di
satu sisi juga perlu menjamin kelangsungan usaha. Untuk itu perlu dipertimbangkan satu
faktor utama yaitu produktivitas.
Produktivitas kerja yang meningkat dapat dioptimalkan melalui pengembangan kapasitas
konstituen tripartit dalam melibatkan lembaga-lembaga pengaturan upah. Pengembangan
kapasitas bisa membantu memastikan manfaat yang dirasakan bersama dan menegaskan
pertumbuhan yang merata juga membantu perusahaan dalam meningkatkan dan menambah
produktivitas.
Bagi Hasil Produktivitas15
Pada tahun 2014 Kementrian Ketenagakerjaan, bersama dengan Kementrian Koordinator
Bidang Perekonomian, Apindo dan serikat pekerja/buruh, telah melakukan serangkaian
konsultasi dan percontohan penerapan konsep Bagi Hasil Produktivitas di sembilan
perusahaan kecil dan menengah dengan berbagai sektor di Indonesia. Tujuan dari kegiatan ini
adalah melihat contoh-contoh penerapan peningkatan produktivitas dan memberikan
rekomendasi tentang bagi hasil produktivitas sebagai solusi alternatif dalam sistem
15
20

pengupahan. Konsep bagi hasil produktivitas mengacu pada pendekatan yang menyediakan
kompensasi kepada pekerja berdasarkan peningkatan produktivitas perusahaan dan
penyesuaian upah dengan harga-harga plus produktivitas.
Hasil analisa dari sembilan perusahaan yang dijadikan percontohan menunjukan bahwa bagi
hasil produktivitas mendorong terciptanya hubungan industrial yang baik dan harmonis, dan
memperkuat kemitraan di antara pekerja dan manajemen di tingkat perusahaan. Perlu
disiapkan terlebih dahulu instrumen dan indikator pengukuran hasil produktivitas yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik tertentu perusahaan. Selanjutnya untuk
menghasilkan bagi hasil produktivitas yang efektif maka harus ada komitmen dan
transparansi dari pihak manajemen dan pekerja yang dilandasi atas saling percaya dan itikad
baik yang di monitoring oleh sistem teknologi informasi yang terintegrasi.

TREN DAN KEBIJAKAN PENETAPAN UPAH DI BEBERAPA NEGARA


Kecenderungan Upah Rata-Rata Di ASEAN
Upah merupakan hal penting karena menjadi sumber penghasilan yang utama bagi keluarga.
Di kawasan ASEAN, upah menjadi sumber penghasilan utama bagi 116,9 juta pekerja dan
keluarga mereka. Mengingat semakin banyak orang yang tergantung pada upah sebagai mata
pencarian mereka, maka upah dan daya beli merupakan hal yang sangat penting bagi
pekerja sebagai sumber penghasilan, dan bagi perekonomian di kawasan ini sebagai sumber
permintaan. Analisa tentang tren secara global menunjukkan bahwa upah yang rendah atau
tingkat pertumbuhan upah yang lambat cenderung membatasi konsumsi keluarga, sehingga
mengurangi permintaan rata-rata, kecuali bila dampak negatif tersebut diimbangi dengan
tingginya nilai investasi atau nilai ekspor secara netto. Oleh karena itu tren pertumbuhan
upah, terutama pertumbuhan upah rata-rata, perlu dipantau secara dekat.
Di ASEAN, upah rata-rata sudah berkembang, namun masih ada perbedaan besar antar
tingkat upah. Sebagai contoh, pada tahun 2013 Republik Demokratik Laos memiliki upah
rata-rata terendah di kawasan ini, yaitu hanya USD 119, sementara rata-rata pekerja di
Singapura memperoleh upah sebesar USD 3,547 per bulan. Di antara kedua negara dengan
tingkat perbedaan yang sangat besar ini, ada Kamboja (USD 121), Indonesia (USD 174), Viet
Nam (USD 181), Filipina (USD 206), Thailand (USD 357) dan Malaysia (USD 609).
21

Perbedaan besar dalam hal upah rata-rata antar negara-negara anggota ASEAN ini
menunjukkan adanya perbedaan besar dalam hal produktivitas pekerja nilai tambah per
pekerja, atau per jam kerja serta kemampuan lembaga penetapan upah untuk mendukung
perundingan bersama.
Beberapa Kebijakan Penetapan Upah di Beberapa Negara:
Ada indeksasi UM terhadap indeks harga konsumen (IHK).
Perancis

Apabila IHK naik setidaknya 2%, UM juga dinaikkan dengan

Israel
Luxembourg
Belanda

persentase yang sama


UM ditetapkan sebesar 47.5% dari upah rata-rata.
Ada indeksasi UM terhadap indeks harga konsumen.
Ada indeksasi UM otomatis terhadap estimasi kenaikan upah rata-

Polandia

rata di sektor publik dan privat pada tahun yang sama


UM naik berdasarkan proyeksi kenaikan IHK. Apabila UM < 0.5
upah rata-rata, UM mengalami kenaikan tambahan sebesar 2/3

China dan Vietnam

proyeksi pertumbuhan PDB riil


Upah minimum sepenuhnya

ditentukan

oleh

Pemerintah.

Mempunyai struktur upah minimum yang berstandard ganda, yaitu


upah minimum yang tinggi untuk perusahaan investasi asing dan
sebaliknya untuk perusahaan domestik

SOLUSI KEDEPAN DALAM PENETAPAN UPAH MINIMUM


1. Perlunya Kepatuhan Terhadap Regulasi:
Bahwa penerapan kenaikan upah sesuai dengan Upah Minimum yang baru, serta
penyesuaian bagi pekerja yang telah memiliki masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun adalah
sesuatu yang wajib dilakukan oleh perusahaan, mengingat hal ini telah diatur dalam
ketentuan perundang-undangan. Sehingga pemerintah harus melakukan pengawasan atas
kepatuhan perusahaan dalam melaksanakan aturan tersebut.
2. Perlu Dilakukan Kajian Secara Mendalam Terkait Evaluasi Nilai Khl, Pertumbuhan
Ekonomi Nasional, Produktivitas Pekerja, Dan Kondisi Keuangan Perusahaan.
Evaluasi KHL 5 tahunan harus dikaji oleh lembaga independen yang terpercaya dan
kompeten di bidang statistik. Sedangkan unsur tripartit yang terlibat dalam tim tersebut
berperan sebagai pembanding. Hal ini bertujuan untuk menutup celah bagi pihak-pihak
tertentu untuk melakukan lobi kepada Kepala Daerah yang selama ini diberikan
22

kewenangan untuk menetapkan UMP, Upah minimum Kabupaten/Kota (UMK), dan Upah
Minimum Sektoral (UMS).
3. Penajaman Indikator Penentuan Upah Minimum.
Formulasi kebijakan penetapan upah saat ini memperhatikan dua indikator saja yaitu
tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Untuk kedepannya agar memperhatikan
variabel-variabel lain seperti kemampuan perusahaan, tipologi perusahaan, produktivitas
perusahaan. Selain itu, dapat dipahami upah pada hakekatnya merupakan pay for
perfomance sehingga kenaikan upah selayaknya juga didasarkan pada produktivitas
pekerja. Dalam hal ini, ada kontraprestasi atas hasil kerja dari buruh.
4. Transparansi dan Komunikasi Buruh dan Pengusaha
Adanya pemogokan ataupun unjuk rasa mengenai masalah UMP adalah akibat dari
terjadinya kesenjangan komunikasi antara pekerja dan perusahaan. Dalam hal ini, pekerja
kurang mengetahui seluk beluk atau tidak dapat membaca kondisi keuangan perusahaan
yang menentukan bisa tidaknya suatu perusahaan membayar upah pekerja sesuai dengan
upah minimum. Melalui komunikasi secara intensif dimungkinkan pula upaya mencari
solusi upah buruh secara bersama-sama. Ketika perusahaan benar-benar tidak mampu
melaksanakan UMP sesuai dengan ketentuan pemerintah, bisa jadi apabila antara buruh
dan perusahaan ada kesepakatan, maka upah yang mereka patok berbeda dengan jumlah
upah berdasarkan kriteria pemerintah. Hal ini sangat mungkin terjadi, karena kedua belah
pihak mengambil jalan damai dan ingin saling menghidupi.
5. Pertimbangan Produktivitas
Penting untuk lebih mengaitkan peningkatan upah dan produktivitas, sehingga manfaat
dari produktivitas kerja dirasakan oleh pekerja dan pengusaha. Manfaat dari produktivitas
kerja dan dialog yang konstruktif mengenai berbagi manfaat penting karena dialog
semacam ini bisa menghasilkan pekerjaan berkualitas baik, termasuk upah yang lebih baik
dan kondisi kerja yang penting untuk meningkatkan standar hidup. Bagi pengusaha,
mengaitkan pertumbuhan upah riil dengan manfaat produktivitas menunjukkan biaya
satuan tenaga kerja yang lebih stabil (dan pertumbuhan keuntungan yang sejalan dengan
pertumbuhan produktivitas).

KESIMPULAN

23

1. Penetapan kenaikan upah buruh yang tetap dengan menggunakan indikator tingkat inflasi
dan pertumbuhan ekonomi akan menjamin kepastian kenaikan upah minimum setiap
tahunnya, namun tidak dapat dikatakan akan memperbaiki kesejahteraan buruh sehingga
perlu adanya kajian indikator lainnya dalam penetapan kenaikan seperti produktivitas
perusahaan.
2. Indikator penetapan upah minimum berupah pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi
masih menjamin kenaikan upah minimum buruh dengan rata-rata kenaikan 11,51 persen
per tahun. Perbandingan kenaikan ini tidak berbeda jauh dari rata-rata kenaikan upah
setiap tahunnya dengan mekanisme perhitungan Kebutuhan Hidup Layak yaitu sekitar
12,6 persen per tahun.
3. Masih dimungkinkan untuk melakukan evaluasi terhadap Kebutuhan Hidup Layak dalam
periode 5 tahun sekali untuk menyesuaikan kenaikan tingkat kebutuhan sehingga
kebijakan dengan formula baru ini masih memberikan hak kepada buruh atau pekerja
dalam menyampaikan komponen-komponen kebutuhan melalui dewan pengupahan.
4. Penetapan kembali upah minimum dalam jangka waktu 5 tahunan (jangka waktu lebih
panjang) dapat meningkatkan kondisi stabilitas ekonomi suatu negara. Sistem formula
seperti ini diklaim bakal menciptakan kepastian dalam pengupahan, sehingga iklim
investasi akan membaik dan tercipta lebih banyak lapangan kerja baru bagi sekitar 7,4 juta
pengangguran di Indonesia16. Penerapan ini telah dilaksanakan oleh negara lain seperti
Malaysia, Vietnam dan China, dimana upah minimum berlaku untuk minimal 5 (lima)
tahun yang kemudian akan diadakan revisi bila dibutuhkan.
5. Anggaran kenaikan upah dapat diantisipasi oleh pengusaha sehingga dapat dibedakan
antara kenaikan upah berdasarkan trend kenaikan upah minimum dan kenaikan upah
berdasarkan pergerakan pasar di industri sejenis. Hal ini menjadi penting untuk
memastikan kepatuhan pengusaha atas penetapan upah minimum yang diberlakukan.

16 Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri dalam http://fokus.kontan.co.id/news/plusminus-kebijakan-upah-baru


24

REFERENSI
Badan Pusat Statistik. 2015. Keadaaan Pekerja di Indonesia Agustus 2015. Jakarta-Indonesia.
Badan Pusat Statistik. 2016. Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan Indonesia.
http://www.bps.go.id/index.php/linkTabelStatis/907. Diakses pada tanggal 2 Februari 2016.
Badan Pusat Statistik. 2016. Perkembangan Upah Minimum Regional/Propinsi di Seluruh
Indonesia 1997-2014. http://www.bps.go.id/index.php/linkTabelStatis/1427. Diakses pada
tanggal 2 Februari 2016.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN. Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkualitas.
Direktorat Jenderal Anggaran. 2015. Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi 2015.
Kementerian Keuangan.
Dwi Atmanti, Hastarini dan Maruto. Penentuan Upah Minimum.
Fair Labor Association (FLA). 2016. Issue Brief: Legal Minimum Wages in Indonesia.

25

Gunawan, Hendra. 2015. Plus Minus Kebijakan Upah Baru. http://fokus.kontan.co.id/news/


plus-minus-kebijakan-upah-baru. Diakses pada tanggal 2 Februari 2016.
Hendarmin, Ari. 2002. Kesejahteraan Buruh dan Kelangsungan Usaha Upah Minimum dari
Sisi Pandang Pengusaha. Jurnal Analisis Sosial Vol. 7 No.1 Februari 2002.
ILO. Kebijakan Upah Minimum di Indonesia. http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/--ed_dialogue/---actrav/documents/meetingdocument/wcms_210427.pdf. Diakses pada tanggal
2 Februari 2016.
ILO. 2016. Asia Pacific Decent Work Decade 2015-2016. Indonesia: Upah dan Produktifitas
Untuk Pembangunan Berkelanjutan.
ILO. 2015. Labour and Social Trends in Indonesia 2014-2015: Strengthening competitiveness
and productivity through decent work.
ILO. 2015. Asean Community 2015: Managing Integration For Better Jobs And Shared
Prosperity.
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Priyono, Edy. 2002. Situasi Ketenagakerjaan Indonesia dan Tinjauan Kritis Terhadap
Kebijakan Upah Minimum. Jurnal Analisis Sosial Vol. 7 No.1 Februari 2002.
Soeprayitno. Mencari Formula Upah Yang Adil dan Berdaya Saing. APINDO DPP DKI.
Suyatno, Hempri dan Suparja. 2002. Kebijakan Upah Minimum yang Akomodatif. Jurnal
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. 5 No. 3 Maret 2002.
S, Ted. 2015. Benarkah Formula Upah dari PP-Pengupahan Menjamin Kesejahteraan Buruh?.
http://www.militanindonesia.org/berita/perlawanan-buruh/8573-benarkah-formula-upah-daripp-pengupahan-menjamin-kesejahteraan-buruh.html. Diakses pada tanggal 3 Februari 2016.
Tri Ratomo, Unggul. 2015. Benarkah PP Pengupahan Perbaiki Nasib Buruh?
http://www.antaranews.com/berita/526104/benarkah-pp-pengupahan-perbaiki-nasib-buruh.
Diakses pada tanggal 3 Februari 2016.
Wahyuni, Dinar. 2015. Agenda Ke Depan Kebijakan Penentuan Upah Minimum. Info Singkat
Kesejahteraan Sosial Vol. VII Oktober 2015.

26

Anda mungkin juga menyukai