Anda di halaman 1dari 13

DEMENSIA

Sarah Shafira Aulia R.


G4A014005

Latar Belakang
Jumlah penduduk lanjut usia (lansia) semakin tahun
semakin meningkat. Kantor Kementrian Koordinator
Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika
pada tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) yakni
52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang
(5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta
orang (8,90%) dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh
tahun kemudian atau pada tahun 2020 diperkirakan
penduduk lansia mencapai 28,8 juta orang (11,43%)
dengan UHH sekitar 71,1 tahun (Muhammad, 2010).

Peningkatan jumlah penduduk lansia ini sebagai


konsekuensi dari peningkatan usia harapan hidup.
Akan tetapi dengan bertambahnya umur rata-rata atau
usia harapan hidup (life expectancy) pada waktu lahir,
karena berkurangnya angka kematian kasar (crude
date rate) maka persentase golongan tua akan
bertambah
dengan
segala
masalah
yang
menyertainya. Demensia merupakan salah satu
gangguan yang terjadi pada lansia sebagai efek dari
perubahan fisiologis yang berupa kemunduran kognitif.
Perubahan khas pada demensia terjadi pada kognisi,
memori, bahasa, kemampuan, visuospasial, dan
gangguan perilaku serta pemenuhan kebutuhan
lainnya (Muhammad, 2010).

Definisi Demensia
Demensia adalah gangguan global
fungsi kognitif tanpa adanya penurunan
kesadaran.
Orang
yang
menderita
demensia mengalami gangguan fungsi
kortikal yang lebih tinggi, termasuk
memori, berpikir, orientasi, pemahaman,
perhitungan, belajar, kemampuan, dan
bahasa. Gangguan fungsi kognitif ini
biasanya disertai atau didahului oleh
penurunan
kemampuan
dalam
mengendalikan emosi, perilaku sosial, atau
motivasi (Davey, 2007).

Etiologi Demensia
Demensia dapat disebabkan oleh banyak
penyebab, dimana penyebab utama dan
yang paling sering menyebabkan demensia
adalah
penyakit
Alzheimer
dengan
persentase sebesar 50-60% dari total
insidensi, diikuti demensia vaskular dan
demensia frontotemporal serta etiologi
lainnya (Rubenstein dan Bradley, 2007).

Klasifikasi Demensia
Demensia dibagi menjadi demensia reversibel dan ireversibel.
Menurut level kortikalnya demensia dapat dibagi dua, menjadi

demensia kortikal dan demensia subkortikal.


Klasifikasi lain berdasarkan korelasi gejala klinik dengan patologi
anatomisnya membagi demensia menjadi:
Anterior: frontal premotor cortex

Perubahan behavior, kehilangan kontrol, anti sosial, gerakan lambat.


Posterior: lobus parietal dan temporal

Gangguan kognitif, memori dan bahasa, akan tetapi behavior relatif


baik
Subkortikal

Apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak


Kortikal

Gangguan fungsi luhur, afasia, agnosia, apraksia (Sadock, 2011;


Komaroff, 2005).

Patologi Demensia
Pada demensia yang reversibel, daya
kognitif global dan fungsi luhur lainnya
terganggu oleh karena metabolisme neuron
kedua belah hemisfer serebri tertekan atau
dilumpuhkan oleh berbagai sebab. Jika
sebab
ini
dapat
dihilangkan,
maka
metabolisme
kortikal
akan
berjalan
sempurna kembali. Dengan demikian fungsi
luhur dalam keseluruhannya akan pulih
kembali.
Apabila
sebab
ini
sudah
menimbulkan
kerusakan
infrastruktur
neuron kortikal, tentu fungsi kortikal tidak
akan pulih kembali dan demensia akan

Gambaran Klinis Demensia


Gambaran utama demensia adalah
munculnya defisit kognitif multipleks,
termasuk gangguan memori, setidaktidaknya satu diantara gangguan kognitif
berikut: afasia, apraksia, agnosia, atau
gangguan dalam hal fungsi eksekutif.
Defisit kognitif yang muncul dapat
mengganggu fungsi sosial atau okupasional
seperti bekerja, berbelanja, berpakaian,
mandi, mengelola uang, dan kegiatan
dalam kehidupan sehari-hari lainnya.
Defisit kognitif ini harus menggambarkan
menurunnya fungsi luhur sebelumnya

Diagnosis Demensia
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik-Objektif
Pemeriksaan Penunjang

Tatalaksana Demensia
Farmakologis
Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg

Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75


- 1,75; Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
Anxiolitika: Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
Antidepresiva: Amitriptyline 25 - 50 mg
Mood stabilizers: Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400
- 600 mg
Nootropika: Piracetam 1 x 400 - 3 x 1200 mg
Ca-antagonist: Citicholine 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
Acetylcholinesterase inhibitors: Donepezil 5 mg 1x/hari
Antipsikotika atipik:

Non Farmakologis
Terapi Psikososial (Witjaksana, 2008; Muttaqin, 2008).

Kesimpulan
Demensia adalah gangguan global fungsi kognitif tanpa

adanya penurunan kesadaran. Orang yang menderita


demensia mengalami gangguan fungsi kortikal yang lebih
tinggi, termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman,
perhitungan, belajar, kemampuan, dan bahasa.
Demensia dapat disebabkan oleh banyak penyebab, dimana
penyebab utama dan yang paling sering menyebabkan
demensia adalah penyakit Alzheimer dengan persentase
sebesar 50-60% dari total insidensi, diikuti demensia
vaskular dan demensia frontotemporal serta etiologi lainnya
seperti penyakit Huntington, penyakit Parkinson, penyakit
Creutzfeldt-Jakob, hidrosefalus normotensif, penggunaan
obat-obatan sedatif, trauma kepala, alkoholisme,
keganasan, gangguan metabolik, infeksi, keadaan depresi,
dan sklerosis multipel.

Gambaran utama demensia adalah munculnya

defisit kognitif multipleks, termasuk gangguan


memori, setidak-tidaknya satu diantara gangguan
kognitif berikut: afasia, apraksia, agnosia, atau
gangguan dalam hal fungsi eksekutif. Defisit
kognitif yang muncul dapat mengganggu fungsi
sosial atau okupasional seperti bekerja, berbelanja,
berpakaian, mandi, mengelola uang, dan kegiatan
dalam kehidupan sehari-hari lainnya. Defisit kognitif
ini harus menggambarkan menurunnya fungsi luhur
sebelumnya.
Penegakkan diagnosis bagi penderita demensia
paling baik dilakukan dengan pemeriksaan klinis,
karena hingga saat ini belum ada pemeriksaan
elektrofisiologis dan pemeriksaan lain yang dapat
menegakkan diagnosis demensia secara pasti.
Pemeriksaan klinis harus dilakukan sesuai dengan
aturan baku yang ada agar diagnosis dapat

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai